Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MATA KULIAH

HUKUM PERDATA ISLAM

HUKUM PERKAWINAN (PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS


DAN PRINSIP DALAM PERKAWINAN RUKUN DAN
SYARAT PERKAWINAN)

Dosen Pengampu :
Tehedi, S.E.I.,M.S.I

OLEH:

ZAHRA APRILIANTI
NIM. 301.2022.010

Semester : II
Kelompok : 1

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD
SYAFIUDDIN
SAMBAS
2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat


rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah hukum perkawinan (pengertian,
tujuan, asas dan prinsip dalam perkawinan rukun dan syarat perkawinan) bisa
selesai.

Makalah ini dibuat dengan untuk memenuhi tugas harian semester 2 (dua)
program Studi Hukum Ekonomi Syariah dari bapak Tehedi, S.E.I.,M.S.I pada
mata kuliah hukum perdata islam. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan
menambah wawasan kepada pembaca.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Tehedi,


S.E.I.,M.S.I selaku dosen bidang hukum perdata islam. Berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih


melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Sambas, 26 Maret 2023

Zahra aprilianti

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Pengertian perkawinan.......................................................................2
B. Tujuan perkawinan.............................................................................3
C. Asas-asas perkawinan.........................................................................4
D. Rukun perkawinan..............................................................................7
E. Syarat perkawinan..............................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................11
B. Saran ....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkawinan adalah institusi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, termasuk dalam agama Islam. Oleh karena itu, penting untuk
mempelajari hukum perdata Islam terkait perkawinan, mulai dari pengertian,
tujuan, asas dan prinsip dalam perkawinan, rukun perkawinan, dan syarat
perkawinan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas beragama
Islam, sehingga hukum perdata Islam memegang peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, perkawinan sebagai bagian dari
hukum perdata Islam memiliki peranan yang besar dalam membentuk keluarga
dan masyarakat yang bahagia, harmonis, dan sejahtera.
Namun, masih banyak masyarakat yang kurang memahami hukum perdata
Islam terkait perkawinan, terutama terkait dengan syarat-syarat dan rukun-rukun
yang harus dipenuhi agar sebuah perkawinan dianggap sah menurut hukum Islam.
Oleh karena itu, penulisan makalah tentang hukum perdata Islam terkait
perkawinan diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi
masyarakat tentang pentingnya memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun dalam
perkawinan, sehingga dapat tercipta keluarga dan masyarakat yang lebih harmonis
dan bahagia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian perkawinan?
2. Apa Tujuan perkawinan?
3. Apa saja Asas-asas perkawinan?
4. BagaiamanaaRukun perkawinan?
5. Apa saja Syarat perkawinan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian perkawinan
Perkawinan menurut hukum perdata Islam adalah ikatan suci antara seorang
pria dan seorang wanita yang dilakukan dengan tujuan untuk membentuk keluarga
yang sah dan saling melengkapi dalam mengarungi kehidupan. Perkawinan ini
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
hukum Islam.1
Dalam Islam, perkawinan dianggap sebagai ibadah yang mulia dan
dianjurkan. Melalui perkawinan, pasangan suami istri akan saling melengkapi
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dalam membentuk keluarga
yang harmonis dan bahagia. Oleh karena itu, Islam mengatur berbagai hal terkait
perkawinan, seperti syarat-syarat sahnya perkawinan, prosedur pernikahan, hak
dan kewajiban suami istri, serta mekanisme penyelesaian sengketa perkawinan.
Dalam hukum perdata Islam, perkawinan juga diatur dalam perspektif hukum,
yaitu sebagai sebuah kontrak antara dua pihak yang saling menyetujui untuk
hidup bersama sebagai suami istri. Sebagai kontrak, perkawinan memiliki syarat-
syarat yang harus dipenuhi agar sah, seperti adanya wali, calon suami istri yang
mampu dan memenuhi syarat-syarat tertentu, serta adanya persetujuan dari kedua
belah pihak dan saksi-saksi yang hadir.
Dengan demikian, pengertian perkawinan menurut hukum perdata Islam
adalah ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur secara
hukum dan diakui secara agama sebagai bentuk ibadah yang mulia. Perkawinan
dilakukan dengan tujuan membentuk keluarga yang sah dan harmonis, serta
melengkapi satu sama lain dalam mengarungi kehidupan.

B. Tujuan perkawinan

1
Mr. H.Abdullah Siddiqi, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Tintamas Indonesia, 2018)
hlm 77

2
Tujuan perkawinan menurut hukum perdata Islam adalah membentuk
keluarga yang sah dan harmonis, serta saling melengkapi antara suami dan istri
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga.
Tujuan ini selaras dengan prinsip-prinsip Islam yang mengutamakan kebahagiaan
dan kesejahteraan keluarga sebagai salah satu tujuan hidup. Dalam Islam,
perkawinan dianggap sebagai sebuah ikatan suci yang dilakukan berdasarkan
persetujuan dan kesepakatan antara suami dan istri. Tujuan utama perkawinan
dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga yang sah dan harmonis
berdasarkan cinta, kasih sayang, dan kepercayaan. Dalam keluarga yang sah dan
harmonis ini, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam
menjalankan tugas dan mengambil keputusan-keputusan penting, serta saling
mendukung dan membantu satu sama lain. Selain itu, tujuan perkawinan dalam
Islam juga termasuk dalam rangkaian upaya untuk memperkokoh dan menjaga
keutuhan masyarakat dan bangsa. Keluarga yang harmonis dan sehat akan
memperkuat hubungan antaranggota keluarga, serta membentuk pondasi yang
kuat bagi perkembangan masyarakat dan bangsa. Dalam praktiknya, tujuan
perkawinan dalam Islam diwujudkan melalui berbagai tindakan dan upaya, seperti
membangun rasa saling percaya, menjalin komunikasi yang baik, membangun
kebersamaan dan kekeluargaan, serta memenuhi hak dan kewajiban suami istri
sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, tujuan perkawinan menurut hukum
perdata Islam adalah membentuk keluarga yang sah, harmonis, dan saling
melengkapi, serta memperkuat keutuhan masyarakat dan bangsa.
Tujuan menikah dalam hukum perdata Islam memiliki berbagai macam
aspek dan implikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Beberapa
tujuan menikah yang dijelaskan dalam hukum perdata Islam antara lain:2
1. Mewujudkan Ketentraman Hidup Salah satu tujuan pernikahan dalam
hukum perdata Islam adalah untuk menciptakan ketentraman hidup.
Pernikahan diharapkan dapat menjadi sarana untuk menciptakan
kedamaian dan ketenangan dalam kehidupan sehari-hari.

2
Lexy. J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2017)
hlm 22

3
2. Memperkuat Ikatan Keluarga Pernikahan juga bertujuan untuk
memperkuat ikatan keluarga antara suami, istri, dan anak-anak. Keluarga
yang kuat dan harmonis dapat membantu mendorong perkembangan
individu dan masyarakat secara positif.
3. Menciptakan Keseimbangan dan Keamanan Pernikahan juga bertujuan
untuk menciptakan keseimbangan dan keamanan dalam kehidupan.
Dengan menikah, pasangan dapat saling mendukung dan melindungi satu
sama lain dari berbagai macam ancaman atau rintangan yang mungkin
terjadi dalam kehidupan.
4. Menciptakan Keturunan Salah satu tujuan utama pernikahan dalam hukum
perdata Islam adalah untuk menciptakan keturunan. Keturunan dianggap
sebagai salah satu karunia Allah SWT yang harus dijaga dan dilestarikan
oleh setiap pasangan suami istri.
5. Membentuk Keluarga Sakinah Pernikahan dalam hukum perdata Islam
juga bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah. Keluarga sakinah
adalah keluarga yang harmonis, bahagia, dan penuh dengan keberkahan
dari Allah SWT.
Dalam prakteknya, penting bagi setiap calon pasangan suami istri untuk
memahami dan memperjuangkan tujuan-tujuan pernikahan dalam hukum perdata
Islam agar tercipta keluarga dan masyarakat yang harmonis dan bahagia. Oleh
karena itu, pasangan suami istri diharapkan dapat saling mendukung dan
memperjuangkan tujuan-tujuan pernikahan ini agar tercipta keluarga yang
seimbang dan harmonis.

C. Asas-asas perkawinan
Perkawinan merupakan institusi penting dalam kehidupan manusia. Dalam
hukum perdata Islam, terdapat beberapa asas yang harus dipenuhi agar sebuah
perkawinan dianggap sah.3 asas-asas perkawinan dalam hukum perdata Islam.
Asas-asas ini meliputi kesepakatan, kesaksian, keadilan, keseimbangan,

3
Hilman Hadikusumo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2017)
hlm 87

4
kecukupan, dan ketertiban. Kesepakatan merujuk pada kesepakatan antara calon
suami dan istri untuk menikah. Kesaksian mengacu pada kehadiran saksi-saksi
dalam proses pernikahan. Keadilan menjamin hak-hak yang sama bagi kedua
belah pihak dalam pernikahan. Keseimbangan dan kecukupan mengacu pada
kemampuan kedua belah pihak dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan
ketertiban menjamin tata tertib dalam pelaksanaan pernikahan.
Dalam prakteknya, penting bagi calon suami dan istri untuk memahami
asas-asas perkawinan ini untuk memastikan terciptanya perkawinan yang sah dan
adil menurut hukum perdata Islam. Hal ini bertujuan untuk menjaga harmoni
dalam rumah tangga serta mendorong terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur. Kesimpulannya, pemenuhan asas-asas perkawinan dalam hukum perdata
Islam sangat penting dalam menjaga keabsahan sebuah perkawinan dan
mewujudkan keadilan bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, penting bagi
masyarakat untuk memahami dan mematuhi asas-asas ini agar tercipta keluarga
dan masyarakat yang harmonis dan bahagia. Asas-asas perkawinan menurut
hukum perdata Islam adalah sebagai berikut:4
1. Asas persetujuan atau ijma' (‫)إجماع‬
Persetujuan atau kesepakatan antara calon suami dan istri adalah syarat
mutlak sahnya perkawinan dalam Islam. Kedua belah pihak harus memberikan
persetujuan secara sukarela dan tanpa paksaan untuk menjalin ikatan perkawinan.
Persetujuan ini harus dinyatakan secara jelas dan tegas oleh kedua belah pihak
dalam akad nikah yang dilangsungkan di hadapan wali dan saksi-saksi.
2. Asas kafa'ah (‫)كفاءة‬
Kafa'ah atau kesetaraan dalam hal agama, moral, sosial, dan ekonomi
antara calon suami dan istri menjadi salah satu syarat sahnya perkawinan dalam
Islam. Kafa'ah ini penting untuk menjamin terciptanya keluarga yang harmonis
dan seimbang, serta menghindari kemungkinan terjadinya konflik atau
pertentangan di masa depan.
3. Asas wali (‫)ولي‬

4
Dimyati Khudzaifah dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta,: Buku
Pegangan Kuliah, UMS, 2014) hlm 67

5
Wali adalah pihak yang bertanggung jawab atas proses pernikahan dan
melindungi kepentingan kedua belah pihak dalam perkawinan. Wali ini biasanya
adalah ayah atau saudara laki-laki terdekat dari calon pengantin wanita. Peran
wali dalam perkawinan diatur secara rinci dalam hukum perdata Islam, termasuk
dalam hal penentuan mahar, pengangkatan wali nikah, serta penyelesaian sengketa
perkawinan.
4. Asas mahar (‫)مهر‬
Mahar atau mas kawin adalah sejumlah harta atau nilai yang diberikan
oleh suami kepada istri sebagai bentuk perlindungan dan penghargaan. Mahara
harus diberikan oleh suami kepada istri sebagai syarat sahnya perkawinan. Besar
kecilnya mahar dapat ditentukan oleh kedua belah pihak dan disepakati sebelum
akad nikah dilangsungkan.
5. Asas kepastian (‫)يقين‬
Kepastian dalam hal sah atau tidaknya sebuah perkawinan sangat penting
dalam hukum perdata Islam. Oleh karena itu, setiap aspek perkawinan harus diatur
secara rinci dan jelas dalam sebuah kontrak perkawinan yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak dan disaksikan oleh wali dan saksi-saksi.5
Dengan demikian, asas-asas perkawinan menurut hukum perdata Islam
meliputi persetujuan, kafa'ah, wali, mahar, dan kepastian. Ketentuan-ketentuan ini
bertujuan untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak, serta menjamin
terciptanya keluarga yang harmonis dan seimbang berdasarkan ajaran Islam.

D. Rukun perkawinan
Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Dalam agama Islam, terdapat rukun-rukun perkawinan yang harus
dipenuhi agar sebuah perkawinan dianggap sah menurut hukum perdata Islam.
Makalah ini membahas mengenai rukun-rukun perkawinan dalam hukum perdata
Islam. Rukun-rukun ini meliputi ijab kabul, wali, calon pengantin yang memenuhi

5
Arifin Nurdin, Hukum Perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan, (UU No.
1/1974) (Bandung: Pustaka Jaya 2018) hlm 76

6
syarat, saksi, dan mahar. Ijab kabul merupakan kesepakatan antara calon suami
dan istri untuk saling menikah. Wali berfungsi sebagai pengawas dalam
pelaksanaan pernikahan. Calon pengantin yang memenuhi syarat adalah calon
suami dan istri yang memenuhi syarat-syarat dalam perkawinan. Saksi berfungsi
untuk memberikan kesaksian atas terjadinya ijab kabul. Sedangkan mahar adalah
harta yang diberikan oleh calon suami kepada calon istri sebagai tanda cinta dan
kasih sayang. Dalam prakteknya, penting bagi calon suami dan istri untuk
memenuhi rukun-rukun perkawinan ini agar sebuah perkawinan dianggap sah
menurut hukum perdata Islam. Hal ini bertujuan untuk menjaga keabsahan sebuah
perkawinan, serta untuk menjamin keadilan bagi kedua belah pihak dalam
perkawinan. Kesimpulannya, pemenuhan rukun-rukun perkawinan dalam hukum
perdata Islam sangat penting untuk menjaga keabsahan sebuah perkawinan dan
memastikan keadilan bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, penting bagi
masyarakat untuk memahami dan mematuhi rukun-rukun ini agar tercipta
keluarga dan masyarakat yang harmonis dan bahagia. Rukun perkawinan menurut
hukum perdata Islam terdiri dari lima unsur, yaitu:6
1. Ijab Kabul (‫)عقد النكاح‬
Ijab Kabul adalah tindakan saling memberi dan menerima antara calon
suami dan istri dengan menggunakan bahasa atau lambang yang jelas dan tegas.
Ijab Kabul dilakukan oleh calon suami dengan mengucapkan kata-kata yang
menunjukkan niat untuk mengambil calon istri sebagai istrinya, dan calon istri
menerima dengan ucapan atau isyarat yang menunjukkan persetujuannya.
2. Wali (‫)ولي‬
Wali adalah orang yang berhak mengawasi dan melindungi kepentingan
calon pengantin wanita dalam perkawinan. Wali yang berhak untuk melaksanakan
pernikahan adalah ayah, kakek, atau paman dari pihak ayah calon pengantin
wanita. Jika wali tersebut tidak ada atau tidak mampu melaksanakan tugasnya,
maka dapat digantikan oleh wali hakim.
3. Mahar (‫)مهر‬

6
Amir Martosedono, Apa dan Bagaimana Undang-undang No.1.1974, (Jakarta: PT
GrafindoPersada, 2013) hlm 32

7
Mahar adalah sejumlah harta atau nilai yang diberikan oleh suami kepada
istri sebagai bentuk penghargaan dan perlindungan. Besar kecilnya mahar
ditentukan oleh kesepakatan antara calon suami dan istri, dan mahar tersebut
harus diberikan pada saat akad nikah dilangsungkan.
4. Saksi (‫)شهود‬
Saksi adalah orang yang menyaksikan jalannya proses pernikahan. Dalam
perkawinan Islam, minimal ada dua orang saksi yang hadir pada saat akad nikah
dilangsungkan. Saksi-saksi tersebut harus orang yang dewasa, berakal, dan
merdeka.
5. Pengakuan (‫)إقرار‬
Pengakuan adalah tindakan kedua belah pihak untuk mengakui dan
menyetujui terhadap keberadaan ikatan pernikahan yang baru saja dilangsungkan.
Pengakuan biasanya dilakukan dengan membaca dan menandatangani akta nikah
yang telah dibuat oleh pejabat yang berwenang.7
Jadi, kelima unsur tersebut merupakan rukun perkawinan yang harus
dipenuhi agar sebuah perkawinan dianggap sah menurut hukum perdata Islam.
Setiap unsur tersebut memiliki peran dan kepentingan yang sangat penting dalam
melindungi dan menjaga hak-hak kedua belah pihak, serta menghindari
kemungkinan terjadinya konflik atau pertentangan di masa depan.

E. Syarat perkawinan
Perkawinan adalah salah satu institusi yang penting dalam kehidupan
manusia. Dalam agama Islam, perkawinan diatur oleh hukum perdata Islam yang
mengatur syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus dipenuhi agar sebuah
perkawinan dianggap sah. Makalah ini membahas mengenai syarat-syarat
perkawinan menurut hukum perdata Islam. Syarat-syarat ini meliputi syarat untuk
calon suami dan istri serta syarat-syarat untuk pelaksanaan pernikahan itu sendiri.
Calon suami dan istri harus beragama Islam, berakal dan mampu berfikir secara

7
Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Imani,2016)
hlm 77

8
sehat, serta mampu menjalankan kewajiban sebagai suami dan istri. Sedangkan
syarat pelaksanaan pernikahan meliputi ijab kabul, wali, saksi, mahar, dan
pengakuan. Dalam prakteknya, syarat-syarat dalam perkawinan harus dipenuhi
agar sebuah perkawinan dianggap sah menurut hukum perdata Islam. Pentingnya
memenuhi syarat-syarat ini adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan yang
tidak sah, serta untuk menjamin keadilan bagi kedua belah pihak dalam
perkawinan. Kesimpulannya, pemenuhan syarat-syarat perkawinan dalam hukum
perdata Islam sangat penting untuk menjaga keabsahan sebuah perkawinan dan
memastikan keadilan bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, penting bagi
masyarakat untuk memahami dan mematuhi syarat-syarat ini agar tercipta
keluarga dan masyarakat yang harmonis dan bahagia.Syarat perkawinan menurut
hukum perdata Islam meliputi syarat syarat untuk calon suami dan istri serta
syarat syarat untuk pelaksanaan pernikahan itu sendiri. Berikut adalah syarat-
syarat perkawinan menurut hukum perdata Islam:8

1. Syarat untuk calon suami dan istri

a. Beragama Islam
b. Berakal dan mampu berfikir secara sehat
c. Mampu menjalankan kewajiban sebagai suami dan istri
d. Dalam keadaan yang tidak sedang dalam iddah (batas waktu tertentu
yang harus dijalani oleh seorang wanita sebelum menikah kembali)

2. Syarat untuk pelaksanaan pernikahan

a. Ijab Kabul, yaitu adanya tawaran dari calon suami dan penerimaan dari
calon istri dengan ucapan dan atau tindakan yang jelas.
b. Wali, yaitu adanya wali yang memperkenankan perkawinan dan
membimbing kedua mempelai dalam proses pernikahan.

8
Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 2017)
hlm 65

9
c. Saksi, minimal ada dua orang saksi yang hadir pada saat akad nikah
dilangsungkan. Saksi-saksi tersebut harus orang yang dewasa, berakal, dan
merdeka.
d. Mahar, yaitu adanya pemberian oleh calon suami kepada calon istri
sebagai hak dan penghormatan.
e. Pengakuan, yaitu adanya pengakuan dan persetujuan dari kedua mempelai
terhadap pernikahan yang dilangsungkan.

Dalam hal pelaksanaan pernikahan, juga harus memperhatikan beberapa


persyaratan tambahan seperti adanya pernikahan harus dilakukan di tempat yang
sah menurut hukum dan adat, serta calon suami dan istri tidak dalam keadaan
terhalang untuk menikah seperti dalam status sebagai saudara kandung, dalam
ikatan pernikahan yang masih berlaku, atau dalam keadaan dijatuhi hukuman yang
menghalangi perkawinan. Semua syarat tersebut harus dipenuhi agar sebuah
perkawinan dianggap sah menurut hukum perdata Islam.9

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara keseluruhan, hukum perkawinan dalam Islam sangat penting untuk
mengatur dan melindungi hubungan antara suami dan istri. Perkawinan
merupakan ikatan yang diatur oleh hukum dan memiliki tujuan untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan harmonis. Asas-asas dalam hukum perkawinan antara

9
Mohd, Idris Ramulyo, Hukum perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, ,2019)
hlm 87

10
lain adalah asas keterbukaan, kesetaraan, kebebasan, keadilan, dan kemashlahatan.
Dalam hal ini, setiap individu berhak memilih pasangan hidupnya, dengan asumsi
pasangan tersebut memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Dalam hukum perdata
Islam, rukun perkawinan terdiri dari ijab kabul, wali, saksi, mahar, dan
pengakuan. Adapun syarat perkawinan meliputi syarat untuk calon suami dan istri
serta syarat-syarat untuk pelaksanaan pernikahan itu sendiri. Calon suami dan istri
harus beragama Islam, berakal dan mampu berfikir secara sehat, serta mampu
menjalankan kewajiban sebagai suami dan istri. Sedangkan syarat pelaksanaan
pernikahan meliputi ijab kabul, wali, saksi, mahar, dan pengakuan. Dalam
prakteknya, syarat-syarat dan rukun-rukun dalam perkawinan harus dipenuhi agar
sebuah perkawinan dianggap sah menurut hukum perdata Islam. Dalam hal ini,
hukum perkawinan memiliki peranan penting dalam membangun keluarga yang
harmonis dan menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan.

B. Saran
Makalah ini saya buat pasti masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
tulisan dan kata-kata yang kurang cocok dibaca, maka dengan terbuka saya
menerima masukan dari para pembaca yang budiman dan baik berupa saran, kritik
yang bersifat konstruktif karena dengan saran dan kritik saya dapat memperbaiki
lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 2017

Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Pustaka


Imani,2016

Amir Martosedono, Apa dan Bagaimana Undang-undang No.1.1974, PT Jakarta:


GrafindoPersada, 2013

11
Arifin Nurdin, Hukum Perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan, (UU No.
1/1974) Bandung: Pustaka Jaya 2018

Dimyati Khudzaifah dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta,:


Buku Pegangan Kuliah, UMS, 2014

Hilman Hadikusumo, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung: Mandar Maju,


2017

Lexy. J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya,


2017

Mr. H.Abdullah Siddiqi, Hukum Perkawinan Islam, Tintamas Indonesia,


Jakarta,2018

Mohd, Idris Ramulyo, Hukum perkawinan Islam, Jakarta: PT. Bumi


Aksara, ,2019

12

Anda mungkin juga menyukai