OLEH :
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Mata Kuliah Hukum
Perdata
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyusun Makalah Ilmu Negara yang berjudul “ASPEK
KELUARGA DALAM HUKUM PERDATA”
Tujuan disusunnya makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
Mata Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Politik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
bapak Dr. Indra Primahardani, S.H., MH Dosen Hukum Perdata yang telah banyak
memberikan bimbingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
dan seluruh rekan-rekan serta semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah
ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah berperan aktif dalam membantu penyelesaian Makalah ini.
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami dapat merumuskan masalah yang ingin
dijawab dan dibahas dalam tulisan ini adalah :
1. Apa pengertian dari hukum keluarga ?
2. Darimana saja sumber hukum keluarga itu ?
3. Apa saja bagian-bagian dalam hukum keluarga?
4. Apa Hak dan Kewajiban dalam Hukum Keluarga?
5. Apa saja asas-asas dalam Hukum Keluarga?
DAFTAR ISI
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda) atau law
of familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak istri,
sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat dekat.]
Ali Affandi mengatakan bahwa hukum keluarga diartikan sebagai “Keseluruhan
ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah
dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian,
pengampuan, keadaan tak hadir)”
Ada dua pokok kajian dalam definisi hukum keluarga yang dikemukakan oleh Ali
Affandi, yaitu mengatur hubungan hukum yang berkaitan (1) kekeluargaan sedarah adalah
pertalian keluarga yang terdapat pada beberapa pada beberapa orang yang mempunyai
leluhur sama, dan (2) perkawinan adalah pertalian keluarga yang terdapat karena perkawinan
antara seorang dengan keluarga sedarah dari istri (suami).
Tahir Mahmoud, sebagaimana yang dikutip oleh Harian Kompas, tertanggal 12
Oktober 2000 mengartikan : “Hukum keluarga sebagai prinsip-prinsip hukum yang
diterapkan berdasarkan ketaatan beragama berkaitan dengan hal-hal yang secara umum
diyakini memiliki aspek religius menyangkut peraturan keluarga, perkawinan, perceraian,
hubungan dalam keluarga, kewajiban dalam rumah tangga, warisan, pemberian mas kawin,
perwalian, dan lain-lain.”
Definisi yang terakhir ini mengkaji dua hal, yaitu tentang prinsip hukum dan ruang
lingkupnya. Prinsip hukum berdasarkan ketaatan beragama. Ruang lingkup kajian hukum
keluarga meliputi peraturan keluarga, kewajiban dalam rumah tangga, warisan, pemberian
mas kawin, perwalian, dan lain – lain.
Sumber hukum keluarga dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (1) hukum keluarga tertulis,
yaitu kaidah – kaidah hukum yang bersumber dari UU, yurisprudensi, dan traktat. (2) hukum
keluarga tidak tertulis, yaitu kaidah – kaidah hukum keluarga yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat (hukum adat). Sumber hukum keluarga tertulis,
dikemukakan berikut ini :
Dalam hukum keluarga tidak tertulis, hukum yang dianut adalah hukum yang berada di
kehidupan masyarakat sekitar daerah tempat tinggalnya Menurut Soejono
Soekanto mengatakan bahwa, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun
kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen).
Syekh Jalaluddin menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan
persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang
dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa
tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang peristiwa tersebut, sedang yang
tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada di belakang fakta-fakta yang
menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum
adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang
membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal
pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa,
sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak
bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan
kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.
Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan
saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidak hanya keputusan mengenai
suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan).
Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan
hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut. Penegak hukum adat adalah
pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam
lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan hukum yang timbul dari pergaulan
hidup kekeluargaan. Yang termasuk dalam hukum keluarga antara lain :
1. Keturunan (KUHPerdata 42 sampai 44). Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Hal ini menjelaskan bahwa anak
yang dilahirkan diluar perkawinan tidak sah adalah anak yang tidak sah. Pasal 55
dijelaskan bahwa asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte
kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh penjabat berwenang.
2. Kekuasaan orang tua (KUHPerdata 45 dan seterusnya). Setiap anak wajib hormat dan
patuh kepada orang tuanya, sebaliknya orang tua wajib memelihara dan memberi
bimbingan anak-anaknya yang belum cukup umur (belum 21 tahun dan tidak lebih
dahulu telah kawin) sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Kekuasaan orang tua berhenti apabila:
a. Anak tersebut telah dewasa (sudah 21 tahun).
b. Perkawinan orang tua putus.
c. Kekuasaan orang tua dipecat oleh hakim, misalnya karena pendidikannya
buruk sekali.
d. Kelakuan si anak luar biasa nakalnya hingga orang tuanya tidak berdaya lagi.
3. Perwalian. Anak yatim piatu atau anak yang belum cukup umur dan tidak dalam
kekuasaan orang tua memerlukan pemeliharaan dan bimbingan, karena itu harus
ditunjuk wali yaitu orang atau perkumpulan yang akan menyelenggarakan keperluan
hidup anak tersebut. Pasal 51 menyatakan bahwa :
a. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang
tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan
dua orang saksi.
b. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak atau orang lain yang telah
dewasa, berfikir sehat, adil, jujur, dan berkelakuan baik.
c. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya
sebaik-baiknya dengan menghormatinya agama dan kepercayaan anak itu.
d. Wali wajib membuat daftar harta benda yang berada di bawah kekuasaannya
pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan harta benda
anak itu.
e. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau
kelalaiannya.
4. Pengampuan. Orang yang sudah dewasa akan tetapi sakit ingatan, pemboros, lemah
daya, atau tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya,
disebabkan kelakuan burukdi luar batas atau mengganggu keamanan, memerlukan
pengampunan. Oleh sebab itu, dibutuhkan Kurator; biasanya suami jadi pengampun
atas istrinya atau sebaliknya, akan tetapi mungkin juga Hakim mengangkat orang lain
atau perkumpulan sedangkan sebagai Pengampu Pengawas ialah Balai Harta
Peninggalan.
3.2 KESIMPULAN
Setelah dijelaskan hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda)
atau law of familie (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah,
anak istri, sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat
dekat. Dan adapun hukum kekeluargaan menurut hukum perdata adalah aturan yang
mengatur mengenai keluarga,yang mana di dalam keluarga tersebut banyak mengatur
masalah perkawinan, hubungan dan hak serta kewajiban suami istri dalam sebuah rumah
tangga, keturunan, perwalian, pengampuan.
Sumber hukum keluarga diperoleh dari : (1) hukum keluarga tertulis, yaitu kaidah –
kaidah hukum yang bersumber dari UU, yurisprudensi, dan traktat. (2) hukum keluarga tidak
tertulis, yaitu kaidah – kaidah hukum keluarga yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat (hukum adat).
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Djamali, Abdoel R. 2008. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Grafindo Indonesia.
Halim, A Ridwan. 2007. Pengantar Hukum Indonesia dalam Tanya Jawab jilid 1. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Hadikusuma, Hilman. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung:Mandar Maju
Wulandari, Dewi. 2012. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama
Waris, H. K. H. 2012. Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga dan Hukum Waris di