MAKALAH
Dosen Pengampu :
Oleh :
KHUSNUL KOTIMAH
2013471928/ 2013.4.047.0001.1.001683
PAI – Smt 6/ Sawo
April 2016
KATA PENGANTAR
(PENYUSUN)
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
C. Tujuan Masalah …………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
ASWAJA (AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH)
A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) ………….. 3
B. Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)
………………………………………………….……………. 5
C. Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap
Pendidikan ………………………………………………….. 7
D. Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah) ……………………………………………………. 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada
tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud
dengan Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.
Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah
SAW bersabda yang artinya:
Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita
melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah
jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi kedua adalah
(melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-
orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek
kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan
toleransi. Ahlus sunnah wal Jama‟ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah
maupun Mu‟tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan
pada ma anna alaihi wa ashabihi. Nah itulah latar belakang sosial dan latar
belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapi
karena ada sebab, ada ekstrim mu‟tazilah yang serba akal, ada ekstrim jabariyah
yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
2. Apa Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?
3. Bagaimana Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap
Pendidikan?
4. Bagaimana Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah)?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah).
2. Untuk Mengetahui Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal
Jama‟ah).
3. Untuk Mengetahui Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap
Pendidikan.
4. Untuk Mengetahui Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah).
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama„ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua
aspek penting, pertama dari segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi
peristilahan atau terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab
ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan.
Sedangkan al-jama„ah, berarti sekumpulan.1
Definisi Ahlus sunnah Wal jama‟ah ada dua bagian yaitu: definisi secara
umum dan definisi secara khusus:
1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang
senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para
shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf
dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai I‟tikad/
keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya‟iroh dan
Maturidiyah.
3
4
Menurut Imam Asy‟ari, Ahlus sunnah Wal Jama‟ah adalah golongan yang
berpegang teguh kepada al-Qur‟an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat,
tabi‟in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad
ibn Muhammad ibn Hanbal.2
2
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, t.t), hlm. 14.
3
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.
4
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Press, 2010, cet. 1), hlm. 190.
5
sahabat Nabi saw. pada masa khulafaur ar-rashidin yang empat, yang telah diberi
hidayah (mudah mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua)”. 5
Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga aspek Islam,
yakni aspek akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering
hanya membicarakan aspek akidah dan syari'ah (fiqh), hal itu bukan berarti tidak
ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini, pengalaman (practice) dari dua aspek
(yang disebut pertama) itu mengandung aspek akhlak atau tashawuf.6
Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para
sahabatnya. Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong
menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa yang benar dan
selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlus sunnah wa Jama‟ah.
Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-
Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw.
bersama para sahabatnya pada zamanya itu.
5
Shaykh „Abd al-Qadir al-Jailani, Al-Ghunyah li Talib Tariq al-Haq (Beirut: Maktabat al
Shab„iyyah, tt.), hlm. 5.
6
Kang Mousir, Resume Aswaja, dalam
http://lifeonthemotivation.blogspot.co.id/2014/11/resume-aswaja.html, diunggah pada Senin, 10
November 2014, pukul 11.05 WIB
6
menggoyang pemerintahan Ali. Alhasil, perang pun terjadi. Beberapa kali perang
kubu Muawiyah mengalami kekalahan. Hingga pada akhirnya diputuskan
mengakhiri perselisihan dengan melakukan suatu kesepakatan.
Kubu Muawiyah mendelegasikan Amru bin Ash dan kubu Ali diwakili
Abu Musa al Asy'ari. Amru bin Ash adalah seorang politisi, pada saat forum ia
menyarankan agar perundingan dimulai dengan pemerintahan yang kosong.
Maksud dari Amru bin Ash ia menginginkan kubu Ali secara simbolik
meletakkan jabatannya terlebih dahulu. Abu musa yang notabene adalah ulama
langsung mengiyakan tawaran dari Amru bin Ash. Dengan cerdik Amru bin Ash
mempersilahkan Abu Musa untuk mendeklarasikan peletakan jabatan karena
dirasa ia lebih tua dan alim.
Setelah Abu Musa memproklamirkan peletakan jabatan Ali, Amru bin Ash
bukannya malah bergantian mengatakan sama, tetapi malah menyatakan jabatan
yang dilepas dari kubu Ali kini menjadi milik Muawiyah. "Saudara-saudara kaum
muslimin yang berbahagia, Abu Musa al Asyari mewakili khalifah Ali telah
meletakan jabatan. Maka dengan ini jabatan khalifah saya ambil untuk diserahkan
pada Muawiyah bin Abu Sofyan". Maka pada detik itu Muawiyah yang kalah
perang fisik dengan kubu Ali, giliran menang ketika taktik politik. Kekhalifahan
Ali pun berpindah ke tangan Muawiyah.
Efek dari peristiwa itu umat islam terpecah menjadi 3 kubu. Kubu Ali
terbelah menjadi 2; kubu Syiah dan Khawarij. Dan satu lagi adalah kubu
Muawiyah. Kelompok Syiah adalah pendukung Ali, kelompok Muawiyah
pendukung Muawiyah, dan kelompok Khawarij yakni kubu yang tidak pada pihak
Ali maupun Muawiyah. Kelompok menilai kesepakatan yang dibuat oleh kedua
belah pihak tidak sah karena tidak menggunakan hukum Allah atau Al-Qur'an
sehingga mereka memutuskan Khawarij (Kharaja: keluar).
7
Moch. Ari Nasichuddin, Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis Sosial
http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat-islam-dan-analisis-sosial.html,
diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul 08.47 WIB
8
Hal diatas dapat dibuktikan dengan keadaan bangsa yang kita rasakan
sekarang, dewasa ini banyak anak cucu kita yang meniru budaya barat, misalnya,
berpakaian yang mengundang hawa nafsu, pergaulan bebas dll. Hal itu
membuktikan bahwasannya nilai agama dan nilai moral generasi penerus bangsa
ini melemah. Akan tetapi, permasalahan tersebut adalah bagaimana jika para
orang tua lemah dalam nilai-nilai agama dan moralitas, Sehingga tak ada contoh
bagi pemuda bangsa untuk memperbaiki moral?
Hal lain yang istimewa dari pendidikan aswaja adalah: pendidikan yang
lebih dikonsentrasikan pada lembaga pendidikan islami atau dapat disebut pondok
pesantren. Hal itu dapat membantu kita selaku orang tua supaya anak cucu kita
dapat mengenal nilai- nilai agama dan moral.8
Sekolah/ madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, sebab
di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Madrasah
merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana di dalamnya berkumpul
dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang lingkungan dan sosial,
sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat kebiasaan dan
karakter kepribadian juga menjelaskan dan mentransformasikan sesuatu yang
sebelumnya tidak diketahuinya.
8
Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam
http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-melestarikan-nilai.html, diunggah
pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35 WIB
9
Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh
sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga
meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta
untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang
pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah,
ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar
baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi
dengan implementasi yang nyata.
1. Pendidikan Akidah
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka
berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).
Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.10
9
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
10
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 116.
10
jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah
kepada Allah SWT.11
2. Pendidikan Pemikiran
a) Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.
11
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 120.
12
Ibid., hlm. 125.
13
Ibid., hlm. 138.
11
4. Pendidikan Akhlak
14
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 170.
15
Ibid., hlm. 202.
12
16
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya:
Pustaka eLBA, 2011), hlm. 237.
17
Ibid., hlm. 263.
13
6. Pendidikan Jasmani
18
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
19
Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam
http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-melestarikan-nilai.html, diunggah
pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35 WIB
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Farid, Ahmad. 2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Surabaya: Pustaka Elba.
Nasichuddin. Moch. Ari. Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis
Sosial http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat-
islam-dan-analisis-sosial.html, diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul
08.47 WIB
Nasir, Sahilun A. 2010, cet. 1. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran,
dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.
15