Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

FIQH MUNAKAHAT

Tentang

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM PERKAWINAN

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Mustika Rahmadhani : 1413060287

Dosen Pembimbing :

Hulwati

EKONOMI ISLAM (C)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

IMAM BONJOL PADANG

1438/2016
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya makalah tentang Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perkawinan ini dapat
selesai tepat waktunya, sebagai pemenuhan tugas fiqh munakahat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan baik dari segi materi,
susunan kata, segi penulisan, serta minimnya referensi. Dengan ini penulis mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, serta sebagai jembatan ilmu
yang berujung kepada intelektualitas.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat, bagi penulis kususnya dan para pembaca
umumnya,

Padang, oktober 2016

Pemakalah
Pendahuluan

A. Latar belakang

Hak dan kewajiban dalam rumah tangga memang harus di penuhi dan di lengkapi, dalam kontek
hak dan kewajiban, hak mempunyai dua kategori yaitu hak mutlak dan hak absolute. Dalam
hokum islam hak dan kewajiban suami istri dalam membina rumah tangga juga sudah di jelaskan
dalam nash alquran, sehingga umat manusia di dunia ini khususnya umat islam harus
menjelaskan hak dan kewajiban tersebut.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja hak bersama suami istri dalam perkawinan?
2. Apa saja kewajiban suami dalam perkawinan ?
3. Apa saja kewajiban istri dalam perkawinan?
4. Bagaimana kedudukan harta dalam perkawinan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk
1. Untuk mengetahui hak bersama suami istri dalam perkawinan.
2. Untuk mengetahui kewajiban istri dalam perkawinan
3. Untuk mengetahui kewajiban istri dalam perkawinan.
4. Untuk mengetahui kedudukan harta dalam perkawinan.
Pembahasan

Jika akad nikah sah telah dilaksanakan, maka hal-hal yang berkaitan dengan telah berlaku dan
hak-hak dalam hubungan suami istri pun telah di berlakukan.

Hak-hak dalam hubungan suami istri dalam perkawinan ada tiga macam, yaitu:

1. Hak-hak bersama antara suami dan istri.


2. Hak-hak suami yang wajib di tunaikan istri
3. Hak-hak isteri yang wajib di tunaikan suami.
Pemenuhan kewajiban dan pengembanan hak masing-masing dari suami istri akan
mendatangkan kebahagian dalam hubungan perkawinan, dan akan menciptakan keluarga
yang sakinah mawaddah dan warahmah. Uraian selengkapnya mengenai hak dan
kewajiban sumi dan istri dalam perkawinan sebagai berikut
A. Hak-hak bersama antara suami dan istri
Hak-hak bersama antara suami dan istri meliputi:
Suami istri dan masing-masing keduanya di perkenankan untuk bersenang-
senang diantara mereka berdua.
Keharaman keluarga dari kedua belah pihak. Maksudnya, istri haram dinikahi
ayah suaminya, kakek, anak, dan anak keturunan dari anak-anaknya, begitu
pun suami haram menikahi ibu istrinya, anak perempuannya, dan anak
keturunan dari anak-anaknya.
Keabsahan hak saling mewarisi antara keduanya karena telah terlaksananya
akad nikah.
Keabsahan nasab anak dari suami sebagai pasangan yang sah dalam rumah
tangga.
Pergaulan dengan cara yang baik. Masing-masing dari suami istri harus
melakukan pasangannya dengan baik agar tercipta keharminisan di antara
keduanya dan kedamaian senantiasa menaunginya.1
Sebagaimana firman Allah QS an-nisa:19


dan bergaullah dengan mereka secara yang baik.

B. Hak-hak istri dan kewajiban-kewajiban suami


1. Mahar
Mahar adalah suatu yang diberikan kepada seorang wanita berupa harta atau yang
serupa denganya ketika dilaksanakan akad.2

1
Sayyid sabiq, fiqih sunah, hak-hak dalam hubungan suami istri,(Jakarta:cakrawala 2015), hlm 407
2
Ali yusuf as-subki, fiqih keluarga, hak-hak dan kewajiban suami istri,(amzah 2012), hlm 173
Mahar merupakan hak-hak istri yang harus dipenuhi oleh seorang suami dan
kewajiban tambahan yang allah berikan kepada seorang suami ketika
menjadikannya dalam pernikahan sebuah kedudukan. Dan turunnya perintah ini
sebagai pengganti diperbolehkan pernikahan dan diwajibkan setelah itu dengan
ucapan atau dengan mencampurinya.
Syariat islam tidak mengikat jumlah mahar dengan batas minimal dan tidak pula
batasan maksimal. Sebab, manusia memiliki keberagaman dalam tingkat
kekayaan dan kemiskinan, manusia pun berbeda dalam tingkat kesulitan dan
kelapangan, serta masing-masing memiliki kebiasaan dan tradisi berbeda-beda.
Namun pemberian mahar sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak
dan kerelaan wanita yang diberikan mahar.
Mahar bukan merupakan harga bagi wanita tetapi itu adalah ketentuan dari syariat
untuk memuliakan dan membahagiakannya, sebagaimana dalam QS an-nisa 4


berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaa.
Sebagai terdapat dalam hadis yang artinya
dari amir bin rabiah, bahwa seorang perempuan dari bani farazah dinikahi
dengan mahar berupa sepasang sandal. Rasulullah saw bertanya kepadanya.
Apakah kamu ridha atas dirimu sendiri dengan sepasang sandal sebagai mahar
bagimu? Iya, jawabnya. Beliau pun memperkenankannya. ( HR ahmad, ibnu
majah, dan tirmidzi yang menyatakan hadis itu shahiah)

Anda mungkin juga menyukai