Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“HADITS DAN HUBUNGANNYA DENGAN AL-QUR’AN”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ulumul hadits

Dosen pengampu: Bpk. Elman Nafidzi, S.E.I., M.E

Disusun oleh:

Kelompok 1:

Wiwiek Ayu Anidia(210104010020)

Desi Lestari(210104010022)

Selvia Rabbi Maulida(210104010024)

Muhammad Hasbi(210104010027)

LOKAL 21B2

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN ANTASARI BANJARMASIN

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh puji syukur atas rahmat Allah SWT.


berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “HADITS DAN
HUBUNGANNYA DENGAN AL-QUR’AN” dapat selesai.

Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas kelompok dari mata kuliah Ulumul
Hadits dengan dosen Bapak Ahmad Khairuddin, Prof. Dr., M.Ag. dan juga untuk menambah
wawasan kepada pembaca tentang hadits.

Dalam penyusunannya, kami mengambil dari sumber dari beberapa situs internet dan
jurnal. Pembaca mungkin akan menemukan beberapa kekurangan dan kesalahan penulisan dalam
makalah ini, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Tak lupa kami mengucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Akhir kata, semoga makalah
ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi syiar islam.

Banjarmasin, Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................iii
BAB 1...................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................1
C. Tujuan............................................................................................1

BAB II..................................................................................................2

PEMBAHASAN..................................................................................2

A. Pengertian Hadist..........................................................................2
B. Kedudukan Hadist........................................................................2
C. Fungsi Hadist Terhadap Al-qur’an.............................................3
D. Hubungan Hadist Dengan Al-qur’an..........................................4

BAB III.................................................................................................6

PENUTUP............................................................................................6

A. Kesimpulan....................................................................................6
B. Daftar Pustaka..............................................................................6
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hadits adalah segala yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik
perkataan, perbuatan, maupun keizinannya. Menurut Muhadditsin, khabar identik dengan
hadits. Sekalipun ada segolongan yang mengkhususkan khabar yang selain hadits seperti
sejarah. Adapun Atsar ialah segala yang dinisbatkan kepada sahabat Rasul. Sebagian
ulama berpendapat bahwa Atsar adalah periwayatan secara mutlak dari Rasulullah SAW.
atau sahabat.

Hadits Nabi merupakan sumber hukum ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an
dikarenakan ia merupakan bayan (penjelas) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih
global, umum dan yang mutlak. Dengan demikian hadits menduduki posisi dan fungsi
yang cukup signifikan dalam ajaran Islam. Pada sisi lain, al-Qur’an berbeda dengan
hadits, misalnya dari segi periwayatan, al-Qur’an seluruhnya bersifat qath’I al-wurud,
sedangkan untuk hadits Nabi pada umumnya bersifat zhannial-wurud.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Hadits?
2. Apa kedudukan Hadits?
3. Apa saja fungsi Hadits?
4. Apa hubungan hadits dengan al-Qur’an?
C. TUJUAN
1. Untuk memahami materi tentang hadits, kedudukannya, dan fungsinya
2. Untuk mengetahui hubungan hadits dengan al-Qur’an
3. Untuk menambah wawasan tentang hadits dan hubungannya dengan al-Qur’an

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADITS
Secara bahasa hadits berarti perkataan. Secara istilah adalah sesuatu yang
dilakukan Rasulullah baik berupa perkataan (sabda), ketetapan, perbuatan dan juga
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan hukum syariat islam.
Bisa disebut hadits apabila “Nabi Muhammad SAW pernah berkata..” atau “Nabi
Muhammad SAW pernah melakukan sesuatu…” jadi hak tersebut dapat dikatakan hadits
menurut penelusuran dari NU online. Dan hadits sendiri pun adalah suatu berita yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW.
Hadits merupakan tumpuan umat islam kedua setelah al-Qur’an supaya lebih
mudah untuk dipahami atau bisa juga sebagai tambahan sesuatu jikalau tidak terdapat
dalam al-Qur’an. Hadits juga sebagai petunjuk bagi umat manusia saat ada sesuatu
masalah tertentu atau baru, bila belum terdapat dalam al-Qur’an maka dapat diambil dari
hadits jikalau masih tidak ada maka akan diadakan ijma’ dan dijelaskan kemudian
diperkuat dengan adanya Qiyas.

B. KEDUDUKAN HADITS
Hadits menurut islam adalah sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW baik
berupa perintah ataupun Larangan yang harus di taati, sama halnya dengan Al-Qur'an.
Seluruh umat islam di dunia telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu dari
sumber ajaran islam. Kedudukan hadits adalah kedua setelah Al-Qur'an dan mengikuti
hadits wajib halnya sama dengan mengikuti Al-Qur'an. Antara hadits dan Al-Qur'an
mempunyai keterkaitan yang erat sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan juga
tidak bisa hanya berjalan dengan sendiri dalam mengamalkannya, maka antara Al-Qur'an
dan hadits harus diimbangi dalam mengamalkannya.
Hadits sendiri merupakan mubayyin bagi Al-Qur'an, Al-Qur'an merupakan Dasar
hukum yang utama bagi umat islam yang di mana di dalam Al-Qur'an berisi garis besar
tentang syari'at. Jadi siapapun yang tidak bisa memahami isi dalam Al-Qur'an maka harus
memahami dan menguasai hadits supaya dapat di diamalkan dan begitu pula hadits tidak
bisa di gunakan tanpa di dasarkan dengan Al-Qur'an. Pada tahun 1958 ada salah seorang
sarjana barat yang telah mengadakan sebuah penyelidikan dan penelitian secara ilmiah
mengenai dengan Al-Qur'an mengatakan bahwa: "pokok-pokok ajaran Al-Qur'an begitu
dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih
dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya".
Al-Qur'an adalah sumber hukum yang utama dan Al-hadits menjadi asan
perundang-undangan setelah Al-Qur'an sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Yusuf Al-
Qardhawi bahwa hadits adalah "sumber hukum syara' setelah Al-Qur'an". Keabsahan
hadits sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an dapat di terima secara logika
manusia karena hadits adalah sumber hukum yang tentu juga di perkuat oleh adanya
kenyataan bahwa Al-Qur'an hanya memberikan sebagian garis-garis besar dan petunjuk
umum yang masih memerlukan penjelasan dan rincian yang lebih jelas lagi dan untuk
dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, di antara ayat-ayat yang menjadi
bukti bahwa hadits merupakan sumber hukum dalam islam yaitu firman Allah SWT.
Terdapat dalam Al-Qur'an surah An-Nisa:80

(80) َ ‫َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد أَطَا َع هَّللا‬

“Barangsiapa yang mentaati Rosul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Alloh…”

Dari ayat di atas dapat diambil bahwa seseorang tidak cukup hanya berpedoman pada Al-
Qur’an saja maka dalam melaksanakan ajaran Islam, kita semua harus berpedoman
kepada Hadits Rasulullah Saw. Hukum islam di dasarkan kepada hadits nabi itu sudah
kesepakatan dan ketetapan ualam. Terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional
itu sudah ada sejak masa sahabat sampai sekarang ini.
Dalam Q.S AnNisa’ 59, Allah berfirman :

ِ ‫ل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَإِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا‬qَ ‫ هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو‬q‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا أَ ِطيعُوا‬
‫َوال َّرسُول‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali
kanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…”

Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak cukup hanya
berpedoman pada Al-Qur’an dalam melaksanakan ajaran Islam, tapi juga wajib
berpedoman kepada Hadits Rasulullah Saw. Dari ayat di atas pula dapat di simpulkan
bahwa seseorang tidak cukup hanya mengambil dari Al-Qur'an untuk mengamalkn dalam
kehidupan sehari-hari maka harus di tambah di dilengkapi lagi dengan berpegang kepada
hadits Rasulullah SAW supaya lebih jelas dan dapat di pahami.

C. FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN


Hadits adalah yang bersumber kepada Rasulullah SAW. Fungsi hadits terhadap
Al-Qur'an adalah untuk menyelesaikan masalah yang tidak terselesaikan atau adanya
perkara yang sulit untuk dipahami. Karena menggunakan dasar Al-Qur'an saja tidak
cukup untuk menyelesaikan sesuatu permasalahn karena Al-Qur'an merupakan dasar
syariat yang sifatnya sangat global, jadi perlunya penjelasan hadits untuk melengkapi isi
di dalam Al-Qur'an jika ada suatu masalah yang belum jelas ataupun rumit. Misalkan saja
kepada kenyataan praktik sholat. Orang Yang hanya berpegang kepada Al-Qur'an
mungkin bingung bahkan tidak bisa mengerjakan sholat karena di dalam Al-Qur'an hanya
tertulis perintah untuk mendirikan sholat, tanpa adanya keterangan dan tata cara lebih
lanjut bagaimana cara melaksanakan sholat tersebut, dan tanpa adanya penjelasan berapa
kali sholat di di dirikan dalam sehari semalam, lebih-lebih apa saja rukun-rukun sholat,
syarat-syarat sholat, praktik sholat, apa yang boleh di kerjakan saat sholat dan apa yang
tidak boleh dikerjakan, dan juga lain sebagainya.
Jadi disinilah urgensitas hadits, yang mana manusia dapat memahami dan
mempelajari islam secara utuh. Hadits yang mempunyai peran penting sebagai penafsir
dan penjelas dari keglobalab isi dari Al-Qur'an. Yang lebih spesifek lagi, jadi ada dua
fungsi yang menjadi peran penting hadits terhadap Al-Qur'an:

1. Berfungsi menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh


Al-Qur’an. Maka dalam hal ini keduanya bersama-sama menjadi sumber hukum.
Misalnya Allah didalam Al-Qur’an mengharamkan bersaksi palsu dalam firman-Nya:
(Q.S Al-Hajj ayat 30) yang artinya “Dan jauhilah perkataan dusta.” Kemudian Nabi
dengan Haditsnya menguatkan: “Perhatikan! Aku akan memberitahukan kepadamu
sekalian sebesar-besarnya dosa besar!” Sahut kami: “Baiklah, hai Rasulullah. “Beliau
meneruskan, sabdanya:”(1) Musyrik kepada Allah, (2) Menyakiti kedua orang tua.”
Saat itu Rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi: ”Awas!
Berkata (bersaksi) palsu”dan seterusnya (H.R Bukhari – Muslim)
2. Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang masih Mujmal,
memberikan Taqyid (persyaratan) ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum. Misalnya:
perintah mengerjakan sholat, membayar zakat dan menunaikan ibadah haji di dalam
Al-Qur’an tidak dijelaskan jumlah raka’at dan bagaimana cara-cara mendirikan
sholat, tidak diperincikan dan di perjelas nisab-nisab zakat dan tidak dipaparkan cara-
cara melakukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah ditafshil (diterangkan secara
terperinci dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh Al-Hadits). Nash-nash Al-Qur’an
mengharamkan bangkai dan darah secara mutlak, dalam surat Al-Maidah Ayat 3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi. Dan seterusnya.
“Kemudian As-sunnah mentaqyidkan kemutlakannya dan mentakhsiskan
keharamannya, beserta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah, dengan
sabdanya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, dan dua macam darah. Adapun
dua macam bangkai itu ialah bangkai ikan air dan bangkai belalang, sedang dua
macam darah itu ialah hati dan limpa Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang
tidak didapati di dalam Al-Qur’an. Di dalam hal ini hukum-hukum atau aturan-aturan
itu hanya berasaskan Al-Hadits semata. Misalnya larangan berpoligami bagi
seseorang terhadap seorang wanita dengan bibinya, seperti disabdakan: “Tidak boleh
seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan“ ammah (saudari-bapak)
nya dan seorang wanita dengan khalal (saudari ibu)-nya"(H.R. Bukhari – Muslim)
.
D. HUBUNGAN HADITS DENGAN AL-QUR’AN
Hubungan Hadits dengan Alqur’an
Al-hadits dikategorikan oleh ulama pada umumnya adalah "segala hal yang disandarkan
atau yang bersumber kepada Rasulullah SAW. Baik berupa perkatan, perbuatan, dan
taqrir(ketetapan), sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi maupun
sesudahnya". Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadits hanya pada "ucapan-ucapan
nabi Muhammad SAW" saja. Yang berhubungan dengan hukum-hukum sedangkan bila
mencakup perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW. Yang berkaitan dengan dengan
hukum, maka ketiga hal ini mereka namai Al-sunnah.

Tentang hubungan Al-Qur'an dengan sunnah, maka ibn Hazmin berkomentar, apabila
ketika kita sedang menjelaskan Al-Qur'an sebagai sumber hukum syara' , maka di dalam
Al-Qur'an sendiri terdapat keterangan Allah SWT yang mewajibkan kita untuk mentaati
Rasulullah SAW.
Dan penjelasan bahwa perkataan Rasulullah SAW yang berkaitan dengan hukum syara'
pada dasarnya adalah wahyu yamg datang dari Allah SWT.

Hal tersebut termuat didalam firman Allah SWT, dalam surat Al-Najm ayat 3-4:
)4( ‫ُوحى‬ َ ‫) إِ ْن هُ َو إِاَّل َوحْ ٌي ي‬3( ‫ق َع ِن ْالهَ َوى‬ ُ ‫َو َما يَ ْن ِط‬
“Dan tiadalah yang diucapkan beliau (Rasulullah SAW) itu (bersumber) dari hawa
nafsunya, ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan (Allah SWT)
kepadanya.”
Dari periwayatan diatas dapat dipahami, bahwa wahyu yang datang dari Allah SWT
serta disampaikan-Nya kepada Rasulullah SAW terbagi dua, yaitu:
Pertama: wahyu yang matluw, yang bersifat mukjizat yaitu Al-Qur'an al-karim.
Kedua: wahyu yang marwi dan ghayr matluw, yang tidak bersifat mukjizat, yaitu khabar
yang datang dari Rasulullah SAW. Yang berfungsi untuk menjelaskan apa saja yang
datang dari Allan SWT.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah An-nahl ayat 44:[6]
َ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬
ِ َّ‫لِتُبَيِّنَ لِلن‬.....
Artinya: " agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka".

Allah SWT. Telah mewajibkan kepada kita umat islam untuk mentaati wahyu dalam
bentuknya yang kedua ini (yakni hadits atau sunnah). sebagaimana menaati wahyu
dalam bentuknya yang pertama (Al-qur’an) tanpa membedakannya dalam hal
menjalankan di kehidupan kita.

Sementara itu ulama’ tafsir mengamati bahwa perintah taat kepada Allah SWT. dan
rasulNya yang ditemukan dalam Al-Quran dikemukakan dengan dua redaksi yang
berbeda, yaitu:
1.) adalah Athi’u Allah wa Al-rasul
2.) adalah Athi’u Allah wa athi’u ar-rasul.
Perintah pertama beirisi hal yang mencakup kewajiban taat kepada beliau dalam hal-hal
yang sejalan dengan perintah Allah SWT karena itu, redaksi tersebut mencukupkan
penggunaan sekali saja kata Ahti’u.
Perintah kedua mencakup kewajiban taat kepada beliau walaupun dalam hal-hal yang
tidak disebut secara eksplisit oleh Allah SWT. di dalam Al-Quran, bahkan kewajiban taat
kepada Rasulullah SAW tersebut mungkin harus dilakukan terlebih dahulu dalam kondisi
tertentu walaupun ketika sedang melaksanakan perintah Allah SWT, sebagaimana
diisyaratkan oleh kasus Ubay ibn Ka’ab yang ketika sedang shalat dipanggil oleh
Rasulullah SAW itu sebabnya dalam redaksi kedua di atas, kata athi’u diulang dua kali,
dan atas dasar ini pula perintah ta’at kepada Ulu Al-‘Amr tidak dibarengi dengan kata
athi’u karena ketaatan terhadap mereka tidak berdiri sendiri, tetapi bersyarat dengan
sejalannya perintah mereka dengan ajaran-ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. (Perhatikan
Firman Allah dalam QS 4:59). Menerima ketetapan Rasul SAW dengan penuh kesadaran
dan kerelaan tanpa sedikitpun rasa enggan dan pembangkangan, baik pada saat
ditetapkannya hukum maupun setelah itu, merupakan syarat keabsahan iman seseorang,
demikian Allah SWT bersumpah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 65.

Akan Tetapi, di sisi lain, harus diakui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara
hadits dan alqur’an dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Dari
segi redaksi, diyakini bahwa wahyu alqur’an disusun langsung oleh Allah SWT. Malaikat
jibril hanya sekedar menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw., dan beliau pun
langsung menyampaikannya kepada umat, dan demikian seterusnya generasi demi
generasi. Akan tetapi tetap saja Al-Qur'an dan hadits berkaitan satu dengan yang lain
tidak bisa dipisahkan untuk selamanya.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Hadist merupakan landasan hukum kedua setelah Al-qur’an. Al-qur’an sendiri


merupakan dasar hukum yang utama bagi umat islam. Adapun pengertian hadist adalah
perkataan,perbuatan,ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan
landasan syari’at islam. Allah SWT telah mewajibkan kepada kita umat islam untuk
mentaati wahyu dalam bentuknya yang kedua ini (yakni hadist atau sunnah)
sebagaimana mentaati wahyu dalam bentuknya yang pertama (Al-qur’an) tanpa
membedakannya dalam hal menjalankan di kehidupan kita.

B. DAFTAR PUSTAKA

Kurnia, Azizah. 2020. Pengertian hadist beserta syarat dan unsurnya. Di lansir pada
Https://m.merdeka.com. pada pukul 17:16 WITA.

Anniza, Kurni. 2020. Kedudukan hadist dan fungsinya. Di lansir pada


Https://Kurniannisa97.wordpress.com. Di lansir pada pukul 15:45 WITA.
Https://fitriana hadi.blogspot.com.

Anda mungkin juga menyukai