DISUSUN OLEH:
UNIVERSITAS PAMULANG
Puji syukur kita hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telahmelimpahkan taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaiakanmakalah ini. Adapun judul dalam makalah ini adalah “Hadits Sebagai
Sumber Ajaran Agama Islam”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis
miliki. Untuk itu kritik dan s aran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.4 Hipotesis………………………………………………………………..1
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................13
3.2 Saran-Saran……………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 15
BAB 1
PENDAHULUAN
1 . 1 Latar Belakang
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah
Islam,petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh
sebagai pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an
danHadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni
tsubut)seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.
a. Pengertian Al-hadist ?
c. Pembagian hadist ?
1.4 Hipotesa
1.5 Sistematika
penjelasan Dalam penulisannya, makalah ini terdiri dari tiga bab yang
masing-masing babnya memiliki sub bab tertentu. Pada bab pertama sebagai
pendahuluan memilik beberapa sub bab yakni latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, hipotesa, serta sistematika penulisan. Pada bab kedua terdapat
pokok-pokok pembahasan yang diantaranya meliputi pengertian al hadist, fungsi
kedudukan al hadist, pembagian al hadist, dalil-dalil kehujahan, tujuan al hadist
Sedangkan pada bab akhir atau penutup penulis mencoba menyimpulkan secara
garis besar materi yang penulis paparkan sebelumnya pada bab pembahasan,
serta tak lupa penulis menambahkan saran-saran yang dirasa perlu untuk
dilakukan
BAB II
PEMBAHASAN
Sunnah adalah sumber hukum islam (pedoman hidup kaum muslimin) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber
hukum islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa sunnah juga merupakan sumber
islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran sunnah sebagai sumber hukum islam, bukan
saja memperoleh dosa, tetepi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah
cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum
islam.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum islam,
dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini:
AL-QUR’AN
Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT berfirman, yang artinya sebagai berikut
“wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepadan Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-nya, Rasul-Rasulnya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.
Pada surat An-Nisa ayant 136, sebagaimana halnya pada surat Ali imran ayat 179, Allah
menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-nya (Muhammad SAW), Alqur’an,
dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT mengancam
orang-orang yang mengingkari seruan-nya.
Selain memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasulullah SAW, Allah
juga menyeruakan agar uamt-nya menaati segala bentuk perundang-undangan dan
peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan, tuntutan taat dan patuh
kepada Rasulullah SAW.
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan kewajiban menjadikan
hadist sebagai pedoman hidup di samping AL-Qur’an sebagai pedoman umatnya, adalah
dalam sedbanya:
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab
Allah dan sunnah rasul-nya.”
Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada
hadist atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib,
sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an
Umat islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar hukum
dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh Allah. Penerimaan
hadist sama seperti penerima mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama
merupakan sumber hukum islam.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan
segala ketentuan yang terkanding didalam hadist telah dilakukan sejak masa Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-Rayidin hingga masa- masa selanjutnya dan tidak
ada yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan
mengamalkan isi kandunganya, tetapi menyebarluaskan kepada generasi-generasi
selanjutnya.
Sekiranya hadis Nabi hanya berkedudukan sebagai sumber sejarah, niscaya perhatian ulama
terhadap penelitian kesahihan hadis akan lain daripada yang ada sekarang ini. Kedudukan hadis,
menurut kesepakatan mayoritas ulama, adalah sebagai salah satu sumber ajaran Islam.2Akan
tetapi, terdapat juga sekelompok kecil dan kalangan "ulama" dan umat Islam telah menolak hadis
sebagai salah satu sumber ajaran Islam.Mereka ini biasa dikenal sebutan inkar al-Sunnah. Pada
zaman Nabi (w. 632 M.), belum atau tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa telah ada
dari kalangan umat Islam yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam.Bahkan
pada masaal-Khulafa' alRasyidin (632 M.-661 M.) dan Bani Umayyah (661M.750M.), belum
terlihat jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran
Islam. Mereka yang berpaham inkar alSunnah,sebagaimana yang diidentifikasikan oleh Syuhudi
Ismail, barulah munculpada awal masa 'Abbasyiah (750 M.-1258 M.).3Mereka juga dikenal
dengan sebutan munkir alSunnah. Adanya kelompok yang menolak hadis itu diketahui melalui
tulisantulisan al-Syafi'iy. Mereka itu oleh alSyafi’iy dibagi tiga golongan, yakni: (1) golongan
yang menolak seluruh sunnah;4 (2) golongan yang menolak sannah, kecuali 'bila sunnah itu
memiliki kesamaan dengan petunjuk Alquran; (3) golongan yang menolak sunnah yang berstatus
ahad5 Dua golongan yang disebutkan pertama sekali, sebagaimana dijelaskan Ahmad Yusuf,
sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi satu, karena kedua-duanya sama-sama menolak
kewajiban-kewajiban yang timbul dari hadis.6 Cukup banyak dalil yang dikemukakan oleh
pengingkar hadis ini, baik berupa ayat Alquran maupun interpretasi terhadap ayat itu sendiri. Di
antara ayat Alquran yang mereka
2.4 Pembagian hadist
Kalangan ulama ada yang membedakan pengertian hadıs dan sunnah; dan ada pula yang
menyamakannya. Sufyän al-Sauriy (w. 778 M./161 H.) dikenal sebagaı Imäm fı al-sunnah, al-
Auza'iy (w. 774 m./157 H.) dikenal sebaliknya, sedang Malık jbn Anas dikenal sebagai Imam fi
alhadis wa al-sunnah.Oleh karena itu, di antara ulama ada yang mengalalcan, pengertian hadıs
lebıh umum daripada al-sunnah, dan ada ulama yang berpendapal sebaliknya. Selain itu, adajuga
ıılamayang berpendapat, hadis segala sabda, perbuatan, iaqrir, dan sifat Rasulullah saw.27 Kata
hadis itu sendiri berasal dan bahasa Arab: al-hadis .jamak dari kata ini, al-ahädis, al-hidsän, ataıı
alhudsan.Kata hadis ini juga telah menjadı salah satu kosakata bahasa Indonesia. Hanya saja
pengertian yang diberikannya kurang lengkap, khususnya yəng berkenaan dengan taqrir28.
Adapun dari segı bahasa, kata ini memiliki banyak arti, (1) al-jadid (yang baru), lawan dan al-
qadim (yang lanıa); dan (2) al-khabar (kabar atau berita).29Secara istilah, hadis diberikan
pengeıtian yang berbeda-beda.Dalam pengertıan ulama ıısül al-fiqh dikemukakan bahwa yang
dımaksud hadıs adalah aktivitas langsung alaupun tidak langsung darı Nabi.Sedangkan
pengertian hadis menurut istilah ulama hadis, masih dımungkinkan adanya sesuatu yang bukan
dari aktıvıtas Nabı, mısalnya tentang warna rambut, memanjangkan jenggot.30 Selain itu,
menurut Ibn al-Subkiy (w. 1370 M./771 H ), pengertian hadıs, yang dalam hal ini disebut juga
dengan istilah alsunnah, adalah segala sabda dan perbuatan Nabi Muhammad saw. Dalam
pengertıan Ibn alSubkiy, ia tidak memasukkan unsur taqrir Nabı sebagai bagian dari rumusan
hadis. Menurutnya, karena taqrir ıtu telah masuk kedalam bentuk lain dan perbuatan (af'äl) Nabi,
maka hal itu tidak perlu dikemukakan lagi. Apabila dıkemukakan juga, makarumusan definisi
akan menjadı tıdak terhindar dan sesuatu yang tidak didefinisikan