DISUSUN OLEH:
RISDAYANTI {211931015}
KELAS MANAJEMEN C
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Karena
atas karunia dan hidayah-nya Sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan
makalah “As-Sunnah Sebagai Sumber Kedua Dalam Islam”.
Kami menyadari bahwa makalah ini dapat terselesaikan dari dukungan
berbagai aspek. Oleh karena itu, dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati,
kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang membimbing kami
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu kami
mohon kritik dan saran yang membangun agar makalah ini bisa jadi lebih baik.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
As-Sunnah didalam kajian ilmu ushul fiqh adalah sumber hukum atau ajaran
islam kedua setelah Al Qur'an dan sebagai penjelas ataupun pelengkap Al-Qur’an
bagi ummat manusia dan sampai sekarang masih di pakai dalam kalangan
masyarakat pada umumnya, yakni golongan terbesar dari ummat Islam, yang
umumnya terdiri dari pengikut imam mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i,
dan Hambali. Mereka mengatakan Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang
pertama dan sunnah sebagai sumber syaria’t yang kedua. Jadi, sunnah merupakan
pelengkap dari Al-Quran.
As-sunnah (hadits) menempati posisi yang sangat penting dan strategis
dalam kajian-kajian keislaman. Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan
lagi. Namun, karena pembukuan hadits baru dilakukan ratusan tahun setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak
hadits yang dipalsukan, maka keabsahan hadits-hadits yang beredar dikalangan
kaum muslimin diperdebatkan oleh para ahli.
Para ulama terutama dizaman klasik islam (650-1250 M), Berusaha keras
melakukan penelitian dan seleksi ketat terhadap hadits-hadits sehingga dapat
dipilahkan mana hadits yang benar-benar dari Nabi, dan mana yang bukan. Untuk
itu, mereka membuat kaidah-kaidah, ketetuan-ketentuan, pedoman, dan acuan
tertentu untuk menilai hadits-hadits tersebut. Kaidah-kaidah dan ketentuan inilah
kemudian berkembang menjadi ilmu tersendiri, yang disebut dengan ilmu hadits.
Konsekuensinya adalah bahwa Al-Qur’an tidak dapat di tiadakan oleh
sunnah, artinya bila terdapat suatu ketentuan yang berlawanan antara Al-Qur’an
dan sunnah, Al-Qur’an yang dibenarkan.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Menurut ahli ushul, sunnah merupakan hal-hal yang bersumber dari
Rasulullah SAW selain Al-Quran, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan yang
bisa dijadikan dalil bagi hukum syara’.
Seluruh ulama dan umat muslim telah menyepakati bahwa kedudukan As-
sunnah dalam islam adalah sebagai hukum kedua setelah Al-Quran. Keputusan ini
juga didasarkan atas firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 7:
ِ د ْال ِعقَاXُ َو َما آَتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا َواتَّقُوا هَّللا َ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي
ب
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (Al-Hasyr 59:7)
As sunnah adalah tuntunan yang berasal dari Rasulullah SAW. Dan Allah SWT
memerintahkan kita untuk menerima apa-apa yang diberikan Rasul serta
meninggalkan yang dilarangnya. Sebab Nabi sendiri adalah utusan Allah SWT
yang memiliki kepribadian mengagumkan. Maka dari itu, Allah menjadikan
Rasulullah sebagai suri tauladan bagi seluruh umat.
لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah Saw, itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S AL-Ahzab:21)
Al-Quran dan As-sunnah merupakan sumber hukum islam yang harus diikuti oleh
umat manusia agar memperoleh petunjuk di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
4
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Surat an-Nisaa’: 59)
Imam Mujahid, Qatadah, Maimun bin Mihran dan ulama Salaf lainnya
ketika menafsirkan ayat ini: “Kembali kepada Allah, yaitu mengembalikan
kepada al-Qur’an dan kembali kepada Rasul yaitu mengembalikan persoalan
yang diperselisihkan kepada as-Sunnah.”
Semua Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah upaya untuk menjelaskan al-Qur’an. Tidak ada satu pun yang
samar atau tersembunyi dari semua penjelasan yang dibutuhkan manusia dalam
kehidupan dunia dan akhirat, melainkan beliau telah jelaskan, ini menunjukkan
bahwa agama Islam sudah sempurna.
5
telah disebuatkan di Al-Quran. Misalnya saja untuk melakukan shalat, seseorang
harus berwudhu terlebih dahulu.
Hadits menurut Bahasa adalah baru. Hadits juga secara Bahasa berarti
“sesuatu yang dibicarakan dan dinukilkan”, juga “sesuatu yang sedikit dan
banyak”.
Hadits menurut istilah ahli hadits adalah apa yang disandarkan kepada
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, dan
penetapan.
1. Macam – macam hadist ditinjau dari kuantitasnya
a) Hadist Mutawatir
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya
berurutan. Sedangkan menurut istilah adalah apa yang diriwayatkan oleh
6
sejumlah orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan
dusta mulai dari awal hingga akhir sanad.
Syarat Hadist Mutawatir
a. Diriwayatkan oleh banyak perawi, setidaknya mencapai 10 orang
b. Banyaknya orang yang meriwayatkan ini harus ada dalam setiap
tingkatan (tabaqat/generasi)
c. Menurut akal tidak mungkin perawi ini mempunyai kesepakatan
untuk berdusta ketika meriwatkan hadist.
d. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus
berdasarkan pemberitaanya bersifat indrawi ( proses pendengaran dan
penglihatan langsung ). Berupa rangkuman suatu peristiwa ke
peristiwa yang lain atau hasil dari kesimpulan dari satu dalil.
Macam-macam hadits mutawatir:
a. Mutawatir Lafzhi yaitu apabila sama dalam makna dan lafznya
b. Mutawatir Ma’ nawy yaitu mutawatir dalam maknanya sedangkan
lafaznya tidak.
c. Mutawatir Amaly sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu
berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin
bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya
atau serupa dengan itu.
b) Hadist Ahad
Ahad menurut bahasa artinya satu. Sedangkan menurut istilah adalah hadits
yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Macam-macam hadits ahad :
a. Hadist Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau
lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) tetapi belum mencapai batas
mutawatir.
b. Hadist ‘Aziz adalah Suatu hadits yang perawinya tidak lebih dari dua
orang dalam semua thabaqat sanad.
7
c. Hadist Gharrib adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi secara sendiri
2. Hadist Ditinjau Dari Segi Kualitasnya
A. Hadist Shahih
Shahih menurut bahasa adalah lawan dari sakit. Ini adalah makna hakiki
pada jasmani. sedangkan menurut istilah ilmu hadits adalah satu hadits
yang sanadnya bersambung dan permulaan sampai akhir disampaikan oleh
orang-orang yang adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna,
serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya.
Syarat-syarat hadits shahih
a. Diriwayatkan oleh perawi yang adil.
b. Kedhabitan perawinya sempurna.
c. Sanadnya bersambung
d. Tidak ada cacat atau illat.
e. Matannya tidak syaz atau janggal.
Macam – macam hadist shahih :
a. Shahih li dzatihi yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat
diatas.
b. Shahih li ghairihi yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz
dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga
karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa
atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang
menimpanya itu.
B. Hadist Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus. Menurut istilah
adalah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir,
diceritakan oleh orang-orang yang adil, kurang dhabthnya, serta tidak ada
syudzudz dan illay yang berat didalamnya.
8
a. Hasan Lidzatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang adil
tapi hafalannya kurang sempurna dengan sanad bersambung dan
selamat dari keganjilan dan kecacatan. Jadi, tidak ada perbedaan
antara hadits ini dengan hadits shohih lidzatihi kecuali dalam satu
persyaratan, yaitu hadits hasan lidzatihi itu kalah dalam sisi hafalan.
b. Hasan Lighairihi adalah hadits yang dho’ifnya ringan dan memiliki
beberapa jalan yang bisa saling menguatkan satu dengan yang
lainnya karena menimbang didalamnya tidak ada pendusta atau rowi
yang pernah tertuduh membuat hadits palsu.
c. Hadist Dha’if ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-
sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits
hasan.
Macam – macam hadist Dha’if :
I. Karena gugurnya rawi
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau
beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada
permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya.
a. Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas.
Hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad.
b. Hadits Munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus.
Hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan
menjelang akhir sanadnya.
c. Hadits Mu’dhal menurut bahasa adalah hadits yang sulit
dipahami. Hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih,
secara beriringan dalam sanadnya.
d. Hadits mu’allaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung.
Hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa
juga bila semua rawinya digugurkan ( tidak disebutkan ).
II. Karena cacat pada matan atau rawi
9
Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan.
Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang
masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering
keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam
mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang
dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi.
a. Hadits Maudhu’ menurut bahasa, hadits ini memiliki
pengertian hadits palsu atau dibuat-buat. Hadis maudhu’ ialah
hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW.
b. Hadits matruk atau hadits mathruh menurut bahasa berarti
hadits yang ditinggalkan / dibuang. Hadits yang diriwayatkan
oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik
berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau
pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.
c. Hadits Munkar secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau
tidak dikenal. Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat.
d. Hadits Mu’allal menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits
yang terkena illat . Hadits ini adalah hadits yang mengandung
sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa
terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya.
e. Hadits mudraj, hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya
bukan bagian dari hadits itu.
f. Hadits Maqlub menurut bahasa, berarti hadits yang
diputarbalikkan. Para ulama menerangkan bahwa terjadi
pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam
sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
g. Hadits Syadz secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng
ganjil. Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi
yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.
10
Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan
hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad,
pada matan, ataupun keduanya.
Dasar Penetapan Sunnah Tasyri’iyah
11
Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap hokum-hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an, dalam kedudukannya sebagai penjelas, sunnah kadang-kadang
memperluas hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan hukum di luar apa yang
ditentukan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Kedudukan sunnah sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang
menjelaskan hukum Al-Qur’an, tidak diragukan lagi dan dapat diterima oleh
semua pihak, karena memang untuk Nabi ditugaskan Allah SWT. Kedudukan
sunnah sebagai sumber hukum Islam setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yitu:
dari segi ummat Islam mematuhi dan meneladani Rasulullah SAW, dan dari segi
fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an. Dari sisi pertama dapat dijelaskan secara
singkat melalui Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk
mematuhi Rasulullah SAW.
Adapun dasar penetapan sunnahTasyri’iyah adalah firman Allah SWT
dalam surat al-Hasyar ayat 7:
َّ ا ِكي ِن َواب ِْنX ا َم ٰى َو ْال َم َسXXَرْ بَ ٰى َو ْاليَتXXَُما أَفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن أَ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالق
بِي ِل َك ْي اَلX الس
ِ يَ ُكونَ دُولَةً بَ ْينَ اأْل َ ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا
ب
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS.
Al-Hasyar: 7).
Selain itu terdapat juga dalam surat Al-Ahzab: 21, Allah SWT berfirman:
ًلَقَ ْد كانَ لَ ُك ْم في َرسُو ِل الل ِهأ ُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن كانَ يَرْ جُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َرهللاَ َكثيرا
12
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21).
Dari 2 firman Allah SWT diatas, secara tegas menjelaskan bahwa adanya
perintah untuk menerima dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasul dan
menjaukan apa yang dilarangnya (QS. Al-Hasyir: 7). Perintah menta'ati Rasul
karena Ia merupakan suri tauladan yang baik bagi manusia (QS. Al-Ahzab: 21).
Dengan dmikian menjadi sangat jelas mematuhi dan meneladani
Rasulullah SAW berarti pula mengikuti aturan-aturan hokum yang ditetapkan
oleh beliau. Bahkan Al-Qur’an menegaskan, keimanan seseorang tergantung pada
kepatuhan seseorang kepada keputusan hukum yang ditetapkan Rasulullah SAW.
Kriteria Sunnah Tasyri’iyah
13
meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya. (Riwayat Bukhori dan
Muslim)
Adapun Sunnah Tasyri’iyah itu dengan kriteria sebagai berikut:
Ucapan dan perbuatan yang muncul dari Nabi, dalam bentuk penyampaian
risalah dan penjelasan terhadap al-Qur’an, seperti menjelaskan apa-apa
yang dalam al-Qur’an masih bersifat belum jelas, membatasi yang umum,
memberi qayid yang masih bersifat mutlak, menjelaskan bentuk ibadah,
halal dan haram, ‘aqidah dan akhlak. Ucapan dan perbuatan Nabi dalam
kapasitasnya sebagai seorang Rasul, termasuk Sunnah berdaya hukum
yang wajib diikuti. Sebagai salah satu bukti bahwa seseorang benar-benar
mentaati dan mengikuti Rasulullah Saw. Maka apa yang datang dari beliau
yang terkait berbagai masalah agama adalah mutlak untuk diikuti, dan apa
yang bukan dari Rasul terkait masalah agama adalah tertolak.
Ucapan dan perbuatan yang timbul dari Nabi, dalam kedudukannya sebagai
imam dan pemimpin umat Islam, seperti mengirim pasukan untuk jihad,
membagi harta rampasan, menggunakan bait al-mal, mengikat perjanjian dan
tindakan lain dalam sifatnya sebagai pemimpin. Namun, Sunnah Tasyr’i
dalam bentuk ini, tidaklah berlaku secara umum untuk semua orang, dan
dalam pelaksanaannya tergantung kepada izin atau persetujuan imam atau
pemimpin.
Ucapan dan perbuatan Nabi dalam kedudukannya sebagai hakim (qadhi)
yang menyelesaikan persengketaan di antara umat Islam. Adapun daya hukum
dalam bentuk ini, tidak bersifat umum dan hanya dapat dilakukan oleh
perorangan dengan penunjukan dari imam atau penguasa. Sunnah
Tasyri’iyah (Sunnah berdaya hukum) yang mesti untuk diikuti
sebagaimana tersebut di atas, secara garis besar mengandung berbagai bidang
sebagai berikut:
a. Aqidah
14
Bidang ‘aqidah ini dibatasi oleh Islam, dalam hal perbedaan antara iman
dan kafir, yang berhubungan dengan Allah dan sifat- sifat-Nya, para
Rasul dan hari kiamat. Sunnah tidak dapat menetapkan dasar ‘aqidah
karena ‘aqidah ini menimbulkan kepercayaan. sedangkan kepercayaan itu
adalah keyakinan yang pasti. Tidak ada yang mungkin menghasilkan
keyakinan yang pasti itu, kecuali yang pasti pula.
b. Akhlak
Dalam Sunnah atau Hadis, banyak sekali disampaikan Nabi mengenai
hikma-hikmah, adap sopan santun dalam pergaulan ataupun nasehat, baik
secara langsung maupun dalam bentuk pujian tentang keadilan,
kebenaran dan menepati janji, dan atau celaan terhadap perbuatan
perbuatan buruk yang dilakukan umat.
c. Hukum-Hukum Amaliah
Hukum amaliah berhubungan dengan penetapan bentuk-bentuk ibadah,
pengaturan mu’amalah antar manusia, memisahkan hak-hak dan
kewajiban, menyelesaikan persengketaan di antara umat secara bijak dan
adil. Maka hukum-hukum yang diperoleh dari sunnah dalam bentuk inilah
yang disebut “Fiqh Sunnah”, sedangkan hadisnya sendiri disebut “Hadis
Ahkam”.
15
Jadi sebaiknya kita mengikuti sunnah yang sudah disyariatkan karena itu pasti
baik untuk kita.
16
itu juga bukan Tasyri’iyah, karena ia berasal dari bukan ruang lingkup risalah,
melainkan hasil dari pengetahuan keduniawian dan penilaian Nabi
Muhammad SAW yang bersifat pribadi.
d. Apa yang berasal dari Nabi dan ada dalil syari'at yang menunjukkan bahwa itu
khusus berlaku baginya, maka itu bukan tasyri' umum.
Dasar penetapan terhadap adanya sunnah ghairu Tasyri’iyah ini adalah hadis yang
diriwayatkan Muslim:
اXX كن:الواXXنعون؟ قXX ما تص: فقال, يلقحون النخل:قدم نبي هللا المدينة وهم يأبرون النخل يقولون
,هXXك لXX ذلX فذكروا: قال, فنفضت أو فنقصت, فتركوه, لعلكم لولم تفعلوا كان خيرا: قال,نصنعه
اXXا انXXيئ من رأ يى فإنمXX بشXرتكمXXذوه وا ذا امXX بشيئ من د ينكم فخX انما انا بشرا ذاامرتكم:فقال
(بشر (رواه مسلم
17
Dari hadis yang tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan Nabi yang
seakan melarang penduduk agar tidak menyerbuki kurma hanyalah asumsi Nabi
yang mengira bahwa tidak perlu menyerbuki kurma, ternyata penyerbukan kurma
itu akan menghasilkan kurma yang lebih baik. Ini bukanlah risalah agama, akan
tetapi ini menyangkut dengan persoalan keduniawian (pertanian) yang terkadang
mereka lebih tau daripada Nabi, karena kebiasaan mereka yang menyerbuki
kurma. Maka disini menunjukkan ada sunnah-sunnah yang merupakan sifat
kemanusiaannya (basyariah) dan itu tidak harus di ikuti (Ghairu Tasyri’iyah).
Adapun maksud dan tujuan dari syari’at dalam setiap penetapan hukum itu
adalah adanya kemaslahatan bagi umat manusia, hal ini sebagaimana yang
diterangkan oleh Ibn Qayyim berikut ini:
Sesungguhnya syari’at islam itu dibangun atas kemaslahatan manusia
untuk kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Syari’at Islam seluruhnya keadilan
rahmat, maslahat, dan hikmah. Karenanya, setiap masalah yang menyimpang dari
keadilan menuju kezaliman, dari rahmat menuju kekerasan, dari maslahah menuju
kerusakan, dan dari hikmah menuju kepada kesia-siaan belaka, maka semua itu
bukan termasuk syari’at Islam, sekalipun semua itu diupayakan untuk dimasukkan
dengan cara mengadakan interpretasi (penakwilan). Syari’at Islam merupakan
keadilan Allah bagi hamba-hamba-Nya, rahmat bagi makhluk-Nya, dan
merupakan tempat bernaung di bumi-Nya, serta hikmahnya menunjukkan atas
adanya Allah dan kebenaran Rasul-Nya sebagai bukti yang paling sempurna dan
yang paling benar.
18
a. Perbuatan dan perkataan Nabi berdasarkan keahlian eksperimental dan
aspek-aspek teknisnya.Nabi menjelaskan kepada penduduk Madinah
mengenai pendapatnya yang bersifat dugaan tidak perlu menyerbuki
kurma yang beliau tidak memiliki pengalaman tentangnya, yang kemudian
menyebabkan kualitas hasil kurma penduduk madinah menjadi rendah,
karena mengikuti anjuran Rasul yang mereka anggap sebagai agama dan
hokum syari'at yang harus mereka ikuti. Karena itu, Nabi bersabda,
"Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian"
b. Perbuatan dan perkataan Nabi sebagai kepala Negara dan hakim
Kriteria untuk membedakan sunnah yang lahir dari Nabi Muhammad
sebagai seorang penyampai risalah dan sunnah yang muncul dari beliau
sendiri sebagai pemimpin Negara hanya dengan memahami konteks dan
konsideran yang melatarbelakangi lahirnya sunnah tersebut. Di samping
itu, topik masalah dalam sunnah itu merupakan kemaslahatan yang
berkaitan dengan dengan urusan politik, ekonomi, militer, administrasi dan
sebagainya. Diantara bukti yang menunjukkan suatu pesan hadis
merupakan keputusan seorang kepala Negara adalah adanya sebuah teks
(nash) lain, atau beberapa teks lain yang bertentangan dengan teks yang
ada karena perbedaan tempat, waktu atau keadaan yang menunjukkan
bahwa hal itu dilakukan untuk menjaga kemaslahatan parsial dan temporer
yang sifatnya kondisional, tidak dimaksudkan sebagai hukum syari'ah
yang abadi dan berlaku umum.Untuk mengetahui tentang hadis tersebut
sangat diperlukan mempelajari asbabul wurud dari suatu hadis.
c. Perintah dan larangan Nabi yang bersifat Anjuran
Perintah atau larangan tersebut harus berkaitan dengan kemaslahatan atau
kemanfaatan duniawi.Hal ini dapat dilihat dimana para sahabat tidak
merasa keberatan meninggalkan sebagian perintah Nabi manakala perintah
atau larangan tersebut menurut mereka hanya bersifat anjuran atau
penyuluhan untuk mencari kemaslahatan atau kebaikan duniawi. Seperti:
perintah nabi untuk menyemir uban.
19
d. Perbuatan Murni Nabi (al-fi'l al-mujarrad)
Perbuatan murni Nabi yang dimaksudkan disini adalah perbuatan yang
tidak ada indikasi ibadahnya, seperti masalah makan, Nabi makan dengan
tangan kanan dan tidak menggunakan sendok, makan pun dengan
menggunakan tiga jari serta duduk lesehan di lantai, maka jika tidak ada
sunnah qauliyah yang menegaskan harus makan demikian, berarti ia
tergolong sebagai perbuatan murni dan bukan syari'at yang harus diikuti
(Ghairu Tasyri’iyah). Maka dalam hal ini bukanlah bid'ah (melawan
sunnah) jika kita makan dengan sendok dan duduk di meja makan. Akan
tetapi makan dan minum dengan tangan kanan itu adalah syari'at yang
harus di ikuti karena ada hadis qauliyah mengenai hal ini, yaitu Dari Ibnu
Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kalian makan hendaknya ia
makan dengan tangan kanan dan minum hendaknya ia minum dengan
tangan kanan, karena sesungguhnya setan itu makan dengan tangan kirinya
dan minum dengan tangan kirinya." Riwayat Muslim.
e. Perbuatan Nabi sebagai Manusia (al-fi'l al-jibillyy)
Beberapa contoh perbuatan Nabi sebagai manusia yang disebutkan oleh
al-Qardhawi sebagai mana yang disebutkan oleh Dr. Tarmizi M. Ja'far
adalah adanya riwayat shahih bahwa beliau senang makan sampil
kamping dan suka kepada sayur dubba' (sejenis sayuran buah labu).
Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik ra.:
"Seorang penjahit mengundang Rasulullah SAW. untuk menghadiri suatu jamuan
makan. Kata Anas: Aku berangkat bersama Rasulullah SAW. menghadiri jamuan
makan tersebut. Kepada Rasulullah SAW. tuan rumah menghidangkan roti dari
gandum serta kuah berisi labu dan dendeng. Anas berkata: Aku melihat
Rasulullah SAW. Mencari labu dari seputar mangkuk kuah itu. (Shahih Muslim
No.3803)
Dengan demikian lanndasan utama dari adanya sunnahGhairu Tasyri’iyah
ini adalah sunnah Nabi sendiri yang mengatakan bahwa dirinya adalah manusia
20
biasa dan alasan pendukung adalah amalan atau praktik para sahabat, kebolehan
Nabi untuk berijtihad sunnah nabi sebagai Ijtihad atau sunnah atau hadis nabi
yang bukan berasal dari wahyu.
21
Nabawiyah,Muhammad Imarah membatasi sunnah tasyri’iyah pada hal-hal ghaib
yangtidak bisa dinalar oleh akal saja dan pokok-pokok agama yang paten
(tsawabitdiniyyah).
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
23
DAFTAR PUSTAKA
https://dalamislam.com/landasan-agama/fungsi-as-sunnah-terhadap-al-quran
24