Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam
Dosen Pengampu: Pramudya Wisesha, M.H.

Disusun Oleh:
1. Pima damayanti 2121020259
2. Sena Tarisma 2121020287
3. Sendy Hadi Nata 2121020288

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, serta taufiq dan hidayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul: Hukum Perkawinan dan Perceraian.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
beserta keluarga, para sahabat dan kita sebagai pengikutnya, semoga kita selalu istiqomah
mengikuti dafn mengamalkan apa yang telah beliau ajarkan kepada kita semua hingga akhir
zaman.

Makalah ini ditulis dan diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
tugas dari mata kuliah Hukum Perdata Islam. Dalam upaya penyelesaian makalah ini banyak
pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis, maka dari itu penulis mengucapkan
terimakasih atas bantuan yang telah diberikan terutama kepada Bapak Pramudya Wisesha, M.H..
selaku dosen pengampu mata kuliah ini yang telah banyak memberi arahan dan kepada teman-
teman anggota kelompok tujuh.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini sangatlah jauh dari kata baik, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca penulis akan terima dengan
senang hati.

Bandar lampung, 02 Oktober 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................3
A. Definisi Perkawinan dan Perceraian............................................................................................3
B. Dasar Hukum Perkawinan dan Perceraian.................................................................................5
C. Sebab Batalnya Suatu Perkawinan..............................................................................................7
D. Sebab Putusnya Hubungan Perkawinan (Perceraian)................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................................9
Kesimpulan............................................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkawinan menjadi hal yang penting dari sebagian besar kehidupan manusia,
karena bukan hanya sebagai sarana untuk membentuk keluarga, tetapi juga merupakan
ikatn lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Tujuan
dari sebuah perkawinan sendiri yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
sejahtera, dimana kedua belah pihak memikul amanah untuk saling membantu dan
mendukung satu sama lain. Di Indonesia sendiri, perkawinan telah diatur dalam Undang-
Undang perkawinan. Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan
dianggap sah apabila dilakukan enurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, tidak semua hubungan perkawinan berjalan dengan baik dan terkadang
tidak sedikit perkawinan yang dibina harus berakhir dengan perceraian akibat beberapa
faktor yang dialami oleh kedua belah pihak. Perceraian merupakan bagian akhir dari
sebuah hubungan antar suami istri.

Perceraian dapat dilaksanakan jika telah dilakukan berbagai tindakan untuk


mendamaikan kedua belah pihak dalam mempertahankan rumah tangga mereka namun
tidak menghasilkan apapun kecuali dengan jalan perceraian. Dalam agama Islam
perceraian itu dibenarkan dan diperbolehkan jika itu dianggap menjadi jalan terbaik dan
dalam hubungan perkawinan sudah tidak ditemukan kebahagiaan lagi.

Pengadilan agama menjadi salah satu tempat masyarakat dalam mecari kebenaran
dan keadilan termasuk mengenai perkawinan. Dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, menjelaskan tugas dan wewenangnya dalam
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan berbagai perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,wakaf,
zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi syariah. Dalam menyelesaikan masalah perkawinan,
hukum di Indonesia telah memberi aturan sendiri dalam mengatur permasalahan tersebut
yang tersusun dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan
pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-Undang sebelumnya dan

1
juga diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 mengenai
Kompilasi Hukum Islam.

Dari penjelasan diatas mengenai perkawinan dan perceraian, maka penulis tertarik
dalam meneliti dan membahas secara ringkas untuk memahamai bagaimana penerapan
hukum dalam menghadapi persoalan perkawinan dan perceraian sesuai dengan aturan
negara yang sejalan dengan ajaran agama Islam yang dituangkan kedalam penulisan
makalah dengan judul Hukum Perkawinan dan Perceraian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari perkawinan dan perceraian?
2. Apa dasar hukum perkawinan dan perceraian?
3. Apa yang menjadi sebab batalnya suatu perkawinan?
4. Apa yang menjadi sebab putusnya hubungan perkawinan (terjadinya perceraian)?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Perkawinan dan Perceraian


1. Definisi Perkawinan
Perkawinan atau dikenal juga sebagai Nikah merupakan kegiatan dalam melaksanakan
suatu perjanjian atau akad untuk mengikat atau menghalalkan seorang perempuan dan laki-
laki dalam menjalin hubungan demi membentuk kehidupan berkeluarga yang diiringi rasa
kasih sayang serta ketentraman hidup dengan cara cara yang diridhai oleh Allah SWT.1

Abdurrahman Al-Jaziri menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu perjanjian suci


antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia. Dari
definis tersebut jelas bahwa perkawinan merupakan suatu pejanjian yang mengandung
makna bahwa perkawinan terjadi karena adanya kemauan kebebasab antara dua belah pihak
yang saling berjanji, karena alasan suka sama suka.2

Secara eetimologis, perkawinan merupakan percampuran, penyelarasan, atau ikatan.


Kata nikah sendiri secara etimologis bermaknakan persetubuhan, akad, dan pelukan.
Contohnya penggunaaan kata persetubuhan yaitu pada salah satu sabda Rasulullah Saw.,
Aku dilahirkan dari hasil pernikahan bukan dari hasil pelacuran, yakni dari persetubuhan
yang halal bukan yang haram.

Kata nikah menurut istilah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk
mengikat diri antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menghalalkan suatu
hubungan kelamin antara keduanya sebagai dasar suka rela atau keridhaan hidup keluarga
yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT.

Ulama Hanafiyah mendefinisikan perkawinan sebagai akad yang bermanfaat untuk


memiliki mut’ah dengan sengaja. Artinya, seorang laki-laki dapat memiliki atau
mendapatkan semua anggota tubuhnya untuk mencapai kepuasan dan kesenanangan batin
yang diinginkannya.

Menurut ulama Syafiiyah perkawinan merupakan suatu akad dengan menggunakan


lafaz “nikah” atau “zauj”, artinya, seorang laki-laki mendapatkan kesenangan dari
pasangannya dengan melakukan pernikahan.3
1
“Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif” (1989): 16–47.hlm.1.
2
Santoso, “Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam Dan Hukum Adat” 7
(2016).hlm.415.
3
“Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif.”hlm.14.
3
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal ! disebutkan bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan menurut Kompilasi Hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miisaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaknakannya
merupakan ibadah.

2. Pengertian Perceraian
Pengertian perceraian yaitu putusnya sebuah ikatan dalam hubungan suami istri yang
artinya putusnya hukum perkawinan sehingga keduanya tidak lagi menjadi suami istri dan
tidak lagi menjalani kehidupan berumah tangga.4

Dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah kata cerai berarti pisah, putusnya
hubungan suami istri atau lepasnya ikatan perkawinan. Sedangkan kata perceraian dalam
istilah fiqh adalah dengan sebutan talak atau furqoh yang memiliki makna yaitu membuka
ikatan atau membatalkan perjanjian.

Subekti mengatakan perceraian adalah penghapusan perkawinan baik dengan putusan


hakim atau tuntutan suami atau istri. Beliau juga menyatakan bahwa perceraian adalah
putusnya ikatan lahir batin antara suami dan isteri yang mengakibatkan berakhirnya
hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan isteri tersebut.

Dalam istilah fiqh, perkataan talak mempunyai dua makna, yaitu arti umum dan
khusus. Sedangkan secara umum adalah bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami,
atau gugat cerai isteri maupun perceraian karena meninggal salah satu pihak. Sedangkan
talak dalam arti khusus, yaitu perceraian yang dijatuhkan dari pihak suami.

B. Dasar Hukum Perkawinan dan Perceraian.

Hukum perkawinan, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan
sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta

4
Rijaya, “Perceraian Dan Gugat Cerai,” no. 9 (2016).
4
kewajiban yang berhubungan erat dengan akibat dari perkawinan tersebut yang
ketentuannya dirumuskan dalam aturan-aturan tersendiri. Sebagaimana firman Allah Swt.
QS. An-Nisȃ(4): 1;

‫َاَهُّيا الَّناُس اَّتُقْو ا َر َّبُمُك اِذَّل ْي َخ َلَقْمُك ِّم ْن َّنْفٍس َّو اِح َد ٍة َّو َخ َلَق ِم َهْنا َز ْو َهَجا َو َبَّث ِم ُهْنَم ا ِرَج ااًل َكِثًرْي ا َّو ِنَس ۤا ًء ۚ َو اَّتُقوا اَهّٰلل اِذَّل ْي َتَس ۤا َء ُلْو َن ِبٖه َو اَاْلْرَح اَم ۗ ِا َّن اَهّٰلل‬
‫اَك َن َعَلْي ْمُك َر ِق ْيًبا‬

“Wahai manusia!, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu (Adam), dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan
dari keduanya Allah memperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan (silaturrahim). Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Dasar hukum perkawinan ini disusun berdasarkan sumber hukum Islam, yakni:5
1. Menurut Al-Qur’an:
An-Nur [24] ayat 32;
‫َو َاْنِكُحوا اَاْلَياٰم ى ِم ْنُك ْم َو الّٰص ِلِح ْيَن ِم ْن ِعَباِد ُك ْم َوِاَم ۤا ِٕىُك ْۗم ِاْن َّيُك ْو ُنْو ا ُفَقَر ۤا َء ُيْغ ِنِهُم ُهّٰللا ِم ْن َفْض ِلٖۗه َو ُهّٰللا َو اِس ٌع َع ِلْيٌم‬
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”

2. Menurut Hadiś:
Hadis Rasulullah Saw dari Abdillah, yang diriwayatkan oleh Bukhari:
”Dari ‘Abdillah bin Mas’ud berkata: Di zaman Rasulullah Saw, kami adalah pemuda-
pemuda yang tidak memilki apa-apa. Rasullullah Saw berkata kepada kami, ‘Hai para
pemuda! Siapa yang mampu berumah tangga, kawinlah! Perkawinan itu melindungi
pandangan mata dan memelihara kehormatan. Tetapi siapa yang tidak sanggup kawin,
berpuasalah, karena puasa itu merupakan tameng baginya.” (H.R. Bukhari)

Sebuah hadiś yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban
laki-laki:

“Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh walinya maka pernikahannya tidak sah,
beliau mengucapkannya tiga kali. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu
tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka
5
M.H. Dr. H. Khoirul Abror, Hukum Perkawinan Dan Perceraian, 2017.hlm.47.
5
berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” (H.R.
Ahmad).

Dasar hukum perkawinan menurut peraturan perundang-undangan di negara


Indonesia yaitu antara lain:

 Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan


Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
 Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga perkawinan mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan agama dan kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai
unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan
yang penting.
 UU Perkawinan juga mengatur larangan perkawinan karena perbedaaan agama bagi
orang Islam di Indonesia dalam Pasal 2 ayat (1) yang dihubungkan dengan Pasal 8
huruf f, Pasal 40 huruf c, dan Pasal 44 KHI.

Selain dasar hukum perkawinan secara hukum Islam, perceraian juga memiliki dasar
hukum dalam hukum Islam. Islam memperbolehkan talak dengan ketentuan-ketentuan yang
telah disebutkan dalam al-Quran , as-sunnah maupun ijma’.6

Dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 229 dijelaskan;

‫َالَّط اَل ُق َم َّر ٰتِن ۖ َفِاْم َس اٌۢك ِبَم ْع ُر ْو ٍف َاْو َتِرْسْيٌۢح ِاِب ْح َس اٍن ۗ َو اَل ِحَي ُّل َلْمُك َاْن َتْأُخ ُذ ْو ا ِم َّم ٓا ٰا َتْيُتُمْو ُه َّن َش ْئًـا ِا ٓاَّل َاْن َخَّياَف ٓا َااَّل ُيِقْيَم ا ُح ُد ْو َد اِهّٰلل ۗ َف ِاْن‬
‫ِخ ْف ْمُت َااَّل ُيِقْيَم ا ُح ُد ْو َد اِهّٰلل ۙ َفاَل ُجَناَح َعَلِهْي َم ا ِف ْيَم ا اْفَتَد ْت ِبٖه ۗ ِتَكْل ُح ُد ْو ُد اِهّٰلل َفاَل َتْعَتُد ْو َه اۚ َو َمْن َّيَتَع َّد ُح ُد ْو َد اِهّٰلل َفُا وٰۤل َك ُمُه الّٰظ ِلُمْو َن‬.
‫ِٕى‬
“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan
baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak
mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak
mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang
(harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah
orang-orang zalim.”

Meskipun tidak ada ayat al-Quran yang menyuruh atau melarang melakukan talak yang
berarti hukumnya mubah, namun talak menjadi salah satu hal yang tidak disenangi Nabi,

6
Thalib, “Perceraian Menurut Islam” (2020).hlm.6.
6
dimana terlihat dalam hadis dari Ibnu Umar riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan disahkan
oleh Hakim;

“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak’”. (H.R. Abu Daud).

Dalam hukum positif di negara Indonesia, permasalahan perceraian juga diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

C. Sebab Batalnya Suatu Perkawinan

Pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila terdapat sebab-sebab tertentu yang


diatur secara limitatif dalam Pasal 22 sampai 28, dan Pasal 37 dan 38 Peraturan Pemerintah.
Berikut adalah beberapa sebab pembatalan perkawinan menurut undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan:

 Seorang suami melakukan poligami tanpa izin dari pengadilan agama.


 Suami atau istri yang beritikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila
pembatalan perkawinan didasarkan adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
 Salah satu pihak belum mencapai usia minimal untuk menikah
 Salah satu pihak dalam keadaan mabuk atau terpengaruh obat-obatan sehingga
tidak dapat memberikan persetujuan yang sah
 Salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau terancam kekerasan sehingga
tidak dapat memberikan persetujuan yang sah
 Salah satu pihak dalam keadaan gila atau sakit jiwa sehingga tidak dapat
memberikan persetujuan yang sah
 Salah satu pihak dalam keadaan terpaksa menikah karena hamil di luar nikah.
 Suami atau istri yang meninggal dunia sebelum perkawinan mencapai usia 1
tahun

Pembatalan perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan. Akibat hukum dari
pembatalan perkawinan adalah bahwa perkawinan dianggap tidak pernah terjadi.

D. Sebab Putusnya Hubungan Perkawinan (Perceraian)

Perceraian dapat terjadi apabila suami dan istri tidak dapat hidup rukun lagi sebagai
suami istri. Untuk melakukan perceraian, baik karena talak atau cerai gugat, diperlukan
alasan yang jelas. Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian diatur dalam

7
Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu sebagai berikut :

 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan
lain sebagainya yang merugikan keluarga.
 Salah satu pihak melakukan kekerasan terhadap pasangan atau anak-anaknya.
 Salah satu pihak meninggalkan pasangan tanpa alasan yang jelas selama lebih
dari 1 tahun.
 Salah satu pihak melakukan perbuatan tercela yang merugikan pasangan atau
keluarga.
 Salah satu pihak menderita cacat tubuh atau penyakit menahun yang
mengakibatkan tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagai suami atau istri.
 Salah satu pihak melakukan perbuatan tercela yang merugikan pasangan atau
keluarga.
 Salah satu pihak melakukan tindakan yang merugikan pasangan atau keluarga.
 Salah satu pihak melakukan perbuatan yang merugikan pasangan atau keluarga.

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah Pengadilan


Agama atau Pengadilan Negeri yang bersangkutan tidak dapat lagi mendamaikan atau
mediasi kedua belah pihak. Gugatan cerai talak atau cerai gugat akan ditolak oleh majelis
hakim yang memeriksa perkaranya, jika dalam gugatannya tidak memenuhi alasan-alasan
hukum perceraian.7

BAB III

PENUTUP

7
RUDI PRASETYO, “Faktor Penyebab Batalnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan,” no. 2447 (2018).hlm.21.
8
Kesimpulan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha esa, dan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Perceraian memang tidak dilarang dalam Islam, namun Allah membenci sebuah
perceraian. Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan saat semua cara
telah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap tidak ada perubahan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian, antara lain si istri tidak
dapat memberikan layanan yang memuaskan hati si suami, pihak suami mengabaikan
tanggungjawab terhadap istri dan anak-anak dalam memberikan mereka nafkah yang
sekucupnya untuk keperluan hidup mereka.

Hukum perkawinan di Indonesia diatur oleh UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan
didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, setiap agama juga memiliki
syariatnya masing-masing dalam menjalankan perkawinan. Perceraian juga diatur dalam UU
Perkawinan dan bisa terjadi jika terjadi perselisihan antara suami istri dan sudah melalui
proses hukum yang berlaku.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Khoirul Abror, M.H. Hukum Perkawinan Dan Perceraian, 2017.

Rijaya. “Perceraian Dan Gugat Cerai,” no. 9 (2016).

RUDI PRASETYO, Universitas Medan. “Faktor Penyebab Batalnya Perkawinan Menurut


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,” no. 2447 (2018).

Santoso. “Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam Dan


Hukum Adat” 7 (2016).

Thalib. “Perceraian Menurut Islam” (2020).

“Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif” (1989): 16–47.

Anda mungkin juga menyukai