Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASWAJA (AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

" Ahlussunnah Waljama’ah"

Dosen Pengampu :

Fikri Farikhin, M.Pd.I

Oleh :

Abdul Mukti
Muh. Erfan Wijaya
Wahyu Amalia

INSTITUT AGAMA ISLAM ( IAI ) AL-QODIRI JEMBER


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
NOPEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama
Islam.
Kemudian dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini
banyak yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala
hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini Bapak Fikri Farikhin, M.Pd.I
2. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a
dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi
amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak
kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif,
sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir
amalan saya dan bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh
pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.

(PENYUSUN)

Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................i
Kata Pengantar................................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Masalah...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)..............................................3
B. Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)...........................5
C. Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap Pendidikan...................7
D. Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah WaJama‟ah)..................8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................14
Kesimpulan....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah


pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran
tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah orang-
orang Islam secara keseluruhan. Ada sebuah hadits yang mungkin perlu
dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan
ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka
kecuali satu golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan
itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan
Shahabatku berada.”
Ahlus sunnah wal jama‟ah adalah suatu golongan yang menganut syariat
islam yang berdasarkan pada al qur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila
tidak ada dasar hukum pada alqur`an dan hadis
Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama
kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan
memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak
menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai
kelompok aliran yang bertentangan); orang- orang yang memiliki metode
berpikir keagamaan yang mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan
atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahlus sunnah
wal Jama‟ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun
Mu‟tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan
pada ma anna alaihi wa ashabihi. Nah itulah latar belakang sosial dan latar
belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba
tetapi karena ada sebab, ada ekstrim mu‟tazilah yang serba akal, ada
ekstrim jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja

1
sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai aliran
pemikiran (manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak
peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah
sekitar akhir tahun 40 H.
Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al
asyari dan hukum fiqihnya menggunakan imam madzhab sehingga
golongan aswaja inilah golongan yang sifatnya luas. Dari uraian diatas
maka penulis tertarik mengangkat tema ASWAJA (Ahlus sunnah wal
jama‟ah).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
2. Apa Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
3. Bagaimana Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)
Terhadap Pendidikan?
4. Bagaimana Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah
Wal
Jama‟ah)?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah).
2. Untuk Mengetahui Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus
Sunnah Wal
Jama‟ah).
3. Untuk Mengetahui Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)
Terhadap Pendidikan.
4. Untuk Mengetahui Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus
sunnah Wal
Jama‟ah).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)

Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama„ah (Aswaja) dapat dilihat dari


dua aspek penting, pertama dari segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi
peristilahan atau terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa
Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku
kehidupan. Sedangkan al-jama„ah, berarti sekumpulan.1
ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal
jama‟ah”. Ahlus sunnah berarti orang-orang yang menganut atau
mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Wal Jama‟ah berarti
mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi
definisi Ahlus sunnah wal jama‟ah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti
sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi
waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun akidah dan
tasawuf.
Definisi Ahlus sunnah Wal jama‟ah ada dua bagian yaitu: definisi
secara umum dan definisi secara khusus:
1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan
yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan
Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih)
dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai
I‟tikad/ keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah
Asya‟iroh dan Maturidiyah.
Menurut pengertian istilah (terminologi) al-sunnah, berarti
penganut sunnah Nabi Muhammad saw, yaitu mengikuti apa-apa yang
datang dari Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan
pengakuan (taqri‟r). Sedangkan al-jama„ah berarti penganut i„tiqad
para sahabat

3
1
1Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab–Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, cet. 14), hlm. 46.

4
Nabi, yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah pada
masa khulafaur‟ al-rashidin (Abu Bakr al-Siddiq, „Umar, Ustman, dan
„Ali). Jadi, yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang mengikuti
amaliah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.
Menurut Imam Asy‟ari, Ahlus sunnah Wal Jama‟ah adalah
golongan yang berpegang teguh kepada al-Qur‟an, hadis, dan apa yang
diriwayatkan sahabat, tabi‟in, imam-imam hadis, dan apa yang
disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.22
Menurut KH. M. Hasyim Asy‟ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah
adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat,
dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlus sunnah
Wal Jama‟ah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih
mengikuti Imam Syafi‟i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-
Asy‟ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-
Hasan al-Syadzili.3
Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah adalah para sahabat, tabi‟in, tabi‟ut tabi‟in dan siapa saja yang
berjalan menurut pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan
orang- orang yang mengikutinya dari seluruh umat semuanya.4
Shaykh „Abd al-Qadir al-Jaylani (471-561 H/1077-1166 M)
seorang tokoh besar sufi legendaris menjelaskan “Al-Sunnah adalah apa
yang telah dianjurkan oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, perilaku,
serta ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama„ah adalah segala sesuatu yang
telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi saw. pada masa khulafaur ar-
rashidin yang empat, yang telah diberi hidayah (mudah mudahan Allah
memberi rahmat kepada mereka semua)”.5
Dengan demikian yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang

2
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar al- Kutub
al-Ilmiyyah, t.t), hlm. 14.
3
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.
4
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan
5
Shaykh „Abd al-Qadir al-Jailani, Al-Ghunyah li Talib Tariq al-Haq (Beirut: Maktabat al
Shab„iyyah, tt.), hlm. 5.

5
konsisten mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya,
tidak mendistorsi ajaran Nabi Muhammad saw. dan tidak mendiskreditkan
sebagian sahabat atau seluruh sahabat Nabi. Pengertian ini dapat diperkuat
dengan beberapa hadisth Nabi yang diriwayatkan beberapa perawi dengan
redaksi hadisth.
Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga
aspek Islam, yakni aspek akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus
para ulama sering hanya membicarakan aspek akidah dan syari'ah (fiqh),
hal itu bukan berarti tidak ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini,
pengalaman (practice) dari dua aspek (yang disebut pertama) itu
mengandung aspek akhlak atau tashawuf.

B. Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)

Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam


yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw.
bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa
umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau
menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan
itu hanyalah Ahlus sunnah wa Jama‟ah. Ahlus sunnah wal Jama‟ah
adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al- Jamaah, yaitu
ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw. bersama
para sahabatnya pada zamanya itu.
Kemunculan pemikiran Aswaja tidak lepas dari dinamika pendapat
umat Islam itu sendiri. Dimulai ketika zaman pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syiria waktu itu
melakukan manuver untuk menggoyang pemerintahan Ali. Alhasil, perang
pun terjadi. Beberapa kali perang kubu Muawiyah mengalami kekalahan.
Hingga pada akhirnya diputuskan mengakhiri perselisihan dengan
melakukan suatu kesepakatan.
Kubu Muawiyah mendelegasikan Amru bin Ash dan kubu Ali

6
diwakili Abu Musa al Asy'ari. Amru bin Ash adalah seorang politisi, pada
saat forum ia menyarankan agar perundingan dimulai dengan
pemerintahan yang kosong. Maksud dari Amru bin Ash ia menginginkan
kubu Ali secara simbolik meletakkan jabatannya terlebih dahulu. Abu
musa yang notabene adalah ulama langsung mengiyakan tawaran dari
Amru bin Ash. Dengan cerdik Amru bin Ash mempersilahkan Abu Musa
untuk mendeklarasikan peletakan jabatan karena dirasa ia lebih tua dan
alim.
Setelah Abu Musa memproklamirkan peletakan jabatan Ali, Amru
bin Ash bukannya malah bergantian mengatakan sama, tetapi malah
menyatakan jabatan yang dilepas dari kubu Ali kini menjadi milik
Muawiyah. "Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia, Abu Musa
al Asyari mewakili khalifah Ali telah meletakan jabatan. Maka dengan ini
jabatan khalifah saya ambil untuk diserahkan pada Muawiyah bin Abu
Sofyan". Maka pada detik itu Muawiyah yang kalah perang fisik dengan
kubu Ali, giliran menang ketika taktik politik. Kekhalifahan Ali pun
berpindah ke tangan Muawiyah.
Efek dari peristiwa itu umat islam terpecah menjadi 3 kubu. Kubu
Ali terbelah menjadi 2; kubu Syiah dan Khawarij. Dan satu lagi adalah
kubu Muawiyah. Kelompok Syiah adalah pendukung Ali, kelompok
Muawiyah pendukung Muawiyah, dan kelompok Khawarij yakni kubu
yang tidak pada pihak Ali maupun Muawiyah. Kelompok menilai
kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak sah karena tidak
menggunakan hukum Allah atau Al-Qur'an sehingga mereka memutuskan
Khawarij (Kharaja: keluar). Sebagian besar masyarakat saat itu (kecuali
kelompok Muawiyah) menilai perpindahan kekuasan dari Ali ke
Muawiyah berjalan dengan tidak sah dan licik. Untuk mengatasi
pandangan itu maka khalifah membuat aliran bernama
Jabariyah. Kemunculan aliran ini dalam rangka
melegitimasi kekuasaan Muawiyah yang menyatakan bahwa manusia tidak
punya kekuasaan untuk berkehendak. Inti dari aliran Jabariyah, semua
yang dilakukan oleh manusia sudah dikehendaki oleh Allah. Termasuk
ketika Muawiyah dapat mengambil kekuasaan dari tangan Ali itu juga

7
kehendak
Allah.

8
Setelah itu selama masa pemerintahan Bani Umayah muncul aliran
bernama Qodariyah yang diusung oleh Muhammad bin Ali bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib (cucu Ali bin Abi Thalib). Aliran ini
mengajarkan sebaliknya dari aliran Jabariyah. Bahwa ketika manusia
berkehendak, Allah tidak ikut campur, maka manusia harus
bertanggungjawab atas perbuatannya. Ketika masa Bani Umayah paham
ini hanya sebagai kritik atas paham Jabariyah. Namun ketika memasuki
pemerintahan Bani Abasiyah, paham Qadariyah dijadikan spirit
pembangunan. Kemudian turunan dari paham ini dengan sedikit
modifikasi mengatasnamakan paham Mu'tazilah.
Pada akhirnya lahirlah ulama bernama Abu Hasan al Asyari. Ia
sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Abu Hasan
menyatakan tidak mengikuti kedua kubu ekstrem dan berdiri di tengah-
tengah. Ia memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat berada
di dalamnya, dan menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah wal
Jama‟ah. Titik tekan pada paham ini yakni manusia berkehendak tetapi
kehendak itu diketahui Allah. Manusia mempunyai kehendak tapi
kehendak itu dibatasi dengan takdir Allah.6

C. Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Terhadap Pendidikan

Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting


sekali dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia,
disamping itu pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat
Indonesia, yaitu pendidikan agama dan moral.

6
Moch. Ari Nasichuddin, Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis Sosial

9
Hal diatas dapat dibuktikan dengan keadaan bangsa yang kita
rasakan sekarang, dewasa ini banyak anak cucu kita yang meniru budaya
barat, misalnya, berpakaian yang mengundang hawa nafsu, pergaulan
bebas dll. Hal itu membuktikan bahwasannya nilai agama dan nilai moral
generasi penerus bangsa ini melemah. Akan tetapi, permasalahan tersebut
adalah bagaimana jika para orang tua lemah dalam nilai-nilai agama dan
moralitas, Sehingga tak ada contoh bagi pemuda bangsa untuk
memperbaiki moral?
Pendidikan Aswaja muncul sebagai jawaban dari pertanyaan diatas.
Pendidikan aswaja mempunyai kelebihan, salah satunya: pendidikan
aswaja tidak hanya ditujukan ke lembaga pendidikan saja namun juga di
tujukan kepada masyarakat luas, hal ini dapat memperkuat aspek agama
maupun moralitas masyarakat. Misalnya acara pengajian rutin yang diisi
oleh ulama‟ , hal itu sangat baik untuk meningkatkan nilai- nilai agama
dalam masyarakat.
Hal lain yang istimewa dari pendidikan aswaja adalah: pendidikan
yang lebih dikonsentrasikan pada lembaga pendidikan islami atau dapat
disebut pondok pesantren. Hal itu dapat membantu kita selaku orang tua
supaya anak cucu kita dapat mengenal nilai- nilai agama dan moral.7

D. Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jama’ah)

Sekolah/ madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar,


sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar
waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana
di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang
lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam
pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan
mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.
Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar
oleh sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah
SWT, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun

7
Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam diunggah

1
ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta
mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan
baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya
dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan
pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang nyata.
Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di
dalamnya, seperti: mu‟alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan
belajar, serta idaroh madrasah.8
Macam- pendidikan antara lain:

1. Pendidikan Akidah

Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda


muslim ialah pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah
yang dianut oleh generasi salaf umat ini. Sebab Allah SWT telah
menjadikan akidah para sahabat sebagai standar akidah yang benar.
Allah Ta‟ala berfirman yang artinya:
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah
beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan
jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari
mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.9
Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah
perkara
pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di
tengah jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang
melangkah kepada Allah SWT.10
Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan
setiap kesempatan berlalu tanpa membekali para anak didik dengan

8
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
9
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
10
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011), hlm. 120.

1
bukti-bukti yang menunjukkan kepada Allah SWT, bimbingan-
bimbingan yang bisa memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan
yang bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfa‟atan
kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat keimanan ini adalah
teknik yang dipillih oleh sang pendidik pertama (Muhammad SAW).
Beliau selalu berusaha mengarahkan para peserta didik untuk
mengangkat dan memperkuat keimanan dan keyakinan yang ada di
dalam hati mereka.11

2. Pendidikan Pemikiran

Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sini ialah mendidik


generasi muda Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham
yang benar di dalam jiwa mereka, dan mengingatkan mereka agar
waspada terhadap paham- paham yang salah. Sistem pendidikan
pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan membuahkan pemuda-
pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf
dalam memahami al-Qur‟an dan Hadits.
Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap
pemikiran- pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham
yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.13
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus
mengajarkan
kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut
ini:

a) Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan
saja.
b) Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan hukum-
hukum Alloh akan meraih kejayaan.
c) Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh
musuh-musuh Islam.

11
12Ibid., hlm. 125.

1
d) Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama
kurun waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi
seluruh isi dunia.
e) Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki
panggung sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf.
Kita memasuki panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan
„Umar.12
3. Pendidikan Iman.

Yang dimaksud pendidikan iman ialah upaya untuk menambah


iman kepada Allah SWT dan hari akhir, memperdalam makna iman,
dan meningkatkan kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan
manisnya iman, mencintai keta‟atan kepada Allah SWT dan menjauhi
kenakalan dan kemaksiatan.
4. Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang


mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan
pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi 2 macam:
a) Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.
b) Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi
ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran,
tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi
tabi‟at dan perangai. Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud
dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik generasi muda Islam
dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah,
itsar dan lain-lain.

5. Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi SAW

12
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011), hlm. 170.

1
Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada
generasi muda Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat
muslim dan mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi
SAW ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi SAW. Adab-adab itu
banyak jumlahnya, ada adab- adab yang diterima seorang muslim
dirumah dan sekolahnya melalui suri tauladan yang baik. Akan tetapi
sekarang ini kita hidup di zaman mana suri tauladan yang baik sulit
ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga muslim tidak
memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat dan nilai-
nilai yang diimpor dari peradaban Barat yang kafir.
Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji,
seperti televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan
adab- adab yang diajarkan Nabi SAW, membunuh rasa cemburu
suami, menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat
muslim tidak banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir.
Oleh karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan
upaya- upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-
adab Islam, lalu menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya.
Mudah-mudahan Allah SWT berkenan memberkahi usaha-usaha
tersebut dan menyelamatkan anak- anak muslim dari terjangan banjir
maksiat dan syahwat, dan segala macam upaya untuk memalingkan
dari Allah SWT.

1
6. Pendidikan Jasmani

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana


pendidikan yang paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam
mendidik individu- individu dalam masyarakat secara fisik dan
menjaga kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang mereka
dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan- latihan ketangkasan dan
olahraga setiap ada waktu dan kesempatan.
Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya
yang toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan
antara keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan
antara tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan
perhatian yang besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan
mental dengan intensitas yang sama
Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia
membutuhkan perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan
dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi
waktu-waktu luangnya dengan segala macam kegiatan yang
menyehatkan badannya, menguatkan organ-organ tubuhnya, dan
memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh tubuhnya. Hal itu
disebabkan oleh 3 hal:13
a) Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.
b) Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
c) Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan
kegiaatan- kegiatan jihad.14

13
18Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
14
19Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam diunggah
pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35 WIB

1
BAB III
PENUTU
P

Kesimpulan

1. Pengertian Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah), Secara etimologi,


Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah,
berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-
jama„ah, berarti sekumpulan.
Secara istilah (terminologi) yang dimaksud dengan Aswaja adalah
kaum yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para
sahabatnya.
2. Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam
yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah
saw. bersama para sahabatnya.
Dinamika Aswaja, pada akhirnya karena lahirnya ulama bernama
Abu Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah
itu keluar. Ia memproklamirkan paham dimana rasulullah dan
sahabat berada di dalamnya, dan menyebut paham dengan sebutan
Ahlus sunnah wal Jama‟ah.
3. Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting
sekali dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia,
disamping itu pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan
masyarakat Indonesia, yaitu pendidikan agama dan moral.
4. Peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah pendidikan/
madrasah
adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga
meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun
ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji.

1
DAFTAR PUSTAKA

Aic, Miftahudin. Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai


Pendidikan,
Al-Hâzimî, Khâlid Bin Hâmid. 1420 H/2000 M. Ushûl at-Tarbiyah al-
Islâmiyah.
Madinah Munawwaroh: Dâr „Âlam al-Kutub. Darmanto, Ahlussunnah
Waljamaah dan Peranannya, Surabaya : Khalista
Farid, Ahmad. 2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah.
Surabaya: Pustaka Elba.
Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari. 2010, cet. 1. Moderasi
Keumatan Dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas.
Mousir,Kang. Resume Aswaja, dalam
Munawwir, Ahmad Warson. 1997, cet. 14. Al-Munawwir: Kamus Arab–
Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.
Nasichuddin. Moch. Ari. Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan
Analisis
Nasir, Sahilun A. 2010, cet. 1. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah,
Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai