PERJANJIAN NIKAH
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih Munakahat
Disusun oleh :
Kelas B
FAKULTAS SYARIAH
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Perjanjian Nikah”
Penulis
DAFTAR ISI
Bab 1 [PENDAHULUAN] 1
LATAR BELAKANG 1
RUMUSAN MASALAH 1
TUJUAN MASALAH.................................................................................1
BAB 2 [PEMBAHASAN] 3
PENGERTIAN PERJANJIAN 3
HUKUM PERJANJIAN 3
AKIBAT HUKUM ..................................................................................5
KESIMPULAN............................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................8
BIOGRAFI PENULIS.................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Muliadi, H. (2015). Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Perkawinan (Doctoral dissertation,
Pascasarjana).
2
Prof.dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana 2006) hal.
145
3
Faradz, H. (2008). Tujuan dan Manfaat Perjanjian Perkawinan. Jurnal Dinamika Hukum, 8(3),
249-252.
1. Untuk mengetahui perngertian perjanjian nikah
2. Untuk mengetahui hukum dari perjanjian nikah
3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap perjanjian perkawinan yang
tidak didaftarkan
BAB II
PEMBAHASAN
B. Hukum Perjanjian
Perjanjian dalam perkawinan hukumnya mubah artinya boleh
seseorang untuk membuat perjanjian dan boleh pula tidak membuat.
Namun kalau sudah di buat bagaimana hukum memenuhi syarat yang
terdapat dalam perjanjian perkawinan itu, menjadi perbincangan di
kalangan ulama. Jumhur berpendapat bahwah memenuhi syarat yang
dinyatakan dalam bentuk perjanjian itu hukumya wajib sebagaimana
hukum memenuhi perjanjian lainnya, bahkan syarat-syarat yang berkaitan
dengan perkawinan lebih berhak untuk dilaksanakan. Hal ni di tegaskan
dalam hadis Nabi dari ‘Uqbah bin ‘Amir menurut jemaah ahli hadis: :”
syarat – syarat yang paling layak untuk dipenuhi adalah syarat yang
berkenaan dengan perkawinan”.
4
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Indonesia,
( Surabaya: Airlangga University Press, 2012) hal. 57
5
Ibid., hal. 145-146
Kewajiban memenuhi persyaratan yang terdapat dalam perjanjian
dan terikatnya dengan kelangsungan perkawinan tergantung kepada bentuk
persyaratan yang ada dalam perjanjian. Dalam hal ini ulama membagi
syarat itu menjadi 3:
1. Syarat-syarat yang berlangsung berkaitan dengan pelaksanaan
kewajiban suami istri dalam perkawinandan merupakan tutunan
dari perkawinan itu sendiri. Seperti, suami mesti memberi
nafkah untuk anak dan istrinya, istri mesti melayani kebutuhan
seksual suaminya dan suami istri mesti memelihara anak yang
lahir dari perkawinan itu.
2. Syarat-syarat yang bertentangan dengan hakikat perkawinan
atau yang secara khusus dilarang untuk dilakukan atau
memberi mudarat kepada pihak-pihak tetentu. Seperti, suami
atau istri mempersyaratkan tidsk kan beranak, istri
mempersyaratakan suami menceraikan istri-istrinya yang lebih
dahulu.
3. Syarat-syarat yang tidak menyalahi tuntunan perkawinan dan
tidak ada larangan secara khusus namun tidak ada tuntunan dari
syara’ untuk dilakukan. Seperti, istri mempersyaratkan bahwa
suaminya tidak akan memadunya.
7
Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan Pertama, Prestasi
Pustaka Publisher, Jakarta, hal.249.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian kawin adalah perjanjian atau persetujuan yang dibuat
calon pasangan suami istri sebelum atau pada saat perkawinan
dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta
kekayaan mereka. Namun perjanjian itu tidak sama dengan sumpah karena
sumpah dimulai dengan ucapan yaitu: wallahi,billahi dan tallahi dan
membawa akibat dosa bagi yang tidak memenuhinya.
Perjanjian dalam perkawinan hukumnya mubah artinya boleh
seseorang untuk membuat perjanjian dan boleh pula tidak membuat.
Namun kalau sudah di buat bagaimana hukum memenuhi syarat yang
terdapat dalam perjanjian perkawinan itu, menjadi perbincangan di
kalangan ulama. Jumhur berpendapat bahwah memenuhi syarat yang
dinyatakan dalam bentuk perjanjian itu hukumya wajib sebagaimana
hukum memenuhi perjanjian lainnya, bahkan syarat-syarat yang berkaitan
dengan perkawinan lebih berhak untuk dilaksanakan.di baginya menjadi 3
syarat;
Akibat hukum apabila perjanjian perkawinan tidak didaftarkan
dapat dibagi menjadi dua yaitu :[1]Akibat hukum bagi yang membuatnya
Dari pasal 29 ayat (1) terlihat bahwa perjanjian perkawinan yang diatur
dalam UU Perkawinan harus berbentuk tertulis.[2] Akibat hukum terhadap
pihak ketiga. Berbeda dengan akibat hukum bagi suami istri yang
membuat PerjanjianPerkawinan jika tidak didaftarkan, pada pihak ketiga
apabila Perjanjian Perkawinan tidak di sahkan atau didaftarkan kepada
pegawai pencatat perkawinan maka dengan sendirinya perjanjian
perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak
ketiga.
DAFTAR PUSTAKA