Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN HADIST DAN AL-QURAN

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Tafsir


Dosen Pengampu : Sam’ani, H. M.Ag

Disusun oleh:
1. Arsyeda Rosyada (1120067)
2. M. Wajihan Alhukma Shobiya (1120068)
3. Aditya Eka Kurniawan (1120070)
4. M. Hafidhur Rahman (1120071)

Kelas B
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SW, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Hubungan Hadist dan Al-
quran”

Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan


wawasan kita semua tentang apa itu hubungan hadist dan al-qur’an. Tentunya
dalam menyusun makalah ini tak lupa dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak Sam’ani H. Ag. selaku
dosen pengampu dalam mata kuliah Ilmu Tafsir Penulis sudah berusaha untuk
menyusun makalah ini selengkap mungkin. Penulis berharap makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan dapat mendorong semangat pembaca agar selalu
mempelajari Ilmu Tafsir.

Pekalongan, 16 Maret 2021

Penulis
Daftar isi

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan Masalah.................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
A. Pengertian Al-Qur’an dan Hadist............................................................................5
a. Al- qur’an................................................................................................................5
b. Hadist.....................................................................................................................7
B. Fungsi & kedudukan al-qur’an dan hadist..............................................................9
BAB III............................................................................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................11
Kesimpulan......................................................................................................................11
Daftar Pustaka..................................................................................................................12
Dokumentasi....................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang dibawa
Nabi Muhammad SAW yang menggunakan Al-Qur an sebagai sumber
hukum Islam yang pertama dan menjadi tuntunan bagi seluruh umat.
Sedangkan sumber hukum Islam yang kedua adalah Hadis. Al-Qur an
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui
malaikat Jibril dan apabila seseorang membacanya maka mendapat pahala.
Sedangkan Hadis adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur an dan Hadis merupakan dua pedoman umat muslim yang
saling berhubungan satu sama lain. Al-Qur an tidak bisa berdiri sendiri
tanpa adanya Hadis sebagai penjelas Al-Qur an yang masih bersifat global.
Sedangkan hadits sebagai sumber hukum Islam kedua memiliki
kedudukan satu tingkat di bawah Al-Qur an. Hubungan antara Hadis dan
Al-Qur an merupakan bahasan dari Ulumul Hadis yang sangat penting,
untuk itu di bawah ini akan dipaparkan penjelasan mengenai hubungan
Hadis dengan Al-Qur an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian al-qur’an dan hadist?
2. Apa fungsi & kedudukan al-qur’an dan hadist?

C. Tujuan Pembahasan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian al-qur’an dan hadist
2. Untuk mengetahui fungsi & kedudukan al-qur’an dan hadist
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qur’an dan Hadist


a. Al- qur’an
Berbagai definisi Al-qur’an telah diberikan oleh para ulama sesui
dengan latar belakang keahlian mereka masing-masing. Kaunnm
teolog, misalnya cenderung mendefinisikan dari sudut pandangan
teologis seperti khulabiyyah, asy’ariyyah, karramiyyah, maturidiyyah
dan penganut sifatiyyah lainnya berkata: Al-qur’an ialah kalam Allah
yang qadim tidak makhluk. Sementara itu kaum filosof dan al-
shabi’ah, melihat Al-qur’an dari sudut pandang filosofis. Itulah
sebabnya mereka berpendapat bahwa Al-qur’an ialah makna yang
melimpah kepada jiwa. Di samping itu ahli bahasa arab, ulama fikih,
ushul fikih, dan para musafir, lebih menitikberatkan pengertiannya
pada teks atau lafal yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad saw mulai dari surat al-fatihah sampai dengan surat al-
Nas sebagaimana dinyatakan oleh subhi al-shalih, Muhammad ‘Ali al-
shabuni, dan lain-lain: “Al-qur’an ialah kalam Allah yang mu’jiz yang
diturunkan kepada Nabi saw dengan perantaraan jibril yang tertulis
dalam mushaf mulai dari surat al-fatihah sampai surat al-Nas, yang
disampaikan oleh rasul Allah secara mutawatir dan membacanya
bernilai ibadah”.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang Al-qur’an
kita membutuhkan definisi yang lengkap. Dalam kaitan ini ‘Abd al-
Wahhab Khalaf merumuskan sebagai berikut: Al-qur’an ialah friman
Allah yang dibawa turun oleh al-Ruh al-Amin (jibril) ke dalam hati
sanubari Rasul Allah Muhammad bin ‘Abd Allah sekaligus bersama
lafal arab dan maknanya, benar-benar sebagai bukti bagi Rasul bahwa
ia adalah utusan Allah dan menjadi peganggan bagi manusia agar
mereka terbimbing dengan petunjuknya ke jalan yang benar serta
membacanya bernilai ibadah. Semua firman itu terhimpun di dalam
mushaf yang diawali dengan surat al-fatihah dan ditutup dengan surat
al-Nas, diriwayatkan secara mutawatir dari generasi ke generasi yang
lain melalui tulisan dan lisan serta senantiasa terpelihara
keorisinilannya dari segala bentuk perubahan dan penukaran atau
peggantian. Dalam definisi ini terlihat dengan jelas beberapa unsur
pokok ‘ yang dimiliki oleh Al-qur’an yang merupakan kriteria yang
membedakannya dari karangan atau kalam makhluk. Unsur-unsur itu
ialah Sebagai berikut:
 Firman Allah. Firman, artinya titah atau sabda. Dalam bahasa Arab disebut
kalam. Jadi firman Allah adalah kalam Allah, dengan demikian, Algur’an
yang diterima oleh Nabi Muhammad saw bukan hanya maknanya saja
melainkan sekaligus bersama lafalnya
 Dibawa turun oleh Jibril lafal dan maknanya. Unsur ini memberikan
Batasan bahwa Algur’an yang diterima Nabi Muhammad saw. Itu tidak
langsung dari Allah melainkan melalui malaikat Jibril. Sementara hadis-
hadis Nabi, termasuk hadis gudsi, diilhamkan langsung oleh Allah tanpa
melalui Jibril. Di sinilah terletak salah satu perbedaan yang prinsipil antara
Algur’an dengan hadis.

Setelah memperhatikan uraian Atas jelaslah bahwa unsur kedua itu amat penting
dalam definisi itu.

 Bukti kerasulan Nabi Muhammad. Algur’an menjadi bukti atas kerasulan


beliau, artinya Algur’an merupakan mukjizat baginya. Unsur ini perlu
ditegaskan agar tidak masuk ke dalam Algur’an semua perkataan Nabi saw
yang tidak berfungsi sebagai mukjizat seperti hadishadis beliau
sebagaimana telah disebut di atas.
 Terhimpun di dalam mushhaf. Unsur ini memberi penegasan bahwa Ayat-
ayat yang dapat diterima sebagai Algur’an ialah yang tidak Menyimpang
dari isi Mushhaf ‘Usmani atau bertentangan dengannya seperti isi mushhaf
pribadi para sahabat yang tidak cocok dengan apa yang termaktub dalam
Mushhaf Usmani, begitu pula Algur’an yang diklaim oleh Musailimat al-
Kadzdzab sebagai berasal dari Tuhan.
 Diriwayatkan secara mutawitir. Artinya wahyu yang diterima Rasul Allah
saw itu harus diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut kondisi
biasa (‘Adat) mustahil mereka sepakat berdusta. Kondisi ini terus
berkesinambungan pada setiap tingkatannya sampai kepada perawi
terakhir.
 Membacanya bernilai ibadah. Ini memberikan batasan dan sekaligus
mendorong umat Islam agar sering membaca Algur’an sebab membacanya
adalah salah satu bentuk amal yang bernilai ibadah: sementara hadis-hadis
Nabi tidak mempunyai nilai serupa itu.
 Diawali dengan surat al-Fitihah dan ditutup dengan surat al-Nas.
Persyaratan ini merupakan penegasan ulang dan melengkapi kriteria-
kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Artinya, surat Atau ayat yang
tidak masuk ke dalam batas yang disebutkan itu tidak dapat diterima
sebagai Algur’an.
Term 'Al-quran' yang digunakan di dalam tulisan ini menunjuk kepada dua
pengertian. Pertama sebagai nama bagi Kitab Suci yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad saw (Shalla Allahu ?Alayhi wa Sallam), dan kedua dalam
pengertian 'wahyu' atau "ayat. Untuk membedakannya tergantung kepada konteks
kalimat yang menggunakan kata Algur'an tersebut. Apabila kata itu diiringi atau
didahului kata '“ayat', misalnya, maka konotasi kata 'Algur'an' dalam kalimat itu
adalah nama bagi Kitab Suci yang dimulai dengan surat alFatihah dan ditutup
dengan surat al-Nas. Sebaliknya, jika kalimat yang memuat kata “Algur'an' itu
tidak membawa tanda-tanda tersebut, maka umumnya kata itu digunakan dalam
pengertian 'wahyu' atau 'ayat'. Misalnya dikatakan: “metode yang terbaik dalam
menafsirkan Algur'an adalah Algur'an dengan Algur'an”. Ketiga kata Algur'an
dalam kalimat ini berkonotasi 'wahyu' atau 'ayat', bukan kitab suci.1

b. Hadist
Secara etimologi, hadist adalah kata benda (isim) dari kata al-
tahdis yang berarti pembicaraan. Kata hadist mempunyai beberapa arti,
yaitu :
1. “Jadid” (Baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini
yang dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid
adalah hadis Nabi saw. Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa al-
qur’an disebut wahyu yang matluw karena dibacakan oleh malailkat Jibril,
sedangkan hadist adalah wahyu yang ghair matluw sebab tidak dibacakan
oleh malaikat Jibril. Nah, kalua keduanya sama-sama wahyu, maka
dikotomi, yang satu Qadim dan lainya jaded tidak perlu ada.
2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama.
3. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dandipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadist slalu
menggunakan ucapan ‫ و أنبأنا‬,‫دثنا‬MMM‫ ح‬,‫ا‬MMM‫( أخبرن‬mengabarkan kepada kami,
memberitahu kepada kami dan dan menceritakan kepada kami. Dari makna
terakhir inilah diambil perkataan “hadist rasulullah” yang jamaknya
ahadits.)

Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-


Nya:
‫د ِوا بُ ْتأ َ ْيلَف‬Mَ ِ‫ث ٍميث‬
ِ ‫ َينِقِادَوا صُنَ ْك ِن إِ ِه ْل‬٣٤

Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang


sepertinya jika mereka orang benar”.(QS.52:34).

1
Prof.Dr.Nashruddin Baidan,Wawasan Baru Ilmu Tafsir ,( Yogyakarta : Pustaka
pelajar,2005)hlm:15-20.
Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi
perbedaan antara pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama
ahli hadits ada yang memberikan pengertian hadis secara terbatas
(sempit) dan ada yang memberikan pengertian secara luas. Pengertian
hadis secara terbatas diantaranya sebagaimana yang diberikan oleh
Mahmud Tahhan adalah:

‫ما أضيف إلى النبي صلى هللا عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan


atau perbuatan atau persetujuan atau sifat”.

Ulama hadis yang lain memberikan pengertian hadis sebagai


berikut :

‫اقواله صلى هللا عليه وسلم وافعاله واحوله‬

“Segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan dan segala


keadaanya.”

Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang dibe


rikan oleh sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits
itu tidak hanya meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis
marfu’), juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadis
mauquf), serta dari tabi’in (hadis maqthu’).
Sedang menurut ahli ushul, hadits adalah:

‫اقواله صلى هللا عليه وسلم وافعاله وتقاريره مما يتعلق به حكم بنا‬

“Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir nabi SAW


yang bersangkut paut dengan hukum”.
Dari pengertian yang diberikan oleh ahli ushul fiqih di atas, berarti
informasi tentang kehidupan Nabi ketika masih kecil, kebiasaan,
kesukaan makan dan pakaian yang tidak ada relevansinya dengan
hukum, maka tidak disebut sebagai hadis.2

B. Fungsi & kedudukan al-qur’an dan hadist


Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an yang paling pokok adalah
sebagai bayân, sebagaimana ditandaskan dalam ayat:

2
Khusniati Rofiah, M.Si,Studi Ilmu Hadist, ( Yogyakarta : IAIN PO Press,2018)hal:1-4.
“ keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami
turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan,. (Qs.16:44)”.Ayat tersebut menunjukkan bahwa Rasul SAW
bertugas memberikan penjelasan tentang kitab Allah. Penjelasan Rasul
itulah yang dikategorikan kepada al-hadîts. Umat manusia tidak akan bisa
memahami al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts tersebut.
Al-Qur`ân bersifat kully dan‘am, maka yang juz’iy dan rinci adalah
al-hadîts.Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak mungkin bisa
memahami al-Qur`ân secara keseluruhan tanpa melalui al-hadîts. Imam Al-
Syatibi jugaberpendapat bahwa kita tidak akan bisa mengistinbath atau
mengambil ke-sim pulan dari hukum al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts.
Dengan demikian jelaslah fungsi al-hadîts terhadap al-Qur`ân itu cukup
penting, yaitu sebagai bayân atau penjelas.Dalam konteks ini penulis akan
memberikan contoh serta gambaran tentang bagaimana al-hadîts men-jelaskan
isi al-Qur`ân:

1. Al-Qur`ân telah menghalalkan makanan yang baik-baik (Qs.5:1), dan


megharamkan yang kotor-kotor (Qs.7:156); tetapi di antara keduanya (di antara
yang baik-baik dan yang kotor-kotor) itu ada terdapat beberapa hal yang tidak
jelas atau syuhbat, yang samar-samar (tidak nyata baik dan tidak nyata
buruknya). Ukuran baik dan buruk pun menurut pandangan manusia akan
berbeda. Oleh sebab itu, Rasul SAW yang menetapkan mana yang baik dan
mana yang buruk itu, dengan istilah halal dan haramnya. Beliau mengharamkan
segala hewan-hewan (binatang-binatang) buas, yang mempunyai taring, dan
burung-burung yang mempunyai kuku yang mencakar dan yang menyambar,
demikian juga beliau mengharamkan keledai jinak (bukan keledai hutan),
karena semua itu termasuk binatang yang kotor-kotor dan yang keji-keji.

2. Al-Qur`ân telah menghalalkan segala minuman yang tidak


memabukan, dan mengharamkan segala minuman yang memabukkan. Di antara
yang tidak memabukkan dan yang memabukkan ada beberapa macam
minuman, yang sebenarnya tidak memabukkan, tetapi dikuatirkan kalau-kalau
memabukkan juga, seperti tuak dari ubi, tuak kedelai, tuak labu, atau tuak
yang ditaruh dalam bejana yang dicat dengan ter dari dalamnya (al- Muzaffat),
juga yang ditaruh di dalam batang kayu yang dilobangi (al- Naqir),dan yang
serupa dengan minuman yang memabukkan dan membawa kebinasaan.

K e m u d i a n Rasulullah SAW kembali menghalalkan segala sesuatu yang


tidak memabukkan.

3. Al-Qur’an telah membolehkan daging hewan-hewan yang ditangkap


oleh hewan-hewan pemburu yang sudah diajar dengan patuh dan
mengerti. Jelas, apabila hewan pemburu itu belum terlatih, maka haramlah
memakan hewan dari hasil buruan (yang ditangkapnya), karena
dikuatirtkan bahwa hewan yang ditangkapnya itu buat dirinya sendiri.
Kemudian timbul pertanyaan yang beredar antara dua masalah yaitu:
apabila hewan pemburu itu sudah terlatih, tetapi buruan itu
ditangkapnya untuk dirinya sendiri, tidak untuk tuan yang menyuruh-nya,
denga tanda-tanda bahwa buruannya itu telah dimakannya sendiri sekalipun
sedikit, maka bagaimanakah hukumnya?Sunnah Rasulullah SAW, menjelaskan
bahwa jika buruan itu dimakan oleh anjing pemburu, maka kaum
muslimin dilarang memakannya, karena dikuatirkan hewan yang ditangkapnya
itu untuk dirinya sendiri.

4. Al-Qur`ân melarang orang yang sedang ihram mem-buru buruan


dengan muthlaq, artinya tidak me-makai syarat, apabila larangan itu
diabaikannya, maka diwajibkan jaza (balasan) atas orang yang melanggarnya
(membunuhnya). Tetapi larangan memburu itu dikecualikan bagi orang yang
halal, artinya bagi yang tidak mengerjakan ihram. Pengecualian itu dengan
muthlaq juga. Kemudian timbul pertanyaan: Bagaimana hukumnya orang yang
sedang ihram itu memburu dengan tidak disengaja?, Oleh Rasul SAW
dijelaskan bahwa memburu buruan bagi orang yang sedang ihram itu, sama saja,
hukumnya antara yang sengaja dengan yang tidak disengaja, dalam
kewajibannya menunaikan denda atau dam.3

3
Fikri, H. K. (2015). Fungsi Hadits terhadap Al-Quran. TASÂMUH, 12(2), 178-188.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Al-qur’an ialah friman Allah yang dibawa turun oleh al-Ruh al-Amin
(jibril) ke dalam hati sanubari Rasul Allah Muhammad bin ‘Abd Allah sekaligus
bersama lafal arab dan maknanya, benar-benar sebagai bukti bagi Rasul bahwa ia
adalah utusan Allah dan menjadi peganggan bagi manusia agar mereka terbimbing
dengan petunjuknya ke jalan yang benar serta membacanya bernilai ibadah.

Semua firman itu terhimpun di dalam mushaf yang diawali dengan surat
al-fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas. Hadist ialah sesuatu yang berasal dari
Rasululloh SAW, baik berupa perkataan,perbuatan, maupun penetapan
pengakuan. Sedangkan Al-Qur’an adalah firman Allah yangditurunkan kepada
nabi Muhammad SAW dalam bahasa arab yang diriwayatkan secaramutawatir dan
membacanya adalah ibadahmaka terjadi perbedaan antara pendapat antara ahli
hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli hadits ada yang memberikan pengertian
hadis secara terbatas (sempit) dan ada yang memberikan pengertian secara luas.
Daftar Pustaka

Baidan, Nashruddin.2005.Wawasan baru ilmu tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rofiah, Khusniati.2018.Studi ilmu hadist. Yogyakarta: IAIN PO Press

Fikri, H. K. (2015). Fungsi Hadits terhadap Al-Quran. TASÂMUH, 12(2), 178-188.


https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/tasamuh/article/view/181/104
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai