Anda di halaman 1dari 51

Hubungan PA Dengan Penerapan Hukum Islam di Indonesia

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan Agama di


Indonesia

Dosen Pembimbing : ANDRI NURWANDRI, S,Sy, M.Ag

Disusun Oleh : Kel. 2


AYOMI SETRI (2102050004)
DARWIN (2102050005)
DINDA MEGA SILFIA (2102050006)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH VB


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM
KISARAN-ASAHAN
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, karena atas rahmat dan kasih sayangnya,
atas anugerah hidup serta kesehatan yang telah saya terima, dan petunjuk
nya, sehingga saya bisa menyusun makalah ini, saya sebagai penyusun
hanya bisa sebatas ilmu yang bisa saya sajikan dengan judul “ Hubungan

PA Dengan Penerapan Hukum Islam di Indonesia”

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami


yakin masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kisaran, 28 Oktober 23

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Bagaimana kewenangan peradilan agama di Indonesia?..............................3
B. Apa Hubungan peradilan agama dengan diterapkannya hukum Islam di
Indonesia ?....................................................................................................7
C. Apa hubungan Peradilan Agama sebagai Pranata Hukum Islam di
Indonesia?...................................................................................................11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradilan agama adalah salah satu dari empat lingkungan peradilan
negara yang dijamin kemerdekaannya dalam menjalankan tugasnya
sebagaimana yang di atur oleh undang-undang tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Peradilan Agama yang
kewenangannya mengadili perkara-perkara tertentu dan mengenai
golongan rakyat tertentu, yaitu mereka yang beragama Islam, sejajar
dengan peradilan lain. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat mengurangi
kedudukan Peradilan Agama oleh undang-undang ini dihapus, seperti
pengukuhan keputusan Pengadilan Agama oleh Pengadilan Negeri.
Sebaliknya untuk memantapkan kemandirian Peradilan Agama oleh
Undang-undang ini diadakan Juru Sita, sehingga Pengadilan Agama
dapat melaksanakan keputusannya sendiri, dan tugas-tugas kepaniteraan
dan kesekretariatan tidak terganggu oleh tugas-tugas kejurusitaan. 1
Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Pengadilan Agama
merupakan salah satu Lembaga Peradilan Negara di samping Peradilan
Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Umum. Keempat
lembaga Peradilan tersebut merupakan Lembaga Kekuasaan Kehakiman
di Indonesia, yang bertugas menerima, mengadili, memeriksa, dan
menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Sebagai pemilik
bangsa Indonesia, Khususnya yang beragama Islam, Peradilan Agama
lahir, tumbuh dan berkembang bersama tumbuh dan berkembangnya
bangsa Indonesia, kehadirannya mutlak sangat diperlukan untuk
menegakkan hukum dan keadilan bersama dengan lembaga peradilan
lainnya. Peradilan Agama telah memberikan andil yang cukup besar
kepada bangsa Indonesia pada umumnya, khususnya bagi umat Islam.2
Peranan pengadilan tidak dapat disanksikan lagi, sebab dengan Lembaga
Pengadilan, segala yang menyangkut hak dan tanggung jawab yang
1
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989.... bagian I
Umum Ayat 6
2
Abdul Manan. Etika Hakim Dalam Penyelenggaraayn Peradilan : Suatu Kajian Dalam
Sistem
Peradilan Islam. Cetakan 2. Edisi I. 2007. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group). Hlm
205

1
terabaikan dapat diselesaikan, lembaga ini memberikan tempat bahkan
membantu kepada mereka yang merasa dirampas hak-haknya dan
memaksa kepada pihak-pihak agar bertanggung jawab atas perbuatan
yang dilakukan yang merugikan pihak lainnya. Aktivitas Lembaga
Pengadilan demikian itu pada dasarnya adalah berupaya
menghubungkan rumusan-rumusan hukum yang sifatnya masih abstrak,
karena dengan melalui bekerjanya Lembaga Pengadilan, hukum itu baru
dapat diwujudkan, sebagaimana dikatakan oleh Satjipto Raharjo, bahwa
kehadiran lembaga hukum itu merupakan operasionalisasi dari ide
rumusan konsep-konsep hukum bersifat abstrak. Melalui lembaga dan
bekerjanya lembaga-lembaga itulah, hal-hal yang bersifat abstrak
tersebut dapat diwujudkan ke dalam kenyataan.3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kewenangan peradilan agama di Indonesia?
2. Apa Hubungan peradilan agama dengan diterapkannya hukum Islam
di Indonesia ?
3. Penerapan Hukum Islam Lewat Jalur Supra struktur

3
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2006), h. 4

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kewenangan Peradilan Agama di Indonesia

Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat I bertugas dan


berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara
ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadawah dan
ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang
Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama.4
Kedudukan dan wewenang Peradilan Agama pada masa Reformasi
sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 atas perubahan
Undang-undang Nomor 7 tahun 1989, telah membawa perubahan besar
dalam penyelenggaraan Peradilan Lembaga Peradilan Agama baik aspek
organisasi, administrasi , financial, teknis peradilan, dan penambahan
kewenangan absolute Peradilan Agama.5
Wewenang (Kompetensi) Peradilan Agama diatur dalam pasal 49
sampai dengan pasal 53 UU No 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama.
Wewenang tersebut terdiri atas wewenang relatif dan wewenang absolut.
Wewenang relatif Peradilan Agama merujuk pada pasal 118 HARI atau
pasal 142 Rbg jo Pasal 66 dan pasal 73 UU No 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Sedang wewenang absolut berdasarkan pasal 49 UU No
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yaitu kewenangan mengadili
perkara-perkara perdata bidang : Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, dan
Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam dan Wakaf dan Sedekah.6
a. Wewenang (kompetensi) Relatif
Untuk menentukan kompetensi relatif setiap Peradilan Agama
dasar hukumnya adalah berpedoman pada ketentuan Undang-
Undang Hukum Acara Perdata. Dalam Pasal 54 UU No. 7 Tahun
1989 ditentukan bahwa acara yang berlaku pada lingkungan
Peradilan Agama adalah hukum acara yang berlaku pada
4
Pengadilan Agama Unaaha. Tugas Pokok dan Fungsi. 2013. http://www.pa-unaaha.go.id
diakses pada 22:06 WIB 04 Desember 2018
5
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
6
Sulaikin Lubis. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. 2005 Cetakan 3.
Edisi I. (Jakarta : Kencana Prenadan Media Group) Hlm 107

3
lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang
berlaku pada lingkungan Peradilan Umum. Oleh karena itu,
landasan untuk menentukan kewenangan relatif Pengadilan
Agama merujuk kepada ketentuan Pasal 118 HIR atau pasal 142
Rbg jo Pasal 66 dan Pasal 73 UU No 7 tahun 1989. Penentuan
kompetensi relatif ini beritik tolak dari aturan yang menetapkan
ke Pengadilan Agama mana gugatan akan diajukan agar gugatan
memenuhi syarat formal. Pasal 118 ayat 1 HIR menganut asas
bahwa berwenang adalah pengadilan ditempat kediaman
tergugat. Asas ini dalam bahasa latin disebut “Actor Sequitur
Forum Rei”. Namun ada beberapa pengecualian yaitu tercantum
dalam pasal 118 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4, yaitu :7
1) Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman salah seorang dari tergugat.
2) Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka
gugatan diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal
penggugat.
3) Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka
gugatan diajukan kepada peradilan di wilayah hukum
dimana barang tersebut terletak, dan
4) Apabila ada tempat tinggal yang di pilih dengan satu akta,
maka gugatan dapat di ajukan kepada pengadilan tempat
tinggal yang dipilih dalam akta tersebut.
b. Kewenangan (kompetensi) Absolute
Kewenangan Absolut ( Absolute Competentie) adalah kekuasaan
yang berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa
pengadilan (Soetantio, 1997:11). Kekuasaan pengadilan
dilingkungan peradilan agama adalah memeriksa, memutuskan
dan menyelesaikan perkara perdata tertentu dikalangan golongan
rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.
Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49
Undang-undang Nomor 7 1989.

7
Sulaikin Lubis. Op.Cit. Hlm 108

4
Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam.8
Diatas telah dijelaskan bahwa kewenangan absolut Pengadilan
Agama meliputi bidang-bidang perkawinan, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf dan sedekah.9 Kewenangan pengadilan agama
diatur secara khusus pada Pasal 49 UU Peradilan Agama. Sesuai
pasal tersebut, pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat
pertama antara orang- yang beragama Islam di bidang :10
1) Perkawinan
2) Waris
3) Wasiat
4) Hibah
5) Wakaf
6) Zakat
7) Infaq
8) Shadaqah
9) Ekonomi Syariah

Penyelesaian sengketa pada pengadilan agama pada dasarnya


tidak hanya dibatasi dibidang perbankan syariah, tetapi juga
bidang ekonomi syariah lainnya. Pasal 49 UU Peradilan Agama
mengandung asas personalitas Islam. M.Yahya Harahap
menyatakan bahwa penerapan asas personalitas ke Islaman
merupakan kesatuan hubungan yang tidak terpisah dengan dasar
hubungan hukum, dimana kesempurnaan dan kemutlakan asas
personalitas keislaman harus didukung unsur hubungan hukum
berdasarkan hukum Islam.

Mengenai hal tersebut ada beberapa yang dijelaskan :11

8
Abdullah Tri Wahyudi. Peradilan Agama di Indonesia. 2004. Cetakan I. (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar). Hlm 91
9
Sulaikin Lubis. Op.Cit. Hlm 111
10
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta. Update Lengkap Ujian Profesi Advokat. 2017.
(Jakarta : Grasindo Anggota IKAPI). Hlm 91-92
11
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta. Op Cit. Hlm 95-98

5
1) Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang
diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai
perkawinan yang berlaku, yang dilakukan menurut syariah,
antara lain :
a. Izin beristri lebih dari seorang
b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang belum
berusia 21 tahun, dalam hal orang tua wali atau keluarga
dalam garis lurus ada perbedaan pendapat
c. Dispensasi kawin
d. Pencegahan perkawinan
e. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah
f. Pembatalan perkawinan
g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami istri
h. Perceraian karena talak
i. Gugatan perceraian
j. Penyelesaian harta bersama
k. Penguasaan anak-anak
l. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak
m. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
n. Pencabutan kekuasaan wali
o. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan
dalam hal kekuasaan wali dicabut
2) Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli
waris dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan
seorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
dan bagian masing-masing ahli waris.
3) Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang
memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain
atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang
memberi tersebut meninggal dunia.
4) Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian benda
secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan
hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

6
5) Yang dimakasud dengan “wakaf” adalah perbuatan seorang
atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingan guna keperluan
ibadah/kesejahteraan umum menurut syariah.
6) Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang
dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan
syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
7) Yang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi
kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan,
memberikan rezeki, atau menafkahkan sesuatu berdasarkan
rasa ikhlas dan karena Allah SWT.
8) Yang dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatan
seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau
lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa
dibatasi waktu dan jumlah.
9) Yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan
atau kegiatan yang dilaksanakan menurut prinsip syariah
antara lain. :
a) Bank syariah
b) Lembaga keuangan mikro syariah
c) Asuransi syariah
d) Reasuransi syariah
e) Reksadana syariah
f) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah
syariah
g) Sekuritas syariah
h) Pembiayaan syariah
i) Pegadaian syariah
j) Dana pensiun lembaga keuangan syariah.
B. Kedudukan Peradilan Agama Dalam Penerapan Hukum Islam di
Indonesia

7
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan,
khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan lembaga peradilan. Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menurut
pandangan Satjipto Rahardjo adalah sebuah kenyataan untuk berburu
kebenaran walaupun pada masa tertentu harus mengakui kegagalan dan
keterbatasannya, sebab kebenaran hasil karya manusia adalah relatif.
Berdasarkan perubahan tersebut, di tegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.12
Kekuasaan kehakiman menjadi kekuasaan yang fundamental sebagai
poros kekuasaan yang mempunyai fungsi menegakkan keadilan tanpa
campur kekuasaan lain. Dalam pandangan Bagir Manan menyebutkan
beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh kekuasaaan kehakiman: 1) sebagai
bagian dari sistem pembagian atau pemisahan kekuasaan antara badan-
badan penyelengara negara, kekuasaan kehakiman diperlukan untuk
menjamin dan melindungi kebebasan individu; 2) kekuasaan kehakiman
yang merdeka sangat diperlukan untuk mencegah pemerintahan yang
bertindak sewenangwenang dan menindas; 3) kekuasaan kehakiman yang
merdeka diperlukan untuk menilai keabsahan suatu peraturan perundang-
undangan sehingga sistem hukum dapat dijalankan dan ditegakkan dengan
baik.13
Independensi Lembaga Peradilan tidak lain adalah kebebasan dan
kemandirian Pengadilan dalam menjalankan fungsi dan peranannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan kebebasan fungsional menurut Oemar
Seno Adji bahwa kebebasan fungsional seperti diketahui, mengandung
larangan (verbod) menurut hukum tata negara bagi kekuasaan negara
lainnya untuk mengadakan intervensi dalam pemeriksaan perkaraperkara
oleh hakim, dalam oordeervorming mereka menjatuhkan putusan. Dalam
perundang-undangan Indonesia, Lembaga Peradilan mengalami eksistensi

12
Ahmad Mujahidin, Peradilan satu atap di Indonesia (Bandung, PT Refika Aditama, 2007),
h.1
13
Achmad Edi Subiyanto, Mendesain Kewenangan Kekuasaan kehakiman setelah
Perubahan UUD 1945, Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 4, Desember 2012, h. 665-667.

8
pengertian, dengan menyatakan bahwa tidak terbatas pada kebebasan
campur tangan dari pihak kekuasaan negara lainnya, melainkan pada
kebebasan dari paksaan dan rekomendasi dari pihak ekstra yudisial. 14
Kemandirian peradilan tidak terlepas dari keberadaan Badan
Peradilan di Indonesia. Landasan yuridis mengenai lingkungan peradilan
diatur pada Pasal 10 serta pembentukan Pengadilan Khusus dan
Mahkamah Syar’iyah diletakkan pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang No. 48 Tentang 2009 yang menyatakan :
1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalan Pasal 10
diatur degan Undang-Undang;
2) Peradilan Syariah Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
merupakan pengadilan khusus dalam lungkungan peradilan
agama sepanjang kewenangannya meyangkut kewenangan
peradilan agama, dan merupakan peradilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum, sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan Peradilan Umum.15

Proses Interaksi dialami oleh masyarakat Islam di Indonesia. Hal itu


berlangsung dalam jangka yang panjang, yaitu sejak masyarakat islam
menjadi kekuatan politik pada masa kekuasaan Islam hingga sekarang.
Salah satu produk interaksi adalah Peradilan Islam di Indonesia, yang
secara resmi disebut Peradilan Agama, sebagai salah satu bagian dari
peradilan negara. Dengan demikian, maka Peradilan Agama adalah
Peradilan Islam di Indonesia. Peradilan agama sebagai perwujudan
peradilan Islam di Indonesia dapat dilihat dari beberapa sudut pandang.
Secara filosofis peradilan dibentuk dan dikembangkan untuk menegakkan
hukum dan keadilan.

Peradilan Agama adalah Peradilan Islam di Indonesia, sebab dari


jenis-jenis perkara yang boleh seluruhnya adalah jenis perkara menurut
agama Islam. Tegasnya, Pengadilan Agama adalah Peradilan Islam
limitatif, yang disesuaikan dengan (dimutatis mutandiskan) dengan
keadaan di Indonesia. Di sisi lain, Pengadilan Agama adalah peradilan

14
Ahmad Mujahidin, Peradilan satu atap di Indonesia, h.14 .
15
M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah di Indonesia ( Jakarta: Prenada Media Group,2005), h. 4

9
perdata sedangkan peradilan umum adalah juga peradilan perdata di
samping peradilan umum. Jika lihat dari asas-asas hukum acara, tentulah
ada prinsip-prinsip kesamaannya secara umum di samping secara khusus
tentu ada pula perbedaan antara Hukum Acara Peradilan Umum dan
Hukum Acara Perdata Peradilan Agama.

Dengan kata lain, Peradilan Agama merupakan salah satu


pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang ikut berfungsi dan berperan
menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum
mengenai perkara perdata Islam tertentu. Karenanya, Peradilan Agama ini
disebut peradilan khusus. Secara yuridis Undang-Undang 50 Tahun 2009
tentang Peradilan Agama memberikan landasan Yuridis yang kuat. Dengan
penetapan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama tersebut menempatkan Peradilan Agama sama dengan lembaga
Peradilan lainya. Tetapi dalam hal kompetensi untuk menyelesaikan
perkara tidak sepenuhnya diberikan kewenangan itu, masih ada pilihan
hukum bagi pencari keadilan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 membawa perubahan dasar yang terjadi dalam lingkungan
Peradilan Agama, di antaranya;

1) Peradilan Agama telah menjadi peradilan mandiri serta


kedudukannya telah sejajar dengan Peradilan Umum,
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
2) Nama, Susunan dan Wewenang atau kekuasaan serta
hukum acara Peradilan Agamatelah sama dan seragam
diseluruh Indonesia. Terciptanya hukum acara Peradilan
agama yang akan memudahkan terwujudnya ketertiban
dan kepastian hukum yang berintikan keadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama.
3) Perlindungan terhadap wanita lebih ditingkatkan salah
satunya dengan memberikan hak yang sama kepada istri
dalam berproses membela kepentingannya di muka
Pengadilan Agama.
4) Dalam penyusunan dan pembinaan hukum nasional
5) Menetapkan upaya pengalihan berbagai asas dan kaidah
hukum Islam melalui yurisprudensi.

10
6) Terlaksananya ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, terutama yang
disebut pada Pasal 10 ayat (1) mengenai kedudukan
Pengadilan Agama dan Pasal 12 tentang susunan,
kekuasaan, dan hukum acaranya.16
C. Peradilan Agama sebagai Pranata Hukum Islam di Indonesia

D. Peradilan dapat
diidentifikasiakan
sebagai bagian dari
pranata
E. hukum Islam
(legal institusion)
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
F. hukum dan
keadilan. Gambaran
pertumbuhan dan
perkembangan
16
Supardin, Lembaga Peradilan Agama dan Penyatuan Atap (Makassar, Alauddin University
Press, 2012,) h. 77.

11
G. peradilan, dan
hukum pada umumnya
juga sangat
bergantung pada
pranata
H. politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan
I. ekonomi. Proses
peradilan merupakan
sesuatu yang bersifat
aktual yang
J. mengacu pada nilai-
nilai yang dianut oleh

12
masyarakat, peradilan
sebagai
K. pranata sosial tidak
berdiri dan bekerja
secara otonom
melainkan berada
L. pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
M. peradilan sebagai
wadah integrasi dari
berbagai kepentingan
baik
N. kepetingan negara,
kepentingan hukum,
13
dan kepentingan
masyarakat.
O. Lembaga peradilan
menjadi saran
integrasi yang harus
mampu
P. menyeimbangan
ketiga kepentingan
tersebut, tanpa
mendominankan atau
Q. Peradilan dapat
diidentifikasiakan
sebagai bagian dari
pranata
R. hukum Islam
(legal institusion)
14
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
S. hukum dan
keadilan. Gambaran
pertumbuhan dan
perkembangan
T. peradilan, dan
hukum pada umumnya
juga sangat
bergantung pada
pranata
U. politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan

15
V. ekonomi. Proses
peradilan merupakan
sesuatu yang bersifat
aktual yang
W. mengacu pada nilai-
nilai yang dianut oleh
masyarakat, peradilan
sebagai
X. pranata sosial tidak
berdiri dan bekerja
secara otonom
melainkan berada
Y. pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
16
Z. peradilan sebagai
wadah integrasi dari
berbagai kepentingan
baik
AA. kepetingan
negara, kepentingan
hukum, dan
kepentingan
masyarakat.
BB. Lembaga
peradilan menjadi
saran integrasi yang
harus mampu
CC. menyeimbangan
ketiga kepentingan

17
tersebut, tanpa
mendominankan atau
DD. Peradilan dapat
diidentifikasiakan
sebagai bagian dari
pranata
EE.hukum Islam
(legal institusion)
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
FF. hukum dan
keadilan. Gambaran
pertumbuhan dan
perkembangan
GG. peradilan, dan
hukum pada umumnya
18
juga sangat
bergantung pada
pranata
HH. politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan
II. ekonomi. Proses
peradilan merupakan
sesuatu yang bersifat
aktual yang
JJ. mengacu pada nilai-
nilai yang dianut oleh
masyarakat, peradilan
sebagai

19
KK. pranata sosial
tidak berdiri dan
bekerja secara otonom
melainkan berada
LL.pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
MM. peradilan
sebagai wadah
integrasi dari
berbagai kepentingan
baik
NN. kepetingan
negara, kepentingan
hukum, dan
20
kepentingan
masyarakat.
OO. Lembaga
peradilan menjadi
saran integrasi yang
harus ma
PP. Peradilan dapat
diidentifikasiakan
sebagai bagian dari
pranata
QQ. hukum Islam
(legal institusion)
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
RR. hukum dan
keadilan. Gambaran
21
pertumbuhan dan
perkembangan
SS. peradilan, dan
hukum pada umumnya
juga sangat
bergantung pada
pranata
TT.politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan
UU. ekonomi. Proses
peradilan merupakan
sesuatu yang bersifat
aktual yang

22
VV. mengacu pada
nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat,
peradilan sebagai
WW. pranata sosial
tidak berdiri dan
bekerja secara otonom
melainkan berada
XX. pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
YY. peradilan
sebagai wadah
integrasi dari

23
berbagai kepentingan
baik
ZZ.kepetingan negara,
kepentingan hukum,
dan kepentingan
masyarakat.
AAA.Lembaga
peradilan menjadi
saran integrasi yang
harus ma
BBB. Peradilan dapat
diidentifikasiakan
sebagai bagian dari
pranata
CCC. hukum Islam
(legal institusion)
24
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
DDD.hukum dan
keadilan. Gambaran
pertumbuhan dan
perkembangan
EEE. peradilan, dan
hukum pada umumnya
juga sangat
bergantung pada
pranata
FFF. politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan

25
GGG.ekonomi. Proses
peradilan merupakan
sesuatu yang bersifat
aktual yang
HHH.mengacu pada
nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat,
peradilan sebagai
III. pranata sosial tidak
berdiri dan bekerja
secara otonom
melainkan berada
JJJ.pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
26
KKK.peradilan
sebagai wadah
integrasi dari
berbagai kepentingan
baik
LLL. kepetingan
negara, kepentingan
hukum, dan
kepentingan
masyarakat.
MMM. Lembaga
peradilan menjadi
saran integrasi yang
harus ma
NNN.Peradilan dapat
diidentifikasiakan
27
sebagai bagian dari
pranata
OOO.hukum Islam
(legal institusion)
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
PPP. hukum dan
keadilan. Gambaran
pertumbuhan dan
perkembangan
QQQ.peradilan, dan
hukum pada umumnya
juga sangat
bergantung pada
pranata

28
RRR. politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan
SSS. ekonomi. Proses
peradilan merupakan
sesuatu yang bersifat
aktual yang
TTT. mengacu pada
nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat,
peradilan sebagai
UUU.pranata sosial
tidak berdiri dan
bekerja secara otonom
melainkan berada
29
VVV.pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
WWW. peradilan
sebagai wadah
integrasi dari
berbagai kepentingan
baik
XXX.kepetingan
negara, kepentingan
hukum, dan
kepentingan
masyarakat.
YYY.Lembaga
peradilan menjadi
30
saran integrasi yang
harus ma
ZZZ. Peradilan dapat
diidentifikasiakan
sebagai bagian dari
pranata
AAAA. hukum Islam
(legal institusion)
untuk memenuhi
kebutuhan penegak
BBBB. hukum dan
keadilan. Gambaran
pertumbuhan dan
perkembangan
CCCC. peradilan, dan
hukum pada umumnya
31
juga sangat
bergantung pada
pranata
DDDD. politik yang
berbasis pada struktur
sosial, pola budaya,
dan perkembangan
EEEE. ekonomi.
Proses peradilan
merupakan sesuatu
yang bersifat aktual
yang
FFFF.mengacu pada
nilai-nilai yang dianut
oleh masyarakat,
peradilan sebagai
32
GGGG. pranata sosial
tidak berdiri dan
bekerja secara otonom
melainkan berada
HHHH. pada proses
pertukaran dengan
lingkungannya.
Pentingnya lembaga
IIII. peradilan
sebagai wadah
integrasi dari
berbagai kepentingan
baik
JJJJ. kepetingan
negara, kepentingan
hukum, dan
33
kepentingan
masyarakat.
KKKK. Lembaga
peradilan menjadi
saran integrasi yang
harus ma
Peradilan dapat diintefikasikan sebagai bagian dari pranata hukum
Islam (legal institusion) untuk memenuhi kebutuhan penegak hukum dan
keadilan. Gambaran pertumbuhan dan perkembangan peradilan, dan
hukum pada umumnya juga sangat bergantung pada pranata politik yang
berbasis pada struktrur sosial, pola budaya, dan perkembangan ekonomi.
Proses peradilan merupakan sesuatu yang bersifat aktual yang mengacu
pada nilai-nilai yang di anut oleh masyarakat, peradilan sebagai pranata
sosial tidak berdiri dan bekerja secara otonom melainkan berada pada
proses pertukaran dengan lingkungannya. Pentingnya lembaga peradilan
sebagai wadah intergritasi dari berbagai kepentingan baik kepentingan
negara, kepentingan hukum, dan kepentingan masyarakat. Lembaga
peradilan menjadi saran integritasi yang harus mampu menyeimbangkan
ketiga kepentingan tersebut, tanpa mendominan kan atau mengabaikan
suatu kepentingan.
Proses interaksi dialami oleh masyarakat Islam di Indonesia. Hal itu
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, yaitu sejak masyarakat
Islam menjadi kekuatan politik pada masa kekuasaan Islam hingga
sekarang salah satu produk interaksi adalah peradilan Islam di Indonesia,
yang secara resmi disebut Peradilan Agama sebagai salah satu bagian dari
peradilan negara. Dengan demikian peradilan Agama adalah peradilan
Islam di Indonesia, peradilan agama sebagai perwujudan peradilan Islam di
Indonesia dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Secara fisiolofis

34
peradilan dibentuk dan dikembangkan untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Sebenarnya jika ditinjau dari sejarahnya keberadaan Lembaga
Peradilan Agama telah diakui sejak lama. Pemerintah Belanda
membentuknya dengan Staatblad (LN) 1882 No. 152 jo Staatblad 1973
untuk peradilan Agama di Jawa dan Madura, Staatblad 1937 No. 638 dan
639 di Kalimantan Selatan, kemudian setelah Indonesia merdeka,
pemerintah membentuk Peradila Agama untuk selain Jawa-Madura dan
Kalimantan Selaan dengan peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1975.
Akan tetapi, dalam peraturan-peraturan tersebut tidak diatur tentang hukum
acara melalui tata cara memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara.
Sehingga para hakim Peradilan Agama mengambi intisri hukum acara yang
ada dalam kitab-kitab fikih yang dalam penerapannya berbeda antara
pengadilan agama yang satu dengan pengadilan agama yang lain.
Sedangkan produk hukum Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 atas
perubahan kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan
agama, lahir dari konfigurasi politik yang demokratis dan karakter hukum
yang responsif. Maka dari segi perspektif materi hukum, politik hukum
pemerintah bersifat otonom dan responsif atau populistik, dimana produk
hukum ini mencerminkan harapan masyarakat dan rasa keadilan.
Peradilan agama adalah peradilan Islam di Indonesia, sebab dari
jenis-jenis perkara yang boleh seluruhnya adalah jenis perkara menurut
agama Islam. Tegasnya Pengadilan Agama adalah peradilan Islam imitatif,
yang disesuaikan dengan (dimutatis mutandiskan) dengan keadaan di
Indonesia. Di sisi lain, Pengadilan Agama adalah peradilan perdata
sedangkan peradilan umum adalah juga peradilan perdata di samping
peradilan umum. Jika dilihat dari asas-asas hukum acara, tentulah ada
prinsip –prinsip kesamaannya secara umum di samping secara khusus tentu
ada pula perbedaan antara Hukum Acara Peradilan Umum dan Hukum
Acara Perdata Peradilan Agama. Dengan kata lain, peradilan agama
merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang ikut
berfungsi dan berperan menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan
kepastian hukum mengenai perkara perdata Islam tertentu. Karenanya,
Peradilan Agama ini disebut peradilan khusus. Secara yuridis Undang-
Undang 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama memberikan landasan
Yuridis yang kuat. Dengan penetapan Undang-undang Nomor 50 Tahun

35
2009 tentang peradilan Agama tersebut menempatkan Peradilan Agama
sama dengan lembaga Peradilan lainnya. Tetapi dalam hal kompetisi untuk
menyelesaikan perkara tidak sepenuhnya diberikan kewenangan itu, masih
ada pilihan hukum bagi pencari keadilan.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 membawa
perubahan dasar yang terjadi dalam lingkungan Peradilan Agama, di
antaranya;
1) Peradilan Agama telah menjadi peradilan mandiri serta
kedudukannya telah sejajar dengan Peradilan Umum peradilan
militer, dan peradilan Tata Usaha Negara.
2) Nama, Susunan dan wewenang atau kekuasaan serta hukum
acara peradilan Agama telah sama dan seragam diseluruh
Indonesia.
3) Perlindungan terhadap wanita lebih ditingkatkan salah satunya
dengan memberikan hak yang sama kepada istri dalam berproses
membela kepentingannya di muka Pengadilan Agama.
4) Dalam penyusunan dan pembinaan hukum nasional.
5) Menetapkan upaya pengadilan berbagai asas dan kaidah hukum
Islam melalui yurisprudensi.
6) Terlaksananya ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang
pokok kekuasaan kehakiman.17

17
Andi Intan Cahyani, “Peradilan Agama Sebagai Penegak Hukum di Indonesia” vol. 6 No. 1
Juni 2019 hal 4-6

36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat I
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadawah dan
ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan
kekuasaan kehakiman yang ikut berfungsi dan berperan
menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian
hukum mengenai perkara perdata Islam tertentu. Karenanya,
Peradilan Agama ini disebut peradilan khusus. Secara
yuridis Undang-Undang 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama memberikan landasan Yuridis yang kuat. Dengan
penetapan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama tersebut menempatkan Peradilan Agama
sama dengan lembaga Peradilan lainya. Tetapi dalam hal
kompetensi untuk menyelesaikan perkara tidak sepenuhnya
diberikan kewenangan itu, masih ada pilihan hukum bagi
pencari keadilan.
Peradilan Agama merupakan suatu pranata sosial
Hukum Islam di Indonesia. Istilah peradilan, secara
etimologi berasal dari kata adil mendapatkan awalan per-
dan akhiran -an, yang berarti sesuatu yang ada hubungannya
dengan masalah urusan tentang adil. Peradilan dapat
diidentifikasiakan sebagai bagian dari pranata hukum Islam
(legal institusion) untuk memenuhi kebutuhan penegak
hukum dan keadilan. Gambaran pertumbuhan dan
perkembangan peradilan, dan hukum pada umumnya juga
sangat bergantung pada pranata politik yang berbasis pada

37
struktur sosial, pola budaya, dan perkembangan ekonomi.
Proses peradilan merupakan sesuatu yang bersifat aktual
yang mengacu pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat,
peradilan sebagai pranata sosial tidak berdiri dan bekerja
secara otonom melainkan berada pada proses pertukaran
dengan lingkungannya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani Intan, Andi. 2019. “Peradilan Agama


Sebagai Penegak Hukum di Indonesia” jurnal al Qadau vol.
6 No. 1 hal 4-6
Lubis, Sulaikin. Hukum Acara Perdata Peradilan
Agama di Indonesia. 2005 Cetakan 3. Edisi I. (Jakarta :
Kencana Prenadan Media Group)
Mujahidin, Ahmad. Peradilan satu atap di Indonesia.
Bandung, PT Refika Aditama, 2007
Muhammad, Rusli. Potret Lembaga Pengadilan
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama bagian I
Umum.
Pengadilan Agama Unaaha. Tugas Pokok dan Fungsi.
2013. http://www.pa-unaaha.go.id diakses pada 22:06 WIB
04 Desember 2018
Tri Wahyudi, Abdullah. Peradilan Agama di
Indonesia. 2004. Cetakan I. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama
Wijaya dan Wida Peace Ananta, Andika. Update
Lengkap Ujian Profesi Advokat. 2017. (Jakarta : Grasindo
Anggota IKAPI).

Proses interaksi dialami


oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal

39
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
40
peradilan negara.
Proses interaksi dialami
oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
41
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
peradilan negara.
Proses interaksi dialami
oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
42
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
peradilan negara.
Proses interaksi dialami
oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
43
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
peradilan negara.
Proses interaksi dialami
oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal
44
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
45
peradilan negara.
Proses interaksi dialami
oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
46
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
peradilan negara.
Proses interaksi dialami
oleh masyarakat Islam di
Indonesia. Hal
itu berlangsung dalam
jangka waktu yang
panjang, yaitu sejak
masyarakat
Islam menjadi
kekuatan politik pada
masa kekuasaan Islam
hingga
47
sekarang salah satu
produk interaksi adalah
peradilan Islam di
Indonesia,
yang secara resmi
disebut Peradilan Agama
sebagai salah satu bagian
dari
peradilan nega

48

Anda mungkin juga menyukai