Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MEMBUAT MAKALAH

“PEMBINAAN KELUARGA ISLAM”


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Siti Aini Latifah Awaliyah. S.Pd, M.Pd,

Disusun Oleh:
Reisya Kamillah {6211221005)
Ervina Anggriawan Nur (6211221035)
Kelas : A

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2022
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul “Pembinaan Keluarga Islam” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak
lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempuraan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Purwakarta, 19 Oktober 2022


DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................
1.3 Tujuan....................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................
2.1 Pembinaan Keluarga Islami…………………………………………………......
2.2 Fungsi dan Upaya Mewujudkan Keluarga yang Sakinah……………….……….
2.3 Ciri-ciri Keluarga Islami…………………………………………………………
2.4 Hak dan Kewajiban Suami-Isteri………………………………………………...
BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………...
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………..
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perhatian islam terhadap masalah keluarga bahwa seperempat bagian dari fiqh atau
hukum islam yang dikenal dengan ruhul munakahat, membicarakan penataan
keluarga.Tentunya, hal ini dimulai dengan persiapan pembentukan keluarga sampai dengan
penguraian hak dan kewajiban setiap keluarga yang menjamin kemaslahatan setiap umatnya
serta berbagai jaminan keselamatan hidup tiap-tiap anggota keluarga. Setidaknya ada 2
landasan pokok dalam pembentukan keluarga yaitu landasan manawiyah dan landasan
madaniyah. Landasan manawiyah merupakan keluarga, yang ingin diwujudkan dan dibangun,
sedangkan landasan madaniyah merupakan sasaran yang dituju dalam pembentukan keluarga
berupa suasana dan iklim ketenangan dan ketentraman lahir batin, termasuk kesanggupan
memberi mahar dan berbagai nafkah wajib lainnya.

Semakin besar perhatian yang diberikan kepada pembentukan keluarga akan semakin
memberi peluang besar terhadap terbentuknya suatu ikatan kemasyarakatan yang kuat dan
kokoh. Oleh karena itu, panndangan islam terhadap keluarga merupakan pandangan
mendalam dan menyeluruh, dengan memberi perhatian yang besar, agar keluarga dapat
menjalankan misi dan kewajibannya, sehingga perjalanan kehidupan kemanusiaan berada
pada jalur yang benar yang berimplikasi pada terbentuknya masyarakat yang aman, tentram
dan stabil.

Dalam Al-Quran, Allah berfirman:

“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan
istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pembinaan keluarga islami?

2. Sebutkan fungsi dan upaya mewujudkan keluarga sakinah!

3. Apa saja ciri-ciri keluarga islami

4. Sebutkan hak dan kewajiban suami-isteri

1.3 Tujuan

Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penulis dapat memberitahukan
tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui tentang pembinaan keluarga islami sesuai ketentuan Al-Quran dan hadis
2. Mengetahui fungsi dan upaya mewujudkan keluarga sakinah
3. Dapat mengklasifikasikan ciri-ciri keluarga islami
4. Dapat mengetahui hak dan kewajiban suami isteri sesuai ketentuan Al-Quran dan
hadis
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pembinaan Keluarga Islami

Keluarga merupakan unit terkecil dalam struktur masyarakat yang dibangun diatas
pernikahan yang terdiri dari suami, istri dan anak. Menurut psikologi keluarga bisa diartikan
sebagai orang yang berjanji untuk hidup bersama untuk hidup bersama yang memiliki
komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuat
ikatan batin, atau sebuah hubungan pernikahan yang kemudian melahirkan ikatan
darah,terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian satu sama lain yang lain saling
mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menganut ketentuan norma, adat, nilai yang
diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga pernikahan.

Islam menganjurkan untuk membentuk sebuah keluarga dan menyeru kepada umat untuk
hidup dibawah naungan-Nya. Jika keluarga sebagai tiang umat, maka pernikahan sebagai
tiang sebuah keluarga. Dengan pernikahan aka nada dan terbentuknya rumah tangga dan
keluarga sehingga memperkuat hubungan silahturahim kedua pihak.

Pernikahan (keluarga) tidak akan tercapai tujuannya untuk membina keluarga yang sakinah
mawaddah warohmah, tanpa adanya kemampuan memahami pasangan hidup tanpa
mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban antara sesama pasangan. Ar-Rum 21
mengingatkan:
Ayat diatas menjelaskan tentang kejadian manusia hingga mencapai tahap bersyariat yang
mengantarkannya berkembang biak sehingga menjadikan mereka bersama anak cucunya
berkeliaran di persada bumi ini. Ayat diatas menguraikan pengembangbiakan manusia serta
bukti kuasa dan rahmat Allah dalam hal tersebut. Ayat diatas melanjutkan pembuktian yang
lalu dengan menyatakan bahwa: Dan juga diantara kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan
untuk kamu jenis kamu secara khusus pasangan-pasangan hidup suami atau istri dari jenis
kamu sendir, supaya kamu tenang dan tentram serta cenderung kepadanya yakni kepada
masing-masing pasangan itu, dan dijadikan-Nya diantara kamu mawaddah dan rahmat
sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir tentang kuasa dan nikmat Allah.

Keluarga yang baik menurut pandangan islam disebut dengan istilah keluarga sakinah. Ciri
utama keluarga ini ialah adanya cinta kasih antara suami istri. Hal ini bertolak dari prinsip
perkawinan yang misaqan-galidza (perjanjian yang kukuh), yaitu perjanjian yang teguh untuk
saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Nisa / 4:21
berikut ini:

: “Dan sebagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.

2.2 Fungsi dan Upaya Mewujudkan Keluarga Sakinah


Pernikahan merupakan sebuah jalan yang disahkan oleh agama dalam membentuk
keluarga yang berfungsi untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan
sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggota keluarganya. Adapun fungsi
dibentuknya keluarga adalah berikut ini:

1. Fungsi biologis
Perkawinan dilakukan bertujuan memperoleh keturunan; dapat memelihara
kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab.
Fungsi inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang sebab diatur
dalam suatu norma perkawinan yang diakui bersama.
2. Fungsi edukatif
Keluarga merupakan madrasatul ula’ yaitu tempat pendidikan paling dasar bagi semua
anggota keluarganya. Dalam hal ini, orang tua memiliki peran yang sangat penting
untuk menentukan kualitas pendidikan anak-anaknya dengan tujuan mengembangkan
aspek mental spiritual, norma, intelektual, dan professional.
3. Fungsi religious
Keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman,
penyadaran dan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Melalui penanaman akidah yang
benar, pembiasaan ibadah dengan disipliun dan pembentukan kepribadian sebagai
seorang yang beriman sangat penting dalam mewarnai terwujudnya masyarakat
religious.
4. Fungsi protektif
Keluarga merupakan tempest yang paling aman untuk dijadikan perlindungan dari
gangguan yang bersifat internal atau eksternal. Gangguan internal yang diamksud
ialah berkaitan dengan keragaman kepribadian anggota keluarga seperti adanya
perbedaan pendapat dan kepentingan. Pada sisi lain, gangguan eksternal keluarga
biasanya lebih muda dikenali oleh masyarakat karena berada pada wilayah public.
Selain itu, keluarga juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk menangkal pengaruh
negatif dari luar.
5. Fungsi Sosialisasi
Fumhsi sosialisasi ini berkaitan dengan upaya mempersiapkan anak menjadi anggota
masyarakat yang baik; mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal,
baik didalam keluarga itu sendiri maupun dalam pergaulan masyarakat pluralistik
lintas suku, bangsa, ras, golongan, agama, budaya, bahasa manapun, jenis kelamin.
Fungsi ini diharapkan anggota keluarga dapat memposisikan diri sesuai dengan status
dan struktur keluarga itu sendiri.
6. Fungsi rekreatif
Keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan kesejukan dan melepas lelah
dari seluruh aktivitas anggota keluarga masing-masing. Fungsi rekreatif ini dapat
mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan, saling menghargai,
menghormati, dan menghibur anggota keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis,
damai, dan kasih sayang. Untuk hari ini, setiap anggota keluarga merasa bahwa
“rumahku adalah surgaku”.

Dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah diperlukan proses
yang panjang dan pengorbanan yang besar meliputi persiapan, pelaksanaan, dan pembinaan.

Dalam tahapan persiapan, setiap pasangan yang akan menikah hendaknya mempersiapkan
diri dengan membekali diiringi melalui pemahaman akan ilmu agama yang memadai
berdasarkan tuntunan Islam, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits. Rasulullah
telah memberikab tuntutan bagi mereka yang akan menikah untuk pertama kali agar
mempersiapkan pasangannya. Hal ini sejalan dengan hadits :

“Wanita itu dinikahi atas dasar 4 perkara, yakni hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan
agamanya. Utamakanlah karena agamanya, niscaya akan selamat.” (HR.Bukhari Muslim)

Tujuan utama memilih pasangan yang sesuai dengan kriteria menurut islam ialah
semata-mata kelak dapat mewujjudkan keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah. Oleh
karena itu, untuk mewujdukan keluarga sakinah, diperlukan usaha maksimal, baik secara
batiniah (memohon kepada Allah SWT) maupun secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi
ketentuan, baik yang datangnya dari Allah SWT dan rasul-Nya, maupun peraturan yang
dibuat oleh para pemimpin/pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku).

Setelah menentukan pilihan, maka tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah
meng-khitbah-nya. Khitbah dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai tunangan atau
meminang, yakni meminta izin kepada pihak keluarga untuk dapat meminang anggota
keluarga yang telah dipilih oleh sang pria untuk menjadi calon istrinya. Pelaksanaan tunangan
sebenarnya hanya sederhana, dimana sang pria datang secara langsung atau diwakilkan
menyampaikan maksudnya kepada wali dan calon mempelai wanita. Hanya saja, di beberapa
daerah di Indonesia upacara tunangan ini dirayakan secara seremonial. Dalam islam sendiri,
meminang ini hukumnya Sunnah dengan syarat utama wanita yang akan dipinang tersebut
dalam keadaan tidak bersuami, tidak dalam keadaan iddah talaq raj’l, serta tidak sedang
berada dalam pinangan orang lain.

“seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, maka tidak halal bagi seorang
mukmin meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh saudaranya, sampai
saudaranya meninggalkannya” (HR.Ahmad dan Muslim)

Setelah tahapan persiapan dilaksanakan, maka langkah selanjutnya adalah melangsungkan


pernikahan, syariat islam telah mengatur bahwa sah-nya pernikahan dikarenakan
terpenuhinya beberapa perkara, yakni :

a. Adanya pasangan yang akan dinikahkan.


b. Wali.
Orang yang bertanggungjawab menikahkan calon pasangan suami/istri. Wali yang
dimaksud dalam syariat pernikahan adalah wali dari pihak perempuan. Adapun yang
termasuk sah menjadi wali pernikahan adalah berurutan sebagai berikut :
1. Ayah kandung
2. Kakek dari Ayah
3. Saudara laki-laki se ayah dan se ibu
4. Saudara laki-laki se ayah
5. Paman dari pihak ayah yang se ayah se ibu
6. Paman dari pihak ayah yang se ayah
7. Anak laki-laki Paman dari pihak ayah yang se ayah se ibu
8. Anak laki-laki Paman dari pihak ayah yang se ayah
9. Wali hakim
c. Dua orang saksi yang adil
Seperti halnya Wali, saksi adalah orang yang bertanggungjawab atas sahnya
pernikahan. Karena itu, tidak semua orang dapat menjadi saksi. Persyaratan untuk
menjadi saksi adalah sebagai berikut :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki, dan
6. Adil
d. Ijab qabul
Ijab adalah ucapan penyerahan dari wali perempuan kepada mempelai laki-laki dan
Qabul adalah ucapan penerimaan mempelai laki-laki atas penyerahan mempelai
perempuan dan walinya.
e. Mahar
Merupakan pemberian mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Tidak ada
patokan mahar yang ditentukan dalam islam, semuanya dikembalikan kepada
kemampuan suami serta kerelaan istri.
Setelah semua itu, maka tahapan selanjutnya dalam mewujudkan keluarga sakinah
adalah dengan adanya pembinaan. Proses pembinaan keluarga merupakan ibadah
yang paling panjang. Dia menuntut kesabaran dan ketabahan dalam menjalaninya.
Oleh karena itu, dalam proses pembinaan ini, ada kriteria atau pondasi utama yang
harus dimiliki oleh sebuah keluarga sehingga dapat dikatakan sebagai keluarga
bahagia sejahtera (sakinah) ialah :
1. Memiliki keinginan menguasai dan menghayati serta mengamalkan ilmu-ilmu
agama dalam kehidupan sehari-hari;
2. Bersikap saling menghormati setiap anggota keluarga dan memiliki sifat yang
sarat dengan etika dan sopan santun;
3. Berusaha memperoleh rezeki yang halal dan diharapkan rezeki tersebut dapat
memenuhi kebutuhan anggota keluarga secara berkecukupan;
4. Membelanjakan harta secara efektif dan efisien.

2.3 Ciri-Ciri Keluarga Islami

Perkawinan adalah jalan untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga,
makai slam telah meletakkan kaedah-kaedah dan aturan-aturan yang bertujuan untuk
mewujudkan keluarga yang tenang dan bahagia, yang pada gilirannya akan
berdampak pada terciptanya suatu masyarakat yang aman dan tentram. Ciri-ciri
keluarga/ rumah tangga islami yaitu:

a. Didirikan atas dasar takwa dan kebersamaan dalam beribadah


Keluarga didirikan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Memberi proses
pemilihan jodoh, pernikahan (akad nikah walimah), sampai dengan membina
rumah tangga jauh dari unsur kemaksiatan dan perilaku yang tidak islami.
b. Terjadi internalisasi nilai islami secara kaffah (menyeluruh)
Rumah tangga islami dan segala adab islam dipelajari dan dipraktikkan sebagai
filter bagi penyakit moral di era globalisasi ini. Suami bertanggung jawab
terhadap perkembangan pengetahuan keislaman istri dan anak-anaknya. Oleh
sebab itu, suami-istri seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup memadai
tentang islam.
c. Terdapat Qudwah (keteladanan)
Qudwah (keteladanan) suami atau istri dapat dicontoh oleh anak-anak, bahkan
menjadi contoh teladan di lingkungannya. Adanya pembagian tugas yang sesuai
dengan syariat islam memberikan hak dan kewajiban bagi anggota keluarga scara
tepat dan manusiawi. Tercantum dengan firman Allah swt dalam QS al-Nisa/ 4: 32
berikut ini:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadaap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita
(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari Karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”.
Islam telah mengatur keseimbangan hak dan kewajiban suami-istri; yang menjadi
kewajiban suami merupakan hak istri, dan begitu pula sebaliknya.
d. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar
Hakikatnya kebutuhan keluarga selalu menjadi prioritas bagi keluarga, suami
harus membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya karena hal itu salah
satu tugas utamanya.
e. Menghindari hal-hal yang tidak islami
Banyak kegiatan atau barang-barang yang tidak islami harus disingkirkan dari
dalam rumah.
f. Berperan dalam pembinaan masyarakat
Setiap anggota keluarga islami harus memiliki semangat berdakwah yang tinggi,
dalam QS Al-Nahl/ 16-125 berikut ini:
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu degan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu
Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
2.4 Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa prinsip dasar pernikahan
dalam islam adalah membentuk keluarga harmonis (sakinah) dengan landasan
utamanya adalah perasaan kasih dan saying (mawaddah, dan warohmah).
Mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan cara memenuhi setiap hak dan
kewajiban masing-masing anggota keluarganya. Pentingnya pemahaman akan hak
dan kewajiban ini supaya setiap anggota keluarga menyadari akan keberadaan
serta hubungannya dengan anggota keluarga lainnya. Keberadaan hak dan
kewajiban pada setiap anggota keluarga juga akan menjamin terjaganya
keharmonisan sekaligus untuk penghormatan kasih sayang kepada sesama anggota
keluarga. Al-Quran dan sunnah pun menyatakan bahwa dalam keluarga, diantara
suami istri serta diantara anak dan orang tua, masing-masing telah ditetapkan hak
dan kewajibannya.
Ismail Razi Al-Faruqi (1998) sebagaimana dikutip oleh Saeful Amri (2019 : 105)
menjelaskan bahwa setiap anak laki-laki dan perempuan diciptakan untuk
prinsip-prinsip yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam islam. Ibu berfungsi
sebagai pengatur rumah tangga dan pengasuh anak, sedangkan ayah berfungsi,
untuk menjadi pelindung, pencari nafkah serta pemikul seluruh tanggung jawab
keseluruhan yang menuntut syarat-syarat fisik, psikis dan emosional yang
berlainan dari laki-laki dan perempuan,
Secara tekstual, suami/lelaki dalam Al-Quran disebut sebagai pelindung bagi istri/
perempuan dengan sebutan al Qawwam. Setidaknya ada dua hal yang menjadi
alasan yang mendasari suami menjadi pelindung bagi istrinya, yakni perkara yang
sifatnya natural dan sosial. Pada perkara yang bersifat natural, lelaki mempunyai
fisik yang cenderung lebih kuat daripada perempuan. Sedangkan pada perkara
yang sifatnya sosial adalah segala sesuatu yang dapat diusahakan, semisal harta
dan lainnya.
Secara umum, seorang suami mempunyai 2 kewajiban terhadap istrinya,
kewajiban pertama adalah yang berhubungan dengan harta dan benda (materi),
serta kewajiban kedua adalah perkara-perkara yang berhubungan dengan non
benda (non materi). Kewajiban materi dari suami terhadap istrinya meliputi
pemberian mahar sebagaimana telah ditetapkan dalam Al-Quran serta pemberian
nafkah. Dalam pemberian nafkah sesuai dengan kadar kemampuan yang telah
disepakati, serta diberikan dengan cara yang baik.
Sedangkan kewajiban yang bersifat non materi, adalah dengan menggaulinya
dengan baik, memberikan perlindungan, ketenangan, pengayoman, dan juga
bimbingan terhadap istrinya. Dalam perkara menggauli istri dengan baik,
Al-Quran surat an Nisa ayat 19:
“Pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Perintah utuk mempergauli yang dimaksud dalam ayat ini adalah pergaulan suami
istri yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan seksual. Menurut Azar
Basyur, makna menggauli istri dengan cara yang baik itu meliputi pertama: sikap
menghormati, menghargai, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta
meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu
pengetahuan yang diperlukan. Kedua, menjaga dan melindungi nama baik istri.
Ketiga, memenuhi kebutuhan kodrat biologisnya.
Selain itu, kewajiban seorang istri kepada suaminya diatur dalam islam tidak
dalam bentuk materi. Kewajiban ini lebih bersifat non materi, hal ini sebagaimana
terlihat dalam Al-Quran surat an Nisa ayat 34:
“Perempuan-perempuan yang saleh ialah perempuan yang taat kepada Allah
(dan patuh kepada suami) memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena
itu Allah telah memelihara mereka”.
Selain itu, begitu banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaan seorang istri
pada saat memenuhi kewajiban untuk taat pada suaminya. Seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Hibban, dan Thabbrani, dimana Rasulullah
bersabda, “seorang perempuan (istri) yang menjaga shalat 5 waktunya, shaum
dibukan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan memenuhi perintah suaminya,
maka perempuan tersebut akan dijemput di akhirat supaya masuk melalui pintu
mana saja yang ia inginkan”.
Kepatuhan seorang istri kepada suaminya, tentunya saja mempunyai batasan yang
jelas. Kepatuhan tersebut adalah kepatuhan dalam rangka taat kepada Allah swt.
Apabila perintah suami tersebut bernilai maksiat, dan dalam rangka membantah
perintah Allah, maka seorang istri diperbolehkan untuk menolak perintah tersebut.
Hal tersebut sejalan dengan sabda rasulullah,
“Tidak ada kewajiban taat kepada siapapun, apabila diperintahkan untuk maksiat
kepada Allah”.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keluarga adalah unsur utama dan penting dalam keberlangsungan kehidupan karena keluarga
adalah tempat beristirahat, berlindung dan mengadu. Maka dari itu, kita harus bisa
menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah agar tujuan yang diinginkan
bisa tercapai dengan maksimal. Ayah, Ibu dan Anak memiliki peran pentingnya
masing-masing, bagai teater yang bergantung pada tokohnya apakah tokohnya bisa membawa
penampilan teater itu kedalam kesuksesan atau kegagalan begitu pula dengan keluarga, tapi
hal ini tidak luput dari pengawasan dan kerodhoan Allah, setiap langkah yang diambil harus
mengatasnamakan dan berkaitan dengan Allah SWT agar hasil yang didapat akan baik dan
berkah.
Daftar Pustaka

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Yogyakarta: UIN Malang Oress,
2008), hlm, 114.

Fachruddin HasbAllah, Psikologi Keluarga dalam Islam, (Banda Aceh: Yayasan Pena,
2007), hlm 1.

Dr Waway Qodratulloh S, M.Ag, dkk, Perkuliahan Pendidikan Agama Islam Berbasis


Karakter Patriotik. (2022)
● Pertanyaan dan Jawaban

1.Rasta Dewangga 6211221033

Dalam Islam bagaimana cara memiliki pasangan yg baik?

o Jawaban : Ada beberapa kriteria memilih pasangan dalam islam yang pertama yaitu
memiliki agama atau keyakinan yang sama, yang kedua memiliki ketertarikan secara
fisik, berpengetahuan luas juga berilmu, memiliki kesuburan yang baik, berasal dari
keluarga yang terhormat dan tidak boleh memiliki nasab yang sama seperti saudara
kandung dan lain-lain.

2.Fira 6211221022

Bagaimana jika seorang suami tidak lebih paham akan agama sedangkan si istrinya paham
agama?

o Jawaban : Sebenarnya dalam islam suami harus lebih berilmu dari istri karena ia
sebagai kepala keluarga yang bertugas mengayomi dan mengajarkan apa yang istri
tidak tahu, maka dari itu sedari awal kita harus memilih pasangan apa lagi suami
sesuai dengan syarat-syarat islam, tapi kalau situasinya sudah menikah dan sang istri
lebih berilmu dari istri, ia harus belajar lagi, memperluas ilmu tidak hanya duduk
diam saja.

3.Yosepin Yandika Albar 6211221034

Apakah pertunangan diperbolehkan dalam Islam?

o Jawaban : Dalam islam pertunangan itu diperbolehkan, yang tidak diperbolehkan itu
pacaran, karena pertunangan itu meningat untuk bisa melangkah ke jenjang
pernikahan dan hukumnya mubah atau tidak diwajibkan.

4.Derril Amanta Putra Sutisna 6211221103

Jika orang tuanya tiada siapa yg menjadi benteng utamanya?


o Jawaban : Anak yatim-piatu sebenarnya tanggungan setiap umat muslim, ketika orang
tua mereka tidak ada, yang wajib menafkahi tentu saja saudara-saudara kandungnya,
bila ia sebatang kara barulah saudara seimanlah yang wajib membantu.

Anda mungkin juga menyukai