Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Disususn oleh :
Kelompok 7
DosenPengampu:
S.H.I, Choiriyah,M.Pd.I.
Puji syukur atas panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah dengan mengangkat tema “Pergaulan, Hak dan Kewajiban Suami Istri”
yang mana makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi syarat Mata Kuliah
Fiqih Munahakat dan Mawaris. Ungkapan terima kasih kami ucapkan kepada Ibu
S.H.I, Choiriyah, M.Pd.I selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Fiqih
Munahakat dan Mawaris yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam
penulisan makalah. Terimakasih juga tidak kami lupakan kepada teman- teman
yang telah membantu proses pembuatan makalah kami.
Palembang18 April
2024
Kelompok 7
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia, masyarakat dan kebudayaan memiliki hubungan dialetik.
Ketiganya berdampingan dan berimpit saling menciptakan dan
meniadakan. Persis seperti permainan gamsut (Inggris: game suite) yang
kita sering mainkan waktu kita kecil. Dimana permainan ini mengajarkan
bagaimana simbol-simbol ini saling melengkapi dan berkaitan yang akan
menciptakan relasi makna dalam kehidupan kita. (Kahmad, 2011, hal. 17).
Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sakral,
bermakana ibadah kepada Allah Swt., mengikuti sunah rasul Saw., dan
dilaksanakan atas dasar suka rela, bertanggung jawab, dan mengikuti
ketentuan hukum yang harus diindahkan oleh suami dan istri. Baik itu
hukum agama dan hukum negara. (Wibisana, 2016).
1
Suhartawan Budi, Tafakkur : Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2 No. 02 / April 2022. Hlm.107
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Istri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata hak
memiliki pengertian arti milik dan kepunyaan, sedangkan kata kewajiban
memiliki pengertian sesuatu yang harus dilakukan dan merupakan suatu
keharusan.2 Sedangkan yang dimaksud dengan hak disini adalah hal-hal
yang diterima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban yang
dimaksud disini adalah apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap
orang lain.3
Peran dan fungsi antara suami dan istri ini dikonstruksikan dalam
bentuk hak dan kewajiban yang melekat pada diri kedua belah pihak. Hak
adalah yang sesuatu yang melekat dan mesti diterima atau dimiliki oleh
seseorang, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus diberikan dan
dipenuhi oleh seseorang kepada orang lain. Rumusan dari hak dan
kewajiban inilah yang kemudian akan dijadikan barometer untuk menilai
apakah suami dan istri sudah menjalankan fungsi dan perannya secara
benar.4
Pernikahan dalam Islam pada dasarnya mempunyai tujuan untuk
membentuk keluarga yang harmonis (sakinah) yang dilandasi dengan
perasaan kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah). Salah satu cara supaya
keharmonisan tersebut dapat terbangun dan tetap terjaga adalah dengan
adanya hak dan kewajiban diantara masing-masing anggota keluarga.
Adanya hak dan kewajiban dalam keluarga ini bertujuan supaya masing-
masing anggota sadar akan kewajibannya kepada yang lain, sehingga
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed.3-cet.2, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., hlm. 1266
3
Amir Syarifuddin, Hukum Perekonomian Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hlm.
159
4
Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”, (Yogyakarta: elSAQ Press &
PSW, 2003), hlm. 12
dengan pelaksanaan kewajiban tersebut hak anggota keluarga yang lain
pun dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.
Dengan demikian, adanya hak dan kewajiban tersebut, pada
dasarnya adalah untuk menjaga keharmonisan hubungan antar anggota
keluarga, karena masing-masing anggota keluarga memiliki kewajiban
yang harus dilaksanakan demi untuk menghormati dan memberikan kasih
sayang kepada anggota keluarga yang lainnya. Islam, melalui al-Qur‟an
dan sunah, menyatakan bahwa dalam keluarga, yaitu antara suami dan
istri, masing-masing memiliki hak dan kewajibannya tersendiri.5
Manusia diciptakan oleh Allah dengan cara yang seimbang antara
fisik dan ruhaninya. Dan kebahagiaan hidup manusia juga ditentukan oleh
aneka keseimbangan, seperti; keseimbangan akal, jiwa, emosi, dan jasad;
keseimbangan kepentingan antara jasmani dan ruhani, keseimbangan
antara kebutuhan material dan spiritual serta keperluan individu dan
masyarakat. Hubungan dengan sesama manusia pun harus seimbang,
bahkan tidak keliru jika dinyatakan bahwa hubungan yang seimbang antar
manusia merupakan faktor terpenting dalam memelihara keseimbangan di
bumi ini. Jika demikian, kebahagiaan suami istri dalam rumah tangga
ditentukan oleh keseimbangan neraca. Kelebihan atau kekurangan pada
satu sisi neraca mengakibatkan kegelisahan serta mengenyahkan
kebahagiaan.6
Salah satu keseimbangan yang di garis bawahi al-Qur‟an dalam
konteks kehidupan suami istri adalah keseimbangan antara hak-hak suami
istri dan kewajiban-kewajiban mereka. Sebagaimana firman Allah Swt :
5
Departemen Agama RI, Membangun Keluarga Harmonis (Tafsir al-Qur‟an Tematik), (Jakarta:
Penerbit Aku Bisa, 2012), hlm. 107.
6
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur‟an..., hlm. 154
Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajiban mereka menurut cara yang ma‟ruf [yakni adat kebiasaan yang
baik]” 7(Q.S al-Baqarah [2]:228)
Ayat ini juga memberi pengertian bahwa istri memiliki hak yang
wajib dipenuhi oleh suami seimbang dengan hak yang dimiliki suami yang
wajib dipenuhi oleh istri, yang dilaksanakan dengan cara yang ma‟ruf
(baik menurut kondisi internal masing-masing keluarga). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk hak dan kewajiban suami istri
pada hakikatnya didasarkan pada adat kebiasaan (‘urf) dan fitrah manusia
serta dilandasi prinsip “setiap hak yang diterima sebanding dengan
kewajiban yang diemban”.9
7
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.1..., hlm. 486.
8
Ibid., hlm. 491.
9
Departemen Agama RI, Membangun Keluarga Harmonis..., hlm. 109
B. Hak Istri atas Suami
Bisa kita ketahui, bahwa perkawinan merupakan sarana agama
untuk menghalalkan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan
sehingga, sehingga tidak terjerumus dalam perzinaan. Dalam proses
pelegalan hubungan badaniyah (perkawinan yang sah) inilah kemudian
muncul hak dan kewajiban bagi seorang perempuan (istri) yang
dirumuskan dalam bagan sederhana sebagaimana berikut, yaitu:
Hak Kewajiban
ً صد ُٰقتِ ِهنَّ نِحْ لَةً ۗ فَا ِْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن ش َْيءٍ ِم ْنهُ نَ ْف
سا فَ ُكلُ ْوهُ َهنِ ْۤ ْيـًٔا َ س ْۤا َء
َ َِو ٰاتُوا الن
َّم ِر ْۤ ْيـًٔا
ٍ ض ُه ْم ع َٰلى بَ ْع
ۗ ض َّو ِب َما ٓ اَ ْنفَقُ ْوا ِم ْن ا َ ْم َوا ِل ِه ْم َ ّٰللاُ بَ ْعض َل ه َّ َس ْۤا ِء ِب َما ف َ َا َ ِلرجَا ُل قَ َّوا ُم ْون
َ ِعلَى الن
َّظ ْوهُن ُ ّٰللاُ َۗوالهتِ ْي تَ َخافُ ْونَ نُش ُْو َزهُنَّ َف ِع ب ِب َما َح ِف َظ ه ِ ص ِل ٰحتُ ٰقنِ ٰتتٌ ٰح ِف ٰظتٌ ِل ْلغَ ْي فَال ه
َ َّع َلي ِْهن
س ِبي ًَْل ۗاِنَّ ه
َّٰللاَ كَان َ ض ِربُ ْوهُنَّ ۚ َفا ِْن ا َ َط ْع َن ُك ْم َف ََل ت َ ْبغُ ْوا
ْ َاج ِع َوا ِ َوا ْه ُج ُر ْوهُنَّ ِفى ا ْل َمض
ع ِليًّا َكبِي ًْرا
َ
10
Nurani Mulya S, Relasi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Hukum Islam, e-Journal
Al-Syakhsiyyah Journal of Law and Family Studies, Vol. 3 No. 1 (2021). Hlm. 108-109
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). QS. Al-Nisa’: 34.
2. Menjaga diri.
Seorang istri berkewajiban menjaga diri, harta dan keluarganya
saat suami tidak sedang berada di rumah. Hal-hal teknis seperti
misalnya menerima tamu laki-laki dalam kondisi sendirian mesti
dihindari oleh istri karena akan menimbulkan fitnah dan prasangka
yang tidak baik. Demikian juga istri tidak boleh sekehendak hatinya
memanfaatkan atau membelanjakan harta saat suami sedang tidak ada
di rumah, kecuali untuk hal-hal yang mendesak dan setelah mendapat
persetujuan suami.Hal-hal ini merupakan hak bagi suami yang tidak
bisa dilanggar oleh istri karena menyangkut kewibawaan dan
kepribadian seorang laki-laki.11
11
Ibid., hlm. 110-111
D. Kewajiban Suami Terhadap Istri.
Adapun kewajiban suami terhadap istri dapat di bagi menjadi dua
bagian:
1. Kewajiban yang bersifat materi yang disebut nafqah.
2. Kewajiban yang tidak bersifat materi.
Pasal 80
12
Miftah faridl, Rumahku Surgaku, (Jakarta: GEMA INSANI 2005), Hal. 113
d) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
e) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
f) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anak.
g) Biaya pendidikan bagi anak.
h) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf
a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istri.
i) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
j) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (2) gugur apabila istri
nusyuz.
Pasal 81
Pasal 82
13
Amir Syarifuddin, HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: KENCANA 2006), Hal. 162-163
9. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami.
10. Tidak mempersulit suami, dan selalu mendorong suami untuk
maju.
11. Ridha dan syukur terhadap apa uyang diberikan suami.
12. Selalu berhias, bersolek untuk suami.
13. Selalu berhemat dan suka menabung.
Pasal 83
Kewajiban Istri
a) Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir batin kepada
suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
b) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
a) Istri dapat dianggap nusyuz (Maksud nusyuz adalah perbuatan seorang
istri meninggalkan kewajibannya, seperti meninggalkan rumah tanpa rida
suaminya.)jika tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban,
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 83 ayat (1), kecuali alasan yang
sah.
b) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istri yang disebut
pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk
kepentingan anaknya.
c) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah
istri tidak nusyuz.
d) Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas
bukti yang sah.14
14
Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: KENCANA 2006), Hal. 163-164
15
Huzaima Tahido Yango,,Masail Fiqhiyyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer, (Bandung:Angkasa,
2005), h. 137
pemenuhan kebutuhan lahiriah saja, tetapi membutuhkan kasih sayang dan
saling sebagai bagian dari kebutuhan psikologis.
Kasih sayang dan kepercayaan menjadi modal terpenting untuk
membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Untuk itu
diperlukan komitmen dan kematangan dalam bertindak, dan
bersikap.Sebagai unit sosial terkecil, keluarga dibangun berdasarkan
kesepakatan untuk mewujudkan cita-cita bersama, yang membutuhkan
tertib hukum,dan pembagiantugas yang jelas. Dalam konteks hukum
keluarga, suami dan istri adalah subyek hukum yang secara sadar sepakat
untuk dibebani tanggung jawab dan kewajiban sesuai dengan kapasitasnya
masing-masing. Dengan demikian timbulnya kewajiban bersama suami
istri,adalah tuntutan bertindak yang sudah diprediksi sebelumnya, dan
disepakati oleh suami istri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ulasan terkait bagaimana hak kewajiaban suami istri dapat
ditarik kesimpulan bahwa Al-Qur’an telah memberi petunjuk (hudan)
kepada pasangan suami istri tentang bagaimana sepatutnya
membangun dan membina rumah tangga agar bisa menghidupkan
suasana sakinah mawaddah dan rahmah. Tentu dalam pelaksanaannya
adalah dengan jalan mengerjakan hak kewajiban sesuai dengan tugas
dan tanggung jawab dari suami istri.
Hak kewajiban suami istri bisa terbangun dengan harmonis dan
berkelanjutan. Apabila kedua pasangan saling mendo’akan,
menghargai perbedaan pendapat, menghormati keputusan masing-
masing dengan kepala dingin dan saling mengerti satu sama lain.
Keluarga yang baik adalah keluarga yang terbangun atas dasar
kebersamaan dalam cinta dan kasih sayang karena Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Mulya, N. (2021). Relasi Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Persfektif
Hukum Islam. e journal Al-Syakhsiyyah Journal of Law and family Studen , 108-
109.