Hukum Keluarga
Disusun oleh :
Nama : Shaffana Reska Oktavila
Kelas : A
NIM : 2019110070
Mata Kuliah : Hukum Adat
Universitas Madura
2020/2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Dan juga penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah Hukum Adat, Bapak Adi Gunawan S.H., M.H.. Semoga hasil makalah ini dapat
menambah ilmu serta pengetahuan bagi para pembaca untuk kedepannya dan dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam hal pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata,penulis berharap semoga dapat memberikan pengetahuan maupun manfaat terhadap
pembaca.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1
D. Manfaat...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
A. Pengertian........................................................................................................................2
B. Ruang Lingkup................................................................................................................2
A. Kesimpulan...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah sistem terpenting dalam pelaksanaan batas rangkaian
kekuasaan kelembagaan. Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam
masyarakat. Selain hukum tertulis, dalam masyarakat juga terdapat hukum adat
(hukum kebiasaan), yaitu serangkaian aturan yang mengikat pada suatu masyarakat
yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan berkembang pada
suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi hukum secara turun-
temurun. Hukum adat sering pula disebut hukum yang hidup dalam masyarakat
(living law). Dalam masyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri karena merupakan
makhluk sosial. Selain itu manusia memiliki naluri maupun keinginan dalam dirinya.
Termasuk keinginan menikah untuk memiliki keluarga agar tidak hidup seorang diri.
Dalam berkeluarga, juga terdapat hukum yang mengaturnya yaitu hukum keluarga.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan sedikit tentang hukum keluarga
dan apa saja yang terdapat didalamnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud hukum keluarga?
2. Bagaimana ruang lingkup hukum keluarga?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas dari
mata kuliah hukum adat dan untuk mempelajari tentang apa itu hukum keluarga.
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini agarpenulis dan pembaca dapat
mengetahui dan memahami apa yang terdapat dalam hukum keluarga.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Keluarga berasal dari bahasa Sanskerta “Kula” dan “Warga” yang berarti,
anggota, kelompok kerabat. Keluarga adalah lingkungan dimana ada beberapa orang
yang masih memiliki hubungan darah dan merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumoul dan tinggal
disuatu tempat dibawah suatu atap dalam saling ketergantungan.
1. Menurut Prof. Mr. Dr. L.J van Apeldoorn; Hukum keluarga (familierecht) adalah
peraturan hubungan hukum yang timbul dari hubungan keluarga.
2. Menurut Prof Soediman Kartohadiprodjo, SH., Hukum keluarga adalah
kesemuanya kaidah-kaidah hukum yang menentukan syarat-syarat dan caranya
mengadakan hubungan abadi serta seluruh akibatnya.
3. Menurut Prof. Ali Afandi, SH., Hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan
ketentuan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan ke-
keluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan
orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tidak hadir.
4. Dalam Ensiklopedi Indonesia, Algra, dkk, menuliskan bahwa Hukum keluarga
adalah mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga. Yang
termasuk dalam hukum keluraga ialah peraturan perkawinan, pengaturan
kekuasaan orang tua dan peraturan perwalian.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup hukum keluarga ada tiga bagian, yaitu :
2
1. Perkawinan
Menurut UU No. 1/1947 dalam pasal 1 mendefinisikan bahwa : Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi menurut UU No. 1/1947, perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan
saja unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang
penting. Menurut pasal 3 KHI (Kompilasi Hukum Islam), perkawinan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Menurut pasal 2 (1) UU No. 1/1947, perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan
demikian, meskipun UU No. 1/1947 merupakan unifikasi dalam hukum
perkawinan. Tetapi dalam hal sahnya perkawinan masih terdapat pluralisme.
Menurut hukum Islam, suatu perkawinan adalah suatu perjanjian antara mempelai
laki-laki di satu pihak dan wali dari mempelai perempuan di lain pihak, perjanjian
mana terjadi dengan suatu ijab, dilakukan oleh wali bakal istri dan diikuti suatu
kabul dari bakal suami, dan disertai sekurang-kurangnya dua orang saksi. Sedang
sahnya perkawinan penduduk Indonesia yang beragama Kristen adalah apabila
dilakukan di muka Pegawai Catatan Sipil atauPendeta agama Kristen yang
ditentukan menurut Undang-Undang dua mempelai sendiri (in person), atau
apabila ada alasan penting menunjuk seorang kuasa menghadap di muka Pegawai
Catatan Sipil. Kemudian Pegawai Catatan Sipil atau Pendeta Agama tersebut
mengatakan atas nama Undang-undang dua belah pihak terikat satu sama lain
3
dalam suatu perkawinan. Perkawinan di muka pegawai Catatan Sipil atau Pendeta
Agama ini harus dilakukan di muka Pendeta dan dengan dihadiri oleh dua orang
saksi.
Untuk penduduk Indonesia yang beragama lain, misalnya Hindu, Budha dan aliran
kepercayaan, tidak dapat ditunjuk suatu kejadian atau suatu perbuatan tertentu yang
sama atau seragam antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, yang
menentukan bahwa dengan kejadian atau perbuatan itu terjadilah perkawinan yang
sah. Untuk menjamin kepastian hukum menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam UU No. 1/1947 ditentukan prinsip-prinsip atau azas-azas
perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
2. Putusnya Perkawinan
Menurut pasal 28 UU No. 11/1947, perkawinan dapat putus karena :
- Kematian;
- Perceraian; dan
- Atas Keputusan Pengadilan
4
- Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
5
pasal 225 KUHPerdata, yakni bahwa pihak yang menang dalam perkara perceraian
itu ada kemungkinan mendapatkan nafkah dari yang kalah bilamana ia tidak
mempunyai penghasilan yang cukup. Permintaan mendapatkan nafkah dapat
diajukan kepada hakim bersama-sama dengan gugatan cerainya.
6
sebelum dilangsungkan perkawinan maka suami istri dapat menempuh
penyimpangannya.
Harta kekayaan didalam perkawinan itu tidak boleh diadakan perubahan apapun
juga selama perkawinan. Hal demikian dimaksudkan untuk melindungi pihak
ketiga atau para kreditur. Bahkan selama perkawinan, jual beli atau hibah antara
suami istri pun dilarang (pasal 1467 dan 1678 KUHPerdata).
Pasal 124 KUHPerdata menyatakan bahwa pengurusan atas persatuan kekayaan itu
ada di tangan suami. Pengurusan ini meliputi hak untuk menjual, memindah
tangankan dan membebani tanpa campur tangan istrinya. Dengan kekuasaan suami
yang demikian ini maka kedudukan istri sangat lemah.
7
d. Karena perpisahan meja dan tempat tidur.
e. Karena perpisahan harta benda, meskipun perkawinan masih utuh.
Dalam hal kematian suami atau istri, pihak yang masih hidup haru mengadakan
inventarisasi dari harta kekayaan bersama selama 3 bulan setelah kematian itu
(pasal 127 KUHPerdata). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kepentingan anak-
anaknya, terutama yang masih dibawah umur.
Menurut pasal 128 KUHPerdata, setelah bubarnya persatuan, maka harta benda
kesatuan dibagi dua antara suami dan istri atau antara para ahli waris mereka
masing-masing dengan tidak memperdulikan soal dari pihak yang manakah
barang-barang itu diperolehnya. Setelah bubarnya persatuan, suami boleh ditagih
karena utang-utang persatuan seluruhnya, tetapi suami berhak menuntut kembali
setengah bagian dari utang-utang itu kepada istri, atau kepada para ahli warisnya
(pasal 130 KUHPerdata).
8
haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua,wali yang sah,atau
orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,pendidikan,dan
membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan (UU No 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan anak).
- Anak luar kawin diakui (erkening kind), yaitu anak yang lahir diluar
ikatan perkawinan yang sah,kemudian bapak dan ibu biologisnya
mengakui si anak (Pasal 280 KUH Perdata).
- Anak zinah,yaitu anak yang dilahirkan dari suatu perzinahan.
- Anak sumbang,yaitu anak yang lahir dari mereka yang ada larangan untuk
kawin.
- Anak alam (natuurlijke),yaitu anak yang lahir dari hubungan laki-laki dan
perempuan yang tidak diakui dan tidak disahkan.
Anak yang lahir dari perkawinan tidak sah adalah anak tidak sah,sehingga
anak tersebut hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya
(Pasal 43 UU No 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan),serta ia hanya dapat
mewaris harta atas peninggalan ibunya serta keluarga ibunya.
Pasal 252 KUH Perdata menentukan bahwa suami dapat memungkiri sahnya
seorang anak apabila ia dapat membuktikan bahwa tidak mengadakan
hubungan dengan istrinya didalam waktu 300 s/d 180 hari,sebelum hari
lahirnya bayi.
9
2) Kekuasaan orang tua
Kekuasaan Orang tua adalah kekuasaan orang tua terhadap anak yang belum
mencapai usia dewasa atau belum kawin,selama orang tua tersebut keduanya
terikat dalam perkawinan.
Menurut Pasal 330 KUH Perdata “Belum Dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin”.
Menurut Hukum adat, dewasa adalah setelah mencapai usia 21 tahun (S.1931-
54).
Kekuasaan Orang tua dapat dicabut untuk waktu tertentu dengan putusan
pengadilan apabila :
- Apabila orang tua melalaikan kewajibannya terhadap anak (Pasal 30 UU
No 23 tahun 2002).
- Apabila orang tua berkelakuan sangat buruk.
10
Walaupun orang tua dicabut kekuasaanya,mereka masih tetap berkewajiban
untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut (Pasal 49 UU No 1
Tahun 1974).
11
- Pembebasan.
- Anak menjadi dewasa.
- Putusnya perkawinan orang tua (perceraian).
- Meninggalnya si anak.
3) Perwalian
Perwalian adalah pengawasan terhadap anak dibawah umur dan belum pernah
kawin,yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya serta pengurusan
benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-undang.
Pada dasarnya perwalian sama dengan isi kekuasaan orang tua yaitu terhadap
orangnya (dipelihara,di didik) serta terhadap harta dari anak yang dibawah
perwalian.
12
- Perwalian yang bersifat meneruskan (moeder voogdij), Apabila terjadi
wali (ibu) kawin lagi,maka suami dari perkawinan kedua ini menjadi wali
dari anak-anak bawaan si ibu.
13
Dengan keluarnya Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan,Lembaga Handlicting ini tidak berfungsi lagi,karena dalam
Undang-undang ini ditentukan bahwa Dewasa adalah mereka yang telah
mencapai usia 18 tahun (Pasal 47 jo pasal 50 UU No 1 tahun 1974).
5) Pengampuan (curatele)
Pengampuan adalah keadaan dimana seseorang (curandus) karena sifat-sifat
pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak didalam segala cakap untuk
bertindak sendiri didalam lalulintas hukum.Kriteria seseorang diletakkan
dibawah pengampuan adalah dewasa,tetapi ia menderita sakit ingatan, ia
mengobralkan kekayaannya, atau ia lemah pemikirannya.
HIR dan RBg hanya mengenal satu sebab untuk Pengampuan (curatele) yaitu
apabila ada kekurangan daya pikir (gebrek van verstandelijke), sedangkan
14
menurut pasal 433 dan 343 KUH Perdata,yang menyebabkan Pengampuan
adalah kekurangan daya pikir,keborosan,dan lemah pemikirannya.
6) Perkawinan
Menurut R.Subekti,Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki
dan seorang perempuan dalam waktu lama.
15
kepercayaannya itu” dan pada ayat 2 ”Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selain mengatur perorangan atau kelompok umum, hukum juga mengatur
sekumpulan manusia yang menjadi keluarga karena suatu ikatan perkawinan yaitu
dalam hukum keluarga. Didalamnya juga terdapat cabang-cabang hukum yang
mengatur tentang perkawinan, keturunan, kekuasaan orang tua, perwalian, pernyataan
dewasa (handlichting), pengampuan (curatele), harta benda dalam perkawinan, dan
putusnya perkawinan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18