Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


Dosen: Subban, MA

Di Susun Oleh :
 M. Diaz Satria
 Raisha Fatiha Rizka
 Annisa Gika

FAKULTAS ILMU SOSIAL


ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita hadiahkan kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Hadist sebagai sumber
ajaran Islam” sesuai dengan yang diharapkan.

Kami juga ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen mata


kuliah Hadist yaitu Bapak Subban, MA yang telah mempercayakan tugas ini kepada
kelompok kami. Tidak lupa juga ucapan terimakasih kami berikan kepada seluruh pihak yang
telah membantu jalannya proses penyusunan makalah ini sehingga bisa terselesaikan tepat
waktu.

Makalah ini jauh dari kata sempurna, begitupun kami. Oleh karenanya, segala kritik
dan saran yang membangun kami harapkan dan kami terima dengan senang hati sebagai
acuan kami bisa menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua dan juga untuk perkembangan dunia pendidikan.

Medan, 19 September 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………..… ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………... 1


 1.1. Latar Belakang ………………………………………………... 1
 1.2. Rumusan Masalah …………………………………………….. 1
 1.3. Tujuan Pembahasan …………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………… 2
 2.1. Kedudukan hadits sebagai sumber ajaran ISLAM …………… 2
 2.2. Dalil – Dalil sebagai sumber ajaran ISLAM …………………. 4
 2.3. Fungsi Hadits terhadap AL-QUR’AN ………………………... 7
BAB III PENUTUP……………………………………………………… 13
 3.1. Kesimpulan …………………………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadist adalah sumber ajaran Islam dan pedoman kedua bagi kehidupan umat Muslim
setelah Al-Qur’an. Tanpa terkecuali, seluruh umat islam sepakat bahwasannya hadist adalah
salah satu sumber ajaran Islam dan menempati posisi yang sangat penting setelah Al-Qur’an.
Kita tidak dapat memahami Al-Qur’an tanpa menguasai hadist. Dengan demikian, hadist dan
Al-Qur’an sangat erat hubungannya sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Sebagaimana yang kita ketahui, Al-Qur’an merupakan sumber hukum terpenting dan
utama dalam Islam. Namun pada kenyataan nya, ada beberapa hal yang minim dibicarakan
didalam Al-Qur’an. Maka untuk memperjelas dan menguraikan universalitas Al-Qur’an, kita
membutuhkan sebuah hadist atau sunnah. Disinilah letak peran hadist sebagai perjelas dari
Al-Qur’an dan posisinya sebagai sumber hukum sekunder.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dapat diangkat dalam diskusi ini adalah:


a. Bagaimana kedudukan hadist sebagai sumber ajaran Islam.
b. Dalil-dalil sebagai sumber ajaran Islam.
c. Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an.

C. Tujuan Pembahasan

Dan dengan diskusi ini, kami harap :


1. Dapat mengetahui kedudukan hadist sebagai sumber ajaran Islam.
2. Mengetahui dalil-dalil tentang hadist.
3. Dapat memahami fungsi hadist terhadap Al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Islam menempatkan prioritas tinggi pada hadist. Salah satu sumber hukum kedua
setelah Alquran adalah hadist. Tanpa bantuan hadist, akan sulit untuk memahami Al-
Qur'an. Memanfaatkan Al-Qur'an tanpa Hadist tidak diterima sebagai sumber otoritas
atau jalan hidup. Mungkin karena tanpa menggunakan hadits, pemahaman Al-Qur'an
akan menjadi tantangan. Al-Qur'an merupakan sumber pertama dalam hal kedudukan
hadist dalam kaitannya dengan ajaran Islam, disusul oleh Al-Qur'an, dan hadits adalah
sumber kedua. Satu-satunya perbedaan antara keduanya adalah hadits merupakan wahyu
ghoiru matlu (wahyu yang tidak dibaca oleh Allah SWT) kepada Nabi Muhammad SAW
secara langsung sedangkan Alquran adalah wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh
Allah SWT, baik redaktur maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW. Karena
Al-Qur'an memiliki kualitas qath'i (dalil yang hanya memiliki satu makna,mutlak dan
bersyarat) baik secara umum maupun secara khusus, maka otoritasnya dalam menetapkan
hukum satu derajat lebih kuat daripada Hadist. Tetapi di sisi lain. Nabi Muhammad
diperlakukan sebagai pribadi manusia yang harus mematuhi petunjuk dan aturan Al-
Qur'an. Nabi Muhammad tidak lebih dari seorang pengutus Al-Qur'an dari manusia ke
manusia.

Setiap tindakan dan ucapan Rasulullah SAW menjadi teladan bagi semua orang.
Akibatnya ia menerima petunjuk dari Allah SWT terus-menerus. Sunnah Rasul adalah
petunjuk dari Allah yang mengilhaminya, kemudian beliau menyampaikannya kepada
manusia dengan gayanya sendiri. Jika Al-Qur'an adalah petunjuk berupa kalimat-kalimat
yang sudah jadi, maka isi atau redaksinya langsung diturunkan oleh Allah.1

1
(Ali & H, 2019)
Dan inilah pembenaran status hadis sebagai sumber ajaran Islam:

1. Al- Qur’an

Kebutuhan untuk memelihara kepercayaan kepada Allah dan Rasul-Nya diuraikan dalam
banyak surat Al-Qur'an. Merupakan keharusan dan kebutuhan pribadi untuk beriman kepada
Rasul sebagai wakil Allah SWT. Allah akan memperkuat dan memperbaiki situasi mereka
dengan cara ini. Hal ini diperjelas dalam surat An Nisa 36 dan Ali Imron 17.
Selain mewajibkan umat Islam untuk mentaati semua hukum dan peraturan yang ada di
bawahnya, Allah juga memerintahkan mereka untuk beriman kepada Nabi Allah. Di Q.S. Ali
Imron[3]:32

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.

Selain itu, ada banyak ayat yang merujuk pada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
sebagai satu kesatuan. Misalnya, dalam Q.S. A- Nisa [4]: 80, dikatakan bahwa menaati Rasul
juga berarti menaati Allah sebagai Firman Allah.

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”.

Dalam firman-Nya Q.S. Al Hasyr [59]: 7“Apa yang diberikan Rasul, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”
Artinya :

“...  dan  apa-apa  yang  diberikan  Rasul  kepadamu  maka  terimalah  ia. Dan apa-apa yang


dilarangnya, maka tinggalkanlah.”  (Q.S. al-Hasyr/59:7)

Pada kenyataannya, Allah menjelaskan dalam Al Qur'an bahwa salah satu ajaran Islam adalah
mengikuti sunnah, yang menyatakan bahwa hadis adalah salah satunya.

2. Hadist Nabi SAW

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW tentang keharusan menjadikan hadis sebagai
pedoman hidup, disamping Alquran sebagai pedoman utamanya,
beliau bersabda:
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu
berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah dan SunnahRasul-Nya”. (HR.Malik).

Dalam hadis lain beliau mengatakan:


“Wajib bagi semuanya berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin
(khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.”
(HR.Abu Daud dan Ibnu Majah)

Hadits-hadits yang diberikan di atas menunjukkan bahwa hadits berikut diperlukan, sama
seperti berpegang teguh pada Al-Qur'an. Hadis harus dijadikan pedoman dan pedoman
hidup.2

2
(Fisika et al., 1975)
B. Dalil – Dalil sebagai sumber ajaran islam
Hadits adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-
Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam,
maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam.
Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum Islam, bukan saja
memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.
Alasan lain mengapa umat islam berpegang pada hadits karena selain memang di perintahkan
oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan dalam menentukan (Menghukumi) suata perkara
yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al-Qur’an
sebagai sumber hukum utama. Apabila hadist tidak berfungsi sebagai hukum, maka kaum
Muslimin mendapatkan kesulitan -kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar
dan ketentuan zakat, cara haji dan sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini
tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara terperinci
justru sunnah rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran – kesukaran dalam hal
menafsirkan ayat ayat musytarak (multi makna) , muhtamal (mengandung makna alternatif)
dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila
penafsiran-penafsiran tersebut hanyaa berdasarkan tafsiran – tafsiran yang sangat subyektif
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Imam Imam Pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam Kembali kepada
As-Sunnah dalam menghadapi permaslahannya. Asy-
Syafi’I berkata :

 ِ‫ول هللا‬ ِ i ‫ فَقُولُوا بِ ُسنَّ ِة َر ُس‬ ِ‫ُول هللا‬ِ ‫ف ُسنَّ ِة َرس‬


َ َ‫ِإ َذا َو َج ْدتُ ْم فِي ِكتَابِي ِخال‬
‫ فَاتَّبِعُوهَا َوالَ تَ ْلتَفِتُوا ِإل َى قَ ْو ِل َأ َح ٍد‬-‫وفي رواية‬- ‫ت‬ ُ ‫َو َد ُعوا َما قُ ْل‬

ARTINYA “Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan


dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka bertalah menurut sunnah Rasulullah Saw, dan
tinggalkan apa yang telah aku katakan”
Perkatan imam Syafi’I ini meberikan pengertian bahwa segala pendapat ulama harus
kita tinggalkan apabila dalam kenyataanya berlawanan dengan hadits Nabi Saw. Dan apa
yang dikategorikan pengertian bahwa sehala pendapat para ulama harus kita tinggalkan
apabila dalam asy-Syafi’I ini juga dikatan oleh para ulama yang lainnya. Tetapi tidak semua
perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya,
seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam, dapat
ddilihat dalam beberapa dalil, baik dalam benruk naqli ataupun aqli :
Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban memepercayai dan
menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup.
Diantaranya adalah :
Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini :

ُّ‫اِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحب‬iiَ‫اِ ْن تَ َولَّ ْوا ف‬iiَ‫ ْو َل ۚ ف‬ii‫َّس‬


ُ ‫وا هّٰللا َ َوالر‬iiُ‫لْ اَ ِط ْيع‬iiُ‫ق‬
‫ْال ٰكفِ ِري َْن‬
Artinya : “Katakanlah “Ta’atilaj Allah dan Rasul-Nya;jika kamu
berpaling,maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang kafir”. (QS:Ali
Imran : 32)
Masih banyak lagi ayat – ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan
ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perunta mentaati Allah selalu
dibarengi dengan perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilang kita
durhaka kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya.
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadis karena selain memang
diperintahkan oleh Al-Qur’an, juga untuk memudahkan dalam menentukan suatu
perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di
dalam Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama. Apabila sunnah tidak berfungsi
sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan
dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan
lain sebagainya. Sebab ayat- ayat Al-Qur’an dalam hal ini hanya berbicara secara
global, dan yang menjelaskan secara terperinci adalah hadis Rasullah.
kedudukan hadis ini juga dapat dilihat hadis-hadis Rasul sendiri. Banyak hadis yang
menggambarkan hal ini dan menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintahnya. Dalam
salah satu pesannya, berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup
di samping Al-Qur’an, Rasulullah SAW bersabda:

َ iَ‫لَّ َم ق‬i‫ ِه َو َس‬i‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬i‫ص‬


‫ال‬i َ i‫هُ َأ َّن َر ُس‬i‫ َي هَّللا ُ َع ْن‬i‫ض‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬ ِ ‫َع ْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
‫ت‬ُ ‫تَ َر ْك‬ 
‫نَّةَ نَبِيِّ ِه‬iiii‫اب هَّللا ِ َو ُس‬iiii
َ َ‫ا ِكت‬iiii‫ ْكتُ ْم بِ ِه َم‬iiii‫ا تَ َم َّس‬iiii‫ َم‬i‫لُّوا‬iiii‫ض‬ َ ‫فِي ُكم َأ ْم‬.
ِ َ‫ري ِْن لَ ْن ت‬iiii
 (‫)اإلمام مالك‬

“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku
tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama kamu
berpegang teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R. Malik).

َ ‫ين ْال َم ْه ِدي‬


‫ِّين َعضُّ وا َعلَ ْيهَا بِالنَّ َوا ِج ِذ‬ ِ ‫ء الر‬iِ ‫فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا‬
َ ‫َّاش ِد‬

“maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin
yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham”. (HR. Ibnu Majah Nomor
42).

ُ‫اب َو ِم ْثلَهُ َم َعه‬ ُ ِ‫َأاَل ِإنِّي ُأوت‬


َ َ‫يت ْال ِكت‬
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an dan yang semisal bersamanya (As
Sunnah). (HR. Abu Daud Nomor 3988)
1) Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)
Umat islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber huku kedua
stelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dan mempercayai, menerima, dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak
jaman Rasulullah, sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa – masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.

2) Seusai dengan Pentunjuk Akal (Ijtihad)


Kerasulan Muhammad Saw, telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam. Di
dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang
dating dari Allah SWT, baik isi maupunformulasinya dan kadangkala atas
inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak
jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata – mata mengenai suatu masalah
yang tidak dibimbing oleh wahyu.
C. FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN

Fungsi al-Hadits terhadap alQur`an yang paling penting adalah sebagai bayân,
sebagaimana dikatakan dalam ayat:

“Keterangan keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al


Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS.16:44)”.

Bait itu menunjukkan bahwa Rasulullah bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan
terhadap al quran. Penjelasan Rasul itulah yang di golongkan kedalam al hadists. Umat
manusia tidak dapat mengerti al quran tanpa al hadist. Imam ahmad mengatakan bahwa
seseorang tidak dapat memahami al quran secara menyeluruh tanpa al hadist. Imam al syatibi
juga mengatakan manusia tidak akan bisa mengistinbath atau membuat kesimpulan dari al
quran tanpa al hadist. Dengan begitu kegunaan al hadist terhadap al quran sangat penting,
yaitu sebgai bayan atau penjelas.

Contoh serta gambaran tentang bagaimana al hadits menjelaskan isi Al Quran:

a.) Al-Qur`ân telah menghalalkan makanan yang baik-baik (Qs.5:1), dan megharamkan
yang kotorkotor (Qs.7:156). Tetapi di antara keduanya ada beberapa hal yang tidak
jelas atau syuhbat (tidak nyata baaik dan tidak nyata buruk). Bentuk baik dan buruk
menurut pandangan setiap manusia pasti berbeda beda. Oleh karena itu, Rasulullah
SAW yang menetapkan apa yang baik dan apa yang salah, dengan sebutan halal dan
haram.

b.) Al Quran memperbolehkan segala minuman yan tidak memabukkan (alcohol), dan
mengharamkan segala minuman yang memabukkan. Diantara yang tidak
memabukkan. ada beberapa macam minuman yang sebenarnya tidak memabukkan
tetapi dikuatirkan kalau memabukkan.

Dalam hubungan dengan Al Quran hadis berfungsi sebagai penafsir, ketentuan dan
penjelas dari ayat ayat Al Quran. Apabila di simpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan
dengan Al Quran adalah sebagai berikut:

I. Bayan Taqrir
Bayan at taqrir atau sering juga di sebut bayan ta’kid (penegas hukum) dan bayan al-
itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk menentukan, memperjelas dan menguatkan
Apa yang telah di tetapkan al Quran, maka dari itu artinya tidak perlu dipertanyakkan
lagi. Ayat yang di taqrir oleh hadist maknanya sudah jelas hanya memerlukan
penegasan agar kaum muslimin tidak salah menyimpulkan.
Contoh firman Allah SWT:

Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadhan maka hendaklah shaum. (Qs.2:185)


Ditegaskan oleh Rasulullah SAW:

Shaumlah kalian karena melihat tanda awal bulan ramadlan dan berbukalah kalian
karena melihat tanda awal bulan syawal. ( Hr. Muslim.)
II. Bayan Tafsir
Bayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya
global atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Sunnah yang berfungsi
bayân tafsir tersebut terdiri dari (1) tafshîlal-mujmal, (2) tabyîn al-musytarak, (3)
takhshish al-’âm.

1. tafshîlal-mujmal (membatasi ayat yang mutlak)


Hadits yang berfungsi tafshîl- almujmal, ialah yang merinci ayat al-Qur`ân
yang maknanya masih global.

Ayat-ayat tentang zakat, shaum, haji pun demikian memerlukan rincian


pelaksanaannya. Ayat haji umpamanya menandaskan:

“Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”. (QS.2:196)

2. tabyîn al-musytarak (mengkhususkan ayat yang umum)


Tabyîn al-Musytarak ialah penjelasan ayat al-Qur`ân yang mengandung kata
bermakna ganda.
Contoh: Firman Allah SWT:

“Wanita yang dicerai hendaklah menunggu masa iddah selama tiga quru”.
(Qs.2:228)
Perkataan Quru adalah bentuk jama dari Qar’in. Dalam bahasa Arab antara
satu suku bangsa dengan yang lain ada perbedaan pengertian Qar’in. Ada yang
mengartikan suci ada pula yang mengarti-kan masa haid.

Mana yang paling tepat perlu ada penjelasan. Rasul SAW bersabda:

“Thalaq hamba sahaya ada dua dan iddahnya dua kali haidl” Hr. Abu dawud, al-
Turmudzi, dan alDaruquthni.

3. takhshish al-’âm. (menjelaskan ayat yang dirasa rumit)


Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang mengkhususkan atau mengecualikan ayat
yang bermakna umum.
Contoh Firman Allah SWT:

“Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi”. (Qs.5:3) Dalam ayat ini tidak
ada pengecualian, seluruh bangkai dan darah diharamkan untuk dimakan. Sunnah
Rasulullah SAW mengkhususkan darah dan bangkai tertentu. Sabda Rasululah saw:

“Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang
dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang, sedangkan yang
dimaksud dua macam darah adalah ati dan limpa”. (Hadits Hamdani Riwayat Ahmad,
Ibnu Majah dan al-Bayhaqi.

III. Bayan Tabdila


Bayân Tabdîl ialah untuk menggantikan hukum yang telah lewat keberlakuannya.
Dalam kata lain dikenal sebagai nâsih wa al- mansûh. Para ulama memiliki pendapat
yang berbeda beda tentang keberadaan hadits atau sunnah men-tabdil al-Qur`ân.
Tetapi pada dasarnya sama dengan tujuan hukum, melainkan hanya terletak pada
penetapan istilahnya saja.
Contoh sunnah yang dianggap Bayân Tabdîl oleh pendapat yang mengakuinya ialah
dalam hal zakat pertanian. ayat alQur`ân tidak menjelaskan batasan nisab zakat
melainkan segala penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan dalam sunnah
Rasul ditandaskan:

“Tidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari lima wasak”
(Hr. al-Bukhari dan Muslim.)

Imam malik berpendapat bahwa fungsi sunnah terhadap al Qran adalah sebagai
(1) bayân taqrir, (2) bayân tawdlîh, (3) bayân tafshîl, (4) bayân tabsîth, (5) bayân
tasyrî’.

Bayân taqrîr telah dijelaskan pada uraian di atas. Bayân taudlîh, bayân tafshîl telah
di bahas dalam bayan tafsîr.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa fungsi as-Sunnah terhadap alQur`ân itu adalah
sebagai:

(1) bayân tafshil atau perinci ayat yang mujmal,


(2) bayân takhshish atau pengkhusus yang yang bersifat umum,
(3) bayân ta’yien yaitu menetapkan makna yang dimaksud dari suatu ayat yang
memungkinkan memiliki beberapa makna seperti menjelaskan yang
musytarak,
(4) bayân tasyri’ yaitu sunnah yang berfungsi tambahan hukum yang tidak
tercantum dalam al-Qur`ân.
Contohnya: Dalam alQur`ân telah ditetapkan bahwa yang haram dimakan itu
hanyalah bangkai, darah, daging babi dan yang disembelih bukan karena Allah
(Qs.6:145). Selain itu dalam beberapa riwayat sunnah menyatakan bahwa
Rasul melarang memakan binatang buas, yang berbelalai, burung menyambar,
dan yang hidup di air dan di darat (amfibi).

(5) bayân nasakh, yaitu mengganti hukum yang tidak berlaku lagi seperti
diuraikan pada bayân tabdil. Ibnul-Qayim berpendapat bahwa fungsi as-
Sunnah terhadap alQur`ân adalah sebagai

 bayân ta’kid atau penguat seperti bayân taqrir yang telah dijelaskan di
atas
 bayân tafsir
 bayân tasyri’
 bayân takhshish, dan
 bayân taqyied, sesuatu yang dalam ayat bisa bermakna mutlak, seperti
panggilan untuk melaksanakan sholat secara mutlak berkalu kepada
siapapun.

Sedangkan sunnah mentaqyid wanita yang sedang haidl dari yang mutlak tersebut.
Wanita yang haidl tidak diwajibkan shalat dan tidak diwajibkan mengganti.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, terlihat betapa pentingnya sunnah


terhadap al-Qur`ân, khususnya memberikan kemudahan bagi kaum muslimin untuk
memahami isi al-Qur`ân. Jika Rasulullah SAW tidak memberikan penjelasan tentang ayat al-
Qur`ân, tentu saja akan menimbulkan berbagai kendala dan kesulitan dalam melaksanakan al-
Qur`ân. Mungkin itulah salah satu makna dari fungsi Rasul sebagai rahmat bagi mu’minin
bahkan bagi alam semesta.
Oleh karena itu, bukan Allah yang membutuhkan Rasul, tetapi sebaliknya manusialah yang
membutuhkannya. Setiap mu’min harus percaya bahwa Rasulullah SAW yang paling
mengetahui arti al Quran karena beliaulah yang menerima langsung dari Allah SWT. Tak
sepatutnya seorang mu’min menyalahi apa yang dijelaskan dalam as-Sunnah tentang makna
dan maksud ayat al-Qur`ân.

BAB III
KESIMPULAN
1. Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua (aturan bagi kehidupan sehari-hari umat
Islam) setelah Al-Qur'an, yang berfungsi sebagai sumber utama. Hadis juga mencakup
prinsip-prinsip hukum dan ajaran yang ditemukan dalam Al-Qur'an. Mereka yang menerima
Al-Qur'an sebagai dasar hukum Islam juga harus menerima Hadis sebagai sumber hukum
Islam. Selain menjadi pendosa, individu yang mengabaikan hadis sebagai sumber hukum
Islam yang dapat dipercaya adalah murtad.

2. Alasan-alasan Al-Qur'an, dalil-dalil Hadis, dalil-dalil Ijma' dan Ijtihad, serta dalil-dalil
naqli dan aqli lainnya, semuanya mendukung anggapan bahwa hadis adalah sumber hukum
Islam. Sedangkan Al-Qur'an, Al-Sunnah, keharusan Al-Qur'an terhadap sunnah, realitas
sunnah sebagai ijab dan wahyu, Ishmah, sikap para sahabat terhadap sunnah, dan ketujuh
faktor tersebut semuanya dapat digunakan untuk menentukan otentisitas sebuah hadits.

3. Bayan tafsir, Bayan taqrir, Bayan tasyri', dan Bayan an-nasakh adalah peran hadis dalam
Al-Qur'an.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., & H, D. (2019). Peran Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama, Dalil-Dalil
Kehujjahan Hadits Dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran the Role of Hadis As Religion
Doctrine Resource,Evidence Proof of Hadis and Hadis Function To Alquran. Jurnal
Pendidikan Dan Studi Islam, 5(1), 125–132. https://doi.org/10.5281/zenodo.3551298

Fisika, J., Sains, F., Teknologi, D. A. N., Sunan, U. I. N., & Djati, G. (1975). Hadits sebagai
Sumber Ajaran Islam. 1210703032, 125–158.

Hasbi Ash-Shiddiqy, Sejarah dan pengatar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal.179

(Agama et al., 2015)Agama, I., Negeri, I., & Mataram, I. (2015). Fungsi Hadist terhadap Al-
Qur’an. 12(2), 178–188.

Anda mungkin juga menyukai