Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

STATUS PERSONAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Internasional

Yang di Ampu Oleh Bapak Abdul Muni M.HI

Kelompok 3:

Mufrihul Himam (

Qolyubi Rohman (

Nia Nuriyanti ( 21382012028 )

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MADURA

2023-2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas berkat, rahmat, taufiq, beserta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu seperti yang kita rasakan pada saat
ini.

Kami sangat berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan

dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang
akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Pamekasan 03 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................I

DAFTAR ISI.....................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

A. pengertian status personal........................................................................3


B. cara menentukan status personal.............................................................4
C. azas kewarganegaraan dalam status personal..........................................4
D. azas domisili dalam status personal.........................................................5
E. perkawinan..............................................................................................7
a. Pernikahan .......................................................................................7
b. Perceraian ........................................................................................8
c. Pembagian harta bersama ................................................................9

BAB III PENUTUP ........................................................................................11

A. Kesimpulan............................................................................................11
B. Saran .....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Status Personal (Status Personalia) adalah kelompok kaidah-kaidah HPI
yang berlaku bagi seseorang dan senantiasa mengikuti seseorang tersebut
kemanapun ia pergi atau berada. Luas bidang pengertian dari status personal ini
tidak sama dimana-mana berubah-ubah, khususnya jika diperhatikan konsepsi-
konsepsinya yang berlaku saat terdahulu dan waktu sekarang. Namun demikian
berkenaan dengan inti pengertian dari istilah status personal tersebut mereka
masih dapat bersepakat bahwa yang diartikan dengan status personal adalah
kedudukan hukum dari seseorang yang umumnya ditentukan oleh hukum dari
negaranya dan ia dianggap terikat secara permanen.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan tentang pengertian status personal
2. Jelaskan tentang cara menentukan status personal
3. Jelaskan tentang azas kewarganegaraan dalam status personal
4. Jelaskan tentang azas domisili dalam status personal
5. jelaskan tentang perkawinan yang meliputi:
a. Pernikahan
b. Perceraian
c. Pembagian harta bersama

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui tentang pengertian status personal
2. Untuk mengetahui tentang cara menentukan status personal
3. Untuk mengetahui tentang azas kewarganegaraan dalam status personal
4. Untuk mengetahui tentang azas domisili dalam status personal

1
5. Untuk mengetahui tentang pengertian perkawinan yang meliputi:
a. Pernikahan
b. Perceraian
c. Pembagian harta bersama

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN STATUS PERSONAL


Dalam hukum perdata internasional terdapat yang namanya status
personal, yaitu penyelesaian suatu kasus HPI dengan menganut prinsip
kewarganegaraan. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi
dalam hukum yang diberikan / diakui oleh Negara untuk mengamankan dan
melindungi lembaga lembaganya. Status Personal (Statuta Personalia) adalah
kelompok kaidah-kaidah HPI yang berlaku bagi seseorang dan senantiasa
mengikuti seseorang tersebut kemanapun ia pergi atau berada. Dengan demikian
maka kaidah-kaidah ini mempunyai lingkungan kuasa berlaku serta ekstra
territorial atau universal sehingga tidak terbatas kepada territorial dari suatu
Negara tertentu.Status personal ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan
ketidak mampuan bertindak di bidang hukum, yang unsur - unsurnya tidak dapat
berubah atas kemauan pemiliknya walaupun terdapat perbedaan tentang status
personal ini, pada dasarnya status personal adalah kedudukan hukum seseorang
yang umumnya ditentukan oleh hukum dari Negara dimana ia dianggap sah secara
permanen.1
Status personal adalah keadaan-keadaan yang menunjukkan adanya kaitan
antara fakta-fakta mengenai pribadi yang ada di dalam suatu perkara dengan
sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian pada dasarnya status personal
merupakan suatu kondisi dari suatu pribadi di dalam hukum yang diakui oleh
negara untuk mengamankan serta melindungi masyarakat. Dengan demikian
status personal meliputi masalah mengenai cukup umur/ tidak, kekuasaan orang
tua, pengampuan, keabsahan seorang anak, adopsi, perkawinan, perceraian dan
sebagainya sehingga yang termasuk dalam status personal adalah keadaan-
keadaan suatu pribadi di luar perjanjian.

1
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional, Jilid II, Bagian I (Buku 7), Alumni, Bandung,
1981, h. 3.

3
B. CARA MENENTUKAN STATUS PERSONAL
Untuk menentukan status personil seseorang, Negara-negara di dunia
menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil
orang (baik warga Negara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional
mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh
hukum yang berlaku di domisilinya.
Di dalam HPI, status personal ada 2 (dua) asas, yaitu:
1. Asas Kewarganegaraan, status personal seseorang di atur menurut
kewarganegaraannya/ nasionalnya. Asas ini dianut oleh negara-negara
dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Berdasarkan asas ini, status
personal seseorang ditetapkan berdasarkan hukum kewarganegaraan (lex
patriae) orang itu. Asas ini juga digunakan dalam pasal 16Algemene
Bepalingen van Wetgeving (AB) yang secara teoritis masih berlaku di
Indonesia.2
2. Asas Teritorialites, Asas domisili (domicile) yang dimaksudkan disini
hendaknya diartikan sesuai dengan konsep yang tumbuh di dalam sistem-
sistem hukum common law, dan yang umumnya diartikan sebagai
permanent home atau “tempat hidup seseorang secara permanen”.status
personal dari seseorang mengikuti hukum di mana ia berdomisili. Asas ini
dianut oleh negaranegara dengan sistem hukum Anglo Saxon.

C. AZAS KEWARGANEGARAAN DALAM STATUS PERSONAL


Setiap negara yang merdeka dan bedaulat mau tidak mau harus memiliki
warganegara. Tidak ada negara yang berdaulat tidak memiliki warga negara.
Suatu negara tidaklah lengkap jika tidak memiliki warga negara, karena salah satu
syarat sebuah negara harus memiliki suatu kelompok anggota tertentu (warga
negara). Prinsip-prinsip umum kewarganegaraan Kebebasan suatu negara untuk
menentukan siapa menjadi warga negaranya dibatasi oleh prinsip-prinsip umum
(general principles) hukum internasional mengenai kewarganegaraan.Pembatasan
terhadap kebebasan dalam menentukan warga negara:

2
Bayu Seto I, Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, h. 164

4
a. Orang-orang yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan suatu
Negara tidak boleh dimasukkan sebagai warga Negara dari Negara yang
bersangkutan;
b. Suatu Negara tidak boleh menentukan siapa-siapa yang merupakan
warganegara suatu Negara lainnya.

Cara menentukan kewarganegaraan Ada 2 (dua) asas utama dalam


menentukan kewarganegaraan seseorang, yaitu:

a. Asas Tempat Kelahiran (ius soli);


Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya.
Misalnya: seseorang dilahirkan di negara X, maka ia merupakan warga
negara dari negara X tersebut.
b. Asas Keturunan (ius Sanguinis)
Kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunannya.
Misalnya, seseorang yang lahir di Belanda dari kedua orang tuanya yang
mempunyai kewarganegaraan Indonesia, maka yang bersangkutan menjadi
warga Negara Indonesia.Akibat digunakan cara yang berbeda dalam
menentukan kewarganegaraan tersebut dapat menimbulkan lebih dari satu
kewarganegaraan, yaitu kewarganegaraan dengan kedudukan bipatride
atau multipatride. Tetapi bisa seseorang bahkan tidak mempunyai
kewarganegaraan sama sekali (apatride).3

D. AZAS DOMISILI DALAM STATUS PERSONAL


Konsepsi domisili yang dikenal di mana-mana, yaitu bahwa yang
dimaksud dengan domisili adalah Negara atau tempat menetap yang menurut
hukum dianggab sebagai pusat kehidupan seseorang (centre of his life).
Pengertian ini sama dalam setipa stelsel hukum, tetapi apa yang dianggap sebagai
pusat kehidupan seseorang tidak dinilai secara sama. Berbagai cara yang berbeda
digunakan sebagai ukuran untuk menentukan tempat manakah yang merupakan
pusat kehidupan itu. Pengaturan hukum domisili ini sesungguhnya berasal dari
3
Khairandy,Ridwan dkk. Pengantar Hukum Internasional Indonesia" GamaMedia. Yogyakarta:
1999

5
Inggris. Hukum domisili ini didasarkan pada kediaman permanent (permanent
home) seseorang. Istilah domisili ini harus dibedakan dengan istilah lain yang
menggambarkan hubungan individual terhadap suatu tempat tertentu. Tetapi oleh
karena tidak ada definisi yang mutlak atau absolute, maka istilah-istilah tersebut
digunakan secara bergantian dalam konteks khusus untuk mendapat pemahaman
apa yang dimaksud oleh istilah-istilah tersebut.
Asas domisili (domicile) yang dimaksudkan disini hendaknya diartikan
sesuai dengan konsep yang tumbuh di dalam sistem-sistem hukum common law,
dan yang umumnya diartikan sebagai permanent home atau “tempat hidup
seseorang secara permanen”.
Berdasarkan asas ini status dan kewenangan personal seseorang ditentukan
berdasarkan hukum domicile (hukum tempat kediaman permanen) orang itu.
Konsep domicile pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) pengertian,
yaitu :
a. Domicile of Origin, yaitu tempat kediaman permanen seseorang karena
kelahiran orang itu di tempat tertentu56. Bagi anak sah, domicile of origin-
nya adalah negara dimana ayahnya berdomisili pada saat ia (sang anak)
dilahirkan. Sedangkan bagi anak tidak sah, domisili ibunyalah yang
menentukan. Domisili sang ayah tersebut dapat berupa domicile of choice
atau domicile of origin. Dalam hal sang ayah mempunyai domicile of
choice, maka domisili tersebut merupakan domicile of origin sang anak.
Jika sang ayah tidak pernah memperoleh domicile of choice, maka
domicile of origin sang ayahlah yang menentukan.
b. Domicile of Dependence (Domicile by Operation of the Law), yaitu
tempat kediaman permanen seseorang karena kebergantungannya pada
orang lain, misalnya : anak-anak di bawah umur akan mengikuti domicile
orang tuanya, atau istri mengikuti domicile suaminya.
c. Domicile of Choice, yaitu tempat kediaman permanen seseorang yang
dipilih orang itu atas dasar kemauan bebasnya58. Untuk memperoleh
domicile of choice menurut sistem hukum Inggris diharuskan untuk
memenuhi persyaratan, yaitu59 :

6
- Kemampuan (capacity)
- Tempat kediaman (residence)
- Hasrat (intention).4

a. Pernikahan

Di Indonesia, ketentuan yang mengatur perkawinan yang mengandung


elemen asing ini terdapat dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan. Perkawinan yang mengandung elemen asing ini salah satunya adalah
perkawinan campuran. Menurut pasal 57 Undang-undang no. 1 tahun 1974,
perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dan
salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.5

Asas-asas utama yang berkembang dalam HPI tentang hukum yang harus
digunakan untuk mengatur validitas material suatu perkawinan adalah :

a) Asas lex loci celebrationis yang bermakna bahwa validitas material


perkawinan harus ditetapkan berdasarkan kaidah hukum dari tempat di
mana perkawinan diresmikan/dilangsungkan.
b) Asas yang menyatakan bahwa validitas material suatu perkawinan
ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing pihak
menjadi warga negara sebelum perkawinan dilangsungkan;
c) Asas yang menyatakan bahwa validitas material perkawinan harus
ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing pihak
ber domicilie sebelum perkawinan dilangsungkan;
d) Asas yang menyatakan bahwa validitas material perkawinan harus
ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat dilangsungkannya
perkawinan (locus celebrationis), tanpa mengabaikan persyaratan

4
Gautama,Sudargo. Hukum Perdata Internasional.Jilid II Bagian 1 (buku7). Alumni. Bandung:
1981
5
Ridwan Khairandy.2007. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Yogyakarta:FH-UII Press. h.
134

7
perkawinan yang berlaku di dalam sistem hukum para pihak sebelum
perkawinan dilangsungkan.6

Beberapa asas yang berkembang di dalam HPI tentang akibat-akibat


perkawinan (seperti masalah hak dan kewajiban suami istri, hubungan orang tua
dan anak, kekuasaan orang tua, harta kekayaan perkawinan, dan sebagainya)
adalah bahwa akibat-akibat perkawinan tunduk pada :

a) Sistem hukum tempat perkawinan diresmikan (lex loci celebrationis);


b) Sistem hukum dari tempat suami istri bersama-sama menjadi warga negara
setelah perkawinan (joint nationality);
c) Sistem hukum dari tempat suami istri berkediaman tetap bersama setelah
perkawinan (joint residence), atau tempat suami istri ber-domicile tetap
setelah perkawinan.

b. Perceraian

Perceraian adalah terputusnya hubungan perkawinan antara suami istri


secara hukum pada saat keduanya masih hidup. Terhadap masalah perceraian ini
dalam pelbagai sistem hukum terdapat perbedaan. Di negara-negara yang
memegang teguh ajaran gereja Katolik, seperti Filipina tidak boleh ada perceraian.
Di lain pihak ada pula negara-negara yang memperbolehkan perceraian dengan
syarat-syarat tertentu. Mengenai masalah perceraian dengan segala akibat
hukumnya di dalam HPI berkembang beberapa asas yang menyatakan, bahwa hal
tersebut harus diselesaikan berdasarkan sistem hukum dari tempat :

a) Lex loci celebrationis;


b) Joint nationality;
c) Joint residence atau domicile of choice setelah perkawinan; dan
d) Tempat diajukannya perceraian (lex fori);

Contoh yang bisa diberikan di dalam peristiwa perceraian yaitu perkara


perceraian antara salah seorang perempuan warga negara Indonesia dan seorang
6
Bayu Seto Hardjowahono.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung: Citra
Aditya Bakti. h.171

8
pria warga negara Amerika Serikat yang berdomisili di Negara Bagian Colorado,
hakim Pengadilan Negeri Surabaya mendasarkan dirinya pada hukum Negara
Bagian Colorado, Amerika Serikat. Penggunaan putusan tersebut didasarkan,
bahwa di dalam perkawinan campuran pada asasnya berlaku hukum berdasarkan
kewarganegaraan suami. Sang suami adalah warga negara Amerika Serikat yang
berdomisili di negara Bagian Colorado. Sehingga, hakim dalam putusannya
didasarkan pada hukum Negara Bagian Colorado tersebut.

c. Pembagian harta bersama

Fakta-fakta dalam perkara pewarisan yang secara potensial yang umumnya


dapat mempertautkan perkara dengan suatu sistem hukum (lokal atau asing)
adalah :

a) Status dan kependudukan benda/harta peninggalan


b) Penentuan kapasitas hukum/kemampuan hukum si pewaris
c) Penentuan validitas substansial dan atau formal dari testamen

Beberapa asas HPI untuk menentukan hukum yang berlaku dalam persoalan
pewarisan, misalnya:7

a) Umumnya diterima asas bahwa dalam hal benda yang menjadi objek
pewarisan merupakan benda tetap, maka proses pewarisan atas benda-
benda semacam itu harus diatur berdasarkan hukum dari tempat benda
terletak/berada, berdasarkan asas lex rei sitae atau lex situs;
b) Bila benda-benda yang menjadi objek pewarisan adalah benda-benda
bergerak, maka proses pewarisan benda-benda itu dapat ditundukkan
pada kaidah-kaidah hukum waris dari tempat si pewaris menjadi warga
negara (lex patriae) atau berkediaman tetap (lex domicilii) pada saat ia
meninggal dunia;
c) Hukum dari tempat pewaris berdomisili atau menjadi warga negara pada
saat pembuatan testamen;

7
Bayu Seto Hardjowahono.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung:
Citra Aditya Bakti. h.189-191

9
BAB III

PENUTUP

10
A. KESIMPULAN
Status personal dalam Hukum Perdata Internasional ditentukan oleh dua asas
yaitu asas kewarganegaraan dan asas domisili. Setiap negara menganut salah satu
asas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya tersebut. Kedua asas
tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, namun itu bukan
menjadi penyebab tidak dianutnya asas tersebut dalam suatu negara.
B. SARAN
Status personal harus sesuai dengan status personal yang dianut oleh negara.
Peran serta negara sangat besar dalam melindungi dan menjaga kesejahteraan
warga negaranya dengan status personal tersebut. Selain itu status personal
membantunegara dalam menyelesaikan permasalah yang terjadi berkaitan dengan
hukum perdata internasional yang terjadi antara individu dengan negara lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gautama,Sudargo. 1981. Hukum Perdata Internasional, Jilid II, Bagian I (Buku 7).
Alumni, Bandung.

Bayu Seto I. Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.

Khairandy,Ridwan dkk. 1999. Pengantar Hukum Internasional Indonesia".


Yogyakarta: GamaMedia.

Ridwan Khairandy. 2007. Pengantar Hukum Perdata Internasional.


Yogyakarta:FH-UII Press.

Bayu Seto Hardjowahono. 2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.


Bandung: Citra Aditya Bakti.

Bayu Seto Hardjowahono. 2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.


Bandung: Citra Aditya Bakti.

12

Anda mungkin juga menyukai