Anda di halaman 1dari 20

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok


pada mata kuliah Pendidikan Agama
Dosen Pengampu : Teguh Kurniyanto, S.Pd.I., M.Ed

Disusun Oleh Kelompok 7 :

1. Olivia Dwi Puspita 221090500086


2. Maulidia Apriliani 221090500140

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS SUTOMO
2023

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan nikmat
nya saya dapat menyusun dan menulis makalah yang berjudul “MEMBANGUN
KELUARGA SAKINAH”, dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Pendidikan Agama, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan dan menjadi bahan literatur bagi para pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Teguh Kurniyanto, S.Pd.I., M.Ed, selaku
dosen mata kuliah Agama Islam yang telah memberikan tugas ini, sehingga
saya sebagai penulis dapat menambah wawasan di lingkup agama. Selain itu
saya juga berterima kasih kepada setiap pihak yang membantu saya dalam
memberikan partisipasi dan dukungannya saat penulisan makalah ini.

Saya menyadari bahwa karya tulis yang saya buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu apabila terdapat kritik dan saran yang dapat membangun dapat
menjadikan makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Serang, 10 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

JUDUL......................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 7

C. Tujuan ............................................................................................................................. 7

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 8

A. Pembentukan Keluarga ................................................................................................... 8

B. Urgensi Keluarga Dalam Islam ....................................................................................... 8

C. Tujuan Hidup Berkeluarga Dalam Islam ...................................................................... 10

D. Fungsi Keluarga Dalam Islam ...................................................................................... 11

E. Pembinaan Keluarga Sakinah ....................................................................................... 13

F. Pengertian Dari Poligami, Talak, Rujuk dan Nikah Beda Agama ................................ 14

1. Poligami .................................................................................................................... 14

2. Talak .......................................................................................................................... 15

3. Rujuk ......................................................................................................................... 16

4. Nikah Berbeda Agama .............................................................................................. 17

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 18

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembentukan keluarga harus dilakukan dalam pernikahan. Perkawinan adalah
bagian dari model budaya dan sosial yang seseorang melakukan untuk beberapa generasi.
Setiap pasangan yang menikah mengharapkan hanya satu pernikahan. perkawinan adalah
jaringan atau model sosial dan telah disetujui oleh dua atau lebih individu untuk
membentuk sebuah keluarga. Dalam perkawinan itu lebih dari sekadar hak untuk
membawa dan melatih anak, tetapi lebih dari komitmen dan manfaat hubungan antara
keluarga dan masyarakat. Perkawinan merupakan sebuah salah satu gerbang untuk
terciptanya keluarga yang bahagia. Hal tersebut tercantum dalam Undang–Undang
Republik Indonesia tentang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Keluarga adalah bagian terpenting dalam kehidupan umat manusia di dunia ini. Secara
terminologi keluarga merupakan salah satu institusi terkecil di dalam masyarakat yang
ditandai dengan tempat tinggal bersama, kerja sama, ekonomi, dan reproduksi yang
dipersatukan oleh pertalian perkawinan atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang
berinteraksi sesuai dengan peran-peran sosialnya dan bertanggung jawab mewujudkan
terciptanya masyarakat yang daman dan berkeadaban.

Keluarga memegang peranan penting dalam kehidupan karena setiap manusia tentunya
berangkat dari sebuah keluarga. Sehingga dapat digambarkan bahwa keluarga menjadi
tempat dimana pondasi nilai-nilai keIslaman tertanam pertama kali oleh kedua orang tua
dan anggota keluarga lainnya. Adapun nilai-nilai keislaman tersebut menjadi tolak ukur
generasi umat manusia di masa yang akan datang. Sebaliknya, jika nilai-nilai keislaman
dalam keluarga rapuh, maka sangat rentan terjadi permasalahan dalam keluarga baik

1
Basir, Sofyan, “Membangun Keluarga Sakinah”, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, Vol.6 No.2, (2019).
Hlm.99

4
pertikaian, permusuhan, kebencian yang berujung pada suatu perceraian dan perpecahan
dalam keluarga.2

Ketenteraman hanya bisa muncul jika anggota keluarga itu memiliki persepsi yang
sama tentang tujuan berkeluarga. Jika tidak yang terjadi justru sebaliknya yaitu adanya
perpecahan, perselisihan dan pertengkaran yang dapat berujung pada perceraian3.

Rumah tangga yang damai adalah rumah tangga di mana para anggota keluarganya
senantiasa damai tenteram dalam suasana kedamaian dan bebas dari percekcokan dan
pertengkaran. Sedangkan rumah tangga yang langgeng (kekal) adalah rumah tangga
yang terjalin kokoh dan tidak terjadi perceraian selama kehidupannya4.

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup
bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang
saling terkait karena sebuah ikatan batin.

Untuk membentuk Keluarga Sakinah yang kokoh diperlukan persiapan perkawinan


dari pasangan suami dan istri selain itu harus bisa menjalankan 9 fungsi keluarga
berjalan seperti seharusnya, yakni Fungsi Reproduksi, Fungsi Sosial, Fungsi Ekonomi,
Fungsi Edukatif, Fungsi Protektif, Fungsi Religius, Fungsi Rekreatif, Fungsi Afektif dan
Fungsi Dakwah.

Al-Qur’an membangun sebuah keluarga yang sakinah dan buat untuk membentuk
suatu tatanan masyarakat yang memelihara aturan- aturan Allah dalam kehidupan
,aturan yang ditawarkan oleh islam menjamin terbinanya keluarga bahagia
lantaran nilai kebenaran yang dikandungnya, serta keselarasan yang ada dalam fitrah
manusia .

Dilainsisi ada yang namanya poligami, talaq, dan rujuk. Poligami dipandang sebagai
hak priogratif seorang laki-laki sehingga ia boleh untuk menikah lebih dari satu istri
asalkan mampu berbuat adil. Pendapat ini diusung oleh mereka yang mendukung poligami

2
Noviani Ardi, Muhammad, 2019. Urgensi Penguatan Kembali Nilai-Nilai Islam Dalam Keluarga, Semarang :
Buletin Dakwah. https://ybw-sa.org/2019/09/urgensi-penguatan-kembali-nilai-nilai-islam-dalam-
keluarga/#:~:text=Keluarga%20memegang%20peranan%20penting%20dalam,tua%20dan%20anggota%20kelua
rga%20lainnya.
3
Junaidi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Quran dan As-Sunah, hlm 23-25.
4
Dedi Junaidi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut AlQuran dan As-Sunah,
(Jakarta: Akademika Pressindo 2002) hlm 15.

5
di antaranya adalah kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 5 Lalu berbagai persepsi
yang beda bermunculan, disebabkan poligami merupakan isu sentimen yang menyangkut
harga diri dan kemaslahatan perempuan. Tidak sedikit perempan yang menjadi korban
ketidakadilan dari poligami yang dilakukan laki-laki.6

Lalu Ṭalāq (perceraian), diambil dari kata ithlāq artinya “melepaskan atau
meninggalkan.” Dalam istilah agama, talak artinya melepaskan ikatan perkawinan atau
bubarnya hubungan perkawinan. Melepaskan ikatan pernikahan, artinya bubarnya
hubungan suami isteri. Putusnya perkawinan atau perceraian.7 Meskipun disini perceraian
adalah jalan terakhir untuk menyelesaikan konflik dalam sebuah perkawinan, ini
merupakan suatu hal yang final (paling puncak) namun untuk menyusun kembali
kehidupan keluarga yang mengalami goncangan tersebut, bukanlah suatu hal yang tidak
mungkin terjadi. Untuk itulah agama Islam mensyari’atkan adanya iddah, iddah adalah
nama bagi masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan
rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya. Dapat dipahami bahwa iddah
adalah masa tunggu bagi seorang perempuan untuk bisa rujuk lagi dengan mantan
suaminya atau batasan untuk boleh kawin lagi. ketika terjadi perceraian. hal ini akan
memberi peluang bagi suami istri Yang telah bercerai. Manfaat iddah salah satunya untuk
memberi kesempatankepada keduanya yakni suami dan istri untuk berfikir secara jernih
untuk sekalilagi mencoba membangun kembali sebuah keluarga yang sakinah mawaddah
warahmah sebagaimana yang meraka inginkan.

Tetapi bagaimana jika pasangan yang ingin kita nikahi berbeda agama. Dalam Islam,
salah satu inti ajaran Islam dalam mencari pasangan adalah berdasarkan agamanya.
Rosulullah saw memerintahkan agar apabila kaum laki-laki bila menemukan wanita yang
baik agamanya hendaklah ia nmenjadikannya sebagai pilihannya dalam menentukan
pasangan hidup.8 Hal ini mendapatkan perhatian lebih bahwa se-Agama adalah tujuan
utama dalam mencari pasangan untuk keluarga. Namun, terkait dengan menikah dengan
pasangan yang berbeda agama para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan hal
tersebut. Keharmonisan keluarga akan terwujud secara sempurna apabila suami istri

5
Lihat https://news.detik.com/berita/d-723145/hari-ibu-hti-demo-pro-poligami.
6
Zainatullah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: Elkahfi, (2008), Hlm. 201.
7
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia,
Cet.1, (2011), hlm. 147
8
Al-Imam Muhammad bin Ismail, Subulussalam Syarhu Bulughul Maram, Beirut- Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,
Cet .IV(2012), jilid III, Hlm. 113.

6
berpegang teguh pada ajaran yang sama. Perbedaan keyakinan atau agama di antara kedua
belah pihak seringkali menimbulkan bermacam kesulitan di lingkungan keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana membangun dan membentuk sebuah keluarga?
2. Apa urgensi keluarga dalam islam?
3. Apa tujuan hidup berkeluarga dalam islam?
4. Apa saja fungsi keluarga dalam islam?
5. Bagaimana membina keluarga agar sakinah ?
6. Apa pengertian dari poligami, talak, rujuk dan bagaimana pandangan islam prihal
menikah berbeda agama?

C. Tujuan
1. Agar kita mengetahui cara membangun dan membentuk sebuah keluarga.
2. Untuk mengetahu urgensi keluarga dalam islam.
3. Untuk mengetahui tujuan hidup berkeluarga dalam islam.
4. Untuk mengetahui fungsi-fungsinya keluarga dalam islam.
5. Agar kita tau cara membina keluarga agar sakinah.
6. Untuk mengetahui pengertian dari poligami, talak, rujuk dan memahami bagaimana
pandangan islam terhadap pernikahan berbeda agama.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan Keluarga
Dalam syari'at islam, proses pembentukan keluarga bermula dari proses pernikahan.
Menikah adalah kenikmatan Allah yang dianugerahkan untuk umat manusia dan
merupakan sunnah para rasul seluruhnya. Dan memang Keluarga terbentuk berdasarkan
ikatan perkawinan atau pertalian darah, keluarga merupakan satu kesatuan dan unit
terkecil dalam struktur masyarakat, yang terdiri dari suami dan istri, ayah dan ibu, ayah
dan anak, atau ibu dan anak. Perkawinan merupakan satu-satunya sarana yang sah untuk
membentuk suatu keluarga.

Secara tradisional, perkawinan mampu meningkatkan derajat individu dalam


masyarakat dari pada kondisi sebelumnya. Sementara dalam agama perkawinan
dipandang sebagai ikatan suci dan sakral yang dimaksudkan untuk mengharapkan berkat,
pahala, dan ridho dari Tuhan. Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa
perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara suami istri, yang dilangsungkan
secara sah, untuk membentuk suatu rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal
yang dilakukan sesuai dengan dengan aturan dan keyakinan masing-masing.

B. Urgensi Keluarga Dalam Islam


Saat ini, ditengah-tengah maraknya globalisasi, pertukaran budaya dan modernisasi,
kita bersama ditunjukan data statistik dan penelitian ilmiah yang menunjukan
meningkatnya angka percerian diberbagai daerah. Sebagai muslim, kita menyadari
bersama bahwa percerian adalah perbuatan yang tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Jika
melihat pada data putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (PA/MS) untuk semua
jenis perkara secara nasional selama periode 2001-2015 terjadi kenaikan sebesar 180%,
yaitu dari 159.299 perkara pada tahun 2001 menjadi 455.568 perkara pada tahun 2015.
Tren ini semakin tahun semakin naik, dan yang menariknya adalah 90% dari semua jenis
perkara itu merupakan perkara percerian yang didalamnya cerai gugat lebih mendominasi
dibandingkan dengan cerai talak yang mencapai sekitar 71,9% dengan latar belakang
ketidakharmonisan yang beragam variasinya mulai dari perselingkuhan, tidak memberi

8
nafkah lahir dan batin, ekonomi hingga masalah kecemburuan. Dan akibat dari semua ini
adalah anak yang menjadi korban. Karena tentunya keluarga adalah bagian terpenting bagi
tumbuh kembangnya seorang anak.

Data diatas menjadikan keprihatian bersama dimana menunjukan penurunan makna


dan nilai-nilai perkawinan serta tentunya menunjukan melemahnya nilai-nilai keagamaan
sebagai dasar perkawinan tersebut. Oleh karenanya, perlu adanya peningkatan atau
penguatan kembali akan nilai-nilai keislaman dalam keluarga.

a) Memahami kembali akan tujuan membentuk keluarga dalam satu ikatan perkawinan.
Sajuti Thalib mengartikan pernikahan sebagai suatu perjanjian yang suci, kuat, dan
kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-
mengasihi, tentram dan bahagia. Lebih dari itu menurut al-Faruqi, pernikahan
merupakan pemenuhan terhadap tujuan Tuhan agar dari pernikahan itu melahirkan
keturunan. Sebab pernikahan dalam kacamata Islam merupakan perisai suci untuk
mengahalalkan laki-laki dan perempuan melakukan hubungan seksual sehingga
mereka tidak terjerumus kedalam perbuatan tercela.
b) pemahaman hak dan kewajiban setiap anggota keluarga. Dalam rangka mencapai
tujuan berkeluarga yang harmonis (sakinah) dan penuh dengan kasih sayang
(mawaddah, warahmah) perlu adanya kesadaran dari setiap anggota keluarga akan hak
dan kewajibannya. Menurut Al-Faruqi, Islam menganggap laki-laki dan perempuan
diciptakan untuk prinsip-prinsip yang berbeda tetapi saling melengkapi. Fungsi ibu,
sebagai pengatur rumah tangga dan pengasuh anak, dan fungsi ayah, sebagai
pelindung, pencari nafkah dan pemikul seluruh tanggung jawab keseluruhan yang
menuntut syarat-syarat fisik, psikis dan emosional yang berlainan dari laki-laki dan
perempuan.
c) memahami akan kewajiban suami. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa posisi seorang
suami dalam keluarga adalah pelindung (Qawwam) bagi istrinya. Oleh sebab itu,
seorang suami dianggap sebagai kepala keluarga. Kewajiban seorang suami dalam
kerluaga dapat dikategorikan menjadi dua yaitu berkaitan dengan harta benda
(maaliyah) dan yang tidak berkaitan dengan harta benda seperti memperlakukan
seorang istri dengan baik sesuai tuntunan agama.
d) memahami kewajiban seorang istri di dalam keluarga. Bentuk dari kewajiban istri
dalam keluarga tentunya berbeda dengan suami yang lebih banyak bersifat materi.

9
Akan tetapi, kewajiban seorang istri lebih kepada ketaatan dan kepatuhan kepada
suaminya.

C. Tujuan Hidup Berkeluarga Dalam Islam


Setiap pasangan yang berniat untuk menikah, tentu melewati proses yang disertai
dengan beragam tujuan hidup berkeluarga yang ingin diraih bersama. Adanya tujuan
berkeluarga menjadikan ikatan suci tersebut menjadi jelas. Selain itu, tujuan-tujuan
berkeluarga juga bisa menjadi kunci untuk terhindar dari suatu kegagalan dalam berumah
tangga. Memang, maksud ataupun tujuan berkeluarga tiap orang terkadang sama, namun
ada juga yang berbeda.

Kesamaan ataupun perbedaan motivasi berkeluarga antara individu satu dengan yang
lain, tergantung pada sifat dan kepribadian seseorang, kondisi, bahkan lingkungannya. Hal
yang terpenting dari tujuan berkeluarga itu harus tulus dan jelas, serta bersih dari tujuan
buruk dari kedua belah pihak.

Salah satu tujuan berkeluarga dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga abadi,
bahagia, sejahtera, dan lahir keturunan - keturunan yang berkualitas baik secara agama
maupun keahlian duniawi.9 Di samping itu, tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk
memberikan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan manusia. Dan ada 6 tujuan
dari hidup berkeluarga dalam islam, antara lain:

1. Mematuhi Perintah Allah

Pertama, tujuan berkeluarga dalam Islam yaitu untuk mematuhi serta meningkatkan
ibadah seorang hamba kepada Tuhannya. Di mana, berkeluarga bisa menyempurnakan
akhlak. Pasalnya, berkeluarga adalah termasuk suatu tuntunan agama yang penting,
untuk dianjurkan atau diterapkan.

2. Meneladani Sikap Rasulullah

Tujuan berkeluarga menurut Islam merupakan salah satu sunnah yang dilakukan oleh
Rasulullah. Tujuannya untuk memperbaiki moral maupun akhlak yang lebih baik.

3. Mempunyai Keturunan

9
Qothrunnada, Kholida. “Tujuan Pernikahan”, Detik Bali (2022). https://www.detik.com/bali/berita/d-
6400069/udah-siap-inilah-10-tujuan-pernikahan-yang-harus-kamu-
tahu#:~:text=Tujuan%20utama%20pernikahan%20dalam%20Islam,hati%20serta%20mendidik%20generasi%2
0barunya.

10
Melahirkan keturunan yang mulia termasuk tujuan dari berkeluarga. Dalam Al-Qur'an
surat An-Nahl ayat 72, disebutkan bahwa pernikahan manusia merupakan fitrah yang
berpasang-pasangan, untuk tujuan melahirkan keturunan yang baik-baik.

Hal itu mengisyaratkan pada dasarnya bersatunya laki-laki dan perempuan yang terbina
melalui ikatan keluarga yang sah adalah untuk memiliki keturunan, yaitu anak-anak
hingga cucu-cucunya kelak (untuk menjadi penerus di masa depan).

4. Membentuk Suatu Keluarga

Tujuan pernikahan karena ingin membentuk keluarga. Tujuan utama pernikahan dalam
Islam yaitu membangun sebuah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah
(keluarga yang diselimuti dengan ketentraman, kecintaan, serta rasa kasih sayang).

Menjadi keinginan dari banyak setiap pasangan untuk bisa memiliki buah hati serta
mendidik generasi barunya. Diharapkan, anaknya itu mempunyai kehidupan yang lebih
baik dibandingkan dengan orang tuanya.Hal inilah yang menjadi salah satu kewajiban
seorang ayah dan ibu terhadap anaknya kelak. Jadi, pembinaan keluarga bisa disebut
sebagai tugas penting yang tidak boleh dianggap remeh. Dibutuhkan kesadaran yang
tinggi, agar tiap anggota keluarga nantinya bisa berpotensi untuk menjadi pendorong
kesejahteraan kehidupan masyarakat hingga bangsanya.

5. Menciptakan Rasa Bahagia

Tujuan berkeluarga dalam islam juga adalah untuk menciptakan rasa bahagia. Di
mana, sudah seharusnya suami istri saling memberi kasih sayang serta perasaan aman
satu sama lain. berkeluarga membuat kita mendapatkan sahabat atau pendamping
hidup, yang di dalamnya dipenuhi oleh kasih sayang dan perasaan cinta.

D. Fungsi Keluarga Dalam Islam


Fungsi keluarga pada dasarnya terdiri dua pokok, yaitu keluarga bukan hanya berfungsi
sebagai kesatuan biologis akan tetapi juga bagian dari kehidupan masyarakat. Keluarga
bukan hanya berfungsi memelihara anak, tetapi membentuk ide dan sikap sosial. Kelurga
berkewajiban meletakkan dasar-dasar pendidikan, keagamaan, kesukaan, kemauan,
kecakapan berekonomi, keindahan bahkan pengetahuan dalam bermasyarakat.

Supriyono menambahkan bahwa fungsi keluarga yaitu fungsi yang tunggal, tetapi ia
berbentuk jamak. Pemeliharaan fisik dan psikis keluarga termasuk kehidupan religius,

11
menstabilkan situasi keluarga, dalam artian stabilitas ekonomi rumah tangga dan mendidik
anak, fungsi biologi, tempat lahirnya anak-anak atau orang tua melahirkan anak, fungsi
efeksi, keluarga yang terbentuk tercipta hubungan sosial yang penuh kemesraan dan efeksi
dan sosialisasi, fungsi ini menunjuk peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak.
10
Secara sosioligi, Djudju Sudjana mengemukakan enam macam fungsi keluarga yaitu:
1) Fungsi biologis, perkawinan dilakukan untuk bertujuan agar memperoleh keturunan,
dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal
dan beradab. Fungsi biologis inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan
binatang, sebab fungsi ini diatur dalam suatu norma perkawinan yang diakui bersama.
2) Fungsi eduktif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya
dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju
kedewasaan jasmani dan ruhani dalam dimensi kognisi, efektif maupun skill, dengan
tujuan untuk mengembangkan aspek mental spiritual, moral, intelektual, dan
profesional.
3) Fungsi relasi, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui
pemahaman, penyadaran dan praktif dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta
iklim keagamaan didalamnya. Dalam QS-Lukman mengisahkan peran orang tua
dalam keluarga menanamkan aqidah kepada anak sebagaimana yang dilakukan
Luqman al Hakim terhadap anaknya.
4) Fungsi proteksif, dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan internal
maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala pengaruh negatif yang masuk
ke dalamnya..
5) Fungsi sosialisasi adalah berkaitan dengan mempersiapkan anak menjadi anggota
masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal
baik inter relasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam mensikapi masyarakat yang
pluralitas lintas saku, bangsa, golongan, ras, budaya, agama, bahasa maupun jenis
kelamin.
6) Fungsi ekonomis, keluarga merupakan kesatuan ekonomi dimana keluarga memiliki
aktivits mencari nafkah. Pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan
bagaimana memanfaatkan sumber penghasilan dengan baik, mendistribusikan secra

10
Wiranti Ritonga, Wirda. “Peran dan Fungsi Keluarga Dalam Islam”, Sumatra Utara: Medan Resource Center,
(2021).

12
adil serta dapat mempertanggung jawabkan kekayaan dan harta bendanya secara soail
maupun moral.

Dan Fungsi keluarga dalam islam adalah wahana utama dan pertama menciptakan
seluruh anggota keluarga menjadi insan yang taqwa kepada tuhan yang maha esa dengan
Membina norma atau ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota
kelurga, menerjemahkan ajaran atau norma agama ke dalam tingkah laku hidup sehari-hari
seluruh anggota keluarga, dan memberikan contoh-contoh konkrit pengalaman ajaran
agama dalam hidup sehari-hari.

E. Pembinaan Keluarga Sakinah


Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya membina keluarga yang sakinah bukanlah
perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan seperti ini, jangankan untuk
mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk mempertahankan keutuhan rumah
tangga saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri, sehingga sudah saat-nya setiap
keluarga perlu merenung apakah mereka tengah berjalan pada koridor yang diinginkan
oleh Allah dalam mahligai tersebut, ataukah mereka justru berjalan bertolak belakang
dengan apa yang diinginkan oleh-Nya.

Pendekatan agama sangatlah tepat jika dimulai dari keluarga, karena Keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki tugas penting dalam
pembentukan karakter kepribadian suatu individu. Hal ini perlu diperhatikan mengingat
kurangnya kesadaran masyarakat dalam membentuk keluarga yang sakinah sesuai dengan
ajaran Islam.

Mempunyai keluarga sakinah adalah idaman setiap orang. Kenyataan ini menunjukan
banyak orang yang merindukan dalam rumah tangganya menjadi sesuatu yang teramat
indah, bahagia, penuh dengan berkah yakni keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.

Salah satu aspek penting dari pembinaan keluarga yang bahagia dan sejahtera adalah
kelestarian keluarga yang dapat dengan selamat dan aman mempertahankan sendi-sendi
dasar kehidupannya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang datang dari dalam
maupun luar.

pembinaan keluarga sakinah adalah segala usaha, ikhtiar dan kegiatan yang dilakukan
terus menerus dengan perencanaan, pengorganisasian, serta pengendalian keluarga yang
dibina atas perkawinan yang sah, sehingga mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan

13
material secara layak dan siembang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga
dan lingkungannya dengan selaras. Dan terdapat beberapa ciri-ciri keluarga sakinah,
diantaranya :

a. Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah


b. Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)
c. Mengetahui Peraturan Berumahtangga
d. Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak
e. Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar.

Adanya pembinaan keluarga sakinah bisa memungkinkan adanya keharmonisan dalam


keluarga sehingga setiap unsur dari keluarga mampu untuk mengamalkan, dan menghayati
serta memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia.11

F. Pengertian Dari Poligami, Talak, Rujuk dan Nikah Beda Agama


1. Poligami
Dalam bahasa Arab poligami disebut ta’adud al-zawajah. Poligami diartikan dengan
perkawinan yang dilakukan dengan beberapa pasangan pada waktu bersamaan. Dengan
demikian poligami itu tidak terbatas hanya dilakukan oleh lelaki, tetapi juga oleh
perempuan.

Istilah khusus yang mengacu pada perkawinan seseorang laki-laki dengan beberapa
orang perempuan adalah poligini (polyginy) dan yang mengacu pada perkawinan antara
seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki adalah poliandri (polyandry).
Pengertian poligami yang berlaku di masyarakat adalah seorang laki-laki kawin dengan
banyak wanita. Menurut tinjauan Islam poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih
dari satu, dengan batasan umum yang dibolehkan hanya sampai empat wanita.

Istilah lain yang maknanya mendekati makna poligami yaitu poligini, kata ini berasal
dari poli atau polus dalam bahasa Yunai yang artinya banyak, dan gini atau gene artinya
isteri, jadi poligini arrtinya beisteri banyak (Badriyah Fahyimi, 2002: 40). Dalam
Ensiklopedi Nasional, poligami diartikan suatu pranata perkawinan yang memungkinkan
terwujutnya keluarga yang suaminya memiliki lebih dari seorang isteri atau isteri
memiliki lebih dari seorang suaminnya.

11
Op.cit Hlm.101

14
Atas dasar pertimbangan maslahah di atas hukum poligami bisa meliputi semua hukum
taklify yaitu wajib, sunnat, mubah, haram, dan makruh. Poligami menjadi wajib apabila
kebutuhan sangat mendesak, misalnya dalam kondisi suami mempunyai dorongan seks
yang luar biasa, sehingga akan mengakibatkan terjadinya perzinaan. Di sisi lain suami
juga dapat berbuat adil kepada isterinya, baik dari aspek materi dan biologis. Poligami
menjadi sunnah hukumnya apabila suami mempunyai dorongan seks yang luar biasa,
apabila tidak malakukan poligami akan menyebabkan ia terjerumus pada perzinahan, dan
suami tersebut juga berpotensi untuk mempnyai keturunan. Dari sisi lain suami tersebut
juga dapat berbuat adil kepada isteri-isterinya dan anak-anaknya, baik dari aspek materi
maupun bathiny. Poligami menjadi haram hukumnya apabila suami melakukan poligami
hanya berorientasi pada pelampiasan syahwat belaka dan tidak memperhatikan kondisi
dan kemampuan materi dan mental. Ia tidak yakin bahwa dirinya dapat berbuat adil
kepada isteri-isterinya. Apabila suami yakin bahwa dirinya tidak mampu untuk
memenuhi hakhak isteri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya poligami
hukumnya haram.12

2. Talak
Dalam ketentuan hukum pernikahan Islam, talak artinya melepas ikatan pernikahan
dengan ucapan talak atau perkataan lain yang bermaksud sama. Di dalam fikih sunah
Sayyid Sabiq beliau memberikan definisi talak, yaitu melepaskan tali pernikahan
(perkawinan) dan mengakhiri hubungan suami Istri.

Abu Zakaria Al-Ansari dalam kitabnya Fath Al-Wahhab menyatakan bahwa talak
adalah melepas tali akad nikah dengan kalimat talak dan yang semacamnya. Maksudnya
ialah memutuskan ikatan pernikahan yang dulu diikat oleh akad ijab dan kabul sehingga
status suami istri di antara keduanya menjadi hilang. Termasuk juga hilangnya hak dan
kewajiban antara keduannya.

Dalil dibolehkannya talak adalah firman Allah SWT, yakni:


“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik,” (Al-Baqarah: 229).

12
Ichsan, “Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam”, jurnal ilmiah syari’ah, Vol.17 No.2 (2018)

15
Dan Perlu diketahui bahwa untuk melakukan perceraian atau menjatuhkan talak, harus
ada cukup alasan yang jelas. Alasan ini yang melandaskan bahwa antara suami dan istri
tidak lagi dapat hidup rukun dan perceraian adalah satu-satunya jalan keluar.

3. Rujuk
Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh
setelah terjadi thalak raj’i yang dilakukan”oleh bekas suami terhadap bekas istrinya
dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.13

Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada pernikahan yang asal
sebelum diceraikan. Sedangkan rujuk menurut para ulama madzhab adalah sebagai
berikut”:

 Hanafiyah, rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya penggantian
dalam masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan hilang bila masa
iddah.”14
 Malikiyah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijatuhi talak, karena takut berbuat
dosa tanpa akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak ba’in,
maka”harus dengan akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan
rujuk.”15”
 Syafi’iyah, rujuk adalah kembalinya istri ke dalam ikatan pernikahan setelah dijatuhi
talak satu atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini bahwa istri diharamkan
berhubungan dengan suaminya sebagaimana berhubungan dengan orang lain,
meskipun sumi berhak merujuknya dengan tanpa kerelaan. Oleh karena itu rujuk
menurut golongan”syafI’iyah adalah mengembalikan hubungan suami istri kedalam
ikatan pernikahan yang sempurna.”16”
 Hanabilah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijtuhi talak selain”talak ba’in kepada
suaminya dengan tanpa akad. Baik dengan perkataan atau perbuatan (bersetubuh)
dengan niat ataupun tidak.”17”
Pada dasarnya para ulama madzhab sepakat, walaupun dengan redaksi yang berbeda
bahwa rujuk adalah kembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu dan atau dua,

13
Djaman Nur, “Fiqih Munakahat”, Bengkulu: Dina Utama Semarang, (1993), Hlm. 174”
14
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, Mesir: Al-Maktab AtTijariyati Al Kubro, hlm. 377”
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid, hlm. 378

16
dalam masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat apakah istri
mengetahui rujuk suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak, dengan alasan bahwa
istri selama masa iddah tetapi menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak tersebut
kepadanya.
4. Nikah Berbeda Agama
secara tegas dalam Islam terdapat pelarangan pernikahan beda agama dalam teori,
namun dalam terdapat teori yang memunculkan adanya kesempatan untuk terjadinya
pernikahan bukan satu golongan, yaitu antara umat Islam dengan wanita ahli kitab
pengertian ahli kitab disini adalah orang yang menganut salah satu agama Samawi yang
mempunyai kitab suci seperti Taurat, Injil , dan Zabur .pembolehan pernikahan dengan
ahli kitab ini dimuat dalam surat al-Maidah ayat 5 yang menerangkan bahwa adanya
legalisasi pernikahan dengan wanita ahli kitab bagi kaum muslim.18

Pada dasarnya hukum Islam melarang adanya pernikahan beda agama . Di Indonesia,
lima agama yang diakui memiliki pengaturan tersendiri terkait dengan pernikahan beda
agama. Agama Kristen/Protestan memperbolehkan pernikahan beda agama dengan
menyerahkan pada hukum nasional masing-masing pengikutnya. Hukum Katholik tidak
memperbolehkan pernikahan beda agama kecuali mendapatkan izin oleh gereja dengan
syarat-syarat tertentu. Hukum Budha tidak mengatur perkawinan beda agama dan
mengembalikan kepada adat masing-masing daerah, sementara agama Hindu melarang
keras pernikahan beda agama.

Larangan pernikahan beda agama ini kemudian di rumuskan dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) di Indonesia. KHI yang diberlakukan dengan Instruksi Persiden (Inpres)
Nomor 1 tahun 1991, melarang seorang muslim melakukan perkawinan beda agama.
Larangan ini diatur dalam pasal 40 huruf c KHI. Sementara larangan pernikahan beda
agama bagi wanita diatur dalam pasal 44 KHI. Secara Normatif larangan menikah beda
agama ini tidak menjadi masalah, karena hal tersebut sejalan dengan ketentuan al-Qur’an
yang disepakati oleh para fuqaha’.19

18
Dardiri, Ahmadi Hasanuddin, “Pernikahan Beda Agama Ditinjau Dari Perspektif Islam Dan Ham” Jurnal
Khazanah, Vol.6 No.1 (2013), Hlm.104
19
Ibid, Hlm.106

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasar atas rumusan masalah yang telah kami buat, maka kami mendapatkan
kesimpulan sebagai berikut:

 Keluarga adalah salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang tentunya
paling banyak memegang peran seperti mempersatukan individu dalam suatu wadah
atau organisasi, rumah tangga, pelestarian budaya, melanjutkan generasi dan
mempertahankan identitas kelompok.
 keluarga malalui ikatan pernikahan adalah suatu bentuk ikatan kedua belah pihak
dalam ikatan suci (mitsaqan ghalidza) untuk menjalani kehidupan bersama dan
memiliki komitmen menuju keridhaan Allah SWT. Sehingga segala bentuk hal yang
mengarah kepada pembentukan keharmonisan keluarga yang setia, menjaga rahasia
keluarga, menjaga aib keluarga, saling membantu, menghargai, menghormati dan
saling menyayangi adalah bentuk dari kewajiban seorang suami dan istri.
 Panggilan hidup berkeluarga adalah sebuah panggilan dari Allah untuk berpartisipasi
dalam karya Keselamatan Allah. Setiap orang tua bertanggungjawab atas kehidupan
keluarganya sebagai konsekuensi dari pilihan hidupnya. Kehidupan berkeluarga tidak
hanya sekedar melahirkan keturunan tetapi lebih dari pada itu mereka harus
menjalankan pendidikan iman dan moral dalam diri anak-anak. Dalam perkembangan
kepribadian anak, tentunya orang tua melakukan penyesuaian diri terhadap
masyarakat dan budaya yang berlaku.
 Peran memberikan saran untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan
cara untuk menguji identitas dengan memahami seseorang. Dengan demikian semua
orang sibuk dengan peran yang berhubungan dengan posisinya.
 Pelaksanaan pembinaan keluarga sakinah merupakan strategi yang efektif dalam
mengajak manusia khususnya seorang istri dan suami serta seluruh anggota keluarga
untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam, sehingga akan
tercipta keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
 Tafsiran surat al-Nisa ayat 3 adalah, apabila dikhawatirkan tidak akan berlaku adil
dengan menikahi empat orang, maka nikahilah tiga orang perempuan saja. Dan
apabila dikhawatirkan tidak dapat berlaku adil dengan menikahi tiga orang

18
perempuan, nikahilah dua orang saja. Jika masih dikhawatirkan dengan menikah dua
orang perempuan maka nikahilah satu orang perempuan saja. Akan tetapi, kalau
dikhawatirkan tidak akan berlaku adil dengan menikahi satu orang perempuan
(merdeka), maka cukuplah bagimu budak perempuan yang kamu miliki.
 Bahwa dalam Islam, pernikahan beda agam pada dasarnya dilarang. Akan tetapi
terdapat pengecualian apabila pasangan laki-laki adalah seorang mukmin dan
pasangan perempuan adalah ahli, pada pasangan semacam inilah para ulama’ berbeda
pendapat dalam menghukumi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba’ah, Mesir: Al-Maktab AtTijariyati Al


Kubro, hlm. 377”
Al-Imam Muhammad bin Ismail, Subulussalam Syarhu Bulughul Maram, Beirut- Dar Al-
Kutub Al-Ilmiyah, Cet .IV(2012), jilid III, Hlm. 113.
Basir, Sofyan, “Membangun Keluarga Sakinah”, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, Vol.6
No.2, (2019). Hlm.99
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Bandung: CV
Pustaka Setia, Cet.1, (2011), hlm. 147
Dardiri, Ahmadi Hasanuddin, “Pernikahan Beda Agama Ditinjau Dari Perspektif Islam Dan
Ham” Jurnal Khazanah, Vol.6 No.1 (2013), Hlm.104
Dedi Junaidi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut AlQuran dan
As-Sunah, (Jakarta: Akademika Pressindo 2002) hlm 15.
Djaman Nur, “Fiqih Munakahat”, Bengkulu: Dina Utama Semarang, (1993), Hlm. 174
Ichsan, “Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam”, jurnal ilmiah syari’ah, Vol.17 No.2 (2018)
Junaidi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Quran dan As-
Sunah, hlm 23-25.
Noviani Ardi, Muhammad, 2019. Urgensi Penguatan Kembali Nilai-Nilai Islam Dalam
Keluarga, Semarang : Buletin Dakwah. https://ybw-sa.org/2019/09/urgensi-penguatan-
kembali-nilai-nilai-islam-dalam-
keluarga/#:~:text=Keluarga%20memegang%20peranan%20penting%20dalam,tua%2
0dan%20anggota%20keluarga%20lainnya. Diakses pada 11 Maret 2023.
Qothrunnada, Kholida. “Tujuan Pernikahan”, Detik Bali (2022).
https://www.detik.com/bali/berita/d-6400069/udah-siap-inilah-10-tujuan-pernikahan-
yang-harus-
kamutahu#:~:text=Tujuan%20utama%20pernikahan%20dalam%20Islam,hati%20sert
a%20mendidik%20generasi%20barunya. Diakses pada 11 Maret 2023.
Wiranti Ritonga, Wirda. “Peran dan Fungsi Keluarga Dalam Islam”, Sumatra Utara: Medan
Resource Center, (2021).
Zainatullah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: Elkahfi, (2008),
Hlm. 201.

20

Anda mungkin juga menyukai