Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

”Hak dan Kewajiban Suami Istri”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tematik IV Ahwal Syakhsiyah
Dosen Pengampu: Ali Hamdan, MA, Ph.D

Disusun oleh:
Maulidatul Lailatul Karomah (210204110027)
Sayid Sabiq Rifa’i (210204110056)
Salsabela Rizqi Mazidah (210204110088)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat, serta pertolongan-Nya, sehingga penulis berhasil
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hadits Ahkam yang berjudul “Hak dan
Kewajiban Suami Istri” dengan baik dan lancar.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Bapak Ali Hamdan, MA, Ph.D
selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tematik IV Ahwal Syakhsiyah Prodi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Syariah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang yang telah membantu dan memberikan kepercayaan kepada penulis
untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah ini.

Harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat diambil manfaat dan
memberikan pengetahuan baru dalam pengembangan ilmu pengetahuan.Penulis
menyadari keterbaasan yang penulis miliki.Oleh karena itu, penulis mengharapkan
dan menerima segala bentuk kritik yang membangun beserta saran demi perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini.

Malang, 03 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan bagian dari ajaran syariat Islam yang mempunyai
tujuan, seperti menjaga, memelihara dan melestarikan keturunan. Dengan adanya
perkawinan antara seorang laik-laki dan perempuan bisa hidup berdampingan,
menjalin hubungan suami istri dan bersatu dalam sebuah ikatan keluarga secara
aman. Perkawinan ialah sarana agama yang mengatur pola hubungan antara laki-
laki dan perempuan untuk saling mencurahkan kasih saying diantara mereka dan
yang pasti untuk bersama-sama meraih keberkahan. 1 Maka dari itu, sebagai
ibadah luhur yang dianggap sakral, perkawinan harus dilakukan dengan
keikhlasan, penuh tanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan hukum yang
ada.2

Agama Islam telah mengajarkan bahwa setiap perbuatan harus dilakukan


hanya karena mengharap ridho ilahi robbi. Maksudnya, seseorang yang telah
menikah berarti juga memasuki dunia dan kehidupan yang baru pula. Sehingga
harus bisa memadukan antara urusan duniawi dengan urusan ukhrawi yang
berdimensi bisa memadukan antara urusan duniawi dengan urusan ukhrawi yang
berdimensi insani dengan yang profan secara arif dan bijaksana. Kehidupan
dalam bingkai perkawinan harus dijalani dengan penuh kesadaran, rasa kasih
saying, saling hormat-menghormati, mampu menjaga rahasia dan aib masing-
masing dan bisa saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Antara suami
istri harus bisa saling memahami dan menjaga hak dan kewajibannya masing-
masing secara adil dan seimbang sesuai yang ada di dalam Al-Qur’an.

Sebagai agama yang kaffah, Islam juga memberikan arahan tentang tata
kehidupan suami istri baik itu melalui ayat-ayat al-Qur’an maupun yang

1
Siti Musdah Mulia. Membangun Surga di Bumi; Kiat-kiat Memebina Keluarga Ideal Dalam Islam
(Jakarta: PT Gramedia, 2011), hal. 40.
2
Wibisana, “Wahyu. Perkawinan Dalam Islam” Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim (14), No. 2,
2016.
dijelaskan melalui al-hadits, karena tidak semua ayat-ayat dalam al-Qur’an
tersebut bisa langsung dipahami secara tekstual.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hak dan kewajiban suami istri?
2. Apa saja hak dan kewajiban suami dan istri?
3. Apa saja hak dan kewajiban bersama antara suami istri?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui maksud hak dan kewajiban suami istri
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami dan istri
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban bersama antara suami istri
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Istri

Pernikahan dalam Islam bukanlah akad perbudakan dan penyerahan kepemilikan,


melainkan akad yang mengakibatkan timbulnya hak-hak bersama yang setara sesuai
dengan maslahat umum bagi suami istri. Pernikahan merupakan ikatan bersama
antara dua orang, dan masing-masing pihak harus menunaikan hak-hak pasangannya
dan melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Dari pemaparan diatas perlu diketahui bahwasannya hak ialah apa yang diterima
oleh seseorang dari orang lain. Kata hak berasal dari Bahasa Arab yaitu haqqun yang
memiliki berbagai makna diantaranya ialah ketetapan atau kewajiban. Sedangkan
menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh
dimiliki secara syar’i. menurut Mustafa Ahmad Zarqa’, hak ialah suatu keistimewaan
yang dengannya syara’ sebuah kewenangan atau sebuah beban (taklif).3

Sedangkan pengertian kewajiban ialah apa yang selalu dilakukan seseorang


terhadap orang lain. Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga, suami
mempunyai hak dan begitu pula istri mempunyai hak dan dari situlah mempunyai
beberapa kewajiban, dengan diaturnya hak dan kewajiban suami istri, maka ada
harapan suami istri dalam kehidupan rumah tangganya yang akan dapat terwujud,
karena didasari rasa cinta dan kasih sayang.4

Dalam kehidupan berumah tangga, hak dan kewajiban suami istri harus berjalan
dengan seimbang seperti halnya yang telah dijelaskan di dalam al-Qur’an surah al-
Baqarah ayat 228

‫َو َلُهَّن ِم ْثُل ٱَّلِذ ى َع َلْيِهَّن ِبٱْلَم ْعُروِف ۚ َو ِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن َد َر َج ٌةۗ َو ٱُهَّلل َع ِزيٌز َحِكيٌم‬

3
Wahab al-Zuhaili. “Al-Fiqhi Al-Islamu Wa Adilatuh” Jilid 4 (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hal. 9.
4
Ahmad Rofiq. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafika, 2013), hal. 147.
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Berdasarkan keterangan di atas, suami istri memiliki hak yang setara dan
seimbang dengan kewajibannya sesuai peran dan posisinya masing-masing. Seorang
istri menunaikan segala kewajibannya kepada suami, begitu pula sebaliknya. Dengan
keseimbangan yang terjadi dan dilakukan sebagai kewajiban masing-masing secara
bertanggung jawab maka hak dari masing-masing akan bisa diwujudkan secara adil
pula. Dan jika terjadi sebaliknya atau salah satu di antara keduanya tidak
bertanggung jawab bisa dipastikan kehidupan keluarga akan mengalami
kerenggangan dan keretakan.

Adapun keterangan pada ayat di atas, menyatakan bahwa laki-laki mempunyai


satu tingkat kelebihan dari istri harus dipahami secara bijaksana. Disebutkan dalam
tafsir al-Munir bahwa ada dua faktor yang membuat laki-laki lebih tinggi derajatnya
dan mendapat derajat pemimpin:

 Allah menciptakan dengan memberi kelebihan pengalaman,


keseimbangan mental, dan akal serta dipersiapkan untuk memikul beban,
berjuan dan bekerja.
 Seorang suami harus memberi nafkah kepada istri: membayar mahar dan
mencukupi kebutuhan hidupnya (sandang, pangan, papan, pengobatan,
dan lain-lain)
Sebenarnya, derajat pemimpin yang dipaparkan di atas merupakan tanggungan
dan beban bagi lelaki yang lebih banyak beban daripada Wanita. Oleh karena itu, hak
suami atas istri lebih besar daripada hak istri atas suaminya. Maka dari itu, Nabi
Muhammad bersabda bahwasannya orang yang punya derajat keutamaan tinggi
sepatutnya sabar menghadapi kesalahan-kesalahan orang lain dan menahan emosi
pada saat mengatasi masalah atau krisis yang melanda.5

B. Hak dan Kewajiban Suami-Istri

Dalam hubungan rumah tangga, baik suami maupun istri pasti memiliki hak dan
kewajibannya masing-masing. Pada satu sisi, istri memiliki hak atas nafkah dan pada
sisi yang lain, istri memiliki kewajiban untuk taat. Jika suami tidak mampu untuk
memenuhi kewajibannya dalam memberi nafkah kepada istri, maka gugurlah haknya
5
Wahbah az-Zuhaili. Tafsir al-Munir Jilid I (Beirut: Dar al-Fikr, 2014), hal. 542-543.
untuk mendapatkan ketaatan istri. Pada titik inilah pengaruh hukum sebab akibat
dalam hubungan perkawinan menjadi muncul dan mengemuka. Hak seorang istri
merupakan kewajiban seorang suami yang harus di lakukan, yaitu:
a) Hak istri atas suami
1. Hak mendapatkan mahar
Seorang istri berhak untuk mendapatkan mahar dari suami dan suami
wajib memberikan kepada istrinya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan
dalam Q.S. al-Nisa’ ayat 4 yang berbunyi:
2. ‫َو َء اُتو۟ا ٱلِّنَس ٓاَء َص ُد َٰق ِتِهَّن ِنْح َلًةۚ َفِإن ِط ْبَن َلُك ْم َعن َش ْى ٍء ِّم ْنُه َنْفًسا َفُك ُلوُه َهِنٓئًـا َّم ِرٓئًـا‬
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, jika kemudian mereka
(wanita) menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) sebagai pemberian yang sedap dan
baik akibatnya.
Dari ayat tersebut dipahami bahwa adanya kewajiban suami membayar
maskawin kepada istri, dan maskawin itu ialah hak istri secara penuh, dia
bebas menggunakannya dan bebas pula memberikan seluruhnya atau
sebagian darinya kepada siapa pun termasuk kepada suaminya.
Pada ayat ini, mahar disebut dengan ‫( صدقات‬shoduqat) yang merupakan
bentuk jama’ dari ‫( صدقة‬shaduqah) yang berarti “kebenaran”. Hal ini
dikarenakan maskawin itu didahului oleh janji, maka pemberian tersebut
merupakan bukti kebenaran janji. Setelah kata ‫ صدقات‬diperkuat lagi oleh
lanjutan ayat, yakni kata ‫( نحلة‬nihlah). Kata ini memiliki arti pemberian yang
tulus tanpa mengharap imbalan sedikit pun. Ia juga dapat diartikan sebagai
agama, pandangan hidup. Sehingga maskawin yang diserahkan itu
merupakan bukti kebenaran dan ketulusan hati sang suami yang diberikan
dengan tanpa mengharap imbalan, bahkan diberikannya karena didorong oleh
tuntunan agama atau pandangan hidupnya.6
3. Hak mendapatkan nafkah
Selain berhak untuk mendapatkan mahar, istri juga berhak mendapatkan
nafkah suami sebagai kebutuhan dan jaminan hidup. Dalam konteks yang
lebih luas, nafkah diartikan sebagai segala sesuatu yang harus diberikan
seorang suami kepada istrinya, seperti pakaian, uang atau lainnya. 7 Tentang
kewajiban nafkah telah dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 233:
‫َأ َر اَد َأ ْن ُي ِتَّم الَّر َض اَع َة ۚ َو َع َل ى ا ْل َم ْو ُل و ِد َل ُه‬ ‫َو ا ْل َو ا ِل َد ا ُت ُيْر ِض ْع َن َأ ْو اَل َد ُهَّن َح ْو َل ْي ِن َك ا ِم َل ْي ِن ۖ ِل َم ْن‬
‫ُو ْس َع َه ا‬ ‫ۚ ِر ْز ُق ُه َّن َو ِك ْس َو ُت ُه َّن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف ۚ اَل ُت َك َّل ُف َن ْف ٌس ِإ اَّل‬
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2005), h. 364.
7
Budi Suhartawan, “TAFAKKUR : Jurnal Ilmu Al- Qur ’ an Dan Tafsir HAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI ISTRI DALAM PERSPEKTIF AL- QUR ’ AN ( KAJIAN TEMATIK ),” TAFAKKUR:
Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2, no. 2 (2022): h. 115.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya.
Maksud kata ‫ ا ْل َم ْو ُل و ِد َل ُه‬pada ayat tersebut ialah ayah kandung si
anak. Maksudnya, ayah si anak diwajibkan untuk memberi nafkah
dan pakaian untuk ibu dari anaknya dengan cara yang ma’ruf. Yang
dimaksud ‫ ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف‬adalah menurut kebiasaan yang telah berlaku di
dalam Masyarakat tanpa berlebihan, juga tidak terlalu di bawah
kepatutan, serta disesuaikan dengan kemampuan finansial sang ayah.
4. Hak mendapatkan perlakuak yang ma’ruf dari suami
Allah Swt telah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 19:
5. ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتِرُثوا الِّنَس ۤا َء َكْر ًهاۗ َو اَل َتْعُض ُلْو ُهَّن ِلَتْذ َهُبْو ا ِبَبْع ِض َم ٓا ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن ِآاَّل‬
‫َاْن َّيْأِتْيَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّيَنٍةۚ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِف ۚ َفِاْن َك ِرْهُتُم ْو ُهَّن َفَع ٰٓس ى َاْن َتْك َر ُهْو ا َش ْئًـا َّوَيْج َعَل ُهّٰللا‬
‫ِفْيِه َخْيًرا َك ِثْيًرا‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.
Kalimat ‫ۚ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِف‬dalam ayat di atas merupakan titik tekan dalam
pembahasan ini. Menurut al-Thabari kata asyir sama dengan al-asyrah yang
merupakan sinonim dari kata al-Mashabihah yang berarti pergaulan. Melalui
ayat di atas memerintahkan kepada suami untuk memperlakukan dan bergaul
dengan istri dengan cara yang baik. Ada sebagian ulama yang memahaminya
dalam arti perintah untuk berbuat baik kepada istri yang dicintai maupun
tidak. Kata Ma’ruf mereka pahami mencakup tidak mengganggu, tidak
memaksa, dan juga lebih dari itu, yakni berbuat ihsan dan berbaik-baik
kepadanya.8
6. Dijaga nama baik oleh suami
Hak yang dimiliki oleh seorang istri untuk mendapatkan
perlindungan dari suaminya terkait dengan reputasi dan citra baiknya
di masyarakat. Suami memiliki tanggung jawab untuk tidak
melakukan atau memungkinkan terjadinya tindakan atau perilaku
yang dapat merusak nama baik atau reputasi istri. Suami memiliki
kewajiban untuk melindungi dan mempertahankan nama baik istri,

8
Ikrom Mohamad, “Hak Dan Kewajiban Suami Istri Prespektif Al-Qur’an,” Jurnal Qolamuna 1, no. 1
(2015): h. 33, http://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna/article/view/2.
dan tidak melakukan atau membiarkan terjadi tindakan yang dapat
merugikan reputasi istri di mata masyarakat. Hal ini merupakan
aspek penting dari kesetaraan, saling menghormati, dan saling
mendukung dalam suatu hubungan pernikahan.
b) Hak suami atas istri
Perlu diketahui bahwasannya hak suami adalah kewajiban istri, diantaranya
ialah:
1. Melengkapi kekurangan suami
Dalam sebuah pernikahan, antara suami dan istri harus memiliki
jiwa saling melengkapi. Antara suami dan istri tidak diperbolehkan
merasa paling benar sendiri. Antara suami dan istri sebaiknya menjalin
hubungan dengan saling melengkapi dan saling membutuhkan. Dalam
al-Qur’an telah dijelaskan bahwa setiap individu memiliki kekurangan
dan kelebihan masing-masing. Dengan adanya kekurangan ini, harus
terbangun rasa saling melengkapi dan saling menyempurnakan antara
satu individu dengan yang lainnya. Karena pada saat ini banyak suami
istri mengorbankan keutuhan keluarganya hanya karena perbedaan
pendapat tentang masalah sepele atau karena saling mengedepankan
keegoisannya masing-masing.
2. Taat kepada suami
Taat kepada suami merupakan perintah dari Allah Swt. Karena
sebuah perintah, maka Allah Swt akan memberikan pahala yang
terbaik bagi istri yang taat kepada suami atau menjalankan perintah
suami. Seperti yang telah dijelaskan dalam Q.S An-Nisa ayat 34:
‫الِّر َج اُل َق َّو ا ُم ْو َن َع َل ى ال ِّن َس ۤا ِء ِبَم ا َف َّض َل ال ّٰل ُه َب ْع َض ُه ْم َع ٰل ى َب ْع ٍض َّو ِبَم ٓا َاْن َف ُق ْو ا ِم ْن َا ْم َو ا ِل ِه ْم ۗ َف ال ّٰص ِل ٰح ُت‬
‫ّٰل‬ ‫ّٰل‬ ‫ٰظ‬ ‫ٰق‬
‫ِن ٰت ٌت ٰح ِف ٌت ِّلْل َغ ْي ِب ِبَم ا َح ِف َظ ال ُهۗ َو ا ِتْي َتَخ ا ُف ْو َن ُنُش ْو َز ّٰلُهَّن َف ِع ُظ ْو ُهَّن َو ا ْه ُج ُر ْو ُهَّن ِف ى ا ْل َم َض ا ِج ِع‬
‫َو اْض ِر ُبْو ُهَّن ۚ َف ِاْن َاَط ْع َن ُك ْم َفاَل َتْب ُغ ْو ا َع َل ْي ِه َّن َس ِب ْي اًل ۗ ِا َّن ال َه َك اَن َع ِل ًّي ا َك ِب ْيًر ا‬
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.
Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan ‫الِّر َج اُل‬
‫ۤا‬
‫ َق َّو ا ُم ْو َن َع َل ى ال ِّن َس ِء‬adalah kaum laki-laki yang merupakan pemimpin
bagi kaum wanita. Maksudnya, dalam rumah tangga seorang suami
ialah kepala rumah tangga yang harus didengar dan ditaati
perintahnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang istri
mentaati semua perintah suami asalkan itu dalam kebaikan. Menurut
Ibnu Abbas, ‫ ٰق ِن ٰت ٌت‬ialah para istri yang taat kepada suaminya. Artinya,
wanita sholehah itu ialah wanita yang taat kepada suaminya selama
perintahnya tidak bertentangan dengan aturan Allah SWT. 9
3. Mengikuti tempat tinggal suami
Yang menjadi permasalahan Ketika setelah menikah ialah tempat
tinggal, karena biasanya pada masa-masa awal menikah suami istri
masih ikut di rumah orang tua salah satu pasangan. Kemudian mencari
tempat tinggal sendiri. Maka dalam hal ini, seorang istri seharusnya
mengikuti suami dimana ia bertempat tinggal, karena hal tersebut
merupakan kewajiban seorang istri. Sebagaimana firman Allah Swt
dalam Q.S Ath-Thalaq ayat 6:
‫َأ ْس ِك ُن و ُهَّن ِم ْن َح ْي ُث َس َك ن ُت م ِّم ن ُو ْج ِد ُك ْم‬
Artinya: Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat
tinggal menurut kemampuan kamu.
4. Memelihara kehormatan diri dan harta saat suami tidak ada
Seorang wanita yang sudah menikah dan memulai rumah tangga
seharusnya membatasi tamu-tamu yang datang ke rumah. Ketika ada
tamu lawan jenis, maka yang sebaiknya dilakukan ialah tidak
menerimanya masuk ke dalam rumah. Kecuali ada suami yang
menemani. Karena apabila istri tidak menjaga diri dari hal tersebut,
dikhawatirkan mendatangkan fitnah. Allah Swt berfirman dalam Q.S
An-Nisa ayat 34:
‫َفالّٰص ِلٰح ُت ٰق ِنٰت ٌت ٰح ِفٰظ ٌت ِّلْلَغْيِب ِبَم ا َح ِفَظ ُهّٰللا‬
Artinya: Wanita shalihah adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri
ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka.
5. Mengabdikan diri kepada suami dalam mengurus anak-anaknya
Sebaiknya seorang istri berusaha dengan baik untuk mengabdikan
diri kepada suami dalam hal-hal kebaikan atau yang diperbolehkan
oleh agama. Seperti memberikan pelayanan yang akan membuat
suaminya Bahagia. Namun demikian, suami juga harus memperhatikan
kondisi istrinya. Tidak seharusnya membebankan istrinya di luar
kesanggupannya. Tidak boleh memberatkan dan seharusnya ikut
membantu istrinya bila ada waktu luang.
6. Menutup aib suami
Di era modern saat ini, ada istri yang tidak segan-segan
membeberkan aib suaminya di media sosial. Sehingga tidak jarang
terjadi pertengkaran yang dapat mengakibatkan adu mulut, yang
berujung nyawa melayang. Maka istri yang sholihah, tidak seharusnya
mengumbar aib suaminya kepada Masyarakat umum.
9
Suhartawan, “TAFAKKUR : Jurnal Ilmu Al- Qur ’ an Dan Tafsir HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI
ISTRI DALAM PERSPEKTIF AL- QUR ’ AN ( KAJIAN TEMATIK ),” h. 120.
C. Hak dan Kewajiban Bersama

Hak dan kewajiban bersama suami istri adalah hak yang melekat pada kedua
belah pihak yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran, tanpa adanya paksaan
dan intervensi dari pihak manapun. Meurut Sayyid Sabiq, hak bersama antara suami
dan istri meliputi hal-hal sebagaimana berikut:

 Antara suami dan istri sama-sama dilarang melakukan pernikahan dalam jalur
keturunan. Maksudnya, seorang istri haram dinikasi oleh ayah dari suaminya,
kakeknya, anak-anaknya dan cucu-cucunya. Demikan juga suami tidak bisa
menikahi ibu dari istrinya, anak perempuannya dan cucu-cucunya.
 Menikmati hubungan seksual. Hubungan sesksual yang terjadi antara suami
istri adalah merupakan hubungan timbal balik yang harus dilakukan Bersama-
sama dengan penuh perasaan dan kerelaan atas dasar kasih saying yang tulus.
Salah satu pihak tidak bisa memaksakan kehendak atas yang lain karena
hubungan seksual tidak bisa dilakukan secara mandiri oleh salah satu pihak
saja.
 Menasabkan anak (keterunan) pada suami yang sah. Baik dalam kondisi
masih dalam hubungan suami istri atau setelah perceraian, nasab anak akibat
hubungan perkawinan yang sah tetap melekat pada suami (sebagai ayah yang
sah).
 Baik suami maupun istri wajib memperlakukan pasangannya dengan baik
sehingga memunculkan kemesraan antara keduanya.10
 Hak mendapatkan warisan, yaitu bahwa suami atau istri berhak mendapatkan
warisan jika salah satu dari keduanya meninggal dunia. Baik suami atau istri
akan mendapatkan hak warisan tanpa penghalang.

BAB III

10
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunah Jilid 3: Pengantar Imam Hasan Al-Bana (Jakarta: PT Nada Cipta Raya,
2004), hal. 39.
PENUTUP
Hak dan kewajiban merupakan perkara yang saling berhubungan. Hak
berasalh dari Bahasa arab haqqun yang artinya ketetapan, dan menurut ulama’
pengetian dari hak ialah sesuatu maslahat yang boleh dimiliki secara syar’i.
sedangkan kewajiban ialah apa yang selalu di lakukan seseorang terhadap orang lain.
Dalam berumah tangga hak dan kewajian suami istri harus berjalan seimbang agar
harmonis.
Dalam berumah tangga suami istri memiliki hak dan kewajiban. Hak seorang
istri merupakan kewajiban bagi suami, begitupun hak suami yang merupakan
kewajiban yang harus di lakukan oleh seorang istri.
Diluar hak dan kewajiban individu dari pasangan suami istri, adapun hak dan
kewajiban yang emban Bersama, diantaranya menikmati hubungan seksual, hak
mendapat warisan, menasabkan anak pada suami yang sah, dll.

DAFTAR PUSTAKA
Mohamad, Ikrom. “Hak Dan Kewajiban Suami Istri Prespektif Al-Qur’an.” Jurnal
Qolamuna 1, no. 1 (2015): 23–40.
http://ejournal.stismu.ac.id/ojs/index.php/qolamuna/article/view/2.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2005.
Suhartawan, Budi. “TAFAKKUR : Jurnal Ilmu Al- Qur ’ an Dan Tafsir HAK DAN
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM PERSPEKTIF AL- QUR ’ AN
( KAJIAN TEMATIK ).” TAFAKKUR: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2, no.
2 (2022): 106–126.

Anda mungkin juga menyukai