Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

Memahami dan Menganalisis Kompetensi Atau Wewenang


Peradilan Agama

Disusun oleh:

Dosen Pengampuh:
Moeh Ramdani S.H., M.H., CM

Disusun Oleh :
1. Resti Natalia (22671038)
2. Shandi Dwi Satria (226710
3. Zahra Aprilia (226710

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam proses
pembuatan sehingga dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Hukum Acara Peradilan
Agama ini. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak mampu menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda nabi
tercinta kita yakni nabi Muhammad SAW.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Kami ucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini. Serta kami ucapkan
terimakasih kepada Dosen Pengampuh Bapak Moeh Ramdani S.H.,M.H., CM yang telah
memberikan kesempatan kepada kelompok 4 untuk menyelesaikan makalah ini sebagai
bentuk tugas dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.

Curup, 27 September 2023


Penyusun

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................1

C. Tujuan dan Manfaat..........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
A. Definisi Kompetensi Peradilan Agama...........................................2

B. Memahami Wewenang Peradilan Agama........................................4


BAB III PENUTUP...........................................................................................................6
A. Kesimpulan......................................................................................6

B. Saran.................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan agama merupakan peradilan khusus bagi orang-orang yang beragama
islam dan mengadili perkara-perkara tertentu. Adapun kekuasaan kehakiman di
lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama yang berkedudukan di
ibu kota atau kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibu Kota Provinsi
dan di daerah hukumnya. Dalam setiap peradilan memiliki kekuasaan dan wewenangnya
sendiri termsasuk Peradilan Agama khusus bagi orang-orang islam dan menangani
perkara-perkaranya. Dimana perkara-perkara tertentu tersebut masuk ke dalam
kewenangan pada peradilan agama. Dimaksud dengan kekuasaan dan kewenangan
Pengadilan Agama di sini adalah memriksa, memutus dan menyelesikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang beragama islam di bisang perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, wakaf maupun shadaqah sesuai hukum islam.
kewenangan tersebut adalah kewenangan relatif dan kewenangan absolut yang
merupakan kewenangan wilayah hukum antar pengadilan agama serta kewenangan jenis
perkara. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam untuk mengetahui agar lebih
paham dan sama-sama memaknai atau belajar mengenai hal tersebut, penulis menyusun
makalah ini agar nantinya mampu di pahami lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Kompetensi Peradilan Agama?
2. Bagaimana Memahami Wewenang Peradilan Agama?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Kompetensi Peradilan Agama
2. Untuk mengetahui Wewenang Peradilan Agama
3. Untuk mengetahui Analisis Peradilan Agama
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bentuk hasil tugas dari mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama
2. Menambah Wawasan dan Ilmu Pengetahuan di bidang Hukum Acara Peradilan
Agama
3. Mempelajari Materi dalam lingkup Peradilan Agama

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kompetensi Peradilan Agama


Dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama di jelaskan bahwa,
“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana
dimaksud dalam UndangUndang ini”. Maka sejatinya Peradilan Agama sebagai
pelaku kekuasaan kehakiman bagi para pencari keadilan ini sudah ada dan tersebar di
berbagai daerah di seluruh wilayah Indonesia sejak masa sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia dengan beraneka ragam nama atau sebutan istilahnya.23 Dan
pada zaman penjajahan Jepang tidak banyak pula mengalami perubahan, tetapi pada
tahun 1957 yakni setelah Indonesia merdeka, ada lagi suatu Badan Peradilan Agama
yang dibentuk baru dengan sebutan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dan
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah Provinsi .1 Adapun kompetensi
Peradilan Agama menurut Undang-Undang Kekuasaan kehakiman Pasal 25 ayat 3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara antara orang yang beragama islam sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kompetensi tersebut terbagi 2 yaitu sebagai berikut.
1. Kompetensi Relatif Peradilan Agama
Yang dimaksud dengan kompetensi relatif (relative competentie) Peradilan
Agama adalah kewenangan ataupun kekuasaan mengadili suatu perkara
berdasarkan wilayah atau daerah hukum (yurisdiksi) Pengadilan Agama. Dalam
Pasal 54 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 telah ditentukan bahwasanya
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada lingkungan Peradilan Umum adalah
Hukum Acara yang berlaku pula pada lingkungan Peradilan Agama. 2 Oleh sebab
itu maka, landasan hukum untuk menentukan kewenangan relatif pengadilan
agama ini merujuk pada ketentuan Pasal 118 HIR atau Pasal 142 R.Bg. jo. Pasal 66
dan Pasal 73 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989.28 Dan dalam Pasal 118 Ayat

1
Lihat Pasal 2 UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.

2
Lihat Pasal 54 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

2
(1) HIR/Pasal 142 Ayat (5) R.Bg. menganut asas bahwa yang berwenang adalah
pengadilan ditempat kediaman tergugat, dan asas ini dalam bahasa latin disebut
“actor sequitor forum rei”.29 Namun ada beberapa pengecualian yaitu yang
tercantum dalam Pasal 118 Ayat (2) dan Ayat (4), diantaranya: 3
a. Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah seorang dari tergugat.
b.Apabila ada tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan ditempat tinggal penggugat.
c. Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada
peradilan diwilayah hukum dimana barang tersebut terletak.
d.Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan dapat
diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang diplih dalam akta tersebut.
2. Kompetensi Absolut Peradilan Agama
Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan ataupun
kewenangan peradilan agama yang berhubungan dengan kekuasaan mutlak untuk
mengadili suatu perkara yang mana jenis perkara tersebut hanya bisa diperiksa dan
diadili oleh Pengadilan Agama saja. Dalam hal memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu
orangorang yang beragama Islam merupakan kekuasaan pengadilan di lingkungan
Peradilan Agama. Kekuasaan Mutlak Peradilan Agama dalam lingkungan
Peradilan Agama terdapat dua tingkat Pengadilan, yaitu Pengadilan Agama sebagai
pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai Pengadilan
Tingkat Banding.4
Dengan perkataan lain, dalam bidangbidang tertentu dari hukum perdata yang
menjadi kewenangan absolut peradilan agama adalah bidang hukum keluarga dari
orangorang yang beragama Islam. Oleh karena itu, Prof. Busthanul Arifin
berpendapat, beliau menyatakan bahwasanya peradilan agama dapat dikatakan
sebagai peradilan keluarga bagi orangorang yang beragama Islam, seperti halnya
yang terdapat dibeberapa negara lain. Peradilan agama sebagai suatu peradilan
keluarga yang secara khusus menangani perkaraperkara dibidang Hukum Keluarga,
maka tentulah jangkauan tugasnya berbeda dengan peradilan umum. Oleh karena

3
Ibid. Hal. 125.
4
M. Yahya Harahap. (I). Op.cit. Hal. 134.

3
itu, segala persyaratan yang harus dipenuhi oleh para hakim, panitera dan sekretaris
harus sesuai dengan tugastugas yang diemban peradilan agama.5
B. Memahami Wewenang Peradilan Agama
Kata “kekuasaan” yang sering disebut juga dengan “kompetensi” yang berasal
dari bahasa Belanda, yaitu ”competentie”, yang kadang kala juga diterjemahkan
sebagai “kewenangan” dan kadang pula sebagai “kekuasaan” untuk memutuskan atau
melegalkan sesuatu.24 Kekuasaan atau kewenangan peradilan ini kaitannya adalah
dengan hukum acara yang merupakan ruang lingkup dari kekuasaan kehakiman yang
diberikan oleh undangundang terhadap lingkungan peradilan agama yang tercantum
dalam Bab III UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 yang meliputi Pasal 49 sampai
dengan Pasal 53. Maka dalam hal kewenangan (kompetensi) Peradilan Agama ini
telah termaktub dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 53 UndangUndang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Yang kemudian wewenang tersebut terdiri atas
wewenang relatif (relative competentie) dan wewenang absolut (absolute
competentie). Wewenang relatif Peradilan Agama merujuk pada Pasal 118 HIR atau
Pasal 142 R.Bg. jo. Pasal 66 dan Pasal 73 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama, sedangkan wewenang absolut Peradilan Agama ini
berdasarkan Pasal 49 Ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Menurut M. Yahya Harahap ada lima tugas dan kewenangan yang terdapat
dalam lingkungan Peradilan Agama, yaitu :
a. Fungsi kewenangan dalam mengadili.
b. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada
instansi pemerintahan.
c. Kewenangan lain yang diatur atau berdasarkan undangundang.
d. Kewenangan pengadilan tinggi agama mengadili perkara dalam tingkat banding
dan mengadili sengketa kompetensi relatif, serta bertugas mengawasi jalannya
peradilan.6
Berdasarkan ketentuan Pasal 49 UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
menyatakan bahwa, Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

5
Retnowulan Sutantio. 1996. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Gema insani Press. Hal. 11.
6
M. Yahya Harahap. 1993 (I). Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-Undang No.7
Tahun 1989). Jakarta: Pustaka Kartini. Hal. 133.

4
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orangorang yang
beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan
b. Waris dan Wasiat
c. Hibah maupun wakaf
d. Zakat, Infak, shadaqah
e. Ekonomi syariah

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemahaman pembahasan tersebut di atas penulis menyimpulkan :
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud
dalam UndangUndang nya. Adapun Kompetensi Peradilan Agama yaitu sebagai
berikut.
1. Kompetensi Relatif Peradilan Agama
Yang dimaksud dengan kompetensi relatif (relative competentie) Peradilan Agama
adalah kewenangan ataupun kekuasaan mengadili suatu perkara berdasarkan wilayah
atau daerah hukum (yurisdiksi) Pengadilan Agama. Dalam Pasal 54 UndangUndang
Nomor 7 Tahun 1989 telah ditentukan bahwasanya Hukum Acara Perdata yang
berlaku pada lingkungan Peradilan Umum adalah Hukum Acara yang berlaku pula
pada lingkungan Peradilan Agama.
2. Kompetensi Absolut Peradilan Agama
Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan ataupun
kewenangan peradilan agama yang berhubungan dengan kekuasaan mutlak untuk
mengadili suatu perkara yang mana jenis perkara tersebut hanya bisa diperiksa dan
diadili oleh Pengadilan Agama saja. Dalam hal memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu
orangorang yang beragama Islam merupakan kekuasaan pengadilan di lingkungan
Peradilan Agama.
Menurut M. Yahya Harahap ada lima tugas dan kewenangan yang terdapat
dalam lingkungan Peradilan Agama, yaitu :
e. Fungsi kewenangan dalam mengadili.
f. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada
instansi pemerintahan.
g. Kewenangan lain yang diatur atau berdasarkan undangundang.
Kewenangan pengadilan tinggi agama mengadili perkara dalam tingkat banding dan
mengadili sengketa kompetensi relatif, serta bertugas mengawasi jalannya peradilan.
Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam
di bidang:

6
f. Perkawinan
g. Waris dan Wasiat
h. Hibah maupun wakaf
i. Zakat, Infak, shadaqah
j. Ekonomi syariah
B. Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini kita bisa menambah wawasan
pengetahuan kita bersama-sama mempelajari cakupan materi yang ada dalam
pembahasan. Semoga informasi-informasi yang ada dalam makalah ini juga bisa
dijadikan sebagai referensi dari beberapa sumbernya. Semoga kita semua dapat
berkarya guna menghasilkan pembelajaran yang mengacu pada terwujudnya generasi
yang berwawasan luas.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dalam
pembuatan makalah kedepannya dapat dibuat dan disusun dengan lebih baik dari
sebelum-sebelumnya. Penulis sangat mengharapkan saran-saran dari rekan-rekan
yang membaca agar mampu memberikan saran yang membangun demi perbaikan
bahasan yang terkait.

7
DAFTAR PUSTAKA

Lihat Pasal 54 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.


Lihat Pasal 2 UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Lihat Pasal 54 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Ibid. Hal. 125.
M. Yahya Harahap. (I). Op.cit. Hal. 134.
Retnowulan Sutantio. 1996. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Gema insani Press. Hal. 11.
M. Yahya Harahap. 1993 (I). Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama
(Undang-Undang No.7 Tahun 1989). Jakarta: Pustaka Kartini. Hal. 133.

Anda mungkin juga menyukai