Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Sejarah Perkembangan Azwaja

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ajwaja 1

Dosen Pengampu Dr. Hj. Aminah HJS, M.Pd

KELOMPOK 2

Nama : Apriansyah

: Dwi Yuniarti

Mata Kuliah : Ajwaja 1

Tugas : Makalah Sejarah Perkembangan Azwaja

Program Studi Hubungan Internasional


Fakultas Sosial dan Politik
UniversitasNahdlatulUlama
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita hanturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita
semua taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Sejarah Perkembangan Azwaja”. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya
yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang benar.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami
khususnya, dan teman-teman sekalian. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami
harapkan untuk menuju kesempurnaan makalah ini.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga
semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT. Amin.

Samarinda,21 Januari 2021

Kelompok 2

1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
BAB 1................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A.Latar Belakang...........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................3
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................3
BAB 2................................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Pengertian Azwaja.................................................................................................4
B.Historis Pembentukan Azwaja....................................................................................5
C. Karakteristik dan Aspek Cakupan Azwaja................................................................7
BAB 3................................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
A.Kesimpulan................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ahlussunnah Wal Jama'ah ( Aswaja ) sebagai bagian dari kajian ke-Islam-an


merupakan upaya yang mendudukkan Aswaja secara proporsional, bukannya
semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang
mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran
teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu
problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.

Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu


untuk kita yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus
mensucikan pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan
fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan
konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita
telah memelihara kemerdekaan (hurriyah), yakni kebebasan berfikir (hurriyah al-
ra'yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-irodah) serta kebebasan
berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah).

B. Rumusan Masalah

1. siapa saja golongan Aswaja itu?


2. Bagaimana perkembanganya Azwaja?
3. Apakah aliran-aliran Islam yang ada termasuk golongan Azwaja ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui siapa saja golongan dari Azwaja


2. Memberitahu perkembangan Azwaja
3. Mengetahui aliran-aliran islam yang termasuk golongan Azwaja

3
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Azwaja

Azwaja sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa


Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud
bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan
terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu
golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai
rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa
Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga
dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang
selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan
para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara
tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran
Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita
artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode
atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah
ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru
muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya
kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu
Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat :
944 M) pada saat munculnya berbagai golongan yang pemahamannya dibidang
aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para
sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik
dan kekuasaan.

4
Arti Ahlussunnah wal jama'ah adalah sebagai berikut. Ahl berarti pemeluk, jika
dikaitkan dengan aliran atau madzhab maka artinya adalah pengikut aliran atau
pengikut madzhab (ashab al-madzhab). Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di
samping memiliki arti al-Hadist. Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna
pengikut jalan Nabi, para Sahabat dan tabi'in. Al-Jamaah berarti sekumpulan
orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal
Jama'ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Sahabat dan
tabi'in.
Nahdlatul 'Ulama merupakan ormas Islam pertama di Indonesia yang
menegaskan diri berfaham Aswaja. Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) yang
dirumuskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari juga tidak disebutkan
definisi Aswaja. Namun tertulis di dalam Qanun tersebut bahwa Aswaja
merupakan sebuah faham keagamaan dimana dalam bidang akidah menganut
pendapat Abu Hasan Al-Asy'ari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh menganut
pendapat dari salah satu madzhab empat (madzahibul arba'ah -- Imam Hanafi,
Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Hanbali), dan dalam bidang tasawuf/akhlak
menganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.

B.Historis Pembentukan Azwaja

Ahlussunnah Wal Jama'ah (Azwaja) lahir dari pergulatan intens antara doktrin
dengan sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status
Al-Qur'an apakah ia makhluk atau bukan, kemudian debat antara Sifat-Sifat Allah
antara ulama Salafiyyun dengan golongan Mu'tazilah, dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman al-
khulafa' ar-rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang melibatkan
Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiyah. Bersama kekalahan Khalifah
ke-empat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu
Muawiyah, ummat Islam makin terpecah kedalam berbagai golongan. Di antara
mereka terdapat Syi'ah yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut Khalifah
Ali bin Abi Thalib, golongan Khawarij yakni pendukung Ali yang membelot

5
karena tidak setuju dengan tahkim,dan ada pula kelompok Jabariyah yang
melegitimasi kepemimpinan Muawiyah.
Selain tiga golongan tersebut masih ada Murjiah dan Qadariah, faham bahwa
segala sesuatu yang terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut
campur (af'al al-ibad min al-ibad) -- berlawanan dengan faham Jabariyah. Di
antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh
Imam Abu Sa'id Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih
dikenal dengan nama Imam Hasan al-Bashri, yang cenderung mengembangkan
aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha
mencari jalan kebenaran secara jernih.
Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi politik
(firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya mereka mengembangkan sistem
keberagamaan dan pemikiran yang sejuk, moderat dan tidak ekstrim. Dengan
sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan
golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi
Ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu'man (w. 150 H),
Imam Malik Ibn Anas (w. 179 H), Imam Syafi'i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204
H), Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingg tiba pada generasi Abu Hasan Al-
Asy'ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H). Kepada dua ulama
terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan; meskipun bila
ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya.
Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham
Ahlussunnah wal Jama'ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam di
kepulauan ini adalah penganut madzhab Syafi'i, dan sebagian terbesarnya
tergabung, baik tergabung secara sadar maupun tidak, dalam jam'iyyah Nahdlatul
'Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan sebagai pengamal Islam ala
Ahlussunnah wal-Jama'ah.

6
C. Karakteristik dan Aspek Cakupan Azwaja

Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni
bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang
harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu
kesatuan konsep ajaran Azwaja. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama'ah
mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf. Dalam bidang aqidah
atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy'ari dan
Imam al-Maturidi. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan
mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki,
Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali. Bidang tashawwuf mengikuti Imam
al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali.
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah
Wal-Jama'ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian
bahwa ia benar-benar telah mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.
Dilingkunagn Azwaja sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun
perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena
adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul
Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli
Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan Azwaja
sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' .
Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya
benar, maka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya
mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal
Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling
mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa Azwaja sebenarnya bukanlah
madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja
yang didalamnya masih memuat banyak aliran dan madzhab. Faham tersebut
sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin
dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga

7
memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim),
tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang
mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan
perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah,
akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Wal hasil salah satu karakter Azwaja yang sangat dominan adalah "Selalu bisa
beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas
Azwaja pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun
mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam
menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-
Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali
ajaran Azwaja yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi
Ahli Sunnah Wal Jama'ah.
Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan
kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya
Ajaran Azwaja. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan
batasa Azwaja sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga
merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.

8
BAB 3

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah
ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru
muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya
kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu
Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat :
944 M) pada saat munculnya berbagai golongan yang pemahamannya dibidang
aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para
sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik
dan kekuasaan.
Dengan kemunculannya, Aswaja tetap mempertahankan manhaj-manhaj yang
telah dicetuskan oleh para salafussholih sebagai manhajul fikri. Upaya
dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga
tidak bijaksana jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan
mendalam dari pada dipandang sebagai upaya 'merusak' norma atau tatanan
teologis yang telah ada. Dalam perkembangannya, akhirnya menjadi konsep dasar
segala pemikiran Aswaja.
Prinsip dasar dari aswaja sebagai manhajul fikri meliputi. tawasuth (mederat),
tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang). Aktualisasi dari prinsip yang pertama
adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal pada posisi yang
terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena
martabat kemanusiaan manusia terletak pada apakah dan bagaimana dia
menggunakan akal yang dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan
keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan akal sehingga kita tidak terjebak
pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme.

9
Selanjutnya, dalam konteks hubungan sosial, seorang pengikut Aswaja harus
bisa menghargai dan mentoleransi perbedaan yang ada bahkan sampai pada
keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya
sekedar pendapat kita pada orang lain, yang diperbolehkan hanyalah sebatas
menyampaikan dan mendialiektikakan keyakinan atau pendapat tersebut, dan
ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan
Ini adalah prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri. Dan yang
terakhir adalah tawazzun (seimbang). Penjabaran dari prinsip tawazzun meliputi
berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun
dalam konteks politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap
yang diambil dalam berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan
keberpihakan yang tidak seharusnya.
Walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada
orang yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan
terhadap netralitas. Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan
bahwa memandang dan menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-
masing adalah sikap yang paling bijak, dan bukan tidak mengambil sikap karena
itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan oportunis. Aswaja adalah suatu
golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada al-quran dan hadis.
Ajaran Aswaja berasal dari Nabi Muhammad saw melalui perantara para
sahabatnya tanpa mengalami perubahan. Aswaja sangat penting untuk kita pelajari
karena Aswaja merupakan suatu pedoman hidup yang baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

NU Center, T. A. (2013). Risalah Alussunnah Wal-Jamaah. Jakarta: Khalista.

Ramli, M. I. (2011). Pengantar Sejarah AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH. Jakarta:


Khalista.

Abbas Sirajuddin . (2008) I’TIQAD Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka


Tarbiyah Baru), hlm 48.

Media UNU Kalsel. (2017, July). Aswaja: Sejarah dan Perkembangannya

Halaman 4 - Kompasiana.com.

11

Anda mungkin juga menyukai