Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DI


INDONESIA BESERTA SUMBER HUKUM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Peradilan Agama di Indonesia

Dosen Pengampu :
Adiyono, S.HI., M.HI

Disusun Oleh :

Ahmad Alfian (190711100058)


Ardita Putri Cahyani (190711100056)
Dewi Nur Aini (190711100036)
Lala Alvianah Dara (190711100107)
Lusi Erinda Sari (190711100032)
Semester II
Hukum Bisnis Syariah B
Fakultas Keislaman
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas berkat, rahmad serta

hidayahnya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas makalah pada mata pelajaran pengantar hukum indonesia

ini dengan judul “ILMU I’JAZUL QUR’AN‘’. Makalah ini berisi tentang

Kekuasaan Absolut dan Relatif, Sumber Hukum Materil dan Formil, dan

Perbandingan Kekuasaan Dan Kewenangan Peradilan Agama Dan Peradilan

Umum.

Saya mengucapkan banyak – banyak terima kasih kepada dosen yang

telah membimbing kami dalam kegiatan belajar mengajar.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman – teman

kami yang telah mendukung dan bekerja sama dalam menyusun makalah ini

sehingga makalah ini bisa selesai dengan tepat waktu.

Saya menyadari jika dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat

kami koreksi agar dalam pembuatan makalah untuk kedepannya kami lebih

baik lagi dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kekurangan dalam

penyusunan kata, atau kata yang tidak berkenan di hati pembaca kami

memohon maaf yang sebesar – besarnya, karena manusia tidak luput dari

kesalahan.

Bangkalan, 10 Mei 2020

PENULIS

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBASAN
2.1 Kekuasaan Absolut............................................................................. 3
2.2 Kekuasaan Relatif............................................................................... 6
2.3 Sumber Hukum Materil...................................................................... 7
2.4 Sumber Hukum Formil....................................................................... 8
2.5 Perbandingan Kekuasaan Dan Kewenangan Peradilan Agama Dan
Peradilan Umum
............................................................................................................
17

BAB III PENUTUP

2.1 Kesimpulan......................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia telah menubuhkan sebuah negara yang berdasarkan pada
kedaulatan hukum.Oleh karena itu, supermasi hukum menjadi dari tujuan
segala elemen di dalam pemerintahan dan rakyat itu sendiri. Oleh karena
melihat kenyataan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah
negara yang terbentuk dari berbagai agama, ras, bahasa, dan budaya; maka
tuntutan hukum yang digunakan di dalam Peradilan Agama di Indonesia
juga ditentukan.

Dalam hal ini, jenis-jenis perkara yang dikuasai oleh sebuah badan
peradilan juga ditentukan. Maka setiap pengadilan yang ada di indonesia,
telah ditentukan dalam hal apa saja dan di mana proses peradilan itu patut
untuk dilaksanakan. Sudah tentunya, Peradilan Agama yang berada di
Indonesia memiliki ciri-ciri yang sama. Ini dikarenakan kesemua peradilan
yang ada di Indonesia ini berada di bawah naungan/kekuasaan Mahkamah
Agung.

Peradilan Agama pada awalnya diatur dengan beberapa peraturan


perundang-undangan yang tersebar di berbagai peraturan. Kemudian baru
pada tahun 1989 Peradilan Agama diatur dalam satu peraturan perundang-
undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama. Dan telah dirubah sebanyak dua kali.Dengan adanya perubahan
tersebut Peradilan Agama mengalami pula perubahan tentang kekuasaan
atau kewenangan mengadili di pengadilan pada lingkungan Peradilan
Agama.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Kekuasaan Absolut?

2. Apa yang dimaksud dengan Kekuasaan Relatif?

3. Apa yang dimaksud dengan Sumber Hukum Materil?

4. Apa yang dimaksud dengan Sumber Hukum Formil?

5. Bagaimana Perbandingan Kekuasaan Dan Kewenangan Peradilan Agama

Dan Peradilan Umum?

1.3 Tujuan

1. Agar pembaca bisa memahami tentang Kekuasaan Absolut

2. Agar pembaca bisa memahami tentang Kekuasaan Relatif

3. Agar pembaca bisa memahami tentang Sumber Hukum Materil

4. Agar pembaca bisa memahami tentang Sumber Hukum Formil

5. Agar pembaca bisa memahami tentang Perbandingan Kekuasaan Dan

Kewenangan Peradilan Agama Dan Peradilan Umum

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kekuasaan Absolut


Kewenangan Absolut ( Absolute Competentie) adalah kekuasaan yang
berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa pengadilan (Soetantio,
1997:11). Kekuasaan pengadilan dilingkungan peradilan agama adalah
memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara perdata tertentu
dikalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama
Islam. Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-
undang Nomo 7 1989.

Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan


menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam.

Diatas telah dijelaskan bahwa kewenangan absolut Pengadilan Agama


meliputi bidang-bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan
sedekah.1

Kewenangan pengadilan agama diatur secara khsusus pada Pasal 49 UU


Peradilan Agama. Sesuai pasal tersebut, pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat
pertama antara orang- yang beragama Islam di bidang :2
1) Perkawinan
2) Waris
3) Wasiat
4) Hibah
5) Wakaf
6) Zakat
7) Infaq
8) Shadaqah
9) Ekonomi Syariah
1
Abdullah Tri Wahyudi. Peradilan Agama di Indonesia. 2004. Cetakan I. (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar). Hlm 91
2
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta. Update Lengkap Ujian Profesi Advokat. 2017.
(Jakarta : Grasindo Anggota IKAPI). Hlm 91-92

3
Penyelesaian sengketa pada pengadilan agama pada dasarnya tidak
hanya dibatasi dibidang perbankan syariah, tetapi juga bidang ekonomi
syariah lainnya. Pasal 49 UU Peradilan Agama mengandung asas
personalitas Islam.

M.Yahya Harahap menyatakan bahwa penerapan asas personalitas ke


Islaman merupakan kesatuan hubungan yang tidak terpisah dengan dasar
hubungan hukum, dimana kesempurnaan dan kemutlakan asas personalitas
keislamanharus didukung unsur hubungan hukum berdasarkan hukum
Islam.3 Mengenai hal tersebut ada beberapa yang dijelaskan :4

1) Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang diatur dalam


atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku,
yang dilakukan menurut syariah, antara lain:

a) Izin beristri lebih dari seorang


b) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang belum berusia 21 tahun,
dalam hal orang tua wali atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat
c) Dispensasi kawin
d) Pencegahan perkawinan
e) Penolakan pekawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
f) Pembatalan perkawinan
g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri
h) Perceraian karena talak
i) Gugatan perceraian
j) Penyelesaian harta bersama
k) Penguasaan anak-anak
l) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
m) Putusan tentangpencabutan kekuasaan orang tua

3
M.Yahya Harahap. 2009. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No 7
tahun 1989. (Jakarta : Sinar Grafika). Hlm 57 dalam Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta. Op
Cit. Hlm 92
4
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta. Op Cit. Hlm 95-98

4
n) Pencabutan kekuasaan wali o) Penunjukkan orang lain sebagai wali
oleh pengadilan dalam hal kekuasaan wali dicabut
2) Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi
ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan
melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan
pengadilan atas permohonan seorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, dan bagian masing-masing ahli waris.

3) Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang


memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau
lembaga/badan hukum, yang berlku setelah yang memberi tersebut
meninggal dunia.

4) Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian benda secara


sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada
orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

5) Yang dimakasud dengan “wakaf” adalah perbuatan seorang atau


sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan
ibadah/kesejahteraan umum menurut syariah.

6) Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh seorang muslim
sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.

7) Yang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatanseseorang memberikan


sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa
makanan, minuman,mendermakan, memberikan rezeki, atau
menafkahkan sesuatu berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT. 8)
Yang dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatan seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum

5
secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah. 9) Yang
dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan
yang dilaksanakan menurutprinsip syariah antara lain. :

a) Bank syariah
b) Lembaga keuangan mikro syariah
c) Asuransi syariah
d) Reasuransi syariah
e) Reksadana syariah
f) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah.
g) Sekuritas syariah
h) Pembiayaan syariah
i) Pegadaian syariah
j) Dana pensiun lembaga keuangan syariah

2.2 Kekuasaan Relatif


Untuk menentukan kompetensi relatif setiap Peradilan Agama dasar
hukumnya adalah berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Hukum
Acara Perdata. Dalam Pasal 54 UU No 7 Tahun 1989 ditentukan bahwa
acara yang berlaku pada lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara
yang berlaku pada lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata
yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum. Oleh karena itu, landasan
untuk menentukan kewenangan relatif Pengadilan Agama merujuk kepada
ketentuan Pasal 118 HIR atau pasal 142

Rbg jo Pasal 66 dan Pasal 73 UU No 7 tahun 1989. Penentuan


kompetensi relatif ini beritik tolak dari aturan yang menetapkan ke
Pengadilan Agama mana gugatan akan diajukan agar gugatan memenuhi
syarat formal. Pasal 118 ayat 1 HIR menganut asas bahwa berwenang
adalah pengadilan ditempat kediaman tergugat. Asas ini dalam bahasa latin
disebut “Actor Sequitur Forum Rei”. Namun ada beberapa pengecualian
yaitu tercantum dalam pasal 118 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4, yaitu :

6
1) Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah
seorang dari tergugat.
2) Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan di tempat tinggal penggugat.
3) Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan
kepada peradilan di wilayah hukum dimana barang tersebut terletak, dan
4) Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan satu akta, maka gugatan
dapat diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang dipilih dalam akta
tersebut.

2.3 Sumber Hukum Materil


Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi
hukum. Sumber ini diperlukan ketika akan menyelidikiasal usul hukum dan
menentukan isi hukum. misalnya pancasila, sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia yang kemudian menjadi falsafah Negara merupakan
sumber hukum dalam arti materiil yang tidak saja menjiwai bahkan
dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum.karena pancasila sebagai alat
penguji untuk setiap peraturan hukum yang berlaku.

Menurut uthrecht5, sumber hukum materil adalah perasaan hukum


(keyakinan hukum) individu dan pendapat umum (public opinion) yang
menjadi determinan material pembentuk hukum yang menentukan isi kaidah
hukum.

Sumber hukum materiil juga dilhat dari segi isinya,misalnya;


a) KUH pidana segi materiilnya ialah mengatur tentang pidana umum,
kejahatan pelanggaran.
b) KUH Perdata dari segi materillnya mengatur tentang masalah orang
sebagai subyek hukum, barang sebagai obyek hukum, perikatan,
perjanjian, pembuktian, dan kadaluarsa
Faktor kemasyarakatan( sosiologis) adalah hal-hal yang nyata hidup
dalam masyarakat yang tunduk pada aturan-aturan tata kehidupan

5
Utrecht, dalam R.Soeroso,pengantar ilmu hukum.h.180

7
masyarkat. Faktor-faktor kemasyarakatan yang mempengaruhi
pembentukan hukum adalah

1. Kebiasaan atau adat istiadat yang telah mentradisi dan terus


berkembang dalam masyarkat yang ditaati sebagai aturan tingkah laku
tetap
2. Keyakinan tentang agama/ kepercayaan dan kesusilaan
3. Kesadaran hukum, perasaan hukum dan keyakinan hukum dalam
masyarakat.
4. Tata hukum negara-negara lain, misalnya materi hukum perdata, hukum
dagang, hukum perdata internasional diambil dari negara-negara yang
lebih maju.
5. Sumber hukum formal, yang sudah ada sekarang ini dapat dijadikan
sebagai bahan untuk menentukan isi hukum yang akan datang.
Faktor kemasyarakatan menurut (JB.Daliyo,1989:53)6 adalah:
a) Struktur ekonomi dan kebutuhan masyarakat
b) Kebiasaan atau adat istiadat yang telah melekat pada masyarakat dan
berkembang menjadi aturan tingkah laku yang tetap.
c) Hukum yang berlaku, yaitu hukum yang tumbuh berkembang dan
berkembang dalam masyarakat dan mengalami perubahan-perubahan
menurut kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
d) Tata hukum negara-negara lain
e) Keyakinan tentang agama dan kesusilaan
f) Aneka gejala dalam masyarakat baik yang sudah menjadi peristiwa
maupun yang belum menjadi peristiwa

2.4 Sumber Hukum Formil


Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dalam
bentuknya. Karena bentuknya itulah sumber hukum formil diketahui dan
ditaati sehingga hukum berlaku umum. Selama belum mempunyai bentuk,
suatu hukum baru merupakan perasaan hukum dalam masyarakat atau baru
merupakan cita-cita hukum, oleh karenanya belum mempunyai kekuatan
mengikat.

Disinilah suatu kaidah memperoleh kualifikasi sebagai kaidah hukum


dan oleh yang berwenang ia merupakan petunjuk hidup yang harus diberi
perlindungan. Jadi, sumber hukum formil merupakan ketentuan-ketentuan

6
jb daliyo,dalam zaeni asyadie dan arief rahman,pengantar ilmu hukum,.h.88

8
hukum yang telah mempunyai bentuk formalitas, dengan kata lain sumber
hukum penting bagi para ahli hukum adalah sumber hukum formil, baru jika
memerlukan penentuan asal usul hukum itu, memperhatikan sumber hukum
materil.

Sumber- sumber hukum formil meliputi:


1. Undang- undang
Undang- undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh
penguasa negara.

Menurut T.j. buys undang-undang mempunyai dua arti antara lain:7


1) Undang-undang arti formil ialah setiap keputusan pemerintah yang
merupakan undang-undang karena cara pembuatannya( terjadinya)
misalnya pengertian undang-undang menurut ketentuan UUD 1945
hasil amandemen adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh
pemerintah bersama-sama DPR.
2) 2) Undang - undangdalam arti materil ialah setiap keputusan
pemerintahan yang isinya mengikatlangsung setiap penduduk.
Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar tertulis, sedang disamping
UUD ini berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis yang merupakan
sumber hukum, misalnya kebiasaan-kebiasaan (konvensi), traktat dan
sebagainya.

Menurut K.Wantjik Saleh:8


Undang - undang dasar adalah peraturan perundang-undangan yang
tertinggi dalam suatu negara yang menjadi dasar segala peraturan
perundang-undangan harus tunduk pada undang-undang Dasar atau tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Menurut Dasril radjab9


Undang-undang Dasar adalah suatu dokumen yang mengandung aturan-
aturan dan ketentuan-ketentuan yang pokok-pokok atau dasar-dasar

7
Titik Triwulan Tutik., h.116
8
K.Wantjik Saleh, dalam Titik Triwulan Tutik ,Pengantar Ilmu Hukum,h.118
9
Dasril Radjab, dalam Titik Triwulan Tutik,Pengantar Ilmu Hukum,.h. 118

9
mengenai ketatanegaraan daripada suatu negara yang lazim kepadanya
diberikan sifat luhur dan kekal dan apabila akan mengadakan perubahannya
hanya boleh dilakukan dengan prosedur yang berat kalau dibandingkan
dengan cara pembuatan atau perubahan bentuk- bentuk peraturan dan
ketetapan yang lainnya.

Cara pembentukan Undang-Undang


Suatu undang-undang itu baru ada apabila telah dibentuk oleh yang
bersangkutan. Pelaksanaannya dilimpahkan kepada badan yang diberi
wewenang untuk itu. Pelaksanaannya dilimpahkan kepada badan yang
diberiwewenang untuk itu. Cara pembentukan undang-undang dan badan
mana yang diberi wewenang tergntung pada sisitem pemerintahan yang
dianut oleh negara yang bersangkutan. Sistem diindonesia lain daripada
sistem belanda dan akan berlainan pula dengan sistem amerika.

Isi suatu Undang- undang Dasar pada pokoknya menggambarkan cita-


cita suatu bangsa, garis besar, asas dan tujuan negara, pengaturan tata tertib
berbagai lembaga negara, penyebutan hak-hak asasi manusia, pengaturan
tentang perundang-undangan dan segala sesuatu yang bersifat pengaturan
secara dasar, sehingga ia merupakan suatu frame work of the nation.

Sebagai sumber hukum formil, UUD 1945 memiiki arti:


1) Merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan
2) Merupakan hukum dasar bagi pengembangan peraturan, undang-
undang atau penetapan lainnya mengenai sesuatu yang khusus yang
berkaitan dengan kepentingan negara dan masyarakat harus berintikan
pada UUD 1945 menjadi inti, menjadi sumber hukum-hukum lainnya
Derajat kedudukan UUD 1945 yaitu:10

a. Dari arti materiil UUD 1945 mempunyai kedudukan tertinggi


dibandingkan dari undang-undang lainnya, karena UUD 1945
memuat organisasi negara dan jaminan individu atau warga negara
terhadap kewenangan negara.
b. arti formil UUD 1945 mempunyai derajat lebih tinggi daripada UU
lainnya, karena:
10
R.Soeroso.Pengantar ilmu Hukum. h.132

10
• Dalam hal-hal tertentu secara kausal tergantung padanya dan
• Pada umunya penyelenggaraan lebih lanjut diletakan pada
asas-asas dalam undang-undang 1945
c. Dari segi pancasila Undang-undang 1945 merupakan
Grundnormen ( norma dasar) dan sumber dari segala sumber
hukum karena pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang
perumusannya terdapat dalam pembukaan UUD 1945 dan tidak
dapat digolongkan dalam jenis peraturan.
d. Dari segi Undang-undang 1945 sebagai hukum dasar yang tertulis
(TAP MPRS NO. XX/1966) Serta sebagai pancaran dari pancasila
maka UUD 1945 merupakanGrundgesetz ( peraturan dasar) yang
merupakan sumber dari arti formil tertinggi.

2. Kebiasaan (convention ) dan Adat


Kebiasaan adala perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-
ulang dalam hal yang sama.11 Apabila kebiasaan tertenru diterima
masyarakat dan kebiasaan itu selalu beulang-ulang dalam hal yang
sama.apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu
selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa,sehingga tindakan yang
perlawanan dengannya diangap sebagai pelangaran perasaan
hukum,timbulah suatu kebiasaan hukum,yang selanjutnya diangap sebagai
hukum.

Menurut j.hp.Berllefroid,12 dalam bukunya inleiding tot de rechtsweten


schap in nederlands, hukum kebiasaan juga dinamakan kebiasaan saja,
meliputi sesuatu peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh
pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa
peraturan itu berlaku sebagai hukum. Untuk timbulnya hukum kebiasaan
diperlukan syarat-syarat tertentu yaitu:

1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang dalam


lingkungan masyarakat tertentu(bersifat materiil).

11
Titik Triwulan Tutik, h.127
12
J.H.P. Bellefroid dalam Titik Triwulan Tutik,h 128

11
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat( opinio juris seu
necessitates) yang bersangkutan bahwa perbuatan itu merupakan sesuatu
yang seharusnya dilakukan(bersifat psikologis)

2. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar

Kebiasaan ketatanegaraan (konvensi) ini mempunyai kekuatan yang


sama dengan Undang-undang karena diterima dan dijalankan, bahkan
konveksi ini dapat menggeser peraturan-peraturan hukum tertulis.

Persamaan antara hukum kebiasaan dan Undang-undang13

a. kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat


dalam masyarakat
b. kedua-duanya merupakan perumusan kesadaran hukum suatu bangsa.

Perbedaannya:
a. Undang-undang merupakan keputusan pemerintah yang dibebani
kepada orang, subjek hukum. Kebiasaan merupakan peraturan yang
timbul dari pergaulan.
b. Undang-undang lebih menjamin kepastian hukum daripada hukum
kebiasaan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa juga dapat
diharapkan ditetapkannya hukum dalam hukum yang konkret dan oleh
karenanya menyebabkan timbulnya hasrat untuk mencatat hukum
kebiasaan. Sebagian ketentuan dalam UU berasal dari kebiasaan.
Hubungan kebiasaan dengan hukum adat
Hukum adat adalah terjemahan dari adatrecht yang untuk pertama kali
diperkenalkan oleh Snouck hungronye, sehingga beliau disebut bapak
hukum adat. Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis yang
hidup, lahir dan melekat dalam kehidupan bermasyarakat dan mempunyai
sangsi hukum tersendiri yang sudah menjadi kepribadian masyarakat.

3. Traktat
Tractaat (traktat) atau Treaty adalah perjanjian yang dibuat
antarnegara yang dituangkan dalam bentuk tertentu. Dengan adanya
13
R.Soeroso, pengantar ilmu hukum.,h.156

12
perjanjian tersebut ,berakibat bahwa para pihak yang bersangkutan
terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan. Hal yang demikian itu
disebut “pacta sunt servanda” maksudnya bahwa perjanjian mengikat
pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati.

Berdasarkan negara yang melakukan perjanjian traktat terdiri dari :

1) Traktat bilateral, yaitu apabila traktat diadakan antara dua


negara.Misalnya perjanjian internasional yang dilakukan antara
Pemerintah RI dengan Pemerintah RRC tentang Dwi
kewarganegaraan.
2) Traktat multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh lebih
dari dua negara. Misalnya perjanjian internasional tentang
pertahanan bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti
oleh beberapa negara eropa.
3) Traktat Kolektif atau Traktat terbuka, yaitu traktat multilateral
yang memberikan kesempatan kepada negara-negara yang pada
permulaan tidak turut mengadakan perjanjian tetapi kemudian
juga menjadi pihaknya, misalnya, piagam PBB. 14
E. Utrecht15 menyatakan bahwa dalam pembuatan perjanjian
internasional, ada 4 fase, yaitu:

a) penetapan ( sluiting), ialah penetapan isi perjanjian oleh utusan


atau delegasi pihak- pihak yang bersangkutan dalam pertemuan
resminya. Hasil penetapan ini disebut traktat konsep. Atau
konsep perjanjian (conceptverdrag, concept overeenkomst atau
sluitingsoorkonde).
b) persetujuan masing-masing DPR (Parlemen) dari pihak yang
bersangkutan.
c) ratifikasi atau pengesahan oleh masing-masing kepala negara.
d) pelantikan atau pengumuman (afkondiging).
Perjanjian internasional baru mengikat atau berlaku dalam
suatu negara setelah diratifikasi oleh kepala negara. Traktat yang
telah di ratifikasi selanjutnya diundangkan dalam lembaran negara.
Pengundangan traktat dalam lembaran negara bukan merupakan
syarat berlakunya traktat, melainkan bersifat formal supaya rakyat
mengetahuinya.
14
Titik Triwulan Tutik, Pengantar ilmu Hukum,.h.130-131
15
E.utrecht dalam Titik Triwulan Tutik,Pengantar ilmu Hukum,.h. 131-132.

13
Karena pengundangan perjanjian internasional( traktat) hanya
bersifat formalitas,maka menurut mochtar kusumatmaadja
perjanjian internasional dapat diadakan melalui 3 tahap
pembentukan, yakni perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.

Dasar hukum kekuatan mengikatnya traktat16


1) Teori kehendak
Teori ini mendasarkan kekuatan mengikatnya perjanjian
internasional adalah kehendak negara itu sendiri. Artinya
negara lah yang merupakan segala sumber hukum.

2) Teori hukum alam


Teori yang dikemukakan oleh thomas Aquinas.
Mempunyai pengaruh yang besar atas hukum internasional.
Hukum alam diartikan sebagai hukum yang ideal yang
didasrkan pada hakikat manusia yang harus taat pada hukum.
Demikian juga dengan negara yang terdiri dari manusia,
masyarakat yang terikat dengan hukum alam harus terikat
pula dengan hukum internasional yang dibuat oleh negara-
negara.

3) Pacta Sunt Servanda


Hans Kelsen (Bapak mashab Wiena) berpendapat bahwa
asas pacta sunt servanda merupakan kaidah dasar hukum
internasional. Menurut mashab wiena bahwa kekuatan
mengikat hukum internasional didasarkan pada kaidah
hukum yang lebih tinggi dan pada giliran juga didasar kan
pada hukum yang lebih tinggi lagi dan pada akhir nya akan
sampai pada puncaknya.

4) Mashab prancis
Mashab ini mendasarkan kekuatan berlakunya hukum
internasional adalah faktor-faktor biologis, soiologis dan
16
10zaeni asyhadie dan Arief Rahman,Pengantar ilmu hukum,.h.111-112,lihat juga
R.Soeroso,pengantar ilmu hukum,.h.177-178

14
sejarah kehidupan manusia yang mereka namakan fait social,
atau fakta-fakta kemasyarakatan.

4. Yurisprudensi
Yurisprudensi bersal dari kata jurisprudentia (latin) yang berarti
pengetahuan hukum (rechtgeleerheid). Sebagai istilah teknis
indonesia, sama artinya dengan jurisprudentie (belanda) dan
jurisprudence (perancis) yaitu peradialan tetap ‘atau hukum peradilan.
Hal ini berbeda dengan kata jurisprudence (Inggris) yang berarti teori
ilmu hukum (algemene rechtsleer, atau generale theory of law).
Sedangkan untuk Yurisprudensi di pergunakan istilah case law atau
judge made law.17 Secara umum yurisprudensi yaitu putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang telah tetap,
yang secara umu memurtuskan sesuatu persoalan yang telah ada
pengaturannya pada sumber hukum yang lain.

Yurisprudensi merupakan sumber hukum formal karena


didasarkan atas kenyataan bahwa sering terjadi dalam memutuskan
perkara yang diperiksa oleh hakim tidak didasarkan atas pengaturan
hukum yang ada, melainkan didasarkan pada hukum tidak tertulis atau
hukum yang hidup dalam masyarakat, karena undang-undang yang
ada sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan kesadaran
hukum masyarakat yang beradap.

Dasar adanya yurisprudensi ini adalah merujuk kepada pasal 14


dan pasal 27 undang-undang pokok kekuasaan dan kehakiman. Yang
telah diubah dengan pasal 16 dan pasal 28.

Undang-undang no 4 tahun 2004 tentang kekuasaan dan


kehakiman:

17
Utrecht dalam Titik Triwulan Tutik,Pengantar ilmuhukum,.h.134.

15
Pasal 16 menyatakan: pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas, melain kan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.

Pasal 28 menyatakan: hakim sebagai penegak hukum dan keadilan


wajib mengalih, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan sifat berlakunya yurisprudensi terdiri dari:18


a. yurisprudensi tetap, yaitu keputusan hakim yang terjadi karena
rangkaian keputusan serupa dan yang menjadi dasar bagi pengadilan
untuk mengambil keputusan.
b. Yurisprudensi tidak tetap yaitu keputusan hakim yang terjadi hanya
dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan
mengenai suatu perkara serupa

Dasar hukum yurisprudensi segala yang menyebabkan yurisprudensi dapat


di pergunakan sebagai sumber hukum. Dasar hukum yurisprudensi adalah:
a. Dasar historis Yaitu secara historis yurisprudensi itu diikuti oleh
umum .
b. Adanya kekurangan daripada hukum yang ada, karena pembuat
undang-undang tidak dapat mewujudkan sesuatu dalam undang-undang.
Oleh karena itu, yurisprudensi digunakan untuk mengisi kekurangan
dari undang-undang tersebut.
Asas- asas yurisprudensi yaitu:
a. Asas precedent yaitu hakim terikat pada keputusan-keputusan yang
terlebih dahulu daripada hakim yang sama derajatnya atau dari hakim
yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh negara anglo saxen (inggris,
amerikaserikat dan negara-negara bekas jajahannya.
b. Asas bebas yaitu kebalikan dari asas preceden, disini petugas peradilan
tidak terikat kepada keputusan-keputusan hakim sebelumnya, baik pada
hakim tingkatan sederajat maupun hakim yang lebih tinggi. Asas ini
dianut oleh negara Belanda dan perancis.

5. Doktrin
Doktrin adalah pernyataan/pendapat para ahli hukum dalam
kenyataan nya pendapat para ahli banyak diikuti orang, dan menjadi
18
umar Said Sugiarto, pengantar hukum indonesia,.h.69.

16
dasar atau bahkan pertimbangan dalam penetapan hukum baik oleh
para hakim ketika akan memutuskan suatu perkara maupun oleh
pembentuk undang-undang.19
Menurut prof. Dr.sudikno.M.SH.(1986:94)20 doktrin adalah
pendapat para sarjana hukum yang merupakan sumber hukum tempat
hakim dapat menemukan hukum nya.
Sebagai sumber hukum formil doktrin nampak dengan jelas pada
hukum internasional, karena secara tegas dinyatakan bahwa doktrin
/pendapat sarjana hukum terkemuka adalah sebagai salah satu sumber
hukum formil (statute of the internasional court of justice pasal 38
ayat 1) yang termasuk sumber hukum formil hukum internasional
adalah ( kansil 1982:49) :21
a. Perjanjian internasional
b. Kebiasaan internasional
c. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
d. Keputusan hakim
e. Pendapat para sarjana hukum terbuka

2.5 Perbandingan Kekuasaan dan Kewenangan Peradilan Agama dan


Peradilan Umum
Kekuasaan dapat di bagi menjadi 3 yaitu (a) kekuasaan eksekutif, yaitu
yang di kenal dengan kekuasaan pemerintah dimana mereka secara teknis
menjalankan roda pemerintah. (b) kekuasaan legislatif, yaitu sesuatu yang
berwenang membuat, dan mengesahkan perundang undangan sekaligus
mengawasi roda pemerintahan. (c) kekuasaan yudikatif, yaitu sesuatu
kekuasaan penyelesaian hukum, yang di dukung oleh kekuasaan kepolisian
demi menjamin law enforcement pelaksanaan hukum. unsur - unsur
kekuasaan ada tiga komponen dalam rangkaian kekuasaan yang akan
mempengaruhi penguasa atau pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya.
Tiga komponen ini adalah adalah pemimpin ( pemilik atai pengendali
kekuasaan ), pengikut dan situasi.

19
Titik Triwulan Tutik,pengantar ilmu hukum,.h.136
20
sudikno,dalam R.soeroso,pengantar ilmu hukum,.h.179
21
kansil dalam R.Soeroso,pengantar ilmu hukum.h.180

17
Yang di maksud dengan peradilan agama adalah peradilan bagi orang –
orang yang beragama islam (lihat pasal 1 angka1 nomor. 50 Tahun 2009
tentang perubahan kedua atas UU nomor. 7 Tahun 1989 tentang peradilan
agama). Peradilan agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat
yang beragama islam mengenai perkara tertentu. Menurut pasal 49 UU
nomor. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU no 7 Tahun 1989 tentang
peradilan agama yang menjadi kewenangan dari pengadilan agama adalah
perkara di tingkat pertama antara orang orang yang beragama islam di
bidang:22

a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infak
h. Shadaqah
i. Ekonomi syariah
Dalam pasal 49 sampai 53 nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan
agama yang telah di tentukan bahwa peradilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara – perkara di
tingkat pertama antara orang – orang yang beragama islam di bidang
perkawinan, pewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan
ekonomi syariah. Adapun pengadilan agama tinggi agama berwenang
bertugas untuk megadili perkara – perkara yang menjadi wewenang dan
tugas pengadilan agama dalam tingkat banding juga menyelesaikan sengketa
yuridiksi antara pengadilan agama. dan dalam pasal undang – undang nomor
3 Tahun 2006 ditentukan bahwa, pengadilan agama berwenang sekaligus
memutus sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek
sengketa.23
22
Muhyidin, Perkembangan Peradilan Agama Di Indonesia. Jurnal Gema Keadilan. Vol. 7 Tahun.
2020.Hal. 2
23
Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia. (Jakarta: Kencana , 2017) hlm. 121

18
Untuk lebih mendalami perkara – perkara yang menjadi kewenangan dari
pengadilan agama, maka tiap – tiap perkaranya akan di bahas lanjut dalam
pembahasan berikut :
1) Kewenangan peradilan agama dalam mengadili perkara dalam bidang
perkawinan sudah diatur dalam undang – undang nomor 1 Tahun 1974
dan peraturan pemerintah nomor 9 Tahun 1975.
2) Kewenangan peradilan agama mengadili perkara dalam bidang
kewarisan, wasiat, dan hibah sudah di atur dalam pasal 49 Ayat (1)
huruf b.
3) Kewenangan peradilan agama mengadili perkara dalam bidang wakaf,
zakat, infaq, dan sedekah sudah diatur pada pasal 1 Ayat (1) peraturan
pemerintah nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan, dalam undang –
undang nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang berlaku
pada tahun 2001.
4) Kewenangan peradilan agama mengadili perkara dalam bidang
ekonomi syariah sudah di atur dalam pasal 52 Ayat (1) undang –
undang nomor 7 Tahun 1989.
Peradilan umum yaitu lingkungan peradilan di bawah mahkamah agung
yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat dan pencari keadilan
pada umumnya, peradilan umum meliputi:
1. Pengadilan tinggi, berkedudukam di ibukota provinsi, dengan daerah
hukum meliputi wilayah provinsi
2. Pengadilan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten / kota.
Pengadilan negeri bertugas memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. serta dapat memberikan
keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instasi
pemerintah di daerahnya apabila di minta.
Peradilan tinggi kedudukan berada di wilayah daerah provinsi ,
pengadilan tinggi memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :
1. Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding
2. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya
3. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum
kepada instasi pemerintah di daerahnya apabila di minta.
Undang – undang republik Indonesia nomor 2 Tahun 1986 tentang
peradilan umum, menyatakan bahwa salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya, dalam mencapai

19
keadilanesensi dan eksistensi peradilan umum itu sendiri harus mampu
mewujudkan kepastian hukum sebagai sesuatu nilai yang sebenarnya telah
terkandung dalam peraturan hukum yang pada dasarnya juga telah
terkandung dalam peraturan hukumyang bersangkutan itu sendiri. Tetapi di
samping kepastian hukum, untuk tercapainya keadilan tetap juga di perlukan
adanya kesebandingan atau kesetaraan hukum. macam macam peradilan
umum

a. Mahkamah agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia


b. Di bawah mahkamah agung terdapat 4 lembaga peradilan
Perkara – perkara yang menjadi wewenang badan peradilan umum untuk
memeriksanya ialah perkara – perkara yang bersifat umum dalam artian:
a. Umum orang – orangnya, dalam artian orang yang berperkara itu
bukanlah orang – orang yang tatacara pengadilanya harus di lakukan
oleh suatu peradilan yang khusus’
b. Umum masalah atau kasusnya; dalam arti bukanlah perkara yang
menurut bidangnya memerlukan penanganan yang khusus oleh suatu
badan peradilan sendiri di luar badan peradilan umum.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kekuasaan absolut artinya kekuasaan pengadilan agama yang
berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan
pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan
atau tingkatan pengadilan.

Kekuasaan relatif berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan,


baik pengadilan tingkat pertama maupun pengadilan tingkat banding.
Artinya, cakupan dan batasan kekuasaan relatif pengadilan ialah meliputi
daerah hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan
relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu
tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama
jenis dan sama tingkatan lainnya.

Hukum Materiil Peradilan Agama adalah hukum Islam yang kemudian


sering didefinisikan sebagai fiqh, yang sudah barang tentu rentang terhadap
perbedaan pendapat.

Hokum formil peradilan agama dapat diartikan sebagai hokum yang


mengatur tentang berita cara mengajukan perkara baik gugatan maupun
permohonan, memeriksa perkara dan member putusan dengan tujuan untuk
mempertahankan hokum materil.

21
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M.Yahya. 2009. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan


Agama UU No 7 tahun 1989. (Jakarta : Sinar Grafika)
Tutik, Titik Triwulan.2006. Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta.Prestasi
Pustakaraya.
Soeroso.R. 2014.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta.Sinar Grafika.
Said Umar.S. 2015. Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta. Sinar Grafika
Asyhadie, Zaeni dan Rahman Arief. 2013.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta.
Rajawali Pers.
Marzuki, Peter Mahmud.2009. Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta. Kencana.
Sudarsono. 1991. Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta. Rineka Cipta.
Muhyidin, Perkembangan Peradilan Agama Di Indonesia. Jurnal Gema
Keadilan. Vol. 7 Tahun. 2020.
Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia. (Jakarta: Kencana , 2017)

22

Anda mungkin juga menyukai