Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

AS-SUNNAH SEBAGAI SUMBER KEDUA


DALAM ISLAM
Dosen pengampuh: Abdu Razak, S.Pdi.,M.Pd

DISUSUN OLEH:
RISDAYANTI {211931015}
KELAS MANAJEMEN C

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

       Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat  ALLAH SWT. Karena
atas karunia dan hidayah-nya Sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan
makalah “As-Sunnah Sebagai Sumber Kedua Dalam Islam”.

    Kami menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan dari dukungan
berbagai aspek. Oleh karena itu, dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati,
kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang membimbing kami

Penyusunan makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin dan sesuai


format  yang telah ditetapkan. Mengenal isi makalah telah di upayakan sesuai
sesuai dengan tujuannya dengan didasarkan pada berbagai sumber referensi
lainnya

     Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu kami
mohon kritik dan saran yang membangun agar makalah ini bisa jadi lebih baik.

Waalaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Lasususa, 8 November 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3

A. Definisi As-Sunnah Menurut Bahasa, Istilah, Dan Para Ulama..............3


B. Kedudukan As-Sunnah Dalam Syari’at Islam.........................................4
C. Fungsi As-Sunnah Dan Keterkaitannya Dengan Al-Quran.....................5
D. Seleksi Dan Klarifikasi Hadist...............................................................6
E. Sunah Tasyri’Yah Dan Ghirun Tasyri’iyah.........................................11

BAB III PENUTUP.......................................................................................23


A. Kesimpulan............................................................................................23
B. Kritik dan Saran.....................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

As-Sunnah didalam kajian ilmu ushul fiqh adalah sumber hukum atau ajaran
islam kedua setelah Al Qur'an dan sebagai penjelas ataupun pelengkap Al-Qur’an
bagi ummat manusia dan sampai sekarang masih di pakai dalam kalangan
masyarakat pada umumnya, yakni golongan terbesar dari ummat Islam, yang
umumnya terdiri dari pengikut imam mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i,
dan Hambali. Mereka mengatakan Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang
pertama dan sunnah sebagai sumber syaria’t yang kedua. Jadi, sunnah merupakan
pelengkap dari Al-Quran.
As-sunnah (hadits) menempati posisi yang sangat penting dan strategis
dalam kajian-kajian keislaman. Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan
lagi. Namun, karena pembukuan hadits baru dilakukan ratusan tahun setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak
hadits yang dipalsukan, maka keabsahan hadits-hadits yang beredar dikalangan
kaum muslimin diperdebatkan oleh para ahli.
Para ulama terutama dizaman klasik islam (650-1250 M), Berusaha keras
melakukan penelitian dan seleksi ketat terhadap hadits-hadits sehingga dapat
dipilahkan mana hadits yang benar-benar dari Nabi, dan mana yang bukan. Untuk
itu, mereka membuat kaidah-kaidah, ketetuan-ketentuan, pedoman, dan acuan
tertentu untuk menilai hadits-hadits tersebut. Kaidah-kaidah dan ketentuan inilah
kemudian berkembang menjadi ilmu tersendiri, yang disebut dengan ilmu hadits.
Konsekuensinya adalah bahwa Al-Qur’an tidak dapat di tiadakan oleh
sunnah, artinya bila terdapat suatu ketentuan yang berlawanan antara Al-Qur’an
dan sunnah, Al-Qur’an yang dibenarkan.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian As-Sunnah ?


2. Bagaimana kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum kedua ?
3. Apa fungsi Sunnah terhadap Al-qur’an ?
4. Apa saja macam-macam hadits ?
5. Bagaimana sikap terhadap Sunnah Tasyri’yah dan Ghoiru Tasyri’iyah ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu As-Sunnah.


2. Mengetahui kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum kedua.
3. Mengetahui fungsi As-Sunnah terhadap Al-qur’an.
4. Mengetahui macam-macam hadits.
5. Mengetahui bagaimana sikap terhadap Sunnah Tasyri’yah dan Ghoiru
Tasyri’iyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi As-Sunnah Menurut Bahasa, Istilah, Dan Para Ulama


Secara bahasa (etimologi), Sunnah (‫ ) سنة‬berarti kebiasaan atau yang biasa
dilakukan. Dalam islam, sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Rasul; baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan, sifat fisik atau sifat
perangainya. Secara etimologi, sunnah berarti ‘thariqah’ (jalan). Makna ini
ditunjukkan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaknya kalian
berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khulafa rasyidin yang mendapat
petunjuk, pegang teguhlah dan gigitlah ia dengan gigi geraham.”(HR Abu Dawud:
4607, Tirmidzi: 2676, dinilai shahih oleh al Albani (shahih al jami’: 1/499))

Demikian bunyi hadis yang diterima Irbadh bin Sariyah radhiyallahu


‘anhu. Maka, setiap hal yang selaras denganjalan beliau, ia termasuk sunnahnya.
Sunnah yang diperintahkan tersebut dapat berstatus mustahab (jika dikerjakan
berpahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa -pent) dan dapat pula berstatus
wajib, tergantung kepadadalil-dalil yang menunjukkannya.

 Menurut ulama fuqaha (ahli fiqih), sunnah didefinisikan sebagai segala


sesuatu perbuatan (amalan) yang dianjurkan oleh syariat untuk diikuti umat
muslim, namun hukumnya tidak sampai derajat wajib.
 Menurut ulama aqidah, sunnah berarti amal perbuatan yang tuntunannya
bersumber dari Nabi Muhammad SAW, bukan sesuatu yang dilebih-lebihkan atau
diadakan sendiri menurut keyakinan (bid’ah).
 Menurut pakar hadist (muhadditsun), sunnah adalah segala sesuatu
(perbuatan, perkataan, ataupun ketetapan) yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW, baik sebelum diutus menjadi rasul maupun sesudahnya.

3
 Menurut ahli ushul, sunnah merupakan hal-hal yang bersumber dari
Rasulullah SAW selain Al-Quran, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan yang
bisa dijadikan dalil bagi hukum syara’.

B. Kedudukan As-Sunnah Dalam Syari’at Islam

Seluruh ulama dan umat muslim telah menyepakati bahwa kedudukan As-
sunnah dalam islam adalah sebagai hukum kedua setelah Al-Quran. Keputusan ini
juga didasarkan atas firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 7:
ِ ‫د ْال ِعقَا‬Xُ ‫َو َما آَتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا َواتَّقُوا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي‬
‫ب‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (Al-Hasyr 59:7)
As sunnah adalah tuntunan yang berasal dari Rasulullah SAW. Dan Allah SWT
memerintahkan kita untuk menerima apa-apa yang diberikan Rasul serta
meninggalkan yang dilarangnya. Sebab Nabi sendiri adalah utusan Allah SWT
yang memiliki kepribadian mengagumkan. Maka dari itu, Allah menjadikan
Rasulullah sebagai suri tauladan bagi seluruh umat.
‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬
  “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah Saw, itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S AL-Ahzab:21)
Al-Quran dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam yang harus diikuti oleh
umat manusia agar memperoleh petunjuk di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Kembali kepada sunnah, Asas Keselamatan.Allah Subhanahu wa Ta’ala  telah


mewajibkan bagi setiap muslim bila berselisih tentang sesuatu untuk kembali
kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dalam firman-Nya (artinya): “… Dan jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-
Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah

4
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Surat an-Nisaa’: 59)
Imam Mujahid, Qatadah, Maimun bin Mihran dan ulama Salaf lainnya
ketika menafsirkan ayat ini: “Kembali kepada Allah, yaitu mengembalikan
kepada al-Qur’an dan kembali kepada Rasul yaitu mengembalikan persoalan
yang diperselisihkan kepada as-Sunnah.”
Semua Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah upaya untuk menjelaskan al-Qur’an. Tidak ada satu pun yang
samar atau tersembunyi dari semua penjelasan yang dibutuhkan manusia dalam
kehidupan dunia dan akhirat, melainkan beliau telah jelaskan, ini menunjukkan
bahwa agama Islam sudah sempurna. 

C. Fungsi As-Sunnah Dan Keterkaitannya Dengan Al-Quran


َ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُون‬ َ ‫… َوأَ ْن َز ْلنَا إِلَ ْي‬..
ِ َّ‫ك ال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan. (Q.S. al Nahl : 44)
Dari ayat diatas, terdapat makna tersirat yang menunjukkan bahwa Nabi
Muhammad SAW telah diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menerangkan
ayat-ayat Al-Quran lebih terperinci kepada umat manusia. Nah, cara rasul
memberikan penjelasan-penjelasan tersebut yaitu lewat sunnahnya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa as sunnah merupakan penjelas dari Al-Quran.
Lebih lengkapnya, berikut beberapa fungsi as-sunnah terhadap Al-Quran:

1. Memperkuat hukum dalam Al-Quran


Segala jenis hukum, syariat, dan hal-hal yang menyangkut muamalah kehidupan,
semuanya telah ditulis dalam Al-Quran secara sempurna. Seperti halnya hukum
shalat, puasa, zakat, larangan melakukan riba’, mencuri, membunuh, dan
sebagainya. Nah, keberadaan As-sunnah disini memperkuat hukum-hukum yang

5
telah disebuatkan di Al-Quran. Misalnya saja untuk melakukan shalat, seseorang
harus berwudhu terlebih dahulu.

2. Menjelaskan atau merinci isi Al-Quran


As sunnah juga berperan untuk menjelaskan atau merinci  (menspesifikan) ayat-
ayat Al-Quran yang masih bersifat umum. Misalnya saja, Al-Quran menuliskan
kewajiban untuk berhaji bagi umat yang mampu. Maka As-sunnah memperjelas
tata cara manasik haji yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW.

3. Menetapkan hukum baru yang tidak dimuat dalam Al-Quran


Adakalanya As-sunnah menetapkan hukum baru, dimana hukum tersebut tidak
terdapat dalam al-Qur’an.Contohnya perihal larangan mengenakan kain sutera dan
cincin emas bagi laki-laki.
Penetapan hukum baru di as-sunnah tentunya tidak boleh asal-asalan. Hukum itu
harus benar-benar berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan sesuai syariat
islam. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa yang telah disunnahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak terdapat pada Kitabullah,
maka hal itu merupakan hukum Allah juga.

D. Seleksi Dan Klarifikasi Hadist

Hadits menurut Bahasa adalah baru. Hadits juga secara Bahasa berarti
“sesuatu yang dibicarakan dan dinukilkan”, juga “sesuatu yang sedikit dan
banyak”.
Hadits menurut istilah ahli hadits adalah apa yang disandarkan kepada
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, dan
penetapan.
1. Macam – macam hadist ditinjau dari kuantitasnya
a) Hadist Mutawatir
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya
berurutan. Sedangkan menurut istilah adalah apa yang diriwayatkan oleh

6
sejumlah orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan
dusta mulai dari awal hingga akhir sanad.
 Syarat Hadist Mutawatir
a. Diriwayatkan oleh banyak perawi, setidaknya mencapai 10 orang
b. Banyaknya orang yang meriwayatkan ini harus ada dalam setiap
tingkatan (tabaqat/generasi)
c. Menurut akal tidak mungkin perawi ini mempunyai kesepakatan
untuk berdusta ketika meriwatkan hadist.
d. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus
berdasarkan pemberitaanya bersifat indrawi ( proses pendengaran dan
penglihatan langsung ). Berupa rangkuman suatu peristiwa ke
peristiwa yang lain atau hasil dari kesimpulan dari satu dalil.
 Macam-macam hadits mutawatir:
a. Mutawatir Lafzhi yaitu apabila sama dalam makna dan lafznya
b. Mutawatir Ma’ nawy yaitu mutawatir dalam maknanya sedangkan
lafaznya tidak.
c. Mutawatir Amaly sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu
berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin
bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya
atau serupa dengan itu.
b) Hadist Ahad
Ahad menurut bahasa artinya satu. Sedangkan menurut istilah adalah hadits
yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Macam-macam hadits ahad :
a. Hadist Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau
lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) tetapi belum mencapai batas
mutawatir.
b. Hadist ‘Aziz adalah Suatu hadits yang perawinya tidak lebih dari dua
orang dalam semua thabaqat sanad.

7
c. Hadist Gharrib adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi secara sendiri
2. Hadist Ditinjau Dari Segi Kualitasnya
A. Hadist Shahih
Shahih menurut bahasa adalah lawan dari sakit. Ini adalah makna hakiki
pada jasmani. sedangkan menurut istilah ilmu hadits adalah satu hadits
yang sanadnya bersambung dan permulaan sampai akhir disampaikan oleh
orang-orang yang adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna,
serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya.
 Syarat-syarat hadits shahih
a. Diriwayatkan oleh perawi yang adil.
b. Kedhabitan perawinya sempurna.
c. Sanadnya bersambung
d. Tidak ada cacat atau illat.
e. Matannya tidak syaz atau janggal.
 Macam – macam hadist shahih :
a. Shahih li dzatihi yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat
diatas.
b. Shahih li ghairihi yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz
dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga
karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa
atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang
menimpanya itu.
B. Hadist Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus. Menurut istilah
adalah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir,
diceritakan oleh orang-orang yang adil, kurang dhabthnya, serta tidak ada
syudzudz dan illay yang berat didalamnya.

 Macam – macam hadist Hasan :

8
a. Hasan Lidzatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang adil
tapi hafalannya kurang sempurna dengan sanad bersambung dan
selamat dari keganjilan dan kecacatan. Jadi, tidak ada perbedaan
antara hadits ini dengan hadits shohih lidzatihi kecuali dalam satu
persyaratan, yaitu hadits hasan lidzatihi itu kalah dalam sisi hafalan.
b. Hasan Lighairihi adalah hadits yang dho’ifnya ringan dan memiliki
beberapa jalan yang bisa saling menguatkan satu dengan yang
lainnya karena menimbang didalamnya tidak ada pendusta atau rowi
yang pernah tertuduh membuat hadits palsu.
c. Hadist Dha’if ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-
sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits
hasan.
 Macam – macam hadist Dha’if :
I. Karena gugurnya rawi
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau
beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada
permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya.
a. Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas.
Hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad.
b. Hadits Munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus.
Hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan
menjelang akhir sanadnya.
c. Hadits Mu’dhal menurut bahasa adalah hadits yang sulit
dipahami. Hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih,
secara beriringan dalam sanadnya.
d. Hadits mu’allaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung.
Hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa
juga bila semua rawinya digugurkan ( tidak disebutkan ).
II. Karena cacat pada matan atau rawi

9
Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan.
Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang
masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering
keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam
mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang
dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi.
a. Hadits Maudhu’ menurut bahasa, hadits ini memiliki
pengertian hadits palsu atau dibuat-buat. Hadis maudhu’ ialah
hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW.
b. Hadits matruk atau hadits mathruh menurut bahasa berarti
hadits yang ditinggalkan / dibuang. Hadits yang diriwayatkan
oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik
berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau
pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.
c. Hadits Munkar secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau
tidak dikenal. Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat.
d. Hadits Mu’allal menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits
yang terkena illat . Hadits ini adalah hadits yang mengandung
sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa
terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya.
e. Hadits mudraj, hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya
bukan bagian dari hadits itu.
f. Hadits Maqlub menurut bahasa, berarti hadits yang
diputarbalikkan. Para ulama menerangkan bahwa terjadi
pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam
sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
g. Hadits Syadz secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng
ganjil. Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.

10
Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan
hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad,
pada matan, ataupun keduanya.

E. Sunah Tasyri’Yah Dan Ghirun Tasyri’iyah


 Pengertian Sunnah Tasyri’iyah

Sunnah Tasyri’iyah adalah sunnah yang berkaitan dengan risalah kenabian


sehingga umatnya berada pada garis keniscayaan untuk menerimanya. Dalam
pendapat lain dikatakan bahwa sunnahTasyri’iyah adalah sunnah yang muncul
dari kapasitas Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai risalah.
Pada umumnya Sunnah Rasul itu terdiri dari ucapan, perbuatan dan
ketetapannya yang mempunyai implikasi hukum yang mesti diikuti (Sunnah
Tasyri’iyah). Umpamanya, perbuatan yang muncul dari beliau dalam bentuk
penyampaian risalah dan penjelasannya terhadap Al-Qur’an tentang beberapa
masalah ibadah yang bersifat umum dan mutlak, seperti menjelaskan bentuk dan
tata cara shalat dan lainnya. Karena itu, apayang datang dari beliau hendaklah
diterima dengan ketaatan sepenuh hati sebagai bukti seseorang dianggap beriman
dan apa yang beliau larang haruslah dihindari.
Sunnah Tasyri’iyah adalah Sunnah yang mengandung unsur pensyariatan
bersifat abadi, dan berlaku untuk semua ruang dan waktu serta tidak terpengaruh
dengan perubahan zaman.
Dengan demikian menurut penulis sunnah Tasyri’iyah adalah Apa saja 
yang berasal dari Nabi dalam kapasitasnya sebagai Rasulullah SAW yang
bertugas menyampaikan risalah kenabiannya yang bersifat religious kepada
hamba Allah yang ada di muka bumi ini.

 Dasar Penetapan Sunnah Tasyri’iyah

11
Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hokum-hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an, dalam kedudukannya sebagai penjelas, sunnah kadang-kadang
memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan hukum di luar apa yang
ditentukan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Kedudukan sunnah sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang
menjelaskan hukum Al-Qur’an, tidak diragukan lagi dan dapat diterima oleh
semua pihak, karena memang untuk Nabi ditugaskan Allah SWT. Kedudukan
sunnah sebagai sumber hukum Islam setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yitu:
dari segi ummat Islam mematuhi dan meneladani Rasulullah SAW, dan dari segi
fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an. Dari sisi pertama dapat dijelaskan secara
singkat melalui Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk
mematuhi Rasulullah SAW.
Adapun dasar penetapan sunnahTasyri’iyah adalah firman Allah SWT
dalam surat al-Hasyar ayat 7:
َّ ‫ا ِكي ِن َواب ِْن‬X ‫ا َم ٰى َو ْال َم َس‬XXَ‫رْ بَ ٰى َو ْاليَت‬XXُ‫َما أَفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن أَ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالق‬
‫بِي ِل َك ْي اَل‬X ‫الس‬
ِ ‫يَ ُكونَ دُولَةً بَ ْينَ اأْل َ ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS.
Al-Hasyar: 7).
Selain itu terdapat juga dalam surat Al-Ahzab: 21, Allah SWT berfirman:
ً‫لَقَ ْد كانَ لَ ُك ْم في َرسُو ِل الل ِهأ ُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن كانَ يَرْ جُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َرهللاَ َكثيرا‬

12
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21).

Dari 2 firman Allah SWT diatas, secara tegas menjelaskan bahwa adanya
perintah untuk menerima dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasul dan
menjaukan apa yang dilarangnya (QS. Al-Hasyir: 7). Perintah menta'ati Rasul
karena Ia merupakan suri tauladan yang baik bagi manusia (QS. Al-Ahzab: 21).
Dengan dmikian menjadi sangat jelas mematuhi dan meneladani
Rasulullah SAW berarti pula mengikuti aturan-aturan hokum yang ditetapkan
oleh beliau. Bahkan Al-Qur’an menegaskan, keimanan seseorang tergantung pada
kepatuhan seseorang kepada keputusan hukum yang ditetapkan Rasulullah SAW.

 Kriteria Sunnah Tasyri’iyah

Banyak sekali hadits atau sunnahTasyri’iyah yang ditemukan dalam hadis.


Yang termasuk sunnah Tasyri’iyah adalah Apa saja yang berasal dari Nabi dalam 
kapasitasnya sebagai Rasul yang bertugas menyampaikan risalah kenabiannya,
seperti penjelasan beliau terhadap maksud al-Qur’an, tentang hukum halal dan
haram, tentang aqidah dan ahlak atau hal-hal yang  berkaitan  dengannya. Sunnah
Nabi yang demikian ini mengikat secara umum kepada setiap individu muslim
sampai hari kiamat:
َ‫ئ ُم ْسلِ ٍم يَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَه‬
ٍ ‫ الَ يَ ِحلُّ َد ُم ا ْم ِر‬: ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫َع ِن ا ْب ِن َم ْسعُوْ ٍد َر‬
‫ ِة (رواه‬X‫ق لِ ْل َج َما َع‬ ِ Xَ‫ ِه ْال ُمف‬X ِ‫ك لِ ِد ْين‬
ُ ‫ار‬X ُ ‫ار‬ ٍ َ‫إِالَّ هللاُ َوأَنِّي َرسُوْ ُل هللاِ إِالَّ بِإِحْ دَى ثَال‬
ِ ‫ َوالنَّ ْفسُ بِالنَّ ْف‬،‫ الثَّيِّبُال َّزانِي‬: ‫ث‬
ِ َّ‫س َوالت‬
(‫بحر ومسلم‬

Artinya:    Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata: Rasulullah SAW


bersabda: Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada ilah
selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah) adalah utusan Allah kecuali dengan
tiga sebab: Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan

13
meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya. (Riwayat Bukhori dan
Muslim)
Adapun Sunnah Tasyri’iyah itu dengan kriteria sebagai berikut:
 Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi, dalam bentuk penyampaian
risalah dan penjelasan terhadap al-Qur’an, seperti menjelaskan apa-apa
yang dalam al-Qur’an masih bersifat belum jelas, membatasi yang umum,
memberi qayid yang masih bersifat mutlak, menjelaskan bentuk ibadah,
halal dan haram, ‘aqidah dan akhlak. Ucapan dan perbuatan Nabi dalam
kapasitasnya sebagai seorang Rasul, termasuk Sunnah berdaya hukum
yang wajib diikuti. Sebagai salah satu bukti bahwa seseorang benar-benar
mentaati dan mengikuti Rasulullah Saw. Maka apa yang datang dari beliau
yang terkait berbagai masalah agama adalah mutlak untuk diikuti, dan apa
yang bukan dari Rasul terkait masalah agama adalah tertolak.
 Ucapan dan perbuatan yang timbul dari Nabi, dalam kedudukannya sebagai
imam dan pemimpin umat Islam, seperti mengirim pasukan untuk jihad,
membagi harta rampasan, menggunakan bait al-mal, mengikat perjanjian dan
tindakan lain dalam sifatnya sebagai pemimpin. Namun, Sunnah Tasyr’i
dalam bentuk ini, tidaklah berlaku secara umum untuk semua orang, dan
dalam pelaksanaannya tergantung kepada izin atau persetujuan imam atau
pemimpin.
 Ucapan dan perbuatan Nabi dalam kedudukannya sebagai hakim (qadhi)
yang menyelesaikan persengketaan di antara umat Islam. Adapun daya hukum
dalam bentuk ini, tidak bersifat umum dan hanya dapat dilakukan oleh
perorangan dengan penunjukan dari imam atau penguasa. Sunnah
Tasyri’iyah (Sunnah berdaya hukum) yang mesti untuk diikuti
sebagaimana tersebut di atas, secara garis besar mengandung berbagai bidang
sebagai berikut:

a. Aqidah

14
Bidang ‘aqidah ini dibatasi oleh Islam, dalam hal perbedaan antara iman
dan kafir, yang berhubungan dengan Allah dan sifat- sifat-Nya, para
Rasul dan hari kiamat. Sunnah tidak dapat menetapkan dasar ‘aqidah
karena ‘aqidah ini menimbulkan kepercayaan. sedangkan kepercayaan itu
adalah keyakinan yang pasti. Tidak ada yang mungkin menghasilkan
keyakinan yang pasti itu, kecuali yang pasti pula.
b. Akhlak
Dalam Sunnah atau Hadis, banyak sekali disampaikan Nabi mengenai
hikma-hikmah, adap sopan santun dalam pergaulan ataupun nasehat, baik
secara langsung maupun dalam bentuk pujian tentang keadilan,
kebenaran dan menepati janji, dan atau celaan terhadap perbuatan
perbuatan buruk yang dilakukan umat.
c. Hukum-Hukum Amaliah
Hukum amaliah berhubungan dengan penetapan bentuk-bentuk ibadah,
pengaturan mu’amalah antar manusia, memisahkan hak-hak dan
kewajiban, menyelesaikan persengketaan di antara umat secara bijak dan
adil. Maka hukum-hukum yang diperoleh dari sunnah dalam bentuk inilah
yang disebut “Fiqh Sunnah”, sedangkan hadisnya sendiri disebut “Hadis
Ahkam”.

 Sikap Terhadap Sunnah Tasyri’iyah

Oleh Karena Sunnah tasyri’iyah merupakan Sunnah yang berdasarkan


hukum.Dan merupakan sebuah risalah kenabian maka sikap kita sangat
dianjurkan untuk mengikutinya. Karena itu, apa yang datang dari beliau
hendaklah diterima dengan ketaatan sepenuh hati sebagai bukti seseorang
dianggap beriman dan apa yang beliau larang haruslah dihindari Karena beliau
melarang sesuatu yang sudah pasti memiliki dampak negatif bagi kehidupan.
Sebab yang diperintahkan Allah itu tidak akan menjerumuskan kita kedalam
keburukan, melainkan akan membawa kepada kebahagian abadi di akhirat nanti.

15
Jadi sebaiknya kita mengikuti sunnah yang sudah disyariatkan karena itu pasti
baik untuk kita.

 Pengertian Sunnah Ghairu Tasyri’iyah

Al-Qaradhawi mendefinisikan Sunnah Ghairu Tasyri’iyah adalah Sunnah


yang tidak ada maksud untuk diteladani. Sunnah Ghairu Tasyri’iyah adalah
sunnah yang tidak mengandung unsur syariat karena terikat dengan situasi,
kondisi dan konteks saat di mana Nabi Muhammad SAW mengeluarkan sabda
tersebut (ghairu Tasyri’iyah) bersifat temporal (khas) dan situasional (hal
mu’ayyan).
Sunnah Ghairu Tasyri’iyah, yaitu Sunnah yang tidak mesti diikuti dan
tidak mengikat. Misalnya ucapan atau perbuatan Nabi Muhammad SAW yang
timbul dari hajat insani dalam kehidupan keseharian beliau, seperti makan, cara
berpakaian, urusan pertanian dan lainnya. Kalau perbuatan tersebut memberi suatu
petunjuk tentang tata cara makan dan minum, berpakaian dan lainnya, maka
menurut pendapat jumhur ulama hukum mengikutinya adalah sunnat.
Menurut Dr. Tarmizi M. Ja'far, dalam memahami pendapat Abdul Wahhab
Khallaf tentang hadis atau sunnah nabi yang tidak termasuk kedalam katagori
sunnah Ghairu Tasyri’iyah yang wajib untuk di ikuti adalah sebagai berikut:
b. Apa yang datang dari Nabi Muhammad SAW yang berasal dari tabi'at
kemanusiaan, seperti duduk, berjalan, tidur, makan, minum, semua itu bukan
merupakan Tasyri’iyah. Kenapa? Karena ia berasal dari sumber
kemanusiaannya bukan risalah. Namun apabila ia datang dari sifat
kemanusiaan dan ada dalil yang menunjukkan sebagai teladan, ia berubah
menjadi Tasyri’iyah disebabkan adanya dalil ini.
c. Apa yang datang dari nabi yang berupa pengetahuan (alkhibrah al-
insaniyyah), keahlian, dan eksperimen dalam urusan keduniawian, misalnya
adalah perdagangan, pertanian, pengaturan pasukan tentara dan peperangan,
pemberian resep obat-obatan tertentu bagi orang sakit dan sejenisnya, semua

16
itu juga bukan Tasyri’iyah, karena ia berasal dari bukan ruang lingkup risalah,
melainkan hasil dari pengetahuan keduniawian dan penilaian Nabi
Muhammad SAW yang bersifat pribadi.
d. Apa yang berasal dari Nabi dan ada dalil syari'at yang menunjukkan bahwa itu
khusus berlaku baginya, maka itu bukan tasyri' umum.

 Dasar Penetapan Sunnah Ghairu Tasyri’iyah

Prilaku Rasulullah SAW tergolong kepada Ghairu Tasyri’iyah apabila memenuhi


kategori berikut ini:
a.       Perilaku itu berkaitan dengan tabiat manusiawi.
b.      Perilaku itu terjadi tanpa adanya kesengajaan.
c.       Perilaku yang dikhususkan untuk Nabi.

Dasar penetapan terhadap adanya sunnah ghairu Tasyri’iyah ini adalah hadis yang
diriwayatkan Muslim:

‫ا‬XX‫ كن‬:‫الوا‬XX‫نعون؟ ق‬XX‫ ما تص‬:‫ فقال‬,‫ يلقحون النخل‬:‫قدم نبي هللا المدينة وهم يأبرون النخل يقولون‬
,‫ه‬XX‫ك ل‬XX‫ ذل‬X‫ فذكروا‬:‫ قال‬,‫ فنفضت أو فنقصت‬,‫ فتركوه‬,‫ لعلكم لولم تفعلوا كان خيرا‬:‫ قال‬,‫نصنعه‬
‫ا‬XX‫ا ان‬XX‫يئ من رأ يى فإنم‬XX‫ بش‬X‫رتكم‬XX‫ذوه وا ذا ام‬XX‫ بشيئ من د ينكم فخ‬X‫ انما انا بشرا ذاامرتكم‬:‫فقال‬
(‫بشر (رواه مسلم‬

Artinya:    Rasulullah SAW. Datang ke Madinah pada saat penduduknya


melakukan penyerbukan kurma. Nabi bertanya, "Apa yang kalian lakukan?"
mereka menjawab, "Kami melakukan sesuatu yang biasa kami lakukan
(penyerbukan kurma). "Barangkali kali kalian tidak melakukannya, itu lebih
baik."Merekapun tidak melakukan hal itu lagi, dan ternyata kurma mereka
hasilnya berkurang.Rafi' berkata, "Lalu mereka ceritakan kejadian itu pada
Rasulullah.Maka rasulpun bersabda, "Saya hanya seorang manusia, apabila aku
perintahkan kalian mengenai sesuatu tentang Agama, pegangilah dengan teguh
perintah itu, apabila aku perintahkan kalian berdasarkan pendapatku, maka aku
hanyalah manusia. (HR. Muslim).

17
Dari hadis yang tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan Nabi yang
seakan melarang penduduk agar tidak menyerbuki kurma hanyalah asumsi Nabi
yang mengira bahwa tidak perlu menyerbuki kurma, ternyata penyerbukan kurma
itu akan menghasilkan kurma yang lebih baik. Ini bukanlah risalah agama, akan
tetapi ini menyangkut dengan persoalan keduniawian (pertanian) yang terkadang
mereka lebih tau daripada Nabi, karena kebiasaan mereka yang menyerbuki
kurma. Maka disini menunjukkan ada sunnah-sunnah yang merupakan sifat
kemanusiaannya (basyariah) dan itu tidak harus di ikuti (Ghairu Tasyri’iyah).
Adapun maksud dan tujuan dari syari’at dalam setiap penetapan hukum itu
adalah adanya kemaslahatan bagi umat manusia, hal ini sebagaimana yang
diterangkan oleh Ibn Qayyim berikut ini:
Sesungguhnya syari’at islam itu dibangun atas kemaslahatan manusia
untuk kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Syari’at Islam seluruhnya keadilan
rahmat, maslahat, dan hikmah. Karenanya, setiap masalah yang menyimpang dari
keadilan menuju kezaliman, dari rahmat menuju kekerasan, dari maslahah menuju
kerusakan, dan dari hikmah menuju kepada kesia-siaan belaka, maka semua itu
bukan termasuk syari’at Islam, sekalipun semua itu diupayakan untuk dimasukkan
dengan cara mengadakan interpretasi (penakwilan). Syari’at Islam merupakan
keadilan Allah bagi hamba-hamba-Nya, rahmat bagi makhluk-Nya, dan
merupakan tempat bernaung di bumi-Nya, serta hikmahnya menunjukkan atas
adanya Allah dan kebenaran Rasul-Nya sebagai bukti yang paling sempurna dan
yang paling benar.

 Kriteria Sunnah Ghairu Tasyri’iyah


Berangkat dari perkataan Nabi “‫أمر دنيكم‬XX‫” أنتم أعلم ب‬,  (kalian lebih mengetahui
dengan urusan dunia kalian), mengindikasikan bahwa hanya persoalan dunia saja
yang termasuk sunnah Ghairu Tasyri’iyah. Menurut Tarmizi M. Jakfar
sebagaimana hasil telaah dari buku Al-Qardhawi bahwasanya ada 5 (lima) kriteria
yang termasuk kedalam sunnah Ghairu Tasyri’iyah, yaitu:

18
a.       Perbuatan dan perkataan Nabi berdasarkan keahlian eksperimental dan
aspek-aspek teknisnya.Nabi menjelaskan kepada penduduk Madinah
mengenai pendapatnya yang bersifat dugaan tidak perlu menyerbuki
kurma yang beliau tidak memiliki pengalaman tentangnya, yang kemudian
menyebabkan kualitas hasil kurma penduduk madinah menjadi rendah,
karena mengikuti anjuran Rasul yang mereka anggap sebagai agama dan
hokum syari'at yang harus mereka ikuti. Karena itu, Nabi bersabda,
"Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian"
b.      Perbuatan dan perkataan Nabi sebagai kepala Negara dan hakim
Kriteria untuk membedakan sunnah yang lahir dari Nabi Muhammad
sebagai seorang penyampai risalah dan sunnah yang muncul dari beliau
sendiri sebagai pemimpin Negara hanya dengan memahami konteks dan
konsideran yang melatarbelakangi lahirnya sunnah tersebut. Di samping
itu, topik masalah dalam sunnah itu merupakan kemaslahatan yang
berkaitan dengan dengan urusan politik, ekonomi, militer, administrasi dan
sebagainya. Diantara bukti yang menunjukkan suatu pesan hadis
merupakan keputusan seorang kepala Negara adalah adanya sebuah teks
(nash) lain, atau beberapa teks lain yang bertentangan dengan teks yang
ada karena perbedaan tempat, waktu atau keadaan yang menunjukkan
bahwa hal itu dilakukan untuk menjaga kemaslahatan parsial dan temporer
yang sifatnya kondisional, tidak dimaksudkan sebagai hukum syari'ah
yang abadi dan berlaku umum.Untuk mengetahui tentang hadis tersebut
sangat diperlukan mempelajari asbabul wurud dari suatu hadis.
c.       Perintah dan larangan Nabi yang bersifat Anjuran
Perintah atau larangan tersebut harus berkaitan dengan kemaslahatan atau
kemanfaatan duniawi.Hal ini dapat dilihat dimana para sahabat tidak
merasa keberatan meninggalkan sebagian perintah Nabi manakala perintah
atau larangan tersebut menurut mereka hanya bersifat anjuran atau
penyuluhan untuk mencari kemaslahatan atau kebaikan duniawi. Seperti:
perintah nabi untuk menyemir uban.

19
d.      Perbuatan Murni Nabi (al-fi'l al-mujarrad)
           Perbuatan murni Nabi yang dimaksudkan disini adalah perbuatan yang
tidak ada indikasi ibadahnya, seperti masalah makan, Nabi makan dengan
tangan kanan dan tidak menggunakan sendok, makan pun dengan
menggunakan tiga jari serta duduk lesehan di lantai, maka jika tidak ada
sunnah qauliyah yang menegaskan harus makan demikian, berarti ia
tergolong sebagai perbuatan murni dan bukan syari'at yang harus diikuti
(Ghairu Tasyri’iyah). Maka dalam hal ini bukanlah bid'ah (melawan
sunnah) jika kita makan dengan sendok dan duduk di meja makan. Akan
tetapi makan dan minum dengan tangan kanan itu adalah syari'at yang
harus di ikuti karena ada hadis qauliyah mengenai hal ini, yaitu Dari Ibnu
Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kalian makan hendaknya ia
makan dengan tangan kanan dan minum hendaknya ia minum dengan
tangan kanan, karena sesungguhnya setan itu makan dengan tangan kirinya
dan minum dengan tangan kirinya." Riwayat Muslim.
e.       Perbuatan Nabi sebagai Manusia (al-fi'l al-jibillyy)
Beberapa contoh perbuatan Nabi sebagai manusia yang disebutkan oleh
al-Qardhawi sebagai mana yang disebutkan oleh Dr. Tarmizi M. Ja'far
adalah adanya riwayat shahih bahwa beliau senang makan sampil
kamping dan suka kepada sayur dubba' (sejenis sayuran buah labu).
Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik ra.:
"Seorang penjahit mengundang Rasulullah SAW. untuk menghadiri suatu jamuan
makan. Kata Anas: Aku berangkat bersama Rasulullah SAW. menghadiri jamuan
makan tersebut. Kepada Rasulullah SAW. tuan rumah menghidangkan roti dari
gandum serta kuah berisi labu dan dendeng. Anas berkata: Aku melihat
Rasulullah SAW. Mencari labu dari seputar mangkuk kuah itu. (Shahih Muslim
No.3803)
Dengan demikian lanndasan utama dari adanya sunnahGhairu Tasyri’iyah
ini adalah sunnah Nabi sendiri yang mengatakan bahwa dirinya adalah manusia

20
biasa dan alasan pendukung adalah amalan atau praktik para sahabat, kebolehan
Nabi untuk berijtihad sunnah nabi sebagai Ijtihad atau sunnah atau hadis nabi
yang bukan berasal dari wahyu.

 Sikap Terhadap Sunnah Ghairu Tasyri’iyah


Argumen yang dilontarkan oleh mereka yang pro sunnahghairu
tasyri’iyyah, menurut Musa Shahin adalah lemah. Kebanyakanargumen mereka
dilandasi oleh kaburnya pemahaman merekaterhadap produk hukum yang lazim
dilaksanakan (tasyri’ mulzim)dan produk hukum yang tidak lazim dilaksanakan
(tasyri’ ghairumulzim).Tetapi mereka sepakat meski berbeda metode
dalammenegasikan sebagian perbuatan Rasulullah SAW, bahkanada sebagian
yang menegasikan nilai kerasulan dari beberapaperbuatan Rasul. Masing-masing
berbeda dalam menerapkansunnah ghairu tasyri’iyah pada af’al Rasul. Syaikh
Syaltut misalnyamenerapkannya pada af’al Rasul terkait dengan kebutuhan-
kebutuhan manusiawi seperti makan, minum, tidur berjalan,berkunjung.Af’al
Rasul terkait dengan pengalaman dan tradisiindividual atau masyarakat.Af’al
Rasul terkait dengan strategimanusia yang diambil sesuai dengan situasi dan
kondisi. Dalamhal ini, Syaltut tidak membedakan antara yang haram atau
makruh,wajib, sunnah dan mubah.10 Sementara Abdul Mun’im An-
Nimrmenerapkannya dalam af’al Rasul terkait dengan muamalat yangtidak
disebutkan dalam al-Qur’an. Sementara Yusuf al-Qardhawimenerapkannya pada
perkataan dan perbuatan (aqwal wa af’al) Rasul terkait kebutuhan manusiawi,
yang datang dari Rasuldalam kapasitasnya sebagai manusia biasa. Hal-hal ini
menurutal-Qardhawi tidak memiliki sifat-sifat tasyri’.11 Mereka menafikan10
Lihat Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa Syari’ah (Cairo: maktabahwahbah,
1985), hlm.50811 Lihat Yusuf al-Qardhawi, as-sunnah an-Nabawiyyah masdaran
li al-Ma’rifah wa al-Hadarah, (Cairo: Dar asy-Syuruq, 1998) hlm. 12 dan
seterusnya.Para pengkaji lainnya yang konsen dengan tema ini di antaranya;
MahmudAbu Rayyah, menerapkan sunnah ghairu tasyri’iyah pada ucapan-
ucapanrasul yang berkaitan dengan urusan duniawi dan merupakan
pendapatRasulullah semata, dalam bukunya Adhwa` ala as-Sunnah an

21
Nabawiyah,Muhammad Imarah membatasi sunnah tasyri’iyah pada hal-hal ghaib
yangtidak bisa dinalar oleh akal saja dan pokok-pokok agama yang paten
(tsawabitdiniyyah).

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sunnah merupakan segala sesuatu dari Nabi baik perkataaan, perbuatan,


maupun ketetapan yang telah ada.Selain itu pengertian hadits merujuk kepada
pengertian sunnah. Jadi scara makna pengertian sunnah sama dengan pengertian
hadits. Hadits berdasarkan kuantitas ada dua yaitu hadits mutawatir dan hadits
ahad, menurut kualitas ada 2 yaitu hadits shahih dan hadits hasan. Fungsi utama
sunnah atau haditsadalah menjelaskan atau merinci isi alquran yang masih
bersifat umum. Dan sunnah merupakan hukum kedua setelah al-qur’an.

B. Kritik dan Saran

Demikianlah makalah yang saya buat, saya menyadari bahwa dalam


makalah ini masih mendapat banyak kekurangan, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat saya harapkan, semogah makalah ini bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi pemakalah khususnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://dalamislam.com/landasan-agama/fungsi-as-sunnah-terhadap-al-quran

Diakses: 9 Februari 2019 pukul 11.51


https://zainaleqin.wordpress.com/2011/10/16/klasifikasi-hadits-secara-umum//
http://www.tuankumuhammad.com/2017/02/sunnah-tasyriiyyah-dan-ghairu.html

24

Anda mungkin juga menyukai