Anda di halaman 1dari 18

ASWAJA (AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH)

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

" Manajemen Pendidikan Islam"

Dosen Pengampu :

Afiful Ikhwan, M.Pd.I

Oleh :

KHUSNUL KOTIMAH
2013471928/ 2013.4.047.0001.1.001683
PAI – Smt 6/ Sawo

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAMMUHAMMADIYAH
(STAIM) TULUNGAGUNG

April 2016
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama
Islam.
Kemudian dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini
banyak yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala
hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM)
Tulungagung Bapak Nurul Amin, M.Ag
2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini Bapak Afiful Ikhwan, M.Pd.I
3. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam
penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a
dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi
amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak
kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif,
sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir
amalan saya dan bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh
pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.

(PENYUSUN)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………….…..…....... i


Kata Pengantar …………………………………………………..…........ ii
Daftar Isi …………………………….....……………………..…. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
C. Tujuan Masalah …………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN
ASWAJA (AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH)
A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) ………….. 3
B. Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)
………………………………………………….……………. 5
C. Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap
Pendidikan ………………………………………………….. 7
D. Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah) ……………………………………………………. 8

BAB III PENUTUP


Kesimpulan …………………………………………….……. 14

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada
tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud
dengan Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.
Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah
SAW bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan ummatku


terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu
golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah
SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan Shahabatku berada.”
Ahlus sunnah wal jama‟ah adalah suatu golongan yang menganut syariat islam
yang berdasarkan pada al qur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak ada
dasar hukum pada alqur`an dan hadis

Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita
melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah
jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi kedua adalah
(melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-
orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek
kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan
toleransi. Ahlus sunnah wal Jama‟ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah
maupun Mu‟tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan
pada ma anna alaihi wa ashabihi. Nah itulah latar belakang sosial dan latar
belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapi
karena ada sebab, ada ekstrim mu‟tazilah yang serba akal, ada ekstrim jabariyah
yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun

1
2

sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa dilepaskan


dari pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa
Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun
40 H.

Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari


dan hukum fiqihnya menggunakan imam madzhab sehingga golongan aswaja
inilah golongan yang sifatnya luas. Dari uraian diatas maka penulis tertarik
mengangkat tema ASWAJA (Ahlus sunnah wal jama‟ah).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
2. Apa Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
3. Bagaimana Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap
Pendidikan?
4. Bagaimana Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah)?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah).
2. Untuk Mengetahui Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal
Jama‟ah).
3. Untuk Mengetahui Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap
Pendidikan.
4. Untuk Mengetahui Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)

Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama„ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua
aspek penting, pertama dari segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi
peristilahan atau terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab
ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan.
Sedangkan al-jama„ah, berarti sekumpulan.1

ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal jama‟ah”.


Ahlus sunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi
Muhammad SAW, dan Wal Jama‟ah berarti mayoritas umat atau mayoritas
sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi Ahlus sunnah wal jama‟ah yaitu; “
Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas
sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun
akidah dan tasawuf.

Definisi Ahlus sunnah Wal jama‟ah ada dua bagian yaitu: definisi secara
umum dan definisi secara khusus:

1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang
senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para
shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf
dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai I‟tikad/
keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya‟iroh dan
Maturidiyah.

Menurut pengertian istilah (terminologi) al-sunnah, berarti penganut


sunnah Nabi Muhammad saw, yaitu mengikuti apa-apa yang datang dari Nabi
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab–Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, cet. 14), hlm. 46.

3
4

Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan (taqri‟r).


Sedangkan al-jama„ah berarti penganut i„tiqad para sahabat Nabi, yakni apa yang
telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah pada masa khulafaur‟ al-rashidin
(Abu Bakr al-Siddiq, „Umar, Ustman, dan „Ali). Jadi, yang dimaksud dengan
Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para
sahabatnya.

Menurut Imam Asy‟ari, Ahlus sunnah Wal Jama‟ah adalah golongan yang
berpegang teguh kepada al-Qur‟an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat,
tabi‟in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad
ibn Muhammad ibn Hanbal.2

Menurut KH. M. Hasyim Asy‟ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah


golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti
warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlus sunnah Wal Jama‟ah yang
berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi‟i,
dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy‟ari, dan dalam tasawuf
mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.3

Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlus sunnah Wal Jama‟ah


adalah para sahabat, tabi‟in, tabi‟ut tabi‟in dan siapa saja yang berjalan menurut
pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang
mengikutinya dari seluruh umat semuanya. 4

Shaykh „Abd al-Qadir al-Jaylani (471-561 H/1077-1166 M) seorang tokoh


besar sufi legendaris menjelaskan “Al-Sunnah adalah apa yang telah dianjurkan
oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, perilaku, serta ketetapan beliau).
Sedangkan al-Jama„ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para

2
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, t.t), hlm. 14.
3
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.
4
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Press, 2010, cet. 1), hlm. 190.
5

sahabat Nabi saw. pada masa khulafaur ar-rashidin yang empat, yang telah diberi
hidayah (mudah mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua)”. 5

Dengan demikian yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang


konsisten mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya, tidak
mendistorsi ajaran Nabi Muhammad saw. dan tidak mendiskreditkan sebagian
sahabat atau seluruh sahabat Nabi. Pengertian ini dapat diperkuat dengan beberapa
hadisth Nabi yang diriwayatkan beberapa perawi dengan redaksi hadisth.

Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga aspek Islam,
yakni aspek akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering
hanya membicarakan aspek akidah dan syari'ah (fiqh), hal itu bukan berarti tidak
ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini, pengalaman (practice) dari dua aspek
(yang disebut pertama) itu mengandung aspek akhlak atau tashawuf.6

B. Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)

Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para
sahabatnya. Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong
menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa yang benar dan
selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlus sunnah wa Jama‟ah.
Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-
Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw.
bersama para sahabatnya pada zamanya itu.

Kemunculan pemikiran Aswaja tidak lepas dari dinamika pendapat umat


Islam itu sendiri. Dimulai ketika zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib, adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syiria waktu itu melakukan manuver untuk

5
Shaykh „Abd al-Qadir al-Jailani, Al-Ghunyah li Talib Tariq al-Haq (Beirut: Maktabat al
Shab„iyyah, tt.), hlm. 5.
6
Kang Mousir, Resume Aswaja, dalam
http://lifeonthemotivation.blogspot.co.id/2014/11/resume-aswaja.html, diunggah pada Senin, 10
November 2014, pukul 11.05 WIB
6

menggoyang pemerintahan Ali. Alhasil, perang pun terjadi. Beberapa kali perang
kubu Muawiyah mengalami kekalahan. Hingga pada akhirnya diputuskan
mengakhiri perselisihan dengan melakukan suatu kesepakatan.

Kubu Muawiyah mendelegasikan Amru bin Ash dan kubu Ali diwakili
Abu Musa al Asy'ari. Amru bin Ash adalah seorang politisi, pada saat forum ia
menyarankan agar perundingan dimulai dengan pemerintahan yang kosong.
Maksud dari Amru bin Ash ia menginginkan kubu Ali secara simbolik
meletakkan jabatannya terlebih dahulu. Abu musa yang notabene adalah ulama
langsung mengiyakan tawaran dari Amru bin Ash. Dengan cerdik Amru bin Ash
mempersilahkan Abu Musa untuk mendeklarasikan peletakan jabatan karena
dirasa ia lebih tua dan alim.

Setelah Abu Musa memproklamirkan peletakan jabatan Ali, Amru bin Ash
bukannya malah bergantian mengatakan sama, tetapi malah menyatakan jabatan
yang dilepas dari kubu Ali kini menjadi milik Muawiyah. "Saudara-saudara kaum
muslimin yang berbahagia, Abu Musa al Asyari mewakili khalifah Ali telah
meletakan jabatan. Maka dengan ini jabatan khalifah saya ambil untuk diserahkan
pada Muawiyah bin Abu Sofyan". Maka pada detik itu Muawiyah yang kalah
perang fisik dengan kubu Ali, giliran menang ketika taktik politik. Kekhalifahan
Ali pun berpindah ke tangan Muawiyah.

Efek dari peristiwa itu umat islam terpecah menjadi 3 kubu. Kubu Ali
terbelah menjadi 2; kubu Syiah dan Khawarij. Dan satu lagi adalah kubu
Muawiyah. Kelompok Syiah adalah pendukung Ali, kelompok Muawiyah
pendukung Muawiyah, dan kelompok Khawarij yakni kubu yang tidak pada pihak
Ali maupun Muawiyah. Kelompok menilai kesepakatan yang dibuat oleh kedua
belah pihak tidak sah karena tidak menggunakan hukum Allah atau Al-Qur'an
sehingga mereka memutuskan Khawarij (Kharaja: keluar).

Sebagian besar masyarakat saat itu (kecuali kelompok Muawiyah) menilai


perpindahan kekuasan dari Ali ke Muawiyah berjalan dengan tidak sah dan licik.
Untuk mengatasi pandangan itu maka khalifah membuat aliran bernama
7

Jabariyah. Kemunculan aliran ini dalam rangka melegitimasi kekuasaan


Muawiyah yang menyatakan bahwa manusia tidak punya kekuasaan untuk
berkehendak. Inti dari aliran Jabariyah, semua yang dilakukan oleh manusia
sudah dikehendaki oleh Allah. Termasuk ketika Muawiyah dapat mengambil
kekuasaan dari tangan Ali itu juga kehendak Allah.

Setelah itu selama masa pemerintahan Bani Umayah muncul aliran


bernama Qodariyah yang diusung oleh Muhammad bin Ali bin Muhammad bin
Ali bin Abi Thalib (cucu Ali bin Abi Thalib). Aliran ini mengajarkan sebaliknya
dari aliran Jabariyah. Bahwa ketika manusia berkehendak, Allah tidak ikut
campur, maka manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Ketika masa
Bani Umayah paham ini hanya sebagai kritik atas paham Jabariyah. Namun
ketika memasuki pemerintahan Bani Abasiyah, paham Qadariyah dijadikan spirit
pembangunan. Kemudian turunan dari paham ini dengan sedikit modifikasi
mengatasnamakan paham Mu'tazilah.

Pada akhirnya lahirlah ulama bernama Abu Hasan al Asyari. Ia


sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Abu Hasan menyatakan tidak
mengikuti kedua kubu ekstrem dan berdiri di tengah-tengah. Ia memproklamirkan
paham dimana rasulullah dan sahabat berada di dalamnya, dan menyebut paham
dengan sebutan Ahlus sunnah wal Jama‟ah. Titik tekan pada paham ini yakni
manusia berkehendak tetapi kehendak itu diketahui Allah. Manusia mempunyai
kehendak tapi kehendak itu dibatasi dengan takdir Allah.7

C. Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Terhadap Pendidikan

Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting sekali


dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia, disamping itu
pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu
pendidikan agama dan moral.

7
Moch. Ari Nasichuddin, Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis Sosial
http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat-islam-dan-analisis-sosial.html,
diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul 08.47 WIB
8

Hal diatas dapat dibuktikan dengan keadaan bangsa yang kita rasakan
sekarang, dewasa ini banyak anak cucu kita yang meniru budaya barat, misalnya,
berpakaian yang mengundang hawa nafsu, pergaulan bebas dll. Hal itu
membuktikan bahwasannya nilai agama dan nilai moral generasi penerus bangsa
ini melemah. Akan tetapi, permasalahan tersebut adalah bagaimana jika para
orang tua lemah dalam nilai-nilai agama dan moralitas, Sehingga tak ada contoh
bagi pemuda bangsa untuk memperbaiki moral?

Pendidikan Aswaja muncul sebagai jawaban dari pertanyaan diatas.


Pendidikan aswaja mempunyai kelebihan, salah satunya: pendidikan aswaja tidak
hanya ditujukan ke lembaga pendidikan saja namun juga di tujukan kepada
masyarakat luas, hal ini dapat memperkuat aspek agama maupun moralitas
masyarakat. Misalnya acara pengajian rutin yang diisi oleh ulama‟ , hal itu sangat
baik untuk meningkatkan nilai- nilai agama dalam masyarakat.

Hal lain yang istimewa dari pendidikan aswaja adalah: pendidikan yang
lebih dikonsentrasikan pada lembaga pendidikan islami atau dapat disebut pondok
pesantren. Hal itu dapat membantu kita selaku orang tua supaya anak cucu kita
dapat mengenal nilai- nilai agama dan moral.8

D. Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jama’ah)

Sekolah/ madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, sebab
di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Madrasah
merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana di dalamnya berkumpul
dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang lingkungan dan sosial,
sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat kebiasaan dan
karakter kepribadian juga menjelaskan dan mentransformasikan sesuatu yang
sebelumnya tidak diketahuinya.

8
Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam
http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-melestarikan-nilai.html, diunggah
pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35 WIB
9

Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh
sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga
meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta
untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang
pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah,
ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar
baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi
dengan implementasi yang nyata.

Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya,


seperti: mu‟alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar, serta idaroh
madrasah.9

Macam- pendidikan antara lain:

1. Pendidikan Akidah

Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah


pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh
generasi salaf umat ini. Sebab Allah SWT telah menjadikan akidah para
sahabat sebagai standar akidah yang benar. Allah Ta‟ala berfirman yang
artinya:

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka
berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).
Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.10

Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara


pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah

9
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
10
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 116.
10

jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah
kepada Allah SWT.11

Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap


kesempatan berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti yang
menunjukkan kepada Allah SWT, bimbingan-bimbingan yang bisa
memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang bisa memperkuat aspek
akidah. Teknik pemanfa‟atan kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat
keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik pertama
(Muhammad SAW). Beliau selalu berusaha mengarahkan para peserta didik
untuk mengangkat dan memperkuat keimanan dan keyakinan yang ada di
dalam hati mereka.12

2. Pendidikan Pemikiran

Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sini ialah mendidik generasi


muda Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham yang benar di
dalam jiwa mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-
paham yang salah. Sistem pendidikan pemikiran ini yang benar ini
diharapkan akan membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola
pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf dalam memahami al-Qur‟an dan Hadits.

Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran-


pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham yang
bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf. 13

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan


kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini:

a) Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.

11
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 120.
12
Ibid., hlm. 125.
13
Ibid., hlm. 138.
11

b) Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan hukum-hukum


Alloh akan meraih kejayaan.
c) Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh
musuh-musuh Islam.
d) Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun
waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi
dunia.
e) Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki panggung
sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki
panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan „Umar. 14
3. Pendidikan Iman.

Yang dimaksud pendidikan iman ialah upaya untuk menambah iman


kepada Allah SWT dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan
meningkatkan kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan manisnya
iman, mencintai keta‟atan kepada Allah SWT dan menjauhi kenakalan dan
kemaksiatan.15

4. Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong


manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini
terbagi menjadi 2 macam:

a) Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.


b) Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi ini
terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi
kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi‟at dan
perangai.

14
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 170.
15
Ibid., hlm. 202.
12

Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak.


Maksudnya mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia,
seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-lain.16

5. Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi SAW

Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada generasi


muda Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat muslim dan
mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi SAW ialah adab-adab
dan sunnah-sunnah Nabi SAW. Adab-adab itu banyak jumlahnya, ada adab-
adab yang diterima seorang muslim dirumah dan sekolahnya melalui suri
tauladan yang baik. Akan tetapi sekarang ini kita hidup di zaman mana suri
tauladan yang baik sulit ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga
muslim tidak memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat dan
nilai- nilai yang diimpor dari peradaban Barat yang kafir.

Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti


televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab
yang diajarkan Nabi SAW, membunuh rasa cemburu suami, menghilangkan
rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak banyak berbeda
dengan masyarakat Barat yang kafir.

Oleh karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan upaya-


upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab Islam, lalu
menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya. Mudah-mudahan Allah
SWT berkenan memberkahi usaha-usaha tersebut dan menyelamatkan anak-
anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan segala macam
upaya untuk memalingkan dari Allah SWT.17

16
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 237.
17
Ibid., hlm. 263.
13

6. Pendidikan Jasmani

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana pendidikan


yang paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-
individu dalam masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka
adalah mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-
latihan ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan kesempatan.

Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang


toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara
keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan
ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang besar
terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang
sama

Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan


perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan
fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu luangnya
dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya, menguatkan
organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh
tubuhnya. Hal itu disebabkan oleh 3 hal:18

a) Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.


b) Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
c) Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan kegiaatan-
kegiatan jihad.19

18
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
19
Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam
http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-melestarikan-nilai.html, diunggah
pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35 WIB
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengertian Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah), Secara etimologi, Aswaja


berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan,
tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama„ah, berarti
sekumpulan.
Secara istilah (terminologi) yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum
yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.
2. Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama
para sahabatnya.
Dinamika Aswaja, pada akhirnya karena lahirnya ulama bernama Abu
Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Ia
memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat berada di
dalamnya, dan menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah wal
Jama‟ah.
3. Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting sekali
dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia, disamping itu
pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu
pendidikan agama dan moral.
4. Peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah pendidikan/ madrasah
adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga meluruskan
pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk
menuai akhlaq yang mulia dan terpuji.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aic, Miftahudin. Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan,


dalam http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-
melestarikan-nilai.html, diunggah pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35
WIB

Al-Hâzimî, Khâlid Bin Hâmid. 1420 H/2000 M. Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah.


Madinah Munawwaroh: Dâr „Âlam al-Kutub.

Darmanto, Ahlussunnah Waljamaah dan Peranan, dalam


http://sahabalit.blogspot.co.id/2012/05/ahlussunnah-waljamaah-dan-
peranan.html, diunggah pada Jum‟at, 11 Mei 2012 pukul 11.33 WIB

Farid, Ahmad. 2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Surabaya: Pustaka Elba.

Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari. 2010, cet. 1. Moderasi


Keumatan Dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas.

Mousir, Kang. Resume Aswaja, dalam


http://lifeonthemotivation.blogspot.co.id/2014/11/resume-aswaja.html,
diunggah pada Senin, 10 November 2014, pukul 11.05 WIB

Munawwir, Ahmad Warson. 1997, cet. 14. Al-Munawwir: Kamus Arab–


Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.

Nasichuddin. Moch. Ari. Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis
Sosial http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat-
islam-dan-analisis-sosial.html, diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul
08.47 WIB

Nasir, Sahilun A. 2010, cet. 1. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran,
dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.

15

Anda mungkin juga menyukai