Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AGAMA ISLAM

HUKUM KELUARGA DALAM ISLAM

Dosen Pengampu : Bapak Indra Lesmana, S.Pi, M.Si

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

1. BELIAN NOVITA 2206124760


2. FALAH MUHAMMADN IJLAL 2206135258
3. LAURA NOVRIYAN SAPUTRI 2206135268
4. SUCI FITRIYANI 2206113832
5. WAHYU RIAU PRASETYA 2206135262
6. ZAITUNNISA YUTIFA TANJUNG 2206113850

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya kepada kita bersama, dan berkat-Nya pula
penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Hukum Keluarga dalam
Islam”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Indra Lesmana, S.Pi,


M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam, yang telah
membimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Makalah ini berisikan konsep
dan fungsi hukum keluarga dalam Islam, perwalian, waris, dan pengasuhan anak.
Tujuan pembuatan makalah ini agar dapat menambah pengetahuan serta wawasan
para pembaca dan semoga informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Demikianlah makalah ini penulis buat, apabila terdapat kesalahan dalam


penulisan makalah ini, penulis mohon maaf. Penulis menerima kritik serta saran
dari para pembaca agar dapat membuat karya makalah yang lebih baik pada
kesempatan berikutnya.

Pekanbaru, 8 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Keluarga dalam Islam....................................................3

2.2 Fungsi Hukum Keluarga dalam Islam...........................................................3

2.3 Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga........................................................4

2.4 Hukum Waris dalam Islam.............................................................................6

2.5 Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Perwalian............................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................9

3,1Saran………………………………………………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Sejak


seseorang lahir ke dunia ini, maka keluargalah menjadi tempat pijakannya
yang pertama. Dari keluarga, sang anak mendapatkan pendidikan dan
kesiapan untuk kemudian bisa terjun di lingkungannya. Bahkan dari
keluarga juga, anak mendapatkan pendidikan agama, baik itu penanaman
akhlak, ibadah, dan sebagainya.

Dengan begitu, antar anggota keluarga sudah seharusnya untuk


saling menjaga agar tidak ada salah satu yang terjerumus ke dalam lubang
dosa. Caranya yakni dengan memberikan pendidikan agama. Hal ini
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang
bunyinya sebagai berikut:

‫دَا ٌد اَّل‬F‫ ةٌ ِغاَل ظٌ ِش‬F‫ا َم ٰۤل ِٕى َك‬FFَ‫ارةُ َعلَ ْيه‬


َ F‫ا النَّاسُ َو ْال ِح َج‬FFَ‫ارًا َّوقُوْ ُده‬FFَ‫ ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم ن‬F‫وا اَ ْنفُ َس‬Fْٓ Fُ‫وْ ا ق‬FFُ‫ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬FFَ‫ٰيٓاَيُّه‬
َ‫يَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َمٓا اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما يُْؤ َمرُوْ ن‬

 Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).

Karena peran keluarga yang sangat besar bagi kehidupan manusia,


maka Islam pun memberikan perhatian yang besar pada keluarga, salah
satunya ditunjukkan dengan adanya hukum keluarga Islam. Keberadaan
hukum keluarga Islam inilah yang berisi aturan-aturan ditujukan pada
setiap anggota keluarga.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis


menetapkan rumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimanakah konsep dan fungsi hukum keluarga dalam Islam ?


2. Bagaimanakah pola pengasuhan anak pada keluarga ?
3. Bagaimanakah hukum waris dalam Islam ?
4. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dalam perwalian ?

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk :

1. Mengetahui konsep dan fungsi hukum keluarga dalam Islam.


2. Mengetahui bagaimanakah pola pengasuhan anak pada keluarga.
3. Mengetahui hukum waris dalam Islam.
4. Mengetahui perlindungan hukum terhadap anak dalam perwalian.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Keluarga dalam Islam


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keluarga adalah ibu dan
bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah atau orang seisi rumah yang menjadi
tanggungan. dalam kehidupan ini, keluarga pun juga memiliki aturan yang
kemudian dikenal dengan hukum keluarga. Ada beberapa pengertian tentang
hukum keluarga ini.

Menurut Abdul Wahab Khallaf, hukum keluarga adalah hukum yang


mengatur tengang kehidupan keluarga dari proses terbentuknya keluarga tersebut
yang dimulai dengan peminangan. Menurut Prof. Subekti, hukum keluarga adalah
hukum yang mengatur tentang hubungan hukum yang muncul dari suatu
hubungan kekeluargaan. Dan menurut Wahhab Al Zuhaili, hukum keluarga adalah
hukum mengenai hubungan seseorang dengan keluarganya yang diawali dengan
suatu pernikahan hingga berakhirnya pernikahan tersebut.

Sedangkan dalam Islam sendiri dikenal dengan istilah hukum keluarga


Islam. Hukum keluarga Islam adalah hukum yang mengatur tentang kehidupan
keluarga dari awal terbentuknya sebuah keluarga melalui proses peminangan
hingga berakhirnya keluarga. Dalam hal ini yang dimaksud berkahirnya keluarga
adalah terjadinya perceraian atau ada salah satunya yang meninggal dunia.
Sedangkan keberadaan dari hukum keluarga Islam ini sendiri bertujuan untuk
mengatur hubungan antara anggota keluarga, baik itu suami, istri, maupun anak-
anak di dalam keluarga tersebut.

6
2.2 Fungsi Hukum Keluarga dalam Islam

Dalam suatu keluarga, tentunya ada tugas atau tanggung jawab yang harus
dilakukannya. Dengan menjalankan tugas-tugasnya itulah, maka keluarga tersebut
berarti sudah menjalankan fungsinya sebagai keluarga. Berikut adalah beberapa
fungsi keluarga dalam konteks hukum Islam seperti dikutip melalui Jurnal
Pemikiran Hukum dan Hukum Islam berjudul Representasi Keluarga dalam
Konteks Hukum Islam oleh Anung Al Hamat:

a. Fungsi Biologis

Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi biologis. Fungsi ini bertujuan
untuk mendapatkan keturunan. Karena setiap pasangan yang sudah menikah
sebagian besar mengharapkan hadirnya keturunan di tengah-tengah mereka.
Tujuan dari fungsi ini juga untuk memelihara martabat manusia sebagai makhluk
yang berakal. Hal inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan hewan.

b. Fungsi Edukatif

Dalam sebuah keluarga juga terdapat fungsi edukatif atau fungsi


pendidikan. Keluarga yang menjadi tempat pertama bagi seorang anak saat lahir,
berkewajiban untuk memberikannya pendidikan. Dengan begitu, keluarga
memiliki peran yang sangat penting untuk mendorong anak agar memiliki
kedewasaan dari segi jasmani dan rohani.

C. Fungsi Religius

Selain itu fungsi keluarga dalam konteks hukum keluarga Islam juga ada
fungsi religius atau fungsi keagamaan. Di mana keluarga memiliki kewajiban
untuk mengajarkan pendidikan agama kepada anggota keluarganya. Baik itu
tentang akhlak, ibadah, dan sebagainya. Dengan penanaman nilai agama dalam
keluarga, maka hal ini bisa menjaga setiap anggota keluarga dari hal-hal yang
menjerumuskan atau yang dilarang oleh Allah SWT.

7
d. Fungsi Protektif

Fungsi keluarga dalam hukum keluarga Islam ada fungsi protektif atau
fungsi melindungi. Dalam sebuah keluarga sudah sewajarnya untuk saling
melindungi satu sama lain. Dengan begitu, lingkungan keluarga akan menjadi
tempat yang aman bagi setiap anggotanya. Karena gangguan yang bisa menyerang
setiap anggota keluarga bisa hadir dari internal dan juga dari eksternal.

8
Pola Pengasuhan Anak dalam Keluarga

Pola pengasuhan anak erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga


atau komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu, dan dukungan untuk
memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan. Orang tua yang berperan dalam melakukan pengasuhan pada kasus
ini terdiri dari beberapa definisi yaitu ibu, ayah, atau seseorang yang berkewajiban
membimbingatau melindungi.

Orangtua merupakan seseorang yang mendampingi dan membimbing anak


dalam beberapa tahap pertumbuhan, yaitu mulai dari merawat, melindungi,
mendidik, mengarahkan dalam kehidupan baru anak dalam setiap tahapan
perkembangannya untuk masa berikutnya. Pola pengasuhan anak dalam garis
besarnya, didefinisikan menjadi tiga macam, antara lain sebagai berikut.

2.3.1 Pola asuh Otoriter.

Pola asuh otoriter merupakan pengasuhan yang dilakukan dengan cara


memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Orang tua menuntut anaknya agar
mengikuti semua kemauan dan perintahnya. Jika anak melanggar perintahnya
berdampak pada konsekuensi hukuman atau sanksi. Pola asuh otoriter dapat
memberikan dampak negatif pada perkembangan psikologis anak. Anak kemudian
cenderung tidak dapat mengendalikan diri dan emosi bila berinteraksi dengan
orang lain. Bahkan tidak kreatif, tidak percaya diri, dan tidak mandiri. Pola
pengasuhan ini akan menyebabkan anak menjadi stres, depresi, dan trauma. Oleh
karena itu, tipe pola asuh otoriter tidak dianjurkan.

2.3.2 Pola asuh Permisif.

9
Pola asuh permisif dilakukan dengan memberikan kebebasan terhadap
anak. Anak bebas melakukan apapun sesuka hatinya. Sedangkan orang tua kurang
peduli terhadap perkembangan anak. Pengasuhan yang didapat anak cenderung di
lembaga formal atau sekolah. Pola asuh semacam ini dapat mengakibatkan anak
menjadi egois karena orang tua cenderung memanjakan anak dengan materi.
Keegoisan tersebut akan menjadi penghalang hubungan antara sang anak dengan
orang lain (Syafie, 2002: 24). Pola pengasuhan anak yang seperti ini akan
menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki kompetensi sosial karena adanya
kontrol diri yang kurang.

2.3.3 Pola asuh demokratis.

Pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan serta bimbingan kepada
anak. Anak dapat berkembang secara wajar dan mampu berhubungan secara
harmonis dengan orang tuanya. Anak akan bersifat terbuka, bijaksana karena
adanya komunikasi dua arah. Sedangkan orang tua bersikap obyektif, perhatian,
dan memberikan dorongan positif kepada anaknya. Pola asuh demokratis ini
mendorong anak menjadi mandiri, bisa mengatasi masalahnya, tidak tertekan,
berperilaku baik terhadap lingkungan, dan mampu berprestasi dengan baik. Pola
pengasuhan ini dianjurkan bagi orang tua.

2.4 Hukum Waris dalam Islam


Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang
berkenaan dengan peralihan hak dan/atau kewajiban atas harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Sebagaimana hakikat
hukum, kewarisan memiliki asas-asas yang bersifat abstrak dan umum sebagai
dasar filosofis hukum waris. Asasasas hukum waris dijelaskan sebagai beriku:

a. Asas Ijbari (Memaksa), yaitu suatu warisan harus dialihkan kepada ahli waris
dan pewaris tidak dapat melakukan penolakan atas pengalihan harta sebagaimana
demikian.

b. Asas bilateral, yaitu mengehendaki setiap orang menerima hak waris dari ke
dua belah pihak: pihak garis keturunan laki-laki dan pihak garis keturunan wanita.

10
c. Asas Individual, yaitu suatu warisan dibagikan untuk dimiliki secara
perseorangan masingmasing ahli waris.

d. Asas Keadilan Berimbang, yaitu keseimbangan antara hak yang diperoleh


seseorang dengan kewajiban yang harus ditunakiannya terkait harta warisan yang
diterima.

e. Asas Kematian, yaitu harta seseorang secara sah dialihkan kepada ahli warisnya
setelah prang tersebut meninggal dunia.

11
2.5 Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Perwalian

Perwalian (voogdij) merupakan pengawasan terhadap anak di bawah


umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, serta pengurusan benda
atau harta kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang (Kamal, 2019).
Artinya, lembaga perwalian merupakan upaya untuk meneruskan kekuasaan orang
tua terhadap anak di bawah umur, yang pada saat perwalian tersebut ditetapkan,
tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tua.

Anak yang berada di bawah perwalian terdiri atas tiga kategori:

(1) anak sah yang kekuasaan orang tuanya telah dicabut;

(2) anak sah yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian;

(3) anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

Berdasarkan kategorisasi tersebut, disimpulkan perwalian dapat dilakukan


oleh salah satu dari orang tua yang diberikan kekuasaan untuk menjadi wali atau
pihak ketiga bila kedua orang tua telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua.

Seorang anak yang lahir diluar perkawinan berada dibawah perwalian


orang tua yang mengakuinya. Apabila seorang anak yang tidak berada dibawah
kekuasaan orang tua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan mengangkat
seorang wali atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau karena
jabatanya (datieve voogdij) (Simatupang, 2020). Tetapi ada juga
kemungkinan, seorang ayah atau ibu dalam surat wasiatnya (testamen)
mengangkat seorang wali bagi anaknya. Perwalian semacam ini disebut perwalian
menurut Wasiat (tertamentair voogdij) (Hidayah, 2014).

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat 2 tentang


perlindungan anak menjelaskan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

12
Pada ayat 5 dijelaskan pula wali adalah orang atau badan yang dalam
kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Pada
umumnya dalam setiap perwalian hanya ada seorang wali saja, kecuali apabila
seorang wali-ibu (moerdervoogdes) kawin lagi, dalam hal mana suaminya
menjadi medevoogd.

Jika salah satu dari orang tua tersebut meninggal, maka menurut undang-
undang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali bagi anak-
anaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut undang-undang (wettelijke
voogij) (Kudubun, 2014).

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
peran keluarga dalam pengasuhan anak sangatlah penting karena dapat
mempengaruhi dan membentuk kepribadian atau karakter anak. Karakter
anak tentu saja bergantung dari pola asuh orang tua terhadap anaknya.
Keluarga juga mempunyai peranan dalam pengasuhan anak yaitu mengetahui
tahap-tahap perkembangan anak untuk mengasuhnya sesuai dengan bakat dan
keinginan anak.

Namun, pola pengasuhan ayah dan ibu mempunyai perbedaan dan hal
ini tidak membuat orang tua menjadi sulit dalam mengasuh anak, melainkan
menjadi suatu hal untuk mengelangkapi kekurangan masing-masing dalam
mengasuh anak menjadi lebih fleksibel dan efektif.

Perlindungan hukum terhadap anak dalam perwalian seharusnya perlu


adanya tindak lanjut apabila ada laporan mengenai hal yang bersangkutan
dengan tidak terpenuhinya hak-hak anak. Adanya aturan yang mengatur
hingga hukuman pidana dapat mengantisipasi terjadinya hal-hal yang dapat
merugikan anak.

Upaya-upaya hukum dan solusi yang dapat dilakukan terhadap wali


yang melalaikan kewajiban dan tanggung jawabnya. Sanksi harus ditegakkan
baik teguran, denda maupun pidana. Selain itu, perlu ada upaya pembentukan
lembaga pengawas khusus yang menangani permasalahan anak termasuk
anak yang berada di bawah perwalian

3.2 Saran
Saran saya pada saat peroses belajar berlangsung agar mahasisiwa tertib
dalam proses belajar karna mahasiswa dapat memahami materi yang di berikan
pada saat proses belajar berlangsung.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, Sri Esti Wuryani, 2005, Konseling dan Terapi dengan Anak dan
Orang Tua, Jakarta: PT Grasindo.

Fikri dan Wahidin. (2016). Konsepsi Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Adat
(Analisis Kontekstualisasi dalam Masyarakat Bugis). I AlAhkam, 1(2).
194-203.

Furqon Hidayatullah, 2010, Pendidikan Karakter: Membangun Peradapan Bangsa,


Surakarta: Yuma Putaka.

Hidayah, F. I. (2014). Diskursus Hukum Islam di Indonesia tentang Perwalian


Perkawinan Anak Angkat. Isti’dal: Jurnal Studi Hukum Islam, 1(1), 72–
80.

Kamal, A. (2019). Perwalian Pengurusan Harta Warisan Anak di Bawah Umur


Menurut Hukum Perdata (Studi Kasus di Kelurahan Kandis Kota
Kecamatan Simpang Belutu Kabupaten Siak). Journal Online Mahasiswa
Universitas Tiau, 6(2), 1–23.

Kudubun, T. (2014). Penetapan Pengadilan Mengenai Penunjukan Wali Anak.


Lex et Societas, 2(6), 82–94.

Jamal Ma’ruf Asmani, 2009, Manajemen Pendidikan anak Usia Dini, Yogyakarta:
Diva Press.

15
Jim, Taylor, 2004, Memberi Dorongan Positif pada Anak, Jakarta: PT Gramedia
Utama.

Megawangi, Ratna, 2003, Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat


Madani, IPPK Indonesia: Heritage Foundation.

Simatupang, T. H. (2020). Disharmoni Peraturan Perundang-Undangan di Bidang


Pengawasan Perwalian di Indonesia (Lintas Sejarah dari Hukum Kolonial
ke Hukum Nasional). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 20(2), 221.
https://doi.org/10.30641/dejure.2020.v20.221-232

Syafei, M Sahlan, 2002, Bagaimana Anda Mendidik Anak, Bogor: Ghalia


Indonesia.

Wahyuni, A. (2018). Sistem Waris dalam Perspektif Islam dan Peraturan


Perundang-undangan di Indonesia, SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya
Syar-i, 5(2). 147-160.

16

Anda mungkin juga menyukai