KELOMPOK 1 :
ELA SULI STIANA
60700116002
DEWI RESFITA SARI
60700116006
SUNARTI
60700116009
DINA PRATIWI
60700116012
SYAHRA TUL JANNAH
60700116014
RAHMATANG
60700116025
MIA ASTUTININGSIH
60700116026
JURUSAN ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Ilmu Hadits yang berjudul Kedudukan
Hadits Dalam Islam ini dengan tepat waktu. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Di dalam makalah ini akan disampaikan masalah mengenai Kedudukan Hadits Dalam
Islam yang sudah kami susun dan diselesaikan dengan baik sehingga dapat dengan mudah di
pahami oleh mahasiswa UIN Alauddin Makassar.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna membangun demi kesempurnaan
penulisan makalah kami selanjutnya.
Samata, 4 Oktober 2016
Penulis,
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Allah menciptakan manusia dengan sangat sempurna, karenanya tidak
ada makhluk Allah yang begitu sempurna kecuali manusia, yang diberikan
padanya akal yang sangat istimewa dan berharga, sehingga harus
dipergunakan dalam hal yang baik. Dan Allah juga memberikan hati,
penglihatan dan pendengaran kepada manusia supaya manusia itu sendiri
bersyukur atas apa yang dikaruniakan Allah kepadanya, ini tercantum
dalam
Q.S
An
Nahl
;
78.
Allah memberikan petunjuk kepada manusia berupa Al-Quran yang berisi
petunjuk ke arah pencapaian kebahagiaan di dunia dan akherat.
Kebahagiaan yang hendak dicapai bukanlah kebahagiaan berdasarkan
perkiraan-perkiraan pikiran manusia saja melainkan kebahagiaan yang
hakiki dan abadi. Untuk mencapai kebahagiaan itu, Al Quran telah
memberikan petunjuk yang sangat jelas yaitu meletakan seluruh aspek
kehidupan dalam kerangka ibadah kepada Allah.
Allah mengutus Nabi Muhammad saw sebagai utusan-Nya yang
bertugas menyampaikan Al Quran dan menjelaskan kepada umat manusia.
Al Quran diturunkan berupa wahyu oleh Allah dengan beberapa cara
diantaranya dengan jalan mimpi atau dalam keadaan sadar. Al Quran juga
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi dan situasi,
sebagian menjawab permasalahan yang muncul di kalangan para shahabat
juga ada yang mengkhabarkan berita-berita masa lalu dan masa yang akan
datang.
Dalam menyampaikan Al Quran, Nabi juga menambahkan penjelasan
maksud dari ayat-ayat tersebut sehingga para shahabat bisa memahami
kandungan dari Al Quran. Nabi memberikan komentar, contoh tauladan dan
menyetujui perilaku shahabat yang tidak melanggar, yang kemudian
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
Bagaimana
Bagaimana
Bagaimana
Bagaimana
Al-Quran?
5. Bagaimana
6. Bagaimana
C.Tujuan Masalah
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuannya adalah:
1.
Untuk mengetahui Kedudukan Hadits dalam Islam
2.
Untuk mengetahui Fungsi Hadits Terhadap Al Quran
3.
Untuk mengetahui Pembagian Hadits
4.
Untuk mengetahui Kedudukan Hadits terhadap Masalah yang tidak
ada dalam Al-Quran
5.
Untuk mengetahui Bunyi Dalil-dalil Kehujahan Hadits
6.
Untuk mengetahui Fungsi-fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam
D.Metode Penulisan
BAB II
PEMBAHAS AN
A. KEDUDUKAN HADITS DALAM ISLAM
M. Hasbi Asshidiq mengatakan : Ahli Aql dan Ahli Naql dalam
Islam, telah berijma bahwa : Hadits (Sunnah) itu, dasar bagi hukumhukum Islam dan bahwa para umat ditugaskan mengikuti Hadits,
Sunnah ditugaskan mengikuti Al Quran. Tak ada perbedaan dalam
garis besarnya. Begitu juga dengan Drs. Fatchur Rahman, beliau
mengatakan Hampir seluruh umat Islam telah sepakat menetapkan
Hdits sebagai salah satu undang-undang yang wajib ditaati baik
berdasar petunjuk akal, petunjuk nash-nash Al Quran maupun Ijma
para sahabat.
Beliau juga menyertakan dalam bukunya alas an-alasan yang
kuat terkait penetapan Al Hadits sebagai sumber hukum, yaitu :
1. Menurut Petunjuk Akal
Nabi Muhammad adalah Rasul Tuhan yang telah diakui dan
dibenarkan ummat Islam. Di dalam melaksanakan tugas
Agama, yaitu menyampaikan Hukum-hukum Syariat kepada
ummat, kadang-kadang beliau membawakan peraturanperaturan yang isi dan redaksi peraturan itu telah diterima
dari Allah, dan kdang-kadang beliau membawakan peraturanperaturan hasil ciptaan sendiri atas bimbingan ilham dari
Tuhan. Dan tidak jarang pula beliau membawakan hasil ijtihad
semata-mata mengenai suatu masalah yang tiada ditunjuk
oleh wahyu atau dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini
terus berlaku sampai ada nash yang menasakhkannya. Sudah
layak sekali kalau peraturan-peraturan dan inisiatif-inisiatif
Artinya : apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah dia. Dan apa yang diarangnya bagimu maka
tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah sangatlah keras hukumanNa. (Q.S. Al Hasyr : 7)
Artinya : Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata :
Telah datang beberapa malaikat kepada Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam, ketika beliau sedang tidur. Sebagian dari mereka
berkata : Dia sedang tidur, dan yang lainnya berkata :
Sesungguhnya matanya tidur tetapi hatinya sadar. Para malaikat
berkata : Sesungghnya bagi orang ini ada perumpamaan, maka
adakanlah perumpamaan baginya. Sebagian lagi berkata :
Sesungguhnya dia sedang tidur. Yang lain berkata : Matanya
tidur tetapi hatinya sadar. Para malaikat berkata : Perumpamaan
beliau Shallallahu alaihi wa sallam adalah seperti seorang yang
membangun rumah, lalu ia menyediakan hidangan dalam
rumahnya itu, kemudian ia mengutus seorang pengundang,
maka ada orang yang memenuhi undangannya, tidak masuk ke
rumah dan tidak makan hidangannya. Mereka berkata :
Terangkan tafsir dari perumpamaan itu agar orang dapat faham.
Sebagian mereka berkata lagi : Ia sedang tidur. Yang lainnya
berkata : Matanya tidur, tetapi hatinya sadar. Para malaikat
berkata : Rumah yang dimaksud adalah syurga, sedang
pengundang adalah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Barangsiapa mentaati Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
berarti di taat kepada Allah, dan barangsiapa mendurhakai
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam berarti dia telah
mendurhakai Allah ; dan Muhammad itu adalah pemisah diantara
manusia
3. Hadits Shahih Riwayat Bukhari (No. 6482, 7283) dan
Muslim
(No.
2283
))(16
Artinya : Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Perumpamaanku dan
perumpamaan apa-apa yang Allah utus aku dengannya, adalah
seperti seorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata :
Wahai kaumku sesungguhnya aku melihat pasukan musuh
dengan mata kepalaku, dan sesungguhnya aku mengecam yang
nyata, maka marilah menuju kepada keselamatan. Sebagian dari
kaum itu mentaatinya, lalu mereka masuk pergi bersamanya,
maka
selamatlah
mereka.
Sebagian
dari
mereka
mendustakannya, lalu mereka dihancurkan luluh lantakkan.
Demikianlah perumpamaan orang-orang yang taat kepadaku dan
mengikuti apa yang aku bawa ; serta demikian pula
perumpamaan orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan
kebenaran yang aku bawa
4. Hadits Shahih Riwayat Ahmad (VI/8), Abu Dawud (No.
4605) dan ini aadalah lafazh miliknya, At-Tirmidzi (No. 2663),
Ibnu Majah (No. 13), Ibnu Hibban (No. 98-Mawarid) dan lainnya.
Artinya : Dari Abi Rafii Radhiyallahu anhu : Telah bersabda
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : Nanti akan ada seorang
di antara kalian yang duduk di sofanya, lalu datang kepadanya
perintah dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang. Ia
berkata : Aku tidak tahu apa-apa, yang kami dapati dalam
Kitabullah itu yang kami ikuti (dan yang tidak terdapat dalam
Kitabullah kami tidak ikuti)
.5. Hadits Shahih Riwayat Al-Hakim (1/93) dan Al-Baihaqy
(X/114)
:
Artinya : Dan jauhilah perkataan dusta
Kemudian Nabi bersabda dengan Hadits menguatkannya :
, : . :
( ) : .
Artinya : Perhatikan ! Aku akan memberitahukan kepadamu
sekalian sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami : Baiklah, hai
Rasulullah Beliau meneruskan sabdanya : Musyrik kepada Allah,
Menyakiti kedua orang tua. Saat itu Rasulullah sedang bersandar,
tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi: Awas berkata (bersaksi
palsu).
2. Memberikan perincian dan juga penafsiran ayat-ayat Al Quran yang
masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat yang
masih muthlaq, dan memberikan takhsish (penentuan khusus) ayatayat yang masih umum. Misalnya perintah shalat, membayar zakat
dan menunaikan ibadah haji. Seperti juga contoh kecil dalam Al
Quran : Diharamkannya memakan bangkai, darah, dan daging
babi dan seterusnya. Kemudian oleh hadits diperinci bahwa
Dihalalkannya bagi kita dua bangkai, yaitu bangkai ikan dan
bangkai belalang dan seterusnya.
3. Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati di dalam Al
Quran. Penjelasanya lebih detil di bagian berikutnya.
Para ulama sepakat baik ulama Ahlur Rayi, maupun ulama ahlul
atsar menetapkan bahwa Hadits itulah yang bertindak mensyarahkan
dan menjelaskan Al Quran. Namun, pada keduanya yaitu Ahlur Rayi
dan Ahlul Atsar terdapat perbedaan menurut M. Hasby Ashidiq.
Menurut pendapat fuqaha Ahlu Rayi, sesuatu titah Al Quran yang
khash madlulnya, tidak memerlukan lagi kepada penjelasan As
Sunnah. As Sunnah yang datang mengenal titah yang khash itu
ditolak, dihukum menambah, tidak diterima, terkecuali sama
kekuatannya dengan ayat itu. Sedangkan Ahlu Atsar berpendapat,
bahwa segala hadits yang shahih mengenai masalah yang telah
diterangkan Al Quran harus dipandang menjeaskan Al Quran,
mentakhsiskan umum Al Quran dan mengqayidkan mutlaq Al Quran.
Sudah jelaslah bahwa Al Quran dan Al Hadits merupakan dua sumber
syariat Islam yang tidak bisa dipisahkan, sehingga keduanya saling
berkaitan satu sama lainnya.
C. PEMBAGIAN HADITS
1. DARI SEGI JUMLAH PERIWAYATNYA
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya
perawi yang menjadi sumber berita, maka dalam hal ini pada garis
Artinya : "Suatu hasil hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta."
Artinya:
"Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi
dan demikian juga pada hukum dan maknanya."
Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :
Artinya
:
"Hadis yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat
diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum."
Jadi hadis mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir
yang para perawinya berbeda dalam menyusun redaksi hadis
tersebut, namun terdapat persesuaian atau kesamaan dalam
maknanya.
Contoh :
Artinya
:
"Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam
doa-doanya selain dalam doa salat istiqa' dan beliau
mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua
ketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)
Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada
banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang
berbeda-beda. Antara lain hadis-hadis yang ditakrijkan oleh
Imam ahmad, Al-Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :
Artinya :
"Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua
pundak beliau."
Artinya :
"Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari
agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa
Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya
atau serupa dengan itu."
Contoh :
Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan
jumlah rakaat sebanyak 4 (empat) rakaat dan kita tahu bahwa
hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita
mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW
melakukannya atau memerintahkannya demikian.
Artinya:
"Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai
jumlah pemberita hadis mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua
orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi
jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut
masuk ke dalam hadis mutawatir."
b). Faedah Hadits Ahad
Para ulama sependapat bahwa hadis ahad tidak Qat'i,
sebagaimana hadis mutawatir. Hadis ahad hanya memfaedahkan zan,
oleh karena itu masih perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat
diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau temyata telah diketahui
bahwa, hadis tersebut tidak tertolak, dalam arti maqbul, maka mereka
sepakat bahwa hadis tersebut wajib untuk diamalkan sebagaimana
hadis mutawatir. Bahwa neraca yang harus kita pergunakan dalam
berhujjah dengan suatu hadis, ialah memeriksa "Apakah hadis tersebut
maqbul atau mardud". Kalau maqbul, boleh kita berhujjah dengannya.
Kalau mardud, kita tidak dapat iktiqatkan dan tidak dapat pula kita
mengamalkannya.
Kemudian apabila telah nyata bahwa hadis itu (sahih, atau
hasan), hendaklah kita
periksa
apakah
ada muaridnya yang
berlawanan dengan maknanya. Jika terlepas dari perlawanan maka
hadis itu kita sebut muhkam. Jika ada, kita kumpulkan antara
keduanya, atau kita takwilkan salah satunya supaya tidak
bertentangan lagi maknanya. Kalau tak mungkin dikumpulkan, tapi
diketahui mana yang terkemudian, maka yang terdahulu kita
tinggalkan, kita pandang mansukh, yang terkemudian kita ambil, kita
pandang nasikh.
Jika kita tidak mengetahui sejarahnya, kita usahakan
menarjihkan salah satunya. Kita ambil yangrajih, kita tinggalkan yang
marjuh. Jika tak dapat ditarjihkan salah satunya, bertawaqquflah kita
dahulu.
Walhasil, barulah dapat kita dapat berhujjah dengan suatu hadis,
sesudah
nyata
sahih
atau
hasannya,
baik
ia muhkam,
atau mukhtakif adalah jika dia tidak marjuh dan tidak mansukh.
2. DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung
kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan
keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu
hadis. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan
matan yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi
lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh satu orang
rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi
tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi .
Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang
sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya,
lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi
yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang
jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh
rawi pendusta.
Artinya
:
"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk
(memohon tobat kepada kami) pada waktu yang telah kami
tentukan."
Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang,
bahkan ada yang membatasi cukup dengan empat orang
pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang.
Kata-kata
(dari sejumlah rawi yng semisal dan
seterusnya sampai akhir sanad) mengecualikan hadis ahad yang
pada sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh
sejumlah rawi mutawatir.
Contoh hadis :
Artinya
"Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya."
Artinya :
"Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan
maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran), hdis mutawatir, atau
ijimak serta para rawinya adil dan dabit."
2. Hadits Hasan
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut
Imam Turmuzi hasis hasan adalah :
Artinya
:
"yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis
yng sannadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadis yang
diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi
yang dicurigai berdusta, matan hadisnya, tidak janggal
diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis
yang demikian kami sebut hadis hasan."
3. Hadits Daif
Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni
para ulama memiliki dugaan yang lemah (keci atau rendah)
tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW. Para
ulama memberi batasan bagi hadis daif :
Artinya :
"Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis
sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis hasan."
Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis
sahih, melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadis
hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan
lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan
berasal dari Rasulullah SAW.
3. DARI SEGI KEDUDUKAN DALAM HUJJAH
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadis perlu dilakukan
pemeriksaan, penyelidikan dan pemhahasan yang seksama khususnya
hadis ahad, karena hadis tersebut tidak mencapai derajat mutawatir.
Memang berbeda dengan hadis mutawatir yang memfaedahkan ilmu
darury, yaitu suatu keharusan menerima secara bulat. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, hadis ahad ahad ditinjau dari segi dapat
diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis
maqbul danhadis mardud.
1. Hadits Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima,
yang dibenarkan. Sedangkan menuruturf Muhaditsin hadis
Maqbul ialah:
Artinya:
"Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi
Muhammad SAW menyabdakannya."
c. Hadis nasih
d. Hadis rajih
2. Hadits Gairo Makmulinbihi
Hadis gairu makmulinbihi ialah hadis maqbul yang tidak
diamalkan. Di antara hadis-hadis maqbul yang tidak
diamalkan
a. Hadis mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak
dikompromikan, tidak dapat ditansihkan dan tidak pula
ditarjihkan
b. Hadits Mansuh
dapat
dapat
ialah:
dapat
dapat
c. Hadis marjuh.
2. Hadits Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak
diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah :
Artinya:
"Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya
dan
tidak
menunjuki
keterangan
yang
kuat
atas
ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya
bersamaan."
Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa jumhur ulama
mewajibkan untuk menerima hadis-hadis maqbul, maka
sebaliknya setiap hadis yang mardud tidak boleh diterima dan
tidak boleh diamalkan (harus ditolak). Jadi, hadis mardud adalah
semua hadis yang telah dihukumi daif.
Artinya:
"Hadis muttasil adalah hadis yang didengar oleh masingmasing rawinya dari rawi yang di atasnya sampai kepada
ujung sanadnya, baik hadis marfu' maupun hadis mauquf."
Kata-kata "hadis yang didengar olehnya" mencakup pula
hadis-hadis yang diriwayatkan melalui cara lain yang telah
diakui, seperti Al-Arz, Al-Mukatabah, dan Al-Ijasah, Al-Sahihah.
Dalam definisi di atas digunakan kata-kata "yang didengar"
karena cara penerimaan demikian ialah cara periwayatan
yang paling banyak ditempuh. Mereka menjelaskan,
sehubungan dengan hadis Mu 'an 'an, bahwa para ulama
Mutaakhirin menggunakan kata 'an dalam menyampaikan
hadis yang diterima melalui Al-Ijasah dan yang demikian
tidaklah menafikan hadis yang bersangkutan dari batas Hadis
Muttasil.
Contoh Hadis Muttasil Marfu' adalah hadis yang diriwayatkan
oleh Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya: "Orang yang tidak mengerjakan shalat Asar seakanakan menimpakan bencana kepada keluarga dan hartanya"
Contoh hadis mutasil maukuf adalah hadis yang diriwayatkan
oleh Malik dari Nafi' bahwa ia mendengar Abdullah bin Umar
berkata:
Artinya:
"Barang siapa yang mengutangi orang lain maka tidak boleh
menentukan syarat lain kecuali keharusan membayarnya."
Masing-masing hadis di atas adalah muttasil atau mausul, karena
masing-masing rawinya mendengarnya dari periwayat di
atasnya, dari awal sampai akhir.
Adapun hadis Maqtu yakni hadis yang disandarkan kepada
tabi'in, bila sanadnya bersambung. Tidak diperselisihkan bahwa
hadis maqtu termasuk jenis Hadis muttasil; tetapi jumhur
mudaddisin berkata, "Hadis maqtu tidak dapat disebut hadis
mausul atau muttasil secara mutlak, melainkan hendaknya
disertai
kata-kata
yang
membedakannya
dengan
Hadis mausul sebelumnya. Oleh karena itu, mestinya dikatakan
"Hadis ini bersambung sampai kepada Sayid bin Al-Musayyab
dan sebagainya ". Sebagian ulama membolehkan penyebutan
hadis maqtu sebagai hadis mausul atau muttasil secara mutlak
tanpa batasan, diikutkan kepada kedua hadis mausul di atas.
Seakan-akan pendapat yang dikemukakan jumhur, yaitu hadis
yang berpangkal pada tabi'in dinamai hadis maqtu. Secara
etimologis hadis maqtu' adalah lawan Hadis mausul. Oleh karena
itu, mereka membedakannya dengan menyadarkannya kepada
tabi'in.
2. Hadis Munqati'
Kata Al-Inqita' (terputus) berasal dari kata Al-Qat (pemotongan)
yang menurut bahasa berarti memisahkan sesuatu dari yang
yang
Artinya:
"Hadis Munqati adalah setiap hadis yang tidak bersambung
sanadnya, baik yang disandarkan kepada Nabi SAW, maupun
disandarkan kepada yang lain."
Hadis yang tidak bersambung sanadnya adalah hadis yang pada
sanadnya gugur seorang atau beberapa orang rawi pada
tingkatan (tabaqat) mana pun. Sehubungan dengan itu,
penyusun Al-Manzhumah Al-Baiquniyyah mengatakan:
Artinya:
Setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya bagaimanapun
keadannya adalah termasuk Hadis Munqati' (terputus)
persambungannya."
Demikianlah para ulama Mutaqaddimin mengklasifikasikan hadis,
An-Nawawi berkata, "Klasifikasi tersebut adalah sahih dan dipilih
Artinya:
"Hadis Munqati adalah hadis yang gugur salah seorang rawinya
sebelum sahabat di satu tempat atau beberapa tempat, dengan
catatan bahwa rawi yang gugur pada setiap tempat tidak lebih
dari seorang dan tidak terjadi pada awal sanad."
Definisi ini menjadikan hadis munqati' berbeda dengan hadishadis yang terputus sanadnya yang lain. Dengan ketentuan
"Salah seorang rawinya" defnisi ini tidak mencakup hadis mu'dal;
dengan kata-kata, "Sebelum sahabat" definisi ini tidak mencakup
hadis mursal; dan dengan penjelasan kata-kata "Tidak pada awal
sanad" definisi ini tidak mencakup hadis muallaq
.
Dari Buraidah ra yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad Saw
menjadikan bagian seperenam untuk nenek (dengan syarat) bila tidak
didapati ibu bersamanya (H. R. Abu Dawud dan An Nasai).
Masalah-masalah yang tidak terdapat dalam Al Quran banyak
sekali, sehingga apabila menjadikan Al Quran saja sebagai sumber
hukum tanpa menggunakan hadits maka hukum-hukumnya tidak
terperinci dan jelas.
1). Setiap Mumin harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (AlAnfal: 20, Muhammad: 33, an-Nisa: 59, Ali Imran: 32, al- Mujadalah:
13, an-Nur: 54, al-Maidah: 92).
2)Patuh kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah. (An-Nisa:
80, Ali Imran: 31).
3)Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal:
13, Al-Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
4)Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (AnNisa: 65).
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena
selain memang di perintahkan oleh Al-Quran juga untuk memudahkan
dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak
dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al
Quran sebagai sumber hukum utama. Apabila Sunnah tidak berfungsi
sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan
kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar
dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat
Al-Quran dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan
umum. Dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah
Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran
dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi makna),
muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau
tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila
penafsiran-penafsiran
tersebut
hanya
didasarkan
kepada
pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan
tafsiran-tafsiran
yang
sangat
subyektif
dan
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan.
Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita
umat Islam kembali kepada As-Sunnah dalam menghadapi
permasalahannya.
Asy-Syafii berkata :
Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan
dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah
Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.
Perkataan imam Syafii ini memmberikan pengertian bahwa
segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam
kenyataannya berlawanan dengan hadits Nabi SAW. Dan apa yang
Artinya:
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman
dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang
buruk (munafik) dari yang baik (mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak
akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya.
Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu
beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.(QS:Ali
Imran:179)
Dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya,
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauhjauhnya.(QS:An-Nisa:136).
Dalam QS. Ali Imran di atas, Allah memisahkan antara orangorang mukmin dengan orang-orang yang munafiq, dan akan
memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman
mereka. Oleh karena itulah, orang mukmin dituntut agar tetap beriman
Artinya:
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran :
32).
Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga berfirman:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.(QS:An-Nisa : 59).
Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:
Artinya:
Katakanlah: "Ta'at kepada Allah dan ta'atlah kepada rasul; dan jika
kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa
yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah
semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta'at
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
( )
Artinya :
Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan
tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik).
Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan
pegangan hidup setelah Al-Quran dalam menyelesaikan permasalahan
dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam
menentukan hukum.
3.Kesepakatan Ulama (Ijma)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber
hukum kedua setelah Al-Quran. Kesepakatan umat muslimin dalam
mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang
terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.
Banyak
peristiwa
menunjukkan
adanya
kesepakatan
menggunakan Hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah
peristiwa dibawah ini :
a.Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, saya
tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya.
b.Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, saya tahu
bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah
menciummu, saya tidak akan menciummu.
c.Pernah ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan
sholat safar dalam Al-Quran. Ibnu Umar menjawab, Allah SWT telah
mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak
Artinya :
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan. (QS. An-Nahl : 44)
Dalam hubungan dengan Al-Quran, hadis berfungsi sebagai penafsir,
pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Quran. Apabila disimpulkan
tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Quran adalah sebagai
berikut:
A. Bayan At-Tafsir
( )
( )
Artinya:
Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada
bulan Ramadhan satu sukat (sha) kurma atau gandum untuk setiap orang,
baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.
Hadits yang termasuk bayan Tasyri ini wajib diamalkan sebagaimana
dengan hadits-hadits yang lainnya.
D. Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah).
Para Ulama baik mutaqaddimin maupun mutaakhirin berbeda
pendapat dalam mendefinisikan bayan an-nasakh. Perbedaan ini terjadi
karena perbedaan di antara mereka dalam mendefinisikan kata naskh dari
segi kebahasaan.
Menurut Ulama mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan annasakh adalah adanya dalil syara yang datang kemudian. Dan pengertian
tersebut menurut ulama yang setuju adanya fungsi bayan an nasakh, dapat
dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat
menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Quran yang datang kemudian.
Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini
adalah dalil syara yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada,
karena datangnya kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini
hanya terhadap hadits-hadits muawatir dan masyhur saja. Sedangkan
terhadap hadits ahad ia menolaknya.
Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah
hadits :
Artinya :
Tidak ada wasiat bagi ahli waris.Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 180
yang artinya :
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tandatanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibubapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orangorang yang bertakwa.(QS:Al-Baqarah:180)
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
2.Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum sama dengan
Al-Quran
dikarenakan
adanya
dalil-dalil
syariah
yang
menunjukkannya. Al-Quran dan hadist sebagai pedoman hidup,
sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara yang satu dengan yang
lainya tidak dapat dipisahkan. Al-Quran itu adalah pokok hukum
syariat, pegangan umat Islam yang secara rinci menerima penjelasan
dari sunnah.
3.Fungsi hadis terhadap Al-Quran adalah sebagai :
a.Bayan al-Taqrir (penjelasan memperkuat apa yang telah ditetapkan
dalam Al-Quran.
b.Bayan al-Tafsir (menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang
terdapat dalam Al-Quran).
c.Bayan al-Tasyri (mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang
tidak didapati dalam Al-Quran hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl)
saja).
d.Bayan al-Nasakh (menghapus, menghilangkan, dan mengganti
ketentuan yang teradapat dalam Al-Quran).
B.Saran
Setelah pempelajari sumber-sumber ajaran Islam, dalil kehujjahan dan
fungsi hadits diharapkan tidak lagi terjadi salah penafsiran terhadap semua
hal tersebut. Karena itu, sudah seharusnya kita memperdalam ilmu
pengetahuan supaya kita mampu memahami semua sumber-sumber ajaran
Islam, dalil kehujjahan dan fungsi hadits tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://ulumhadis.wordpress.com/2013/10/16/kedudukan-hadits-dalamsyariat-islam/
http://uinkediri.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-kedudukan-haditssebagai.html
http://nurulfikriqq.blogspot.co.id/2013/11/kedudukan-fungsi-hadits-dalamajaran.html
Drs. Munzier Suparta M.A. Ilmu Haits. PT Raja Grafinda Persada Jakarta.
2006