Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Al Qanun Al Asasi Li Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’


(Strategi Kebudayaan Qurani)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Syarat Ujian Praktek Mata Pelajaran
Ke-Nu-an

Guru Pengajar: Ust.Manshur Djunaidi

Disusun Oleh:
Silvia Lisdiana
Kelas : XII IPA

MA AL HIDAYAT LASEM REMBANG


Gg.Kauman jl.Karangturi Rt 02 Rw 02 Kec. Lasem Kab. Rembang(59271)

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,taufik dan hidayahnya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Qanun Asasi Nahdlatul Ulama yang
dalam bentuk maupun isinya sangat sederhana. Semoga makalh ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan penyusun, semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penyusun
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini penyusun akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penyusun miliki
sangat kurang . Oleh karena itu penyusun harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini serta penulisan
selanjutnya,terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.

Lasem,06 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….…………………......i

KATA PENGANTAR…………………………………...……………….………………….…...ii

DAFTAR ISI………………………….…………………………………………………….……iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….…………….…….….…1

LATAR BELAKANG……………………………………………….………………….…...1

BAB II FOKUS KAJIAN………………….………………………………….………………..…2

BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………………………...…3

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………….…..11

BAB V DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….……..12

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk semua umat manusia
dan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan (QS. Saba’ : 28). Itu
berarti, kehadiran Nabi Muhammad membawa kebajikan dan rahmat bagi semua umat manusia
dalam segala waktu dan tempat. Kalau begitu, hadits Nabi menurut petunjuk Al-Qur’an adalah
sumber ajaran Islam di samping Al-Qur’an. Karena al-Qur’an masih universal, mujmal atau
global, maka selain Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama, sebagai penjelas (bayan) dari
Al-Qur’an sendiri adalah hadits atau sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana diungkap oleh
Iskandar Usman bahwa sumber ajaran Islam yang pertama adalah Al-Qur’an, Al-Qur’an itu
merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, tidak sekaligus tetapi dengan
cara berangsur-angsur dimulai di Mekkah dan disudahi di Madinah. Atas dasar wahyu inilah
Rasul menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat ketika itu.

Disamping itu, hadis atau sunnah Rasulullah adalah merupakan dasar tasyri’ sesudah al-Quran
dan merupakan sumber dari aneka Ilmu Pengetahuan Islam. Semua amal yang dikerjakan
Muhammad Saw. dalam sifat dan fungsi beliau sebagai Rasulullah Saw, menjadi hukum umum
yang wajib kita ikuti.3 Sebagaiman firman Allah dalam QS. Al-Hasyr : 7 :

َ‫َمٓا اَفَ ۤا َء هّٰللا ُ ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه ِم ْن اَ ْه ِل ْالقُ ٰرى فَلِ ٰلّ ِه َولِل َّرسُوْ ِل َولِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْب ِن ال َّسبِي ۙ ِْل َك ْي اَل يَ ُكوْ نَ ُدوْ لَةً ۢ بَ ْين‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ۘ ‫د ْال ِعقَا‬uُ ‫ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَ ٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ۚا َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي‬
‫ب‬

” apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.

Dalam kaitannya dengan sumber hukum Islam terdapat perbedaan yang sangat besar antara
Al-Quran dan Hadits Nabi, seperti dikemukakan Syeikh Abdul Wahab Khalaf , nash Al-Quran
seluruhnya bersifat qath’i alwurud, artinya kalau Al-Quran diyakini sepenuhnya oleh kaum
muslimim, tanpa kecuali sebagai wahyu yang datang dari Allah. Sementara hadits yang bersifat
qath’i al-wurud bagi hadits mutawatir yang tidak dapat di sangkal keshahihannya dan zhanni al-
wurud bagi hadits yang tidak berkualitas mutawatir. Dan salah satu diantara petunjuknya
(dilalah-nya) itu kadang qath’i atau zhanni. Kalau tidaklah ada sunnah yang dijadikan hujjah
untuk kaum muslimin, maka tidak akan ada peraturan-peraturan yang akan dijalankan yaitu apa-
apa yang diwajibkan oleh Al-Quran itu. Sunah yang menerangkan wajib diikuti, karena
bersumber dari Rasul.

Dirawikan dari Rasul dengan jalan mempergunakan Qath’i atau Zhan yang kuat. Oleh karena itu
apabila seseorang meragukan kebenaran Al-Quran sebagai wahyu dan sebagai sumber hukum
yang pasti maka akan mengakibatkankan kekufuran, sedangkan jika meragukan suatu hadits
sebagai sesuatu yang betul-betul berasal dari ucapan Rasul, maka keraguannya tidak sampai pada
akibat yang seperti itu.

Bertitik tolak dari perbedaan nash Al-Quran dan Hadits sebagai sumber hukum Islam, maka
akan mengakibatkan perbedaan pemahaman pula, terutama dalam memahami apa yang
diucapkan Nabi Saw. Hal ini terbukti pada zaman shahabat Nabi Saw., contohnya, shahabat Abu
Musa Al-Asy’ari R.a pernah bertamu kepada Umar bin Khattab R.a., kemudian ia membacakan
salam tiga kali, setelah tiga kali mengucapkan salam, Umar tidak juga keluar, kemudian ia
pulang, lalu Umar keluar dan melihat dia pulang, lalu Umar memanggilnya seraya menegur dia,
mengapa pulang, lalu sahabat itu menjawab: “Saya telah meminta izin untuk masuk rumah
sebanyak tiga kali dan ternyata tidak ada jawaban, lalu saya pulang mengingat ada sabda Nabi
Saw. : “ Jika salah seorang di antaramu telah meminta izin (untuk masuk rumah) sebanyak tiga
kali dan tidak juga dipersilahkan masuk, maka pulanglah”. (HR. Muslim, Shahih Muslim,
III:1694). Kemudian Umar minta untuk dibuktikan adanya saksi bahwa Rasulullah Saw. benar-
benar telah bersabda demikian. Lalu didatangkanlah saksi, yaitu Abu Said Alkhudri R.a, setelah
itu Umar R.a pun menerimanya.

Tradisi perbedaan itu tidak hanya terjadi pada masa sahabat saja, akan tetapi membias sampai
kepada tabi’in, tabi’ut tabi’in, bahkan sampai sekarang. Banyak diantara para ulama yang
mempelajari Al-Quran, dan AlHadis, tidak diragukan pula kebenaran al-Quran yang muthlaq,
sehingga para ulama yang jujur tidak berani sembarangan mengambil keputusan dalam
menafsirkan Al-Quran, akan tetapi selalu terdapat perbedaan dalam memahami sunnah Rasul,
terutama dalam menentukan hukum.

Maka Peran ulama saat ini sangatlah penting untuk membahas masalah problematika ummat
saat ini , karena merekalah yang mempunyai kapabilitas dalam pengetahuan Islam. Ulama di
Indonesia khususnya yang tergolong dalam organisasi masyarakat (Ormas) yang dikenal
masyhur seperti Nahdatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), dan Muhammadiyah. Dimana
NU, Persis, Muhammadiyah ini mempunyai metode masing-masing dalam menetapkan sebuah
hukum, karena perbedaan dalam memahami hadits Nabi dan metode yang diambil berbeda-beda
maka hasil keputusannya pun berbeda pula. Misalnya Nahdhatul Ulama (NU) mempunyai
metode dengan pengambilan qaul (pendapat imam madzhab) yang kemudian disebut dengan
metode qauly, merupakan metode utama yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
keagamaan oleh lembaga Lajnah Bahtsul Masail, terutama yang menyangkut hukum fikih,
dengan merujuk pada kitab-kitab imam madzhab yang empat ( Hanafi, Maliki, Hanbali, dan
Syafi’i), yang lebih didominasi oleh Madzhab Syafi’i. 8 Muhammadiyah yang mempunyai
Lembaga Majlis Tarjihnya dalam menentukan sebuah hukum dan mempunyai metode tersendiri
dengan merujuk langsung kepada Al-Quran dan As-Sunnah, dan dicari yang lebih kuat untuk
menentukan sebuah hukum, begitu pula dengan Persis yang di kenal selalu berbeda dengan
ormas yang lainnya, bahkan ada sebagian masyarakat yang memandang bahwa Persis cukup
keras dalam pemikirannya, namun Persis dikenal juga dengan lembaga yang tidak canggung
dengan istilah ijtihad, karena menurut Persis pintu ijtihad masih terbuka. Jika NU dengan Lajnah
Bahtsul Masail nya, dan Muhammadiyah dengan Majlis Tarjih nya, maka Persis mempunyai
lembaga yang disebut dengan Dewan Hisbah yang tercatat dalam Qanun Asasi-Qanun Dakhili
Persis Bab V Pasal 59 yang berfungsi sebagai dewan pertimbangan, pengkajian syara’ dan fatwa
dalam jam’iyyah, yang mempunyai metode dalam menetapkan sebuah hukum, khususnya dalam
menentukan metode (manhaj) dalam ber-Istidlâl dengan Hadits.

Berangkat dari perbedaan metode pengambilan hukum dari masingmasing ormas, maka akan
muncul pemahaman yang berbeda pula terhadap hadis yang datang dari Nabi SAW, itu berarti
perbedaan pemahaman tentang hadis Nabi mempunyai implikasi yang berbeda yang tentunya

menghasilkan metodologi dan kesimpulan yang berbeda pula. Contohnya dalam memandang
hadits tentang orang yang masbuq, yang artinya “ Apabila kamu datang untuk shalat padahal
kamu sedang sujud, maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu raka’at) dan siapa
yang mendapatkan ruku’, berarti ia mendapatkan satu ruku’ (raka’at) dalam shalat (nya).” (HR.
Abu Daud, 1:207)

Diantara para ulama ada yang berpendapat bahwa makmun yang mendapatkan imam sedang
ruku’, maka ia berarti mendapatkan satu raka’at, 10 ada pula yang tidak mendapat satu raka’at
atau harus di tambah lagi satu raka’at karena ketinggalan Al-Fatihah. Kebanyakan masyarakat, di
Indonesia khususnya, memakai hadits tersebut dan apabila masbuq dan mendapatkan ruku’ maka
tidak di tambah satu raka’at, sedangkan masyarakat Persis paling berbeda dengan yang lainnya
yaitu dengan menambah satu raka’at, karena ketinggalan membaca Al-Fatihah.

Temuan lainnya, bahwa organisasi Persis sampai saat ini masih kurang berkembang,
berdampak pada hasil keputusan (Ijtihad) Dewan Hisbahnya itu kurang bahkan tidak sampai
pada anggotanya, karena kurangnya sosialisasi kepada anggota seluruhnya. Dan terlihat selalu
ada pandangan sebelah mata sehingga menimbulkan polemik diantara masyarakat. Adapun hasil
ijtihad Dewan Hisbah Persis hingga saat ini masih kuat berpegang pada dalil Al-Qur’an dan
hadits-hadits shohih. Melihat bahwa Persis adalah salah satu organisasi yang selalu berbeda
dengan organisasi yang lainnya, dan selalu yakin dengan fatwa yang dikeluarkannya, maka hal
yang menarik untuk dijadikan kajian adalah bagaimana metode (manhaj) dalam ber-istidilâl bil
hadits yang dijadikan pedoman Dewan Hisbah Persatuan Islam.

Berdasarkan paparan diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji metode yang digunakan
Dewan Hisbah dalam menyelidiki sebuah hukum melalui hadits, yang akan dituangkan dalam
sebuh judul “Metode Dewan Hisbah Persatuan Islam (Persis) dalam Ber-Istidlâl dengan Hadits
(Studi Terhadap Fatwa Dewan Hisbah Persis Tentang Menambah Raka’at Bagi Makmum yang
Masbûq)”.

BAB II

FOKUS KAJIAN
Di dalam Muqoddimah Qonun Adsasi NU, KH.Hasyim Asy’ari banyak ayat-ayat Al-Qur’an
yang berisi motivasi atau landasan dalam pendirian Nahdlatul Ulama. Ayat-ayat tersebut
mengandung arti tentang dasar dan tujuan pendirian Nahdlatul Ulama. Dalam ayat-ayat Al-
Qur’an yang dicantumkan dalam Qonun Asasi NU, tujuan dibentuknya Nahdlatul Ulama adalah
sebagai berikut:

A. Nahdlatul Ulama adalah organisasi yang lurus, tidak menyimpang dari syariat islam yang
dibawa oleh Rasulullah SAW.
B. Nahdlatul Ulama mengajak umat islam untuk mentaati Allah SWT, mentaati Rasulullah
SAW dan ulil amri(pemimpin, pemerintah).
C. Nahdlatul Ulama mengajak umat islam untuk melaksanakan kebaikan dan mencegah
kemungkaran(amar ma’ruf nahi mungkar).

BAB III

PEMBAHASAN
A. Nahdlatul Ulama adalah organisasi yang lurus, tidak menyimpang dari syariat
islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Pesan Rais Akbar Jam'iyyah Nahdlatul Ulama Hadlratussyekh Hasyim Asy'ari dalam Al-
Qanun Al-Asasi sangat penting menjadi pedoman berorganisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Sebab dalam di dalam terdapat banyak filosofi nilai organisasi yang dikutip dari 42 ayat Al
Qur'an (muqaddimah 36 ayat dan ikhtitam 6 ayat). Substansi dari ayat itu memang perlu
dihayati secara baik agar tidak salah dalam menempatkan diri. Ayat pertama yang dijadikan
pembuka teks setelah kalimat bismillah adalah surat Al Furqon ayat 1 juz 18: "Segala puji
bagi Allah Swt yang telah menurunkan Al Qur'an kepada hambanya agar menjadi pemberi
peringatan kepada sekalian umat".  Kemudian dilanjutkan dengan Surat Al Baqarah ayat 251
juz 2: "Dan menganugerahi kekuasaan/pemerintah dan hikmah serta ilmu tentang sesuatu
yang ia kehendaki". Disambung dengan: "Dan barang siapa dianugerahi hikmah, maka ia
benar-benar mendapat keberuntungan yang melimpah" sebagaimana tercantum dalam Surat
Al Baqarah ayat 269 juz 3. Tiga ayat ini memberikan empat pesan penting bagi siapapun
yang mengikuti jam'iyyah NU agar sesuai dengan pedoman Mbah Hasyim. Pertama,
berpegang teguh pada Al Qur'an sebagai sumber kehidupan agama dan masyarakat. Dengan
pedoman kitab suci inilah nilai kejam'iyyahan akan tetap teguh dalam nilai-nilai keislaman
yang diridlai Allah dan Rasulullah. Kedua, kekuasaan yang diberikan perlu diimbangi
dengan kebijaksanaan. Kisah dalam ayat 251 Surat Al Baqarah menjelaskan tentang posisi
Nabi Daud yang saat melawan tentara Jalut dan kemudian Allah memberikan kenabian (al-
mulk) dan Kitab Zabur (al-hikmah). Ketiga, hidup berjam'iyyah sangat butuh sikap bijaksana
agar mendapatkan keberuntungan. Inilah yang sangat dibutuhkan dalam setiap orang
melangkah dalam organisasi. Dapat kita bayangkan jika tidak bijaksana, maka disitu
organisasi akan mudah pecah. Keempat, perlunya keseimbangan paradigma ilahiyah dan
insaniyah. Bahwa ayat Allah yang dijadikan pedoman beragama adalah untuk membuat
masyarakat menjadi baik. Jadi organisasi itu butuh pedoman ayat yang sesuai dengan nilai
kemanusiaan. Lalu apa lagi yang penting untuk dicatat dalam Al Qanun Al Asasi di tengah
usia NU sudah memasuki 92 tahun? Yang sangat perlu dihayati bersama adalah pesan Mbah
Hasyim: ‫فهلموا كلكم ومن تبعكم جميعا من الفقراء واالغنياء والضعفاء واالقوياء الى هذه الجمعية المباركة الموسومة‬
‫بجمعية نهضة العلماء وادخلوها بالمحبة والوداد وااللفة واالتحاد واالتصال بارواح واجساد‬.  "

Marilah anda semua dengan segenap pengikut anda dari golongan para fakir miskin, para
hartawan, rakyat jelata dan orang-orang kuat, berbondong-bondong masuk Jam'iyyah yang
diberi nama Jam'iyyah Nahdlatul Ulama ini. Masuklah dengan penuh kecintaan, kasih
sayang, rukun, bersatu dan dengan ikatan jiwa dan raga" (terjemah KH Mustofa Bisri). Pesan
inilah yang sangat penting menjadi refleksi Harlah ke-92 NU. Bahwa tidak ada kata yang
penting dalam berNU selain cinta dan rukun. Sudah tidak saatnya ada NU Garis Lurus
yang selalu menghina NU.

Justru dengan cara seperti itu, sama dengan ber-NU tapi dengan kedengkian dan pecah belah.
Kalau ingin NU kuat, maka harus kembali pada pesan Mbah Hasyim.

B. Nahdlatul Ulama mengajak umat islam untuk mentaati Allah SWT, mentaati
Rasulullah SAW dan ulil amri(pemimpin, pemerintah).

ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَِإ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬
‫ُول ِإ ْن ُك ْنتُ ْم‬
‫تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa: 59)

"Taat artinya tunduk atau patuh kepada sesuatu atau kepada seseorang, setia, dan tidak
melanggar aturan. Sedangkan aturan merupakan perilaku atau perbuatan yang telah ditetapkan
dan harus dilakukan oleh seseorang,"

Aturan bisa berasal dari Allah SWT, para rasul-Nya atau pemerintah dalam suatu negeri seperti
raja, presiden, gubernur atau berbagai pimpinan dalam skala kecil sekalipun.

Lalu apa istilah ulil amri?


Melansir NU Online, Tafsir at-Thabari, sebuah kitab tafsir yang ditulis oleh ulama besar Abu
Jafar Muhammad bin Jarir at-Thabari dan banyak dirujuk oleh para mufassir berikutnya,
menyebut bahwa ahli ta'wil berbeda pandangan tentang ulil amri.
Satu kelompok ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah umara. Akan
tetapi sebagian ulama, masih dalam kitab tafsir yang sama menyebut ulil amri itu ahlul ilmi wal
fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqih).

Imam al-Mawardi dalam kitab tafsir (Tafsir al-Mawardi, jilid 1, h. 499-500) menjelaskan
bahwa ulil amri memiliki 4 makna:
1. Umara (pemimpin)
Umara disebut dengan pemimpin yang konotasinya untuk pemimpin keduniaan. Hal ini
merujuk pada pendapat Ibn Abbas, as-Sady, dan Abu Hurairah serta Ibn Zaid dengan melihat
asbabun-nuzul (sebab turunnya ayat).
2. Ulama dan Fuqaha
Ulama dan fuqaha merujuk pada pendapat dari Jabir bin Abdullah, al-Hasan, Atha dan Abi al-
Aliyah.
3. Sahabat Rasulullah
Ulil Amri dinisbahkan khusus kepada sahabat-sahabat Rasulullah.
4. 2 Sahabat Rasulullah SAW
Ada 2 orang sahabat Rasulullah yaitu Abu Bakar dan Umar Ibnul Khattab.
Surah An-Nisa ayat 59 juga memerintahkan kepada kita untuk mengembalikan semua urusan
dalam hidup kepada aturan yang telah ditetapkan Allah SWT (Al-Qur'an) dan rasul-Nya (hadits)
jika terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan sebuah urusan di tengah masyarakat.

C.Nahdlatul Ulama mengajak umat islam untuk melaksanakan kebaikan dan mencegah
kemungkaran(amar ma’ruf nahi mungkar).

Allah SWT berfirman:

ٓ
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر ۚ َوُأ ۟و ٰلَِئكَ هُ ُم ْٱل ُم ْفلِحُون‬
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم ُأ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ ِإلَى ْٱل َخي ِْر َويَْأ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung." (QS. Ali Imran : 104)

Isi Kandungan Surah Ali Imran Ayat 104


Isi kandungan dari Surah Ali Imran ayat 104 ini adalah perintah agar ada kelompok yang
memiliki pemikiran dan sikap yang patut untuk dicontoh. Kelompok tersebut tidak henti
mengajak manusia untuk melakukan kebaikan sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
Surah Ali Imran ayat 104 pun menjadi seruan bagi kaum muslim untuk berdakwah menyebarkan
ajaran Islam secara benar dengan disertai kesadaran, baik dakwah kepada orang-orang terdekat
maupun masyarakat umum.Dakwah yang dimaksud pun adalah dakwah ajarannya berlandaskan
pada Al Quran dan hadits Rasulullah SAW serta dakwah yang tidak memaksa melainkan
memerhatikan bahasa dan dialek yang ditujukan terhadap sasaran.

Makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar


Mengutip buku 36 Solusi Cerdas Sedekah Tanpa Uang (Praktis, Mudah, dan Pahalanya pun
Besar) oleh Ust. Haryadi Abdullah, makna dari amar ma'ruf nahi munkar secara istilah adalah
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kejahatan.

Seseorang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan pahala karena hal
tersebut termasuk ke dalam kewajiban.

Dijelaskan dalam buku Islam dan Pluralisme Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan, bahwa amar
ma'ruf nahi munkar merupakan dasar dari Nabi diutus ke dunia. Tujuannya adalah agar manusia
tidak hidup dalam kesesatan, kebodohan, kelalaian, dan kebingungan.

Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa di antara kamu yang melihat suatu kemungkaran,
hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika ia tidak mampu, ubahlah dengan lisannya; dan
jika tidak mampu, (ubahlah) dengan hatinya. Dan, itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim
dan Ashabus Sunan)

Selain dalam Surah Ali Imran ayat 104, penjelasan tentang amar ma'ruf nahi munkar ini juga
dijelaskan dalam Al Quran Surah At Taubah ayat 71 yang berbunyi:

َ‫صلَ ٰوةَ َويُْؤ تُونَ ٱل َّز َك ٰوةَ َوي ُِطيعُون‬ ِ ‫ْض ۚ يَْأ ُمرُونَ بِ ْٱل َم ْعر‬
َّ ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ٱل‬ ٍ ‫ضهُ ْم َأوْ لِيَٓا ُء بَع‬ ُ َ‫َو ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ َو ْٱل ُمْؤ ِم ٰن‬
ُ ‫ت بَ ْع‬
ٓ
َ ‫ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ٓۥهُ ۚ ُأ ۟و ٰلَِئ‬
ِ ‫ك َسيَرْ َح ُمهُ ُم ٱهَّلل ُ ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬
Artinya: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana."

10

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa langkah jitu yang di lakukan oleh KH. Hasyim
Ayi’ari adalah menerapkan landasan Al-Qur’an dan Hadis pada sendi-sendi kehidupan
beragama dan bermasyarakat. Hal itu nampak jelas dalam Qonun asasi yang beliau
munculkan. Ditambah dengan langkah, penggunaan strategi kebudayaan secara formal,
maupun informal. Bisa melalui pemahaman aqidah di usia dini baik di sekolah maupun di
pondok pesantren. Pemahaman konsep Jihad, dan stigma terhadap orang barat.

Penerapannya dalam kehidupan di Indonesia adalah sebagai alat pendidikan. Dimana


dalam mukadimahnya (Qanun Asasi) ayat-ayatnya mengajak kita untuk menerapkan
pendidikan aqidah dalam diri seseorang. diyakini bahwa jika aqidahnya baik maka perilaku
dan kebiasaanya menjadi baik. Selain mengajak kepada aqidah juga bisa menjadi alat dakwa.
Yakni menyeru kepada jalan kebaikan yakni jalan Allah swt. Tidak hanya itu membela
bangsa dan negara (Jihad) dengan cara yang santun juga bisa kita lakukan. Yakni dengan
Jihad di jalan Allah. Dahulu Jihad melawan penjajah sekarang Jihad melawan hawa nafsu,
membela peradaban, dan kemanusiaan, serta pluralisme. Dan yang terakhir adalah paham
menghargai perbedaan dan pandangan dari berbagai pihak, baik antar sesama warga Islam
atau non Islam

B. Saran

Dalam pembahasan penelitian ini penulis meneliti tentang “Strategi Kebudayaan Qurani:
Telaah Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam buku Khasanah Aswaja mengakui hasilnya
tidak terlalu memuaskan, karena hanya melihat dari sudut pandang analisis kesejarahan, dan
perbandinagan. Maka untuk kebutuhan penelitian berikutnya bagi yang berminat dapat
menggunakan pendekatan kritis histori, yaitu mengkritisi sejarah yang bisa jadi penemuan
penelitian menghasilakan Strategi Kebudayaan Qur’ani (SKQ) yang lebih komprehensif.

11

BAB V

DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin.

Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-esai Pesantren ,

Yogyakarta:LKiS,2021.

Achmad Ghazalie Masroeri, Penentuan Awal Bulan Syawal dalam Perspektif

NU,falakiyah.nu.or.id.

Ahmad Mukri Aji, Syarifah Gustiawati Mukri,dan Zahrotunni’mah,

Menelusuri Jejak Islam Nusantara,Yogyakarta:Deepublish,2020.

Alma’arif, Islam Nusantara:Studi Epistemologis dan kritis, Jurnal Analisis:

Studi Keislaman,Volume 15 , Nomor 2, Desember 2015.

Afif Amrullah, Hikayat Khittah NU, https://www.nu.or.id/fragmen/hikayat-

Khittah-nu-1926-KwrnQ.

Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.

Iin Mutmainnah,Ilmu Hisab danWaktu Shalat,Parapare Sulawesi Selatan:

Yayasan Biharul Ulum Maarif,2020.

Jaenal Arifin, Fiqih Hisab Rukyah di Indonesia (Telaah Sistem Penetapan

Awal Bulan Qomariyah), Jurnal Yudisia, Vol.5, No.2, Desember 2014.

Jamal Ma’mur, Zakat Produktif; Studi Pemikiran KH. MA Sahal Mahfudh,

Jurnal Religi Vol. 18 No 1 April 2015.

12

KH. Hasyim Asy’Ari, Risalah Ahlusunnah Waljama’ah.

KH. Hasyim Asy’Ari, Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin,

Mkatabah Turtas Islami, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.


KH. Hasyim Asy’Ari, Empat Puluh Hadits Berkenaan dengan Pendirian

Nahdlatul Ulama, M. Bisri Adib Hattani ( editor ) Khittah dan Khidmah

Nahdlatul Ulama; Majma’ Buhus An-Nahdliyah(Forum Kajian Ke-

NU-an), Pati: Roudhoh Al-Thoiriah Kajen Margoyoso Pati, 2014.

KH.Wahab Hasbullah, Syirkatul Inan Murabathoh Nahdlatul Tujar, dalam

M.Bisri Adib Hattani (editor) Khittah dan Khidmah Nahdlatul Ulama;

Majma’ Buhuts An-Nahdliyah (Forum Kajian Ke-NU-an), Pati:

Roudhoh Al-Thohiriah Kajen Margoyoso Pati, 2014.

Mahlail Syakur Sf, dkk, Para Muassis NU: Biografi Singkat Para Pendiri NU,

Semarang: LTN PWNU Jawa Tengah, 2020.

Muchtar Ali, dkk, Buku Saku Hisab Rukyat; Jakarta: Dirjen Bimbingan

Masyarakat Islam, 2013.

Mujamil Qomar, Islam Nusantara: Sebuah Alternatif Model Pemikiran,

Pemahaman, dan Pengalaman Islam, Jurnal el-Harakah, Vol. 17 No 2

Tahun 2015.

Musta’in dan Abdul Khalim, Buku Mata Pelajaran Ke-NU-an Ahlussunnah

Waljama’ah Kelas XI, Semarang: Asna Pustaka, LP Ma’arif NU PWNU

Jawa Tengah, 2020.

Musthofa, Radikalisme dalam Islam, Jurnal AN-Nuha, Vol. 4, No 2

Desember 2017.

13

M. Bisri Adib Hattani (editor) Khittah dan Khidmah Nahdlatul Ulama;

Majma’ Buhuts An-Nahdliyah (Forum Kajian Ke-NU-an), Pati:

Roudhoh Al-Thohiriah Kajen Margoyoso Pati, 2014.


M. Bustanul Ulum, KH. Bisri Syansuri dan Pembaruan Pesantren, Jurnal

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017.

Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Fatayat NU.

Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, Peraturan Organisasi

Gerakan Pemuda Ansor.

Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Pagar Nusa.

Rasyid Rizani, Perbandingan Sistem Hisab Menurut Kitab Taqribul Hilal

Ijtima’I An-Nayyirain Wa Istiqbaluhum dan Sistem Ephemeris Hisan

Rukyat.

Rena Kinnara Arlotas dan Rahmadianti Aulia, Radical Invenstion Of Female

Students Who Wear Veiled, 2018. Dalam Proceeding International

Cenference On Religion and Social Humanities (ICReSH), IAIN

Batusangkar, 2018.

Slamet Effendi Yusuf, Dinamika Kaum Santri, Jakarta: Gramedia, 1982.

Syaikh Ahmad Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu’in bi

Syarhi Qurratil’aini bi Muhimmatiddaini.

Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani, Pemahaman yang Harus

Diluruskan, (teri). Qism Nasyroh as-Shofwah al-Malikiyah, Surabaya:

Hai’ah ash-Shofah al-Malikiyah, 2016.

Taufiqur Rohman, Ijtihad Tatbiqi KH. MA Sahal Mahfudz dalam

14

Pemberdayaan Ekonomi Umat, Disertai Pascasarjana UIN Walisongo

Semarang, 2018.

Zainur Ridlo, terjemah Nur al-Mubin Fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin


Karya Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy’ari. Dalam tebuireng.co

NU Online.

15

Anda mungkin juga menyukai