HUKUM KELUARGA
“ KELUARGA SAKINAH “
Dosen Pengampuh
ngampuh:: Rahma Pramudya Nawang Sari, SH., M.HI.
OLEH
KELOMPOK V
IZAMAGHFIRA
IZAMAGHFIRAH ( 2011211009 )
WULAN NURANI ILYAS ( 2011211006 )
CINDANI ZHALSABILLAH F. LAY ( 2011211021 )
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah masyarakat terkecil dalam lingkup bermasyarakat yang
terdiri dari pasangan suami-istri sebagai sumber intinya dan anak-anak yang lahir
dari mereka. Jadi setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-istri, baik
mempunyai anak atau tidak mempunyai anak. Keluarga yang dimaksud adalah
suami-istri yang terbentuk melalui perkawinan yang sah, baik sah secara agama
ataupun sah secara Negara yaitu dicatatkan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku1.
Dalam islam, perkawinan bukan hanya sebatas akad antara kedua belah
pihak, seperti halnya perkawinan dalam kebudayaan modern atau pada sejumlah
kebudayaan barat. Baik akad itu di tulis, dicatat atau diucapkan. Perkawinan
dalam islam adalah kesepakatan antara dua keluarga. Disaksikan oleh segenap
kaum muslimin yang hadir dan orang yang hadir menyampaikan kepada yang
tidak hadir.
Perkawinan adalah ikatan suci yang dilakukan oleh seorang laki – laki dan
seorang perempuan dimana mereka bersatu untuk membangun keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah. Sesuai dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa2.
Dalam ikatan perkawinan atau berumah tangga tentunya setiap pasangan
ingin mendapatkan gelar yang bernama keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
Keluarga sakinah merupakan keluarga yang menghasilkan generasi yang kuat,
baik secara keimanan, ketaqwaan serta akhlak yang baik3. Akan tetapi banyak
1
UU No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 Cet.6 2015. hlm.2
2
Ibid. Hlm. 2
3
Ulfatmi. 2011. Keluarga sakinah dalam perspektif islam (studi terhadap pasangan yang
berhasil mempertahankan keutuhan perkawinan di kota padang). Jakarta: Kemenag RI.
1
juga permasalahan yang terjadi dalam keluarga seperti permasalahan ekonomi,
hubungan intern antar keluarga yang kurang baik, dan permasalahan dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena keluarga juga termasuk bagian dari masyarakat
dimana terbentuknya fondasi masyarakat yang baik berawal dari munculnya
fondasi rumah tangga dan keluarga-keluarga yang terdidik secara baik pula.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian Latar Belakang diatas maka ruusan masalah dalam makalah
ialah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Keluarga Sakinah?
2. Apa saja Hak dan Kewajiban Suami-Istri dalam Hukum Islam?
3. Apa pentingnya pembinaan Keluarga Sakinah?
4. Bagaimanakah kriteria Keluarga Sakinah?
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Ibid. hlm. 19
3
Dalam kamus Arab Indonesia keluarga diterjemahkan dangan kata ahla
yang berarti kawin atau nikah5. Sedangkan keluarga secara istilah adalah
masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami istri sebagai
sumber intinya berikut anak-anaknya yang lahir dari mereka. Jadi, setidak-
tidaknya keluarga adalah pasangan suami istri, baik mempunyai anak atau tidak
mempunyai anak.
Sakinah berasal dari kata sakana yang berarti tenang, tidak bergerak,
6
diam . Kata sakinah berasal dari bahasa Arab, adapun mengenai akar kata sakinah
menurut Muhammad Quraish Shihab berpendapat bahwa sakinah berasal dari kata
sakana, yang berarti tenang, tentram7. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata
sakinah diartikan sebagai kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan8.
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat didefinisikan bahwa keluarga
sakinah adalah keluarga yang hidup dengan penuh ketenangan, ketentraman,
kebahagiaan dan penuh dengan aktifitas hidup yang dinamis serta masing-masing
anggota keluarga berperan sesuai dengan fungsinya.
5
Mahmud Yunus,. 2007. Kamu Arab Indonesia. Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah. hlm. 52
6
Ibid. hlm. 174
7
Quraish Shihab. 1996. wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan. hlm. 192
8
Dapertemen Pendidikan Nasional.1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka. Hlm. 796
9
Abdul Hamid,2005. Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah. Bandung : Al-
bayan. Hlm. 120
4
juga hak serta kewajiban selaku suami istri dalam kehidupan berkeluarga,
meliputi hak suami istri bersama, hak suami atas istri, dan hak istri atas suami10.
1. Hak dan Kewajiban Suami Istri
Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-
masing, maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga
sempurnalah kebahagian hidup rumah tangga. Maka dari itu tujuan hidup
berkeluarga akan terwujud sesuai tuntunan agama, yaitu sakinah, mawaddah,
wa rahmah.
Menurut Tihami dan Sohari Sahrani hak dan kewajiban suami istri secara
bersama meliputi:
a. Suami istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual. Perbuatan ini
merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal balik.
Suami halal melakukan apa saja terhadap istrinya, demikian pula istri
halal melakukan apa saja terhadap suaminya. Mengadakan kenikmatan
hubungan merupakan hak bagi suami istri yang dilakukan secara
bersama.
b. Haram melakukan perkawinan, artinya baik suami maupun istri tidak
boleh melakukan perkawinan dengan saudaranya masing-masing.
c. Dengan adanya ikatan perkawinan, kedua belah pihak saling mewarisi
apabila salah seorang di antara keduanya telah meninggal dunia
meskipun belum bersetubuh.
d. Anak mempunyai nasab yang jelas.
e. Kedua belah pihak wajib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat
melahirkan kemesraan dalam kedamaian hidup.
f. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang menjadi sendi dasar
dari susunan masyarakat.
g. Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberi
bantuan lahir batin.
10
Tihami dan Sohari sahrani, 2009. Fikih Munakahat (kajian fikih nikah lengkap). Jakarta:
Rajawali Pers. hlm. 153
5
h. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun
kecerdasanya, serta pendidikan agamanya.
i. Suami istri wajib memelihara kehormatan.
j. Jika suami atau istri melalaikan kewajiban, masing-masing dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan Agama.
2. Hak dan Kewajiban Suami
Hak suami atas istri yang paling pokok diantaranya, suami harus ditaati
dalam hal-hal yang tidak maksiat, istri menjaga dirinya sendiri dan harta
suami, menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan
suami, tidak bermuka kasam di hadapan suami dan tidak menunjukkan
keadaan yang tidak disenangi suami.11
Kewajiban suami terhadap istri mencakup kewajiban materi berupa
kebendaan sesuai penghasilanya yaitu memberikan mahar, nafkah lahir dan
batin, pakaian dan tempat tinggal yang layak, biaya rumah tangga, biaya
perawatan istri, biaya pengobatan bagi istri dan anak dan biaya pendidikan.
Selain itu suami wajib memberikan non materi berupa cinta dan kasih sayang,
melindungi dan menjaga istrinya, suami harus bisa menjadi suritauladan bagi
istrinya, dan memberikan pendidikan agama kepada istrinya.
3. Hak dan Kewajiban Istri terhadap Suami
Hak istri atas Suami diantarany:
1. Mahar
Mahar merupakan pemberian dari calon mempelai laki-laki kepada
calon mempelai perempuan baik berbentuk barang, uang maupun jasa
yang tidak bertentangan dengan agama Islam.12 Bentuk dan mahar tidak
ditentukan dalam hukum perkawinan Islam, tetapi kedua mempelai
dianjurkan untuk melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk
11
Ibid. hlm. 158
12
Djaman, 1993. Fiqh Munakahat. Semarang: CV. Toha Putra. hlm. 81
6
menyepakati mahar yang di tawarkan oleh pihak laki-laki kepada
mempelai perempuan, baik bentuk maupun jenisnya.13
Pemberian mahar pada dasarnya bertujuan untuk mengangkat
harkat dan derajat kaum perempuan. Didalam Al-Qur’an dan hadis tidak
ada ketentuan mengenai jumlah maksimal dan minimal pemberian mahar
dari calon mempelai laki laki. Oleh karena itu, diserahkan kepada kedua
pihak mengenai jumlah mahar yang disepakati sehingga persoalan mahar
dalam perkawinan antara suku satu dengan lainya berbeda. Namun
prinsipnya adalah yang bermanfaat bagi pihak mempelai perempuan.14
2. Nafkah
Menurut Sayyid Sabiq bahwa yang dimaksud dengan nafkah
adalah memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal dan kalau ia seorang
yang kaya maka pembantu rumah tangga dan pengobatan istri juga
termasuk nafkah. Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya
dalam bentuk materi.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah
ayat 233:
13
Saebani. 2001. Fiqh Munakahat 1. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 261
14
Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. hlm. 25
7
bagaimana suami memberikan nafkah kepada istrinya adalah dengan cara
yang ma’ruf.
Ukuran bil ma’ruf adalah tahu sama tahu, bukan takaran yang
pasti. Istri sejatinya tahu akan kemampuan suami dalam memberikan
nafkah. Tidak sepatutnya istri menuntut nafkah melebihi kesanggupan
suami. Begitupun suami hendaknya ia bersikap bijak dalam memberikan
nafkah, bijak dalam arti tidak kikir dan tidak boros, tapi pertengahan
antara keduanya.
Bil ma’ruf juga berarti keharusan mendapat rezeki yang halal, baik
zat maupun ardhi. Kehalalan ini sangat penting bagi pembentukan
keluarga sakinah.15 Karena itu, para ulama menetapkan hukum
melakukan bil ma’ruf sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh para
suami agar mendapatkan kebaikan dalam rumah tangga. Karena itu, para
suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu
mendalami tabiat perempuan secara umum dan tabiat istrinya secara
khusus.16
3. Memperlakukan dan Menjaga Istri dengan baik
Suami wajib menghormati, bergaul dan memperlakukan istrinya
dengan baik dan juga bersabar dalam menghadapinya. Bergaul dengan
baik berarti menjadikan menjadikan suasana pergaulan selalu indah dan
selalu diwarnai dengan kegembiraan yang timbul dari hati kehati
sehingga keseimbangan rumah tangga tetap terjaga dan terkendali.17
Allah SWT. berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19:
15
Al Farisi. 2008. When I Love You. Jakarta: Gema Insani. hlm. 66
16
Bugi. 2010. Pendidikan Pra Nikah. jakarta: Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian
Perkawinan (Bp4) Pusat. hlm. 20
17
Abdul. 1990. Rumah Tangga Bahagia Sejahtera. Semarang: CV. Wicaksana. Cet ke-1.
hlm. 65
8
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari
apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka
secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Ayat ini menjelaskan kewajiban suami kepada istrinya supaya
menghormati istri tersebut, bergaul kepadanya dengan cara yang baik,
memperlakukan dengan cara yang wajar, mendahulukan kepentingan
dalam hal sesuatu yang perlu didahulukan, berikap lemah lembut dan
menahan diri dari hal-hal yang tidak menyenangkan istri. Suami juga
berkewajiban menjaga istrinya, memelihara istri dari segala sesuatu yang
menodai kehormatanya, menjaga harga dirinya, sehingga citranya
menjadi baik.
9
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.
Didalam konteks pembinaan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera
mempunyai arti kekekalan atau tidak pecah di tengah jalan. Keluarga sebagai
lembaga perwujudan cinta, kasih sayang, kerukunan serta kebahagiaan jasmani
dan rohani antara makhluk laki-laki dan perempuan sebagai lembaga pengadaan
keturunan demi kelangungan kehidupan agama, bangsa dan negara.
Apabila kita perluas dalam pendidikan maka pembinaan dimulai bukan
saja ketika bayi lahir atau ketika masih dalam kandungan si ibu. Akan tetapi,
proses pembinaan keluarga itu dimulai sejak seorang laki-laki memilih calon ibu
untuk calon anak-anaknya dan ketika seorang perempuan menentukan dan
memilih calon bapak bagi anak-anaknya. Ikatan perkawinan merupakan awal
mula terjadinya pendidikan dan awal mula pendiriian sebuah calon keluarga yang
sakinah. Dengan demikian pembinaan dimulai dari awal pembentukan pribadi
muslim, yakni dimulai ketika membentuk ikatan perkawinan menuju sebuah
keluarga yang sakinah.
Agar cita – cita dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-
baiknya, maka suami istri yang memegang peranan utama dalam mewujudkan
keluarga sakinah, perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang
bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan ajaran islam dan
ketentuan hidup bermasyarakat.
Dengan berpedoman ajaran islam serta ketentuan – ketentuan hidup
bermasyarakat, diharapkan setiap anggota keluarga, khususnya suami istri mampu
menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang penuh dengan ketentraman
dan kedamaian. Stabilitas kehidupan rumah tangga inilah yang merupakan modal
dasar bagi berbagai upaya pembinaan keluarga sakinah.
Adapun tujuan dari proses pembinaan keluarga sakinah menurut Omar
Mohammad al-Toumy al-Syaibani, biasa dirumuskan dengan beberapa rumusan
10
sebagai berikut : perwujudan diri, persiapan untuk kewarganegaraan yang baik,
pertumbuhan yang menyeluruh dan terpadu, serta kehidupan dunia dan akhirat.
Proses pembinaan hendaknya ditujukan kepada seluruh anggota keluarga tanpa
terkecuali. Bagaimanapun, kebaikan sebuah keluarga tidak bisa dilepaskan dari
setiap anggota yang ada di dalamnya.
18
Syahrin Harahap. 1996. Islam Dinamis Menegakkan Nilai-Nilai Ajaran al-Qur‟an dalam
Kehidupan Modern di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana. hlm. 164
11
4. Saling mempercayai, tidak melakukan hal yang menimbulkan kecurigaan dan
kegelisahan.
5. Saling memahami kelebihan dan kekurangan.
6. Konsultatif dan musyawarah, tidak segan minta maaf jika bersalah.
7. Tidak menyulitkan dan menyiksa pikiran tetapi secara lapang dada dan
terbuka.
8. Dapat mengusahakan sumber penghasilan yang layak bagi seluruh keluarga.
9. Semua anggota keluarga memenuhi kebahagiaannya.
10. Menikmati hiburan layak.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam telah menjadikan rumah tangga sebagai biduk untuk berlayar dengan
nama-nama (Asma) Allah yang akan melewati jalur dan kebiasaan, yakni melalui
panasnya gelombang kehidupan yang bergelora. Dengan ketinggian jalan iman,
mereka tidak akan tenggelam, bahkan mengantarkanya kepuncak kemuliaan
membawa amanah dan mendatangkan sebuah misi, sehingga mengeluarkan
mereka dari kesempitan dunia dan membimbingnya menuju akhirat yang penuh
dengan keadilan.
Membina rumah tangga Islami adalah kewajiban setiap muslim. Kewajiban
suami istri untuk memperbaiki kehidupannya, kewajiban ibu bapak untuk
mendidik anak-anaknya agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya agar menjadi
belahan jiwa dan tumpuan harapan. Sangat diperlukan sekali adanya saling
mengerti antara suami istri dan diharapkan juga bisa timbulnya cinta kasih dan
sayang.
13
BAFTAR PUSTAKA