Anda di halaman 1dari 13

M A K A L A H

“HUKUM PERKAWINAN”
Di susun untuk memenuhi tugas kelompok di mata kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu:
Amri, MH

Di susun oleh kelompok 4 :


Muhammad Rizki Ramadhani 022211012
Nur Shinta Faradiba 022211013
Putri Bunga Melysa 022211014

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI FATTAHUL MULUK PAPUA
JAYAPURA
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aala
yang telah memberikan kami kenikmatan dan kemampuan sehingga kami dapat
mengumpulkan makalah ini tepat waktu.

Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Amri, M.H selaku dosen kami
di mata kuliah Hukum Perdata, yang telah memberikan tugas penyusunan
makalah ini kepada kami dan dengan senang hati membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini, sehingga kami mampu mengasah kualitas diri dan otak
kami.

Tak lupa pula kami berterima kasih kepada orang tua kami yang selalu
mendoakan dan menyayangi kami sehingga kami dapat merasakan pendidikan di
bangku kuliah ini. Kami juga berterima kasih kepada teman-teman kami yang
selalu setia mendukung kami dan membantu mencarikan referensi-referensi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami sebagai penyusun makalah ini, merasa bahwa makalah ini masih
kurang sempurna, dikarenakan minimnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki kesalahan dan kekeliruan dalam tugas selanjutnya.

Jayapura, 03 Mei 2023

Penulis

ii
Daftar Isi
Halaman Judul........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 5
A. Hubungan Keluarga dan Hubungan Darah ...................................................... 5
B. Asas-asas dan Tujuan Perkawinan ................................................................... 6
C. Syarat-syarat Perkawinan ................................................................................ 7
D. Tata Cara Melangsungkan Perkawinan ............................................................ 7
E. Akibat HUkuam Adanya Perkawinan .............................................................. 7
F. Pencegahan dan Pembatalan Putusnya Perkawinan .......................................... 8
G. Jenis-jenis Perkawinan .................................................................................... 9
BAB III ................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

3
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Pada prinsipnya perkawinan adalah suatu akad, untuk menghalalkan


hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara pria
dengan wanita yang antara keduanya bukan muhrim. Apabila di tinjau dari segi
hukum, jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara
pria dengan wanita, yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan
dihalalkan hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah,
mawadah serta saling menyantuni antara keduanya.

Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada yang
tidak sah, hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang dilaksanakan
dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan
agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah akad yang dilaksanakan tidak
sesuai dengan syarat-syarat serta rukun-rukun perkawinan. Akan tetapi pada
kenyataan ada perkawinan- perkawinan yang dilakukan hanya dengan Hukum
Agamanya saja. Perkawinan ini sering disebut Perkawinan Siri, yaitu
perkawinan yang tidak terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh
negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata
tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Perkawinan?
2. Apa saja unsur-unsur yang terdapat di dalam Hukum Perkawinan?
3. Bagaimana tata cara melangsungkan perkawinan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Hukum Perkawinan
2. Mengetahui unsur-unsur di dalam Hukum Perkawinan
3. Mengetahui tata cara melangsungkan perkawinan

4
BAB II
Pembahasan
A. Hubungan keluarga dan Hubungan Darah
Pengertian keluarga kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami,
istri, dan anak yang berdiam di suatu tempat tinggal. Kelompok anggota
keluarga yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dan karena pertalian darah dalam satu tempat tinggal.
Hubungan darah pertalian darah antara orang yang satu dengan orang yang
lain karena berasal dari leluhur yang sama. Hubungan darah dari garis
keturunan:
a. Patrilineal
Hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan dari ayah dan
kedudukan suami lebih utama dari pada istri.
1. Dalam perkawinan istri selalu mengikuti tempat tinggalsuami.
2. Dalam hal kekuasaan orang tua, suami lebih di utamakan.

3. Dalam pewaris pihak laki-laki lebih besar.

4. Dalam hal perwalian laki-laki lebih di utamakan.


b. Matrinial1
Hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan ibu, dan
kedudukan istri lebih utama dari pada suami.
1. Dalam perkawinan suami ikut dalam keluarga istri

2. Dalam pewaris saudara laki-laki istri sebagai mamak kepala waris


3. Dalam kekuasaan orang tua, saudara laki-laki istri lebih mempunyai
kekuasaan utama terhadap anak-anak ( paman lebih dominan )
c. Parental bilateral
Hubungan darah yang mengutamakan garis keturunan ibu dan ayah,
posisi suami dan istri seimbang.
1. Dalam hal perkawinan suami dan istri bebas menentukan tempat
tinggalnya.
2. Dalam hal pewaris di kenal juga pembagiannya sama rata, walaupun juga

1
Dr. Bambang Daru Nugroho, S.H., M.H., Hukum Perdata Indonesia, penerbit Refika ADITAMA,
Bandung, 2016.

5
di terapkan asas.
3. Dalam kekuasaan orang tua suami, istri mempunyaikekuasaan yang sama
terhadap anak dan harta.
B. Asas-asas dan Tujuan Perkawinan
1. Asas-Asas Perkawinan
Asas Perkawinan di dalam perkawinan diperlukan ketentuan-ketentuan
agar perkawinan itu dapat menjadi seseuatu yang bernilai. Ketentuan-
ketentuan yang menjadi asas dan prinsip dari suatu perkawinan seperti yang
dijelaskan atau diatur dalam penjelasan umum dari Undang- Undang No.1
tahun 1974 tentang Perkawinan.
Asas-asas dan prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal tujuan perkawinan
adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
b. Sahnya perkawinan berdasarkan hukum agama dalam Undang-
Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini dinyatakan, bahwa
suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya
c. Kedudukan Suami Isteri Seimbang.
Beberapa asas hukum perkawinan menurut hukum Islam yang merupakan
dasar dari sebuah perkawinan. Asas-asas tersebut adalah:
a. Asas kesukarelaan, yaitu merupakan asas terpenting perkawinan.
b. Asas persetujuan kedua belah pihak, yaitu merupakan konsekuensi
logis asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan
dalam melangsungkan perkawinan.
c. Asas kebebasan memilih pasangan2
d. Asas kemitraan suami istri, yaitu dengan tugas dan fungsi yang
berbeda karena perbedaan kodrat
e. Asas untuk selama-lamanya, menunjukkan bahwa perkawinan
dilaksankan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta
kasih sayang selama hidup3.
f. Asas monogami terbuka, disimpulkan dari al-Quran surat an-Nisa (4)

2
Prof. Dr. C. Dewi Wulansari S.H., M.H., S.E., M.M., Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, Penerbit
Refika ADITAMA, Bandung, 2016
3
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2014
6
ayat 3 ayat 129. Didalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang pria
muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari seorang, asal
memenuhi beberapa syarat tertentu, diantaranya adalah syarat mampu
berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istri.
2. Pengertian Perkawinan
Perkawinan menurut Hukum Islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Suatu akad perkawinan menurut
Hukum Islam ada yang sah dan ada yang tidak sah. Akad perkawinan
dikatakan sah, apabila akad tersebut dilaksanakan dengan syarat-syarat dan
rukun-rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan Agama. Sebaliknya,
akad perkawinan dikatakan tidak sah bila tidak dilaksanakan dengan syarat-
syarat dan rukun-rukun yang lengkap sesuai dengan ketentuan Agama.
Sementara dalam pandangan ulama suatu perkawinan telah dianggap sah
apabila telah terpenuhi baik dalam syarat maupun rukun perkawinan.
3. Tujuan Perkawinan
a. Memperoleh ketenangan dalam menjalani kehidupan
b. Untuk memenuhi naluri manusia
c. Agar ibadah kepada Allah semakin meningkat
d. Membentengi akhlak
C. Syarat-Syarat Perkawinan
1. Kedua Calon Pengantin Beragama Islam
2. Kedua Calon Pengantin Beragama Islam
3. Wali Nikah Laki-Laki
4. Dihadiri Saksi
5. Sedang Tidak Ihram atau Berhaji
6. Bukan Paksaan

D. Tata Cara Melangsungkan Perkawinan


1. Laporan
2. Pengumuman
3. Pencegahan
4. Pelangsungan
7
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan terlebih dahulu
memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan
akan dilangsungkan paling lambat 10 hari kerja sebelum perkawinan
dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut dilakukan secara lisan atau tertulis oleh
calon mempelai atau orang tua atau wakilnya4. Pemberitahuan tersebut memuat
nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai
dan apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan nama istri
atau suami terdahulu.

E. Akibat Hukum adanya Perkawinan


Perkawinan menimbulkan akibat hukum bagi pihak suami dan istri dalam
perkawinan, antara lain mengenai hubungan hukum di antara suami dan istri,
terbentuknya harta benda perkawinan, kedudukan dan status anak yang sah, serta
hubungan pewarisan. Akibat-akibat hukum dari perkawinan yang menyakut
suami dan istri di atur dalam pasal 30 sampai pasal 34 uu nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan, adapun akibat hukum yang bersifat moral di antaranya:
suami memikul kewajiban hukum untuk menegakkan rumah tangga.

F. Pencegehan dan Pembatalan Putusnya perkawinan


1. Pencegahan Perkawinan
Pencegahan perkawinan adalah menghindari suatu perkawinan
berdasarkan larangan hukum islam yang di undangkan.pencegahan
perkawinan di lakukan bila tidak terpenuhi dua persyaratan ini. 5
a. Materil adalah syarata yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan,
akta nikah, dan laranganperkawinan
b. Administratif adalah syarat perkawinan yang melekat pada setiap rukun
perkawinan yang melekat pada setiap rukun perkawinan yang meliputi
calon mempelai laki-laki dan perempuan
2. Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan adalah usaha untuk tidak di lanjutkannya
hubungan perkawinan setelah sebelumnya perkawinan itu terjadi. Dalam
memutus permohonan pembatalan perkawinan, pengadilan harus selalu
memperhatikan ketentuan agama mempelai. Jika menurut agamanya

4
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga
University Press, 1988, Hlm. 39.
8
perkawinan itu sah maka pengadilan tidak bisa membatalkan perkawinan.
3. Putusnya Perkawinan
a. Kematian
b. Kepergian suami atau istri selama 10 tahun dan di ikuti dengan
perkawinan baru dengan orang lain
c. Putusan hakim setelah adanya perpisahan
d. Perceraian. Menurut pasal 38 undang-undang perkawinan,
perkawinan dapat putus karena:
e. Kematian
f. Perceraian
g. Atas keputusan pengadilan
G. Jenis-jenis Perkawinan5
1. Perkawinan Beda Warga Negara
Perkawinan beda warganegara adalah perkawinan antara dua
orang yang berasal dari negara atau kewarganegaraan yang berbeda.di
indonesia, perkawinan di atur dalam undang-undang no. 1 tahun 1974
tentang perkawinan. Adapun beberapa hal yang perlu di perhatikan
dalam perkawinan beda kewarganegaraan yaitu:
a. Persyaratan: calon suami dan istri harus memenuhi persyaratan
yang telah di tentukan oleh negaranya masingmasing, seperti
persyaratan usia dan belum menikah.
b. Dokumen: calon suami dan istri harus memiliki dokumen yang sah
sebagai bukti kewarganegaraannya, seperti spaspor dan akta
kelahiran.
c. Proses pernikahan:proses pernikahan harus di lakukan sesuai
dengan hukum negara di mana pernikahan di langsungkan
d. Pewarisan: masalah pewarisan juga harus di perhatikan dalam
perkawinan beda kewarganegaraan, calon suami dan istri harus
mengetahui aturan pewarisan di negara asal mereka.
2. Perkawinan Beda Agama
Perkawinan beda agama adalah perkawinan antara dua orang yang

5
Victor M. Situmorang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.
110-112
9
berasal dari agama yang berbeda. Masalah perkawinan beda agama
dapat menjadi cukup rumit karena adanya perbedaan dalam keyakinan
dan kepercayaan antara pasangan suami dan isri. Beberapa hal yang
perlu di perhatikan dalam perkawinan beda agama, di antara lain:
a. Persyaratan:calon suami dan istri harus memenuhi persyaratan
yang telah di tetapkan oleh hukum di negara tempat perkawinan di
laksanakan.
b. Dokumen: calon suami dan istri harus memiliki dokumen yang sah
sebagai bukti kepercayaan agama masing-masing.
c. Persetuuan orang tua: persetujuan orang tua harus di peroleh dari
kedua belah pihak dalam perkawinan beda agama.
d. Proses pernikahn: proses pernikahan harus di lakukan sesuai
dengan hukum di negara tempat pernikahan di laksanakan.
3. Perkawinan di Bawah Tangan
Perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang tidak
mengikuti tata cara pencatatan perkawinan seperti di kehendaki undang-
undang no 1 tahun 1974 serta peraturan pemerintah nomor 9 tahun
1975. Perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan
tanpa dilaporkan atau terdaftar pada otoritas yang berwenang seperti
KUA atau Kantor Catatan Sipil. Perkawinan semacam ini dianggap
tidak sah secara hukum dan dapat menimbulkan berbagai masalah,
seperti ketidakjelasan status dan hak-hak yang dimiliki oleh pasangan
yang menikah secara tidak sah. Oleh karena itu, sebaiknya hindari
melakukan perkawinan di bawah tangan dan pastikan Anda menikah
secara sah dan terdaftar pada otoritas yang berwenang

10
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pengertian keluarga kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri,
dan anak yang berdiam di suatu tempat tinggal. Kelompok anggota keluarga yang
terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan
karena pertalian darah dalam satu tempat tinggal. Beberapa asas hukum
perkawinan menurut hukum Islam yang merupakan dasar dari sebuah perkawinan.
Asas-asas tersebut adalah:
1. Asas kesukarelaan, yaitu merupakan asas terpenting perkawinan.
2. Asas persetujuan kedua belah pihak, yaitu merupakan konsekuensi logis asas
pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam
melangsungkan perkawinan.
3. Asas kebebasan memilih pasangan.
4. Asas kemitraan suami istri, yaitu dengan tugas dan fungsi yang berbeda
karena perbedaan kodrat Asas untuk selama-lamanya, menunjukkan bahwa
perkawinan dilaksankan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta
serta kasih sayang selama hidup.
Jenis-jenis perkawinan yaitu perkawinan beda warganegara, perkawinan
beda agama, perkawinan di bawah tangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Winarno Surahmad. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode Teknik , Bandung, 2000,
hlm. 74.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Sumur, 2010, hlm.72
Victor
M. Situmorang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2002
Martiman prodjohamidjojo, hukum perkawinan indonesia, jakarta:indonesia R. Soetojo
Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia,
Airlangga University Press, 1988, Hlm. 39. Prof. Dr. C. Dewi Wulansari S.H.,
M.H., S.E., M.M., Hukum
Adat Indonesia Suatu Pengantar, Penerbit Refika ADITAMA, Bandung, 2016 Hilman
Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung, 2014

12
13

Anda mungkin juga menyukai