Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Hukum Perdata
“ Hukum Perorangan ”
Dosen Pengampu:
Kaliandra Saputra Pulungan M.H

Disusun Oleh :
M. Abdul Jalil
Egi Cahyadi
Ramadhani
Haqqy Muhammad
PROGRAM STUDI
JURUSAN AKHWAL AS-SYAHSIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
TUANKU TAMBUSAI
KABUPATEN ROKAN HULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang merupakan salah
satu tugas pada mata kuliah Hukum Perdata yang di ampu oleh dosen: Kaliandra Saputra
Pulungan M.H.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, maka oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari rekan-rekan sekalian, sehingga makalah yang kami buat ini
menjadi makalah yang sempurna.semoga bermanfaat bagi para mahasiswa-mahasiswi, khususnya
pada kami dan semua yang membaca makalah ini, Dan mudah-mudahan juga dapat menambah
wawasan pembaca.

Pasir Pengaraian 18 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
A. Latar belakang ................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Pengertian Subyek Hukum................................................................................................................ 3
B. Pengakuan Sebagai Subyek Hukum ................................................................................................. 3
C. Kewenangan Berhak dan Berbuat ..................................................................................................... 4
D. Akibat Ketidak Cakapan ................................................................................................................... 5
E. Pendewasaan dan Akibat Hukumnya ............................................................................................... 6
F. Domisili dan Keadaan Tak Hadir...................................................................................................... 6
G. Pencatatan Sipil ................................................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN .................................................................................................................................. 10
B. SARAN .............................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum perdata merupakan hukum antar perorangan yang mengatur hak dan
kewajiban perorangan yang satu dengan yang lain di dalam hubungan keluarga dan di
dalam pergaulan masyarakat 1
Dalam sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum dibagi
menjadi 4 buku atau bagian. Satu diantaranya adalah berisi tentang hukum perorangan
(personenrecht),yakni mengatur mengenai pribadi alamiah manusia sebagai subyek hukum
dalam hukum. Juga mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kecakapan seseorang
dalam hukum, hak-hak (kewajiban-kewajiban) subyektif seseorang serta hal-hal yang
mempunyai pengaruh terhadap kedudukan seseorang sebagai subyek hukum.2
Dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai hukum perorangan dan faktor-
faktor yang ada di dalamnya seperti pengerian dan pengakuan subyek hukum, kewenangan,
kecakapan, kedewasaan, domisili, pencatatan sipil, serta pengaruh hukumnya terhadap
terhaap subyek hukum tersebut.

B. Rumusan Masalah
1.

C. Tujuan

1 . Sudikno Mertu Kusumo, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2008), cet. 4, hlm. 129

2 . Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluaraan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 35

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Subyek Hukum


Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban. Dalam KUH Perdata
ada dua macam subyek hukum yang meliputi:
a. Manusia
b. Badan hukum3
Boleh dikatakan setiap manusia, baik warga negara ataupun orang asing dengan tak
memandang agama atau kebudayaannya adalah subjek hukum. Sebagai subyek hukum,
manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum. Ia dapat
4
mengadakan persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya.
Menurut Salmond, baik manusia maupun bukan manusia mempunyai kapasitas sebagai
sunyek hukum kalau dimungkinkan oleh hukum.5

B. Pengakuan Sebagai Subyek Hukum


Manusia sebagai subjek hukum, pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak manusia
itu lahir, dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Bahkan pengakuan manusia sebagai
subjek hukum dapat dilakukan sejak manusia masih di dalam kandungan ibunya, asal ia
dilahirkan hidup. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata, bahwa:
“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah
lahir, bila mana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya,
dianggaplah ia tak pernah telah ada.” 6

3. Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata; Comparative Civil Law, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2014), hlm. 75

4. C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 99

5 . Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), cet. 4, hlm. 206

6
. Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 156

3
Indonesia sebagai negara hukum, mangakui manusia pribadi sebagai subyek hukum,
pendukung hak dan kewajiban. Di dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) disebutkan
7
bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”

C. Kewenangan Berhak dan Berbuat


Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal. Bahkan, jika perlu untuk kepentingannya, dapat dihitung
surut hingga mulai orang itu berada di dalam kandungan, asal saja kemudian ia dilahirkan
hidup, hal ini penting sehubungan dengan waris-mewaris yang terjadi pada suatu waktu, di
mana orang itu masih berada di dalam kandungan.8
Hak dan kewajiban perdata tidak bergantung kepada agama, golongan, kelamin,
umur, waganegara ataupun orang asing. Demikian pula hak dan kewajiban perdata tidak
bergantung pula kepada kaya atau miskin, kedudukan tinggi atau rendah dalam masyarakat,
penguasa (pejabat) ataupun rakyat biasa, semuanya sama.9
Berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam perdata
adalah apabila ia meninggal dunia. Artinya selama seseorang masih hidup selama itu pula
ia mempunyai kewenangan berhak. Pasal 3 BW menyatakan: "Tiada suatu hukumanpun
mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala hak perdata".
Akan tetapi, ada beberapa faktor yang mempegaruhi kewenangan berhak seseorang.
Yang sifatnya membatasi kewenangan berhak tersebut antara lain adalah:10
1. Kewarga-negaraan; misalnya dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa
hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
2. 2. Tempat tinggal; misalnya dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1960
dan Pasal I Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 (Tambahan Pasal 3a s.d. 3e) jo

7 . Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI, 2010), hlm. 24

8 . Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2008), Cet. 33, hlm. 14
9 . Riduan Syahrani, Op.Cit., hlm. 45
10 . Ibid., hlm. 46-47 Riduan Syahrani, Op.Cit., hlm. 45

4
Pasal 10 ayat (2) UUPA disebutkan larangan pemilikan tanah pertanian oleh orang
yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letaktanahnya.
3. Kedudukan atau jabatan; misalnya hakim dan pejabat hukum lainnya tidak boleh
memperoleh barang-barang yang masih dalam perkara.
4. Tingkahlaku atau perbuatan; misalnya dalam Pasal 49 dan 53 Undang-undang No.
1 Tahun 1974 disebutkan, bahwa kekuasaan orang tua dan wali dapat dicabut dengan
keputusan pengadilan dalam hal ia sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang
tua/wali atau berkelakuan buruk sekali.

D. Akibat Ketidak Cakapan


Setiap penyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau cakap
melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Ada beberapa golongan orang yang oleh
hukum telah dinyatakan ‘tidak cakap’ atau ‘kurang cakap’ untuk nertindak sendiri dalam
melakukan perbuatan-perbuatan hukum, mereka harus diwakili atau dibantu orang lain
untuk melkaukannya.11
Mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri
perbuatan hukum ialah:
a. Orang yang masih di bawah umur (belum dewasa)
b. Orang yang di taruh di bawah pengampuan
c. Seorang wanita yang bersuami.12
Bagi mereka yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, maka dalam
melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan diwakili oleh orang lain yang
ditunjuk oleh hakim pengadilan, yakni bisa orang tuanya, walinya, atau pengampunya. 13

11 . C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Op.Cit., hlm. 100


12 . C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008),
hlm. 85
13 . Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 84

5
E. Pendewasaan dan Akibat Hukumnya
Dalam sistem hukum perdata (BW), mereka yang belum dewasa tetapi harus
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seorang dewasa, terdapat lembaga hukum
pendewasaan (handlichting), - yang diatur pada Pasal-pasal 419 s.d. 432.
Pendewasaan merupakan suatu cara untuk meniadakan keadaan belum dewasa
terhadap orang-orang yang belum mencapai umur 21 tahun. Jadi, maksudnya adalah
memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas) sebagai orang dewasa kepada orang-
orang yang belum dewasa. Pendewasaan penuh hanya diberikan kepada orang-orang yang
telah mencapai umur 18 tahun, yang diberikan dengan Keputusan Pengadilan Negeri.
Akan tetapi, lembaga pendewasaan (handlichting) ini sekarang tidak relevan lagi
dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 (Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (2)
yang menentukan bahwa seseorang yang telah mencapai umur 18 tahun adalah dewasa.
Ketentuan Undang-undang Perkawinan yang menetapkan umur seorang dewasa 18 tahun
itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 2 Desember 1976 No. 477
K/Sip/76 dalam perkara perdata antara Masul Susano alias Tan Kim Tjiang vs Nyonya
Tjiang Kim Ho.14

F. Domisili dan Keadaan Tak Hadir


Domisili mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan tempat tinggal
seseorang, tempat seseorang melakukakn perbuatan hukum, tempat pejabat melaksanakan
jabatannya, atau badan hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Secara konseptual
domiili diartikan sebagi:
“That place where a man has his true, fixed and permanent home and principal
establishment, and to which he is absent he has the intention of returning.”15
Artinya, sebuah tempat yang dimiliki seseorang secara benar, tetap, dan permanen.
Setiap kali ia tidak ada di tempat tersebut, ia mempunyai niat untuk kembali. Sedangkan

14 . Riduan Syahrani, Op.Cit., hlm. 48

15 . Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit., hlm. 80-81

6
menurut Sri Soedewi menyebutkka domisili sebagai tempat kediaman, yakni tempat
seseorang melakukan perbuatan hukum.

Domisili disebut pula domicile (Latin), atau domiciie (Belanda/ Inggris),


merupakan tempat yang sah sebagai tempat kediaman yang tepat bagi seseorang, atau bisa
disebut juga tempat tinggal resmi.16
Sedangkan perbuatan hukum itu sendiri merupakan suatu perbuatan yang
menimbulkan akibat hukum. Seperti jual beli, sewa menyew, tukar menukar, hibah, beli
sewa dan lain-lain.tujuan dari penentuan domisili ini adalah untuk mempermudah para
pihak dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain.
Di Indonesia, domisili diatur dalam pasal 17 KUH Perdata sampai dengan Pasal 25.
Di sana domisili dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Domisili yang sesungguhnya, dan
b. Domisili yang dipilih.
Domisili yang sesungguhnya adalah tempat melakukan perbuatan hukum yang
sesungguhnya. Domisili yang sesungguhnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Domisili sukarela atau yang berdiri sendiri adalah tempat kediaman yang tidak
bergantung/ ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain.
b. Domisili yang wajib, yaitu tempat kediaman yang ditentukan oleh hubungan
yang ada antara seseorang dengan orang lain. Misalnya, antara istri dengan
suaminya, antara anak dengan walinya, dan antara curatele dengan curator-nya
(pengampunya).
Mengenai domisili sesungguhnya diatur dalam Pasal 20 sampau dengan Pasal 23
KUH Perdata, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pasal 20: Domisili pegawai.
b. Pasal 21: Domisili Istri, Anak di bawah umur, dan curatele.
c. Pasal 22: Domisili Buruh.
d. Pasal 23: Tempat kediaman orang meninggal.17

16 . Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 103

17 . Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit., hlm. 93-94

7
Domicile of choice (domisili yang dipilih) merupakan domisili yang dipilih oleh
peraturan perundang-undangan maupun yang ditentukan secara bebeas. Domisili ini dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
a) Domisili yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu tempat kediaman yang dipilih
berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Biasanya terdapat dalam hukum acara, waktu melakukan eksekusi, dan orang yang
akan mengajukan eksepsi (tangkisan). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 66 UU No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang berbunyi: “seorang suami yang ingin
menggugat istrinya, maka ia harus mengajukan gugatan di tempat tinggal istrinya.”
b) Domisili secara bebas, yaitu tempat kediaman yang dipi;ih secara bebas oelh para
pihak yang akan mengadakan kontrak atau hubungan hukum.
Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan tida adanya seseorang di tempat
kediamannya karena kepergian atau meninggalkan tempat tingganya, baik
dengan izin maupun tanpa izin dan tidak diketahui dimana tempat dia berada.
18
Keadaan tidak hadir yang berlangsung lama dapat menimbulkan persoalan, yaitu
dugaan telah meninggal dunia. Dugaan ini tombul apabila pencarian telah dilakukan
dengan segala upaya, dengan perantara orang lain, dengan bantuan pejabat negara,
atau dengan bantuan media massa, tetapi tidak juga ditemukan keberadaan yang
bersangkutan. Berlangsung lama, menurut KUH Perdata, tidak ada kabar beritanya
sekurang-kurangnya 5 tahun dan sampai 10 tahun.
Selain itu, keadaan tak hadir ini juga berpengaruh pada:
a. Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan.
b. Status hukum yang bersangkutan sendiri, atau status hukum anggota
keluarga yang ditinggalkan mengenai perkawinan dan perwarisan.

G. Pencatatan Sipil
Catatan sipil, atau dalam bahasa lain disebut the civil registry (Inggris), het
maatschappelijk (Belanda), burgerkring beachten (Jeman), mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan lembaga ini

18
. Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 50-51

8
berperan di dalam kerangka memberikan kepastian hukum tentang kelahiran, perkawinan,
pengakuan terhadap anak luar kawin, perceraian, dan kematian.
Catatan sipil diatur di dalam Bab II Buku KUH Perdata Indonesia, yang terdiri atas
tiga bagian dan 13 pasal, dan dimulai dari Pasal 4 KUH Perdata Indonesia sampai dengan
Pasal 16 KUH Perdata Indonesia. Di sana dijelaskan ada lima jenis register atau catatan
sipil, yang meliputi:
a. Daftar kelahiran
b. Daftar pemberitahuan kawin
c. Daftar izin kawin
d. Daftar perkawinan dan perceraian
e. Daftar kematian.
Lembaga yang berwenang mengeluarkan kelima jenis register tersebut adalah
Kantor Catatan Sipil Kabupaten/ Kotamadya. Yang diberikan kepada yang bersangkutan
hanya salinannya saja, sedangkan aslinya tetap disimpan di Kantor Catatan Sipil.
Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipil adalah: 19
a. Agar setiap warga masyarakat dapat memiliki bukti-bukti otentik.
b. Memperlancar aktifitas pemerintah di bidang kependudukan.
c. Memberikan kepastian hukum bagi kedudukan hukum setiap warga masyarakat,
misalnya kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan, kematian dan lainnya.

19
. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet. 6, hlm. 155

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari penjelasan singkat dia atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya:

1. Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban. Dapat dikatakan bahwa setiap
manusia baik warga negara maupun orang asing adalah pembawa hak dan kewajiban untuk
melakukan perbuatan hukum.
2. Meskipun setiap subyek hukum mempunya hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan
hukum, namun perbuatan tersebut harus didukung dengan kecakapan dan kewenangan
hukum.
3. Orang yang dianggap tidak cakap oleh hukum adalah orang yang belum dewasa, berada
dipengampuan, atau seorang perumpeuan yang bersuami. Mereka baru dapat melakukan
perbuatan hukum bila diwakili.
4. Meskipun sudah dianggap cakap oleh hukum, belum tentu orang tersebut memiliki
kewenangan hukum. Ini karena kewenangan hukum dibatasi oleh kewarganegaraan,
tempat tinggal (domisili), kedudukan atau jabatan, tingkah laku atau perbuatan.

B. SARAN
Dalam makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik
ALLAH, untuk itu kami selaku penulis mengharap saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan makalah selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

HS., Salim dan Erlies Septiana Nurbani, 2014, Perbandingan Hukum Perdata; Comparative Civil Law,
Jakarta: RajaGrafindo Persada

Ishaq, 2014, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), Jakarta: RajaGrafindo Persada

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil, 2008, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,

Kusumo, Sudikno Mertu, 2008, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, cet. 4

Marzuki, Peter Mahmud, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet. 4

Muhammad, Abdulkadir, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI

Soeroso, 2005, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 6

Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, Cet. 33

Sudarsono, 2009, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta

Syahrani, Riduan, 2006, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: PT Alumi, Cet. 3

Usman, Rachmadi, 2006, Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluaraan di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika

11

Anda mungkin juga menyukai