Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PROBLEM-PROBLEM PRAKSIS PERADILAN AGAMA

MAKALAH
Di Susun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Sejarah Peradilan Islam
Yang di Ampu Oleh Ibu Dr. Hj. Siti Musawwamah, M. Hum

Oleh Kelompok 10:

M YOGA DWICAHYO P (21382011027)


DIDO JANUAR WIJAYA P (21382011060)
ISROQ ASROFIL ARZAAQ (21382011057)
PUTRI AYUNI HANDAYANI (21382012053)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MADURA


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas berkat, rahmat, taufiq, beserta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat
serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang
penuh dengan ilmu seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Kami sangat berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Pamekasan 25 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................II

DAFTAR ISI...................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

A. Pengertian peradilan agama ....................................................................3


B. Analisis problem-problem praksis peradilan agama ..............................5
C. Unsur-unsur dan tugas peradilan agama..................................................8

BAB III PENUTUP ........................................................................................10

A. Kesimpulan............................................................................................10
B. Saran .....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan secara bahasa (etimologi) dalam bahasa Arab disebut dengan


Al-Qad'a yang mempunyai beberapa pengertian, yakni al-Fara'g yang
berarti putus atau selesai, al-Ada' artinya menunaikan atau membayar, al-
hukm artinya mencegah atau menghalangi, bisa juga diartikan membuat
suatu ketetapan.
Ternyata masih banyak para hakim dalam menerima berkas terkesan
biasa saja dan terkesan memang yang seperti ini rutinitas setiap hari
menerima berkas perkara, kemudian menyidangkan, sehingga tidak
tergambar bahwa masing Hakim dalam Majelis itu terkesan tidak memiliki
persiapan khusus untuk memeriksa perkara sampai perkara diputus,
mungkin karena angggota juga sebagai Ketua Majelis dalam perkara lain,
atau mungkin anggota dalam Majelis ini menjadi anggota di Majelis lain
yang gaya dan metode pemeriksaanya sangat berbeda .
Bahkan sering terjadi di beberapa satuan kerja pernah mendengar
entah karena system atau mekanisme yang terjadi di satuan kerja itu
Hakim kaget tahu-tahu saat akan sidang menerima berkas perkara baru,
sehingga ditanggapi biasa saja. Belum ada kesan sinkron antar anggota
dengan Ketua majelis dalam mensikapi berkas perkara, hal ini tergambar
dalam pemeriksaan tidak runut, tidak sistematis dan pembuktianpun
terkesan hanya mengikuti kehendak para pihak tidak tergambar apa yang
ingin di cari Majelis Hakim.
B. Rumusan Masalah
1. Apa peradilan agama itu?
2. Bagaimana Analisis problem-problem praksis peradilan agama?
3. Apa saja unsur-unsur dan tugas peradilan agama?
C. Tujuan Penulisan

1
1. Untuk mengetahui Peradilan Agama.
2. Untuk mengetahui analisis problem-problem praksis peradilan
agama.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur dan tugas peradilan agama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian peradilan agama.


Peradilan Agama adalah salah satu lembaga pelaksanaan
kekuasaan kehakiman yang harus menempatkan dirinya sebagai lembaga
peradilan yang sesungguhnya (court of law) yang disegani dan dihormati
serta memiliki otoritas dan kewenangan yang tinggi. Peradilan Agama
sendiri adalah terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu godsdienstige
rechtspraak. Kata godsdienstige berarti ibadah atau agama, adapun kata
rechtspraak artinya peradilan. Dalam Perundang-undangan Belanda istilah
godsdienstige rechtspraak dipakai sebagai pemisah dari Peradilan Agama
ke Peradilan Umum yang lebih bersifat keduniawian atau dikenal dengan
istilah wereldlijke rechtpraak. 1
Keberadaan Peradilan Agama sendiri telah diakui jauh sebelum
Negara Republik Indonesia ini memploklamairkan diri sebagai bangsa
yang merdeka, meskipun sempat mengalami masa-masa pasang surut baik
itu dari segi penamaan, status, kedudukan maupun kewenangannya.
Mengutip pernyataan Kurt A. Raaflaub dalam tulisannya polis and
political thought ia berkata, adanya korupsi dan ketidakadilan pemimpin
atau pemerintah akan berakibat pada munculnya keburukan bagi seluruh
wilayah serta penderitaan bagi rakyatnya. 2
Pada pasal 18 Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman ditambah dengan adanya Mahkamah Konstitusi,
Undang-Undang diatas menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman yang
dilakukan oleh pengadilan mempunyai ruang lingkup masing-masing,
terdiri dari:
1. Peradilan Umum

1
Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat Pengadilan Agama Islam di
Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 15
2
Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana
predana Media Group, 2008), h.3

3
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
5. Peradilan Mahkamah Konstitusi
Peradilan Agama merupakan salah satu literature resmi diantara
Lembaga Peradilan atau Kekuasaan Kehakiman lainnya. Peradilan Agama
adalah salah satu peradilan khusus di Indonesia. Dua peradilan khusus
lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Dikatakan sebagai peradilan khusus karena Peradilan Agama mengadili
perkara-perkara tertentu. Dalam hal ini wewenang Peradilan Agama hanya
di bidang perdata saja dan tidak bisa menangani perkara di bidang pidana
dan hanya berlaku bagi kalangan penganut Islam.3 Masing-masing pada
setiap peradilan terdiri dari tingkat pertama sampai tingkat banding, semua
tingkatan peradilan tersebut berpuncak pada Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi. Jika hal tersebut dijabarkan maka susunan badan-
badan Peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Peradilan Umum adalah wilayah Pengadilan Negeri
(PN), Pengadilan Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA).
2. Lingkungan Peradilan Agama adalah wilayah Pengadilan
Agama (PA), Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dan Mahkamah Agung
(MA).
3. Lingkungan Peradilan Militer Tinggi adalah wilayah Mahkamah
Militer (MAHMIL), Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI), dan
Mahkamah Militer Agung (MAHMILGUNG).
4. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah wilayah
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PTTUN), dan Mahkamah Agung (MA).
5. Sedangkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili dalam
hal sengketa yang berkaitan dengan konstitusi dan Undang-Undang mulai
tingkat pertama sampai tingkat akhir, dan keputusan bersifat final tidak
ada upaya banding setelahnya.

4
Kemudian setelah lahirnya Undang-Undang No.7 Tahun 1989
yang telah diubah dan ditambah denganUndang-Undang No.3 Tahun
2006, kemudian pada perubahan kedua diubah menjadi Undang-Undang
N0.50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Lahirnya Undang-Undang
tersebut membuat beberapa perubahan yang signifikan bagi peradilan
agama dan menjadikan kedudukannya semakin kuat dan betul-betul eksis.
Hal itu ditandai dengan kewenangan yang dapat mengeksekusi
putusannya sendiri. Hal tersebut mengandung arti yang cukup luas, bahwa
Aparatur Pengadilan Agama yang meliputi para Hakim, Panitera dan
Jurusita dituntut untuk bekerja secara sigap dengan profesionalisme yang
tinggi dalam menjalankan tugas-tugas dan wewenang agar tercipta sebuah
lembaga peradilan yang bersih, jujur dan adil dalam memberikan sebuah
putusan.

B. Analisis problem-problem praksis peradilan agama


Pembaharuan sebuah hukum kebanyakan lahir dan diciptakan oleh
sebuah praktik peradilan. Oleh karena itu pemahaman dan penguasa di
bidang teknis sebuah peradilan sangatlah penting dan harus dikuasai oleh
para pejabat peradilan, termasuk jurusita, dan bagi para pejabat peradilan
penguasa hukum acara dan bidang teknis peradilan merupakan pegangan
pokok atau aturan permainan sehari-hari untuk memeriksa, mengadili serta
menyelesaikan suatu perkara. Hukum acara dan teknis peradilan tidak
hanya penting dalam praktik peradilan saja, tetapi juga mempunyai sebuah
pengaruh yang besar di masyarakat baik praktik di dalam maupun diluar
pengadilan.
Tidak hanya aparatur Pengadilan saja yang wajib bersikap
professional, masyarakat yang berkedudukan sebagai subjek hukum pun
berkewajiban bersikap professional ketika menghadapi sebuah persoalan
hukum. Tetapi realita di lapangan berbeda dengan serangkaian kontra
dengan hukum yang berlaku, hal ini terbukti dengan adanya temuan bahwa
para tergugat yang terpanggil khususnya dalam perkara gugat cerai di

5
Pengadilan. Agama Serang seringkali tidak hadir pada saat persidangan.
Padahal dari pihak Pengadilan Agama Serang sendiri sudah mengutus
jurusita untuk menyampaikan surat panggilan kepada yang bersangkutan.
Padahal dari apa yang mereka perbuat dapat menimbulkan akibat dan
konsekuensi hukum. Hal- hal langka yang menbuat Majelis Hakim
terjebak adalah saat memeriksa perkara yang ada intervensi.
Lalu bagaimana sikap Majelis Hakim yang mengalami perkaranya
terdapat intervensi ?
a. Apa bila dalam proses pemeriksaan perkara ada orang yang
mengajukan intervensi harus memenuhi prosedur sesuai hokum
acara
b. ada dua cara masuknya Intervenient ( orang yang akan
melakukan campurtangan)
c. apa bila diajukan melalui surat secara umum yang dikirim ke
Pengadilan, surat tsb harus didisposisi oleh Ketua Pengadilan
untuk diteruskan kepada Majelis yang menangani perkara
dimaksud.
d. Apa bila salah satu pihak ada yang menyampaikan secara
langsung dipersidangan agar diijinkan seseorang mealkukan
intervensi disertai dengan dalil-dalil intervensi.
e. Langkah Majelis Hakim, setelah menerima dokumen intervensi
segera mempelajari dokumen dimaksud dan segera
memberitahukan kepada para pihak akan adanya orang yang
ingin masuk sebagai pihak dalam perkara yang sekarang
sedang diperiksa, lalu Majelis Hakim menunda sidang untuk
menyusun putusan sela apakah keinginan Intervenient tersebut
diijinkan atau tidak, bila diijinkan sekaligus akan menyebutkan
kedudukan para pihak yang semula sebagai Penggugat dan
Tergugat menjadi Terlawan I dan Terlawan II.
f. Intervenient yang sudah menjadi pihak dalam perkara memiliki
hak dan kewajiban yang sama di persidangan, yaitu hak

6
dipanggil, menyampaikan argumentasi hokum, jawaban dan
tuntutan serta pembuktian.
g. Apabila Intervenient terlmbat masuk menjadi pihak karena
perkara lama sudah jawab menjawab, agenda persidangan
jawab menjawab tsb yang telah ditentukan diberhentikan
sementara untuk memberi kesempatan kepada Pelawan untuk
mengajukan tanggapan atas gugatan Penggugat atau jawaban
Tergugat.

C. Unsur-unsur dan tugas peradilan agama.


Agar tercipta peradilan yang baik, adil dan cepat, Pengadilan
Agama harus meningkatkan kualitas semua jajaran aparatnya sehingga
dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melaksanakan hukum acara
yang baik dan benar.
Salah satu unsur yang harus dilakukan dalam menjalankan hukum
acara adalah pemanggilan para pihak yang berperkara untuk menghadap di
persidangan pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan oleh Ketua
Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. Sesuai dengan Undang-
Undang No.50 Tahun 2009 Undang-Undang No.3 tahun 2006 jo Undang-
Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama tugas dalam
melaksanakan pemanggilan adalah tugas seorang jurusita, bahwa hal
tersebut harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab secara
patut dan sah.
Jurusita mempunyai tugas dan peran yang tidak kalah penting
dengan pejabat lainnya, hal itu dikarenakan keberadaannya diperlukan
sejak sebelum dimulainya persidangan hingga pelaksanaan putusan. Suatu
perkara yang diproses di Pengadilan tidak mungkin dapat berjalan dengan
lancar dan sah menurut hukum tanpa peran dan bantuan tugas di bidang
kejurusitaan. Dalam menangani proses perkara yang masuk, seorang
hakim tidak mungkin dapat menyelesaikan perkara tersebut tanpa

7
dukungan jurusita, begitu juga sebaliknya jurusita juga tidak mungkin
bertugas tanpa perintah dari hakim.
Menurut M. Yahya Harahap, ada lima tugas dan kewenangan yang
terdapat di lingkungan Peradilan Agama, di antaranya adalah:3
1. Fungsi kewenangan mengadili
2. Memberi keterangan, pertimbangan
3. Kewenangan lain berdasarkan undang-undang
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang:
a. Perkawinan.
b. Waris.
c. Wasiat.
d. Hibah.
e. Wakaf.
f. Zakat.
g. Infaq.
h. Shadaqah.
i. Ekonomi Syariah.4

3
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama, (Jakarta: Pustaka
Kartini, 1993), hlm. 135
4
Republik Indonesia, “Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,”
dalam Undang-Undang Peradilan Agama (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012), hlm. 21

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Peradilan Agama adalah salah satu lembaga pelaksanaan kekuasaan
kehakiman yang harus menempatkan dirinya sebagai lembaga peradilan
yang sesungguhnya (court of law) yang disegani dan dihormati serta
memiliki otoritas dan kewenangan yang tinggi.
Pembaharuan sebuah hukum kebanyakan lahir dan diciptakan oleh
sebuah praktik peradilan. Oleh karena itu pemahaman dan penguasa di
bidang teknis sebuah peradilan sangatlah penting dan harus dikuasai oleh
para pejabat peradilan, termasuk jurusita, dan bagi para pejabat peradilan
penguasa hukum acara dan bidang teknis peradilan merupakan pegangan
pokok atau aturan permainan sehari-hari untuk memeriksa, mengadili serta
menyelesaikan suatu perkara.
Salah satu unsur yang harus dilakukan dalam menjalankan hukum
acara adalah pemanggilan para pihak yang berperkara untuk menghadap di
persidangan pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan oleh Ketua
Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. gadilan Agama bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang:
Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah,
dan Ekonomi Syariah.

B. Saran.
Kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Kami menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT. Oleh karena itu, Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila
terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Kami sangat berharap
kepada Dosen Pengampu dan teman-teman untuk bersedia mengoreksi

9
makalah ini agar menjadi makalah yang lebih baik lagi di waktu yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA

Noeh, Zaini Ahmad dan Abdul Basit Adnan. Sejarah Singkat Pengadilan Agama
Islam di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1980.

Aripin, Jaenal. Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum Indonesia.


Jakarta: Kencana predana Media Group, 2008.

Harahap,M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Perdata Agama, (Jakarta:


Pustaka Kartini, 1993), hlm. 135

Republik Indonesia, “Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 1989 tentang


Peradilan Agama,” dalam Undang-Undang Peradilan Agama (Bandung:
Fokusindo Mandiri, 2012), hlm. 21

10

Anda mungkin juga menyukai