Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu :
Saepul Anwar, S.Ag,M.Ag

Disusun oleh:
Dewi Holidah
Lulu Mulkiyah
Tiara Sari
Qonita Azizatul F

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan
banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun salah satu makalah mata kuliah Ulumul Hadist
yang berjudul “Hadist sebagai sumber Ajaran Agama” ini dengan baik.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ulumul Hadist di Institut Agama Islam Latifah
Mubarokiyah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Saeful Anwar, S.ag,M.Ag, Selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Ulumul Hadits. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, 15 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
A. Kedudukan Hadist ..............................................................................................
1. Dalil Al-Qur’an .......................................................................................
2. Dalil Hadist Rasulullah SAW .................................................................
3. Ijma’ …………………………………………………………………….
B. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an …................................................................
1. Bayan At-Tafsir…………………………………………………………..
2. Bayan At-Takrir ………………………………………………………....
3. Bayan At-Tasyri ………………………………………….......................
4. Bayan An-Nasakh ……………………………………………………….
A. Kesimpulan .........................................................................................................
B. Saran ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Al-qur’an dan hadist,baik secara tersurat maupun secara tersirat diterangkan bahwa
hadist menempati kedudukan sebagai sumber tasyri yang kedua sesudah Al-qur’an.
Namun,walaupunkeduanya merupakan sumber tasyri islam,dalam penulisan dan kodofikasinya
satu sama lain berbeda. Penulisan Al-qur’an sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Secara teratur dan terarah,serta para sahabat selalu mendapat bimbingan langsung daripadanya.
Kodifikasi Al-qur’an dalam satu mushaf dilakukan sejak zaman khalifah Rasulullah SAW. Abu
Bakar Al-Shiddiq,dan selanjutnya dilakukan oleh Ustman bin Affan, r.a. dibantu oleh para sahabat
yang hafal Al-Quran atau yang pernah menjadi penulis wahyu pada masa Rasul Saw. Sejak zaman
Rasulullah Saw, pula Al-quran, bukan sekadar dicatat oleh para sahabat tetapi Rasulullah Saw.dan
para sahabat menghafalnya secara teratur, ayat demi ayat, surat demi surat. Pada masa permulaan
Islam,Rasulullah Saw. “Untuk menyuruh para penulis wahyu mencatat sabda-sabdanya selain Al-
quran sebagai tinjak lanjut dati ketidaksetujuan tersebut, Rasulullah Saw. memerintahkan
menghapus segala catatan yang berhubungan dengan tulisan selain Al-quran.Disamping
Rasulullah Saw, menyururh menghapus catatan selain Al-quran jika sudah terlanjur dicatat, beliau
tidak memberi izin jika ada sahabat yang menulisnya.
Namun, walaupun dalam riwayat-riwayat yang diterangkan oleh Rasulullah Saw,
melarang beberapa sahabat mencatat hadist, bukan berarti tidak memberi kesempatan kepada
orang-orang tertentu untuk mencatatnya karena dalam beberapa peristiwa lain dapat terungkap
adanya kecenderungan bahwa Rasulullah Saw, tidak mutlak. Abdullah bin Amr bin Ash.
Misalnya, mencatat segala yang didengar dari Rasullulah Saw. Pencatatan yang dilakukan itu,
tentu agar ia dapat melihat kembali jika diperlukan, tetapi sahabat lain tidak menyutujui perbuatan
tersebut. Untuk meyakinkan perbuatan dirinya, Abdullah bin Amr menghadap Rasulullah Saw,
dan menceritakan kejadian itu.
Abdullah bin Amr, ia berkata, ‘aku menulis segala yang didengar dari Rasulullah Saw.
(karena aku ingin memeliharanya. Namun, seorang quraisy melarangku dan berkata, ‘apakah kau
tulis segala yang kau dengar, sedangkan Rasulullah Saw.adalah manusia yang bisa berada dalam
marah dan dalam suka, kemudian akupun menahan diri dari penulisan itu dan hal. Kemudian, aku
sampaikan kepada Rosululloh Saw.Beliau bersabda, ‘Demi diri ku yang ada di tangan Nya tidak
adayang kuluar dari nya kecuali yang haq’.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Mengapa hadist dijadikan sebagai sumber hukum islam?
b. Apa kedudukan hadist dalam agama Islam?
c. Apa saja fungsi hadist terhadap al-qur’an?
BAB 2
PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HADIST DALAM ISLAM

Mayoritas ulama, baik yang tergolong ulama terdahulu (Salaf) maupun ulama modern
(Kholaf), dari masa sahabat sampai sekarang telah bersepakat bahwa hadist merupakan suber
hukum yang kedua setelah al-qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman.
Karena hadist merupakan segala sesuatu yang berasal dari nabi baik itu perbuatan, ucapan, dan
ketetapannya. Dimana nabi Muhammad itu di tuntun oleh wahyu bukan berdasarkan hawa nafsu.
Sebagaimana dijelaskan dalam al-qur’an surat an-Najm ayat 3-4:
‫وما ينطق عن الهوى ان هو اال وحي يوحى‬
Artinya: “3. Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya, 4.
Tidak lain(Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang di wahyukan kepadanya.
Al-qur’an dan Hadist merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap. Oleh karena itu,
umat Islam di wajibkan untuk taat kepada hadist sebagaimana ketaatan mereka terhadap al-qur’an.
Dimana keduanya memiliki kaitan yang sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan
karena keduanya saling melengkapi. Orang islam tidak mungkin dapat memahami syari’at islam
secara mendalam tanpa merujuk kepada kedua sumber hukum islam tersebut.

Untuk membuktikan hadist sebagai sumber ajaran islam, para ulama hadist
mengemukakan beberapa dalil yang dijadikan landasan baik dalam al-qur’an, hadist nabi, ijma
para ulama, dan argumentasi rasional dan teologis.

A. Dalil Al-qur’an

Q.S al-imron ayat 32:


‫قل اطيع هللا والرسول فان تولوا فان هللا اليحب الكافرين‬
Artinya : Katakanlah, Taatilah allah dan Rosulnya. Jika kamu berpaling, sesungguhnya allah
tidak menyukai orang-orang yang kafir.

B. Dalil Hadist Rosul


‫تركت فيكم امرين لن تضلوا ابدا ما ان تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة رسوله‬
Artinya : Aku tinggalkan dua pusaka kepada kalian, jika kalian berpegang pada keduanya,
niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab allah (al-Qur’an) dan sunah rasulnya (H.R al- Hakim
dari Abu hurairah).

C. Dalil Ijma

Ijma umat islam untuk menerima dan mengamalkan sunah sudah ada sejak jaman nabi,
para khulafaur Rasyidin dan para pengikutnya. Sebagai contohnya Abu Bakar pernah berkata, “
aku tidak akan meninggalkan sesuatupun yang dilakukan Rasullulah maka pasti aku
melakukannya”
D. Dalil Rasional dan Teologis

 Rasional :
Apabila seseorang mengakui beriman kepada rosulullah, konsekuensi logisnya adalah
menerima segala sesuatu yang datang darinya yang berkaitan dengan urusan agama,
karena allah telah memilihnya untuk menyampaikan syari’at manusia
 Teologis
Menurut Muhammad Ajjaj al-Khotib “Al-Qur’an dan sunnah merupakan dua sumber
hukum syariat islam yang saling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami
syariat kecuali dengan kembali kepada keduanya. Seorang mujtahid dan orang alim tidak
mungkin mengabaikan dan mencukupkan diri kepada salahsatunya.

2. FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN

Al-Qur’an memuat ajaran ajaran yang bersifat umum dan global yang memrlukan
penjelasan lebih lanjut dan terperinci disini lah hadst berfungsi menjelaskan al-qur’an. Mengenai
fungsi hadist terhadap al-qur’an, kalangan ulama berbeda pendapat. Diantaranya :
 Imam Malik bin Anas ; Bayan takrir, Bayan tafsir, Bayar tashil, Bayan al-bast dan Bayan
at-tasyri
 Imam Syafi’i : Bayan tashil, Bayan takhsis, Bayan ta’yin, Bayan tasyri, Bayan nasakh,
Bayan al isyaroh ( Kitab ar-risalah)
 Imam Ahmad bin Hambal : Bayan taqyid, Bayan tafsir, Bayan tasyri dan Bayan takhsis
 Imam Hanafi : Bayan Taqrir,Bayan Tafsir dan Bayan tabdil
Dengan mengacu pada pendapat tersebut,dapat disimpulkan bahwa fungsi hadits terhadap Al-
Qur’an itu ada 4 macam,yaitu:

1. Bayan At-tafsir
Bayan At-tafsir adalah menerangkan ayat ayat yang sangat umum, mujmal, dan mustarok.
Bayan tafsir tebagi 4 bagian yaitu :
 Bayan tafsir mujmal
Bayan tafsir mujmal adalah penjelasan dengan memerinci kandungan ayat ayat
yang mujmal, ayat yang masih bersifat global, yang memerlukan mubayyin
(penjelasan).
Contohnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 43 :
‫واقيموا الصلوة واتوا الزكاة واركعوا مع الراكعين‬
Artinya : Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang yang rukuk
Kemudian, dijelaskan oleh hadist nabi :
‫صلوا كما رأيتموني أصلي‬
Artinya:“ Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku solat” (H.R Bukhori)

‫هاتوا ربع عشر اموالكم‬


“Artinya: Berikanlah dua setengah persen dari harta-hartamu”(tentang zakat dan emas)

 Tafsir musytarak fihi


Adalah menjelaskan ayat al-qur’an yang mengandung ma’na musytarok tanpa diiringi
oleh indikator(qorinah) sehingga sulit mengetahui makna terkuat diantaranya. Contohnya ayat
yang menjelaskan tentang quru.
Q.S Al- Baqorah ayat 228:

‫والمطلقات يتربصن بانفسهن ثلثة قروء واليحل لهن ان يكتمن ماخلق هللا في ارحامهن ان كن يؤمن باهلل واليوم االخر وبعولتهن‬
‫احق بردههن في ذلك ان ارادوا اصالحا ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف وللرجال عليهن درجة وهللا عزيزحكيم‬
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri(menunggu) tiga kali
quru,tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika
mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam
masa menanti itu jika mereka(para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai
hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi,para suami
mempunyai satu tingakatan kelebihan dari pada istrinya. Dan allah Maha perkasa lagi maha
bijaksana.”

Kemudian dijelaskan oleh hadits nabi:


)‫طالق االمة اثنتان وعدتها حيضتان (رواخ ابن ماجه‬
Artinya : Talaq budak dua kali dan idahnya dua haid ( HR. Ibnu Majah)

Sehingga arti perkataan quru dalam ayat al-Qur’an Q.S al-Baqaroh ayat 288 berarti suci dari haid.

 Bayan Takhsis
Bayan at-takhsis adalah penjelasan Nabi Saw. dengan cara membatasi atau mengkhususkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum (‘am), sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu yang mendapat perkecualian.
Contohnya dalam QS. An Nisa ayat 11:
•‫يوصكم هللا في اوالدكم للذكرمثل حظ االنثيين‬

Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan


untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan”

Kemudian di takhsis oleh Hadist Nabi yaitu:

‫ نحن معشراالنبياء النورث ما تركناه صدقة‬: ‫م‬.‫قال رسول هللا ص‬

Artinya: “Rasulullah saw. pernah bersabda: "Kami (para nabi) tidak mewarisi sesuatu
pun, dan yang kami tinggalkan hanya berupa sedekah.” (HR. Muslim).

‫اليرث القاتل من المقتول شيء‬

Artinya: “Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan”(H.R Ahmad)

Allah SWT mensyariatkan kepada umat Islam agar membagi warisan kepada ahli waris, di
mana anak laki -laki mendapatkan satu bagian dan anak perempuan separuhnya. Syariat waris itu
tidak berlaku khusus pada para nabi, sehingga keumuman ayat tersebut dikhususkan
(ditakhṣis)oleh hadis di atas. Dengan kata lain, secara umum, mewariskan harta peninggalan itu
wajib kecuali bagi para nabi. Dalam hadits kedua menjelaskan seorang seorang pebunuh tidak
berhak berhak menerima hadits.

 Bayan taqyid
Bayan taqyid adalah penjelasan hadist dengan cara membatasi ayat ayat yang bersifat
mutlak dengan sifat, keadaan, atau syarat tertentu. Mutlak adalah kata yang merujuk pada hakikat
kata itu sendiri apa adanya tanpa memandang jumlah atau sifat.

Contohnya dalam Qs. Al-Maidah ayat 38 :


‫والسارق والسارقة فاقطعوايديهما جزاء بماكسبا نكال من هللا وهللا عزيزحكيم‬
Artinya: “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”.
Kemudian di taqyid oleh :
‫ال تقطع ىد ا السارق اال فى ربع دىنار فصاعدا‬
Artinya : Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada ( pencurian sebilai ) seperempat
dinar atau lebih (HR. Mutafaq’alaih menurut lafazh Muslim)

2. Bayan At-Taqrir
Bayan At- Taqrir sering disebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-isbat adalah
hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat al-qur’an. Dalam hal ini, hadist
hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al-qur’an. Contohnya dalam hadist Nabi
Muhammad Saw :
‫ال تقبل الصالة من احدث حتى يتوضئ‬
Rasulullah SAW. bersabda: "Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats hingga dia
berwudlu." (HR. al-Bukhāri dari Abu Hurairah)

QS.Al-Maidah ayat 6 :

•‫ يايها الذين امنوا اذاقمتم الى الصلوة فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحوا برءوسكم وارجلكم الى كعبين‬...
Artinya :”Hai orrang orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai kedua mata kaki… (QS. Al-Maidah 6)

Ayat tersebut menjelaskan tentang keharusan berwudhu sebelum seseorang melakukan shalat.
Seseorang yang melakukan shalat tanpa wudhu di nilai tidak sah karena wudhu merupakan
salahsatu syarat sah shalat. Hadist yang di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW tersebut
memperkuat pernyataan yang terkandung dalam ayat nahwa sebelum shalat seseorang harus
wudhu terlebih dahulu.

3. Bayan Tasyri’
Bayan at-tasyri’ adalah penjelasan hadis yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan
syar’i yang tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an. Menurut Abbas Muthawali Hamadah
bayān at-tasyri’ disebut dengan bayān zaid ‘ala al-Kitab al-Karim, yaitu penjelasan
sunnah/hadis yang merupakan tambahan terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-
Qur’an. Hadis yang berfungsi sebagai bayan al-tasyri’ ini sangat banyak jumlahnya. Di
antaranya adalah hadis tentang zakat fitrah sebagai berikut, sabda Nabi Muhammad SAW:

‫م فرض زكاة الفطري من رمضان على الناس صاعا من تمر او صاعا من شعير على كل حر‬.‫عن ابن عمر ان رسول هللا ص‬
)‫او عبد او كر اوانثى من المسلمين (رواه مسلم‬
Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW.shallallahu ‹alaihi wasallam telah
mewajibkan zakat Fithrah di bulan Ramadlan atas setiap orang muslim, baik dia itu merdeka
atau hamba, laki-laki atau perempuan, yaitu satu sha› kurma atau satu ṣa' gandum.” (HR .
Muslim)

Menurut sebagian ulama bahwa zakat fitrah itu ditetapkan oleh sunnah/hadis sebagai
tambahan atas Al-Qur’an. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa zakat itu penjabaran
dari Al-Qur’an. Mereka mengambil dari hadis tersebut dalil yang menjadi rincian dari Al-
Qur’an, karena Rasulullah tidak mewajibkan zakat kecuali kepada orang Islam. Dengan
demikian sesuai dengan Al-Qur’an, karena zakat itu sebagai pembersih (mensucikan),
sementara kesucian hanya untuk orang Islam. Allah swt berfirman dalam Q.S At-Taubah 103:

‫خد من اموالهم صدقة تطهرهم وتزقيهم بها‬...

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan


menyucikanmereka…” (QS. At-Taubah ayat 103)
Sunnah/hadis Rasulullah SAW. sebagai bayān at-tasyrī’ ini wajib untuk ditaati dan
diamalkan berdasarkan perintah Allah swt dalam Al-Qur’an sebagaimana wajibnya mentaati
dan mengamalkan hadis-hadis yang lainnya.

4. Bayan An-Nasakh

Secara etimologi, nasakh memiliki beberapa arti, di antaranya; menghapus dan


menghilangkan, mengganti dan menukar, memalingkan dan merubah, menukilkan dan
memindahkan sesuatu. Sedangkan dalam terminologi studi hadis, bayān nasakh adalah
penjelasan hadis yang menghapus ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadis
yang datang setelah Al-Qur’an menghapus ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai boleh tidaknya hadis me-nasakh
Al-Qur’an. Diantaranya:

 Sebagian ulama tidak sepakat dengan adanya nasakh Al-Qur’an dengan hadist
karena kedudukan al-Qur’an lebih tinggi dari hadist.
 Ulama Mutaqoddimin dan Ibnu Hazm dan pengikut Zhahiriyah membolehkan
adanya Nasakh Al-Qur’an dengan segala hadist, meskipun hadist ahad.
 Aliran Mu’tajilah membolehkan menasakh Al-Qur’an dengan hadist dengan
syarat harus mutawatir.
 Ulama Hanafiyah membolehkan menasakh Al-Qur’an dengan hadist mashur
tanpa harus mutawatir

Contohnya dalam QS Al-Baqarah ayat 180 :


‫كتب عليكم اذاحضراحدكم الموت ان ترك خيرا الوصية للوالدين واالقربين حقا على المتقين‬
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara
kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan
cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”

Kemudian di nasakh oleh hadist Nabi Muhammad SAW yaitu:


)‫ان هللا قد اعطى كل ذي حق حقه فالوصية لوارث(رواه احمد واالربعة اال النسائ‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang hak nya
( masing masing). Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris”. (H.R Ahmad dan al-Arba’ah
kecuali an-Nasa’i).

Menurut para ulama yang menerima adanya naskh hadits terhadap al-Qur’an seperti
contoh diatas, seseorang yang akan meninggal dunia tidak wajib berwasiat untuk memberikan
harta kepada ahli warisnya, karena ahli waris itu akan memdapat bagian harta warisan dari
yang meninggal tersebut.
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hadist merupakan sumber hukum kedua dalam Islam dimana al-qur’an dan hadist
memiliki kaitan yang sangat erat yang satu sama lain, tidak bisa dipisahkan atau berjalan
sendiri sendiri. Seorang muslim tidak dapat memahami syari’at Islam yang saling berkaitan.
Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan kembali kepada
keduanya. Seorang mujtahid dan orang alim tidak mungkin mengabaikan dan mencukupkan
diri kepada salah satu keduanya.
Fungsi hadist terhadap al-Quran diantaranya Bayan At-Tafsir, Bayan At-Taqrir, At-
Tasyri, Bayan An-Nasakh, dan Bayan At-Takhsis

B. SARAN

Sebagaimana telah dikemukakan di latar belakang masalah bahwa sekian banyak


ditemukan pengutipan hadits secara langsung, yakni tanpa menyebutkan secara lengkap
rantai sanad haditsnya dalam kitab ataupun buku-buku agama. Apalagi kitab-kitab tersebut
merupakan kitab favorit di Masyarakat Islam, khususnya di Pesantren.
Hal ini seharusnya bisa menumbuhkan semangat setiap Muslim untuk menelaah lebih
lanjut pada hadits-hadits tersebut untuk menyajikan materi-materi agama dengan dalil agama
yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Diharapkan minat untuk meneliti hadits
semakin tumbuh pada diri akademisi dengan keberadaan perangkat penelitian hadits yang
sangat menunjang, seperti software-software hadits dan kitab-kitab digital
DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia.


Nasir, Muhammad, dkk. 2013. Hadist Ilmu Hadist. Jakarta: Kementrian Agama.
http://pendidikanque.blogspot.com/2011/06/lafaz-musytarak.html?m=1
https://journal.uin mataram.ac.id

Anda mungkin juga menyukai