Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KELOMPOK 4 “ HUKUM PERORANGAN “

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDATA

Disusun oleh :

Annisa zulfa (NIM 11210490000099)

Syaiful azhari (NIM 11210490000129)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga
penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini kami susun
sebagai tugas dari mata kuliah huku perdata dengan judul “Hukum
perorangan”.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca dan untuk
kedepannya ada yang dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah menjadi lebih baik lagi .
Kami yakin, masih banyak sekali kekurangan dalam makalah
yang kami buat ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami . Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Tangerang Selatan, 23 Maret 2022

Penyusun

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
A) Latar Belakang ...............................................................................
B) Rumusan Masalah ..........................................................................
C) Tujuan penulisan ............................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................
A) Arti Subyek Hukum Kecakapan Bertindak ......................................
B) Pendewasaan .................................................................................
C) Pengampuan ..................................................................................
D) Domisili ..........................................................................................
E) Keadaan tak hadir ..........................................................................
BAB III PENUTUP .................................................................................
A) Kesimpulan ....................................................................................
B) Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mengkaji dan mencermati uraian mengenai kedudukan manusia
sebagai subyek hukum. Sehubungan dengan itu setelah mahasiswa mengkaji
dan mencermati uraian ini, diharapkan mampu menjelaskan kedudukan
manusia sebagai subyek hukum.
Menurut Agus Somawinata ( 1996 :9) yang dimaksud dengan subyek hukum
adalah pendukung hak-hak perdata dan kewajiban-kewajiban perdata subyek
atau pendukung dari hubungan hukum yaitu hubungan hukum perdata yang
mempunyai hak perdata. Dengan demikian,kita dapat menerima secara
gamblang bahwa setiap manusia dalam kedudukannya sebagai subyek
hukum mempunyai wewenang hukum,yaitu wewenang untuk memiliki hak-
hak subyektif.

B. Rumusan masalah

o Apa itu arti subyek hukum kecakapan bertindak ?


o Apa itu pendewasaan ?
o Apa itu pengampuan ?
o Apa iu domisili ?
o Apa itu keadaan tak hadir ?

C. Tujuan penuliisan
Mahasiswa dapat mengetahui hal hal tentang subyek hukum kecakapan
bertindak,Pendewasaan,Pengampuan,Domisili,dan keadaan tak hadir
BAB II
PEMBAHASAN

A) Arti subyek hukum kecakapan bertindak

Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan recht subject (Belanda) atau
law of subject (Inggris) . Pada umumnya subjek hukum diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban . Pengertian subyek hukum menurut Algra
adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai
wewenang hukum (recht bevoegheid) dan kewajiban hukum 1. Menurut Chaidir
Ali, menyatakan bahwa subjek hukum ada lah manusia yang berkepribadian
hukum, dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat
demikian itu oleh hu kum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. 2

Selanjutnya Algra, menyatakan bahwa subjek hukum adalah setiap orang


yang memiliki hak dan kewajiban, sehingga memiliki otoritas hukum
(rechtsbevoegheid).

Subjek hukum terdiri dari orang (natuurlijk persoon) dan badan hukum
(rehts persoon). Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia pribadi dan badan
hukum. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa manusia
adalah makhluk yg berakal budi (mampu menguasai makhluk lain), sedangkan
Chidir Ali mengartikan manusia adalah makhluk yang berwujud dan berohani,
yang berasa, yang berbuat dan menilai, berpengatahuan dan berwatak Badan
hukum (recht persoon) adalah subjek hukum ciptaan manusia pribadi
berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi.
Terdapat 3 (tiga) macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya,
yaitu:

1
D.R Yulia S.H , M.H , Buku ajar hukum perdata, Hal 24
2
1. Badan hukum yang berbentuk oleh pemerintah (penguasa), contoh,
badan-badan pemeritah, Perusahaan Negara (Perum).
2. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa), contoh: Perseroan
Terbatas (PT), Koperasi.
3. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu
bersifat ideal, contoh, yayasan (pendidikan, sosial, keagamaan) 3

"badan hukum" ini adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa,
sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Dan
sebagai subjek hukum yang tidak berjiwa,maka badan hukum tidak dapat dan
tidak mungkin berkecimpung di lapangan keluarga seperti me ngadakan
perkawinan, melahirkan anak, dan sebagainya. Adanya badan hukum
(rechtspersoon) di samping manusia (na tuurlijk persoon) adalah suatu realitas
yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan di tengah-tengah
masyarakat. Sebab, manusia selain mempunyai kepentingan perseorangan.4

Dalam lapangan hukum perdata, unsur usia memiliki peranan yang cukup
penting, sebab dikaitkan dengan masalah kecakapan bertindak seseorang
sebagai subyek hukum dalam tindakan hukumnya . Sebagian besar munculnya
hak-hak (subyektif) dan dengan kewajiban-kewajiban hukum, dikaitkan dengan
atau terjadi melalui tindakan hukum. Padahal kecakapan untuk melakukan
tindakan hukum dikaitkan dengan faktor kedewasaan, yang didasarkan antara
lain atas dasar umur. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan hukum adalah
tindakan-tindakan yang menimbulkan akibat hukum dan akibat hukum itu
dikehendaki atau dapat dianggap dikehendaki. Dengan demikian, umur
memegang peranan yang penting untuk lahirnya hak-hak tertentu 5.

3
D.R Yulia S.H , M.H , Buku ajar hukum perdata, Hal 24-26
5
Kecakapan bertindak dalam melakukan perbuatan hukum setelah berlakunya UU no 30 ahun 2004,oleh
Ningru puji lestari S.H
Di dalam hukum, seseorang dapat dikatakan cakap bertindak apabila
seseorang tersebut telah dewasa.Dalam hukum perdata indonesia,yaitu
berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata ,batasan umur dewasa
seseorang diatur dalam pasal 330 yang menentukan bahwa “Batasan ewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun,dan
tidak lebih dahulu telah menikah” 6
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian diatur dalam pasal 1320 K.U.H
Perdata yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian menentukan
bahwa untuk syarat sahnya suatu perjanjan diperlukan empat syarat yani
sebagai berikut :7

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

Menurut pasal 2 K.U.H.Perdata manusia menjadi pendukung hak dan


kewajiban dalam hukum sejak lahir sampai meninggal,tetapi tidak semua orang
dapat menjadi pendukung hukum (Recht) adalah cakap (Bekwaan) untuk
melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Secara konsepsional,cakap
(Bekwaan) terkait pada seseorang berdasarkan unsur fisiologis dan psikologis
sehingga makna kecakapan terkait dengan umur,melekat pada mereka yang
tidak lagi “Minderjarig” yaitu setelah dianggap memasuki fase kedewasaan
akhir atau disebut Adoulthood. Hal ini terkait dengan kapasitas mental dan akal
sehat seseorang untuk mengetahui akibat-akibat perbuatannya..8

B) Pendewasaan (Handlichiting)

6
K.U.H Perdata
77
Syarat sahnya perjanjian tentang cakap bertindak dalam hukum menurut pasal 1320 ayat 2 K.U.H.Perdata
oleh Devy Kumalasari,Dwi Wachidiyah Ningsih
8
Pendewasaan menurut para ahli 9
 Riduan Syahrani: pendewasaan merupakan suatu cara untuk
meniadakan keadaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum
mencapai umur 21 tahun. Memberikan kedudukan hukum (penuh atau
terbatas) sebagai orang dewasa kepada orang-orang yang belum
dewasa. Pendewasaan penuh hanya diberikan kepada orang-orang
yang telah mencapai usia 18 tahun, yang diberikan dengan keputusan
Pengadila Negeri.
 Subekti: pendewasaan adalah suatu pernyataan tentang seseorang yang
belum mencapai dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal
dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa.
 Abdul Kadir Muhammad: pendewasaan adalah suatu upaya hukum
yang di gunakan untuk meniadakan keadaan belum dewasa, baik
keseluruhan maupun hal-hal tertentu.
Pendewasaan terbagi menjadi dua yaitu ;

1. Pendewasaan sempurna, adalah pendewasaan yang meniadakan keadaan


minderjarigheid untuk keseluruhan. Pendewasaan yang sempurna
diperoleh melalui surat pernyataan sudah meerderjarig (venia aetatis) dari
Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.
Permohonan untuk mendapatkan venia aetatis dapat diajukan apabila
yang bersangkutan paling tidak sudah berumur 20 tahun. Melalui
pendewasaan yang sempurna ini ia diperkenankan untuk bertindak sendiri
dalam lalu lintas hukum seolah-olah ia sudah meerderjarig (Pasal 424
Burgerlijk Wetboek).
2. Pendewasaan terbatas, merupakan pendewasaan yang diberikan hanya
untuk hal-hal tertentu (Pasal 426 Burgerlijk Wetboek). Sesuai dengan
ketentuan Pasal 426 Burgerlijk Wetboek, pendewasaan terbatas hanya

9
Jurnal “Batasa kedewasaan dan kecakapan hukum” oleh Sanawiah & Muhammad Zainul
diberikan kepada anak-anak yang sudah genap berumur 18 tahun.
Sebelum memberikan pendewasaan, pengadilan akan terlebih dahulu
mendengar orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau wali,
dan wali pengawas bila anak tersebut berada di bawah perwalian.
Pendewasaan terbatas diberikan untuk memberikan hak-hak tertentu
seperti yang dimiliki oleh orang-orang yang sudah meerderjarig, yaitu
untuk:
1. penguasaan bebas atas penghasilannya sendiri
2. mempuat perjanjian sewa menyewa
3. penguasan dan penanaman tanahnya sendiri (ladang, sawah,
perkebunan)
4. pengurusan perusahaan
5. menjalankan usaha kerajinan tangan (memahat, melukis, dan lain
sebagainya)
6. ikut serta dalam pendirian pabrik
7. mendirikan pabrik sendiri
8. usaha dagang tertentu

C) Pengampuan

Pengampuan adalah keadaan seseorang (curandus) karena sifat pribadinya


dianggap tidak cakap atau di dalam segala hal tidak cakap bertindak sendiri
(pribadi) dalam lalu lintas hukum. Atas dasar hal itu, orang tersebut dengan
keputusan Hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap
bertindak .10 adapun syarat-syaratnya antara lain diatur dalan Pasal 433 KUH
Perdata “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu,
gila, mata gelap, harus ditempatkan dibawah pengampuan , sekalipun ia

10
situs web https://bhpjakarta.kemenkumham.go.id ›
kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya, Seorang dewasa boleh juga
ditempatkan dibawah pengampuan karena keborosan”

Sesuai dengan ketentuan pasal 434 KUH Perdata, tidak semua orang dapat
ditunjuk dan di tetapkan sebagai pemegang hak pengampuan, Hukum
mensyartkan hanya orang yang memiliki hubungan darah saja yang dapat
mengajukan dan ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan. Bahkan
terhadap saudara semenda (Hubungan persaudaraan karena tali perkawinan )
pun , hukum tetapmengutamakan orang yang memiliki hubungan darah sebagai
pemegang hak pengampuannya.11

Pengampuan dapat berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut

a) Alasan Absolut

 Orang yang berada dibawah pengampuan meninggal dunia.


 Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan
alasan-alasan di bawah pengampuan telah dihapus.

b) Alasan Relatif

 Pengampu meninggal dunia


 Pengampu dipecat atau dibebastugaskan

D) Domisili (Tempat tinggal)

Menurut undang-undang tempat tinggal adalah tempat di mana seseorang itu


harus melakukan suatu perbuatan hokum, Oleh karena itu menurut Abdul Kadir
Muhammad tempat tinggal adalah tempat di mana seseorang itu tinggal atau
berkedudukan serta memiliki hak dan kewajiban menurut hukum.

11
Tempat tinggal manusia pribadi biasa disebut dengan tempat kediaman.
Tempat kediaman memiliki pengertian bahwa tempat di mana seseorang itu
dianggap menetap dan mendiami serta selalu ada/hadir di tempat tersebut.
Mengenal hal melaksanakan hak dan kewajiban-kewajibannya juga meskipun
kenyataannya dia tidak ada di situ (Sri Sudewi Maschun Sofwan 1994, hal 24).

Menurut kitab undang-undang hukum perdata tempat kediaman itu sering


kali disebut dengan rumah kadang-kadang kota. Maka dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu memiliki tempat tinggal karena
tempat tinggal itu adalah tempat di mana seseorang melakukan kegiatan sehari-
hari atau di mana seseorang itu memiliki kediaman yang pokok. Akan tetapi
untuk menentukan tempat tinggal seseorang kadang kala mengalami kesulitan
khususnya bagi orang yang memiliki lebih dari satu tempat tinggal, sehingga ia
selalu berpindah-pindah tempat tinggal/rumah. Hal yang demikian
menyebabkan harus diadakan selain tempat kediaman hukum juga tempat
kediaman yang sebenarnya. Pada umumnya tempat tinggal hukum yang sama
dengan tempat kedimaman yang sebenarnya, tetapi mungkin juga berbeda.12

Berdasarkan definisi tersebut di atas terkandung unsur-unsur dalam rumusan


domisili, yaitu: (1) adanya tempat tertentu apakah tempat itu tetap atau
sementara; (2) adanya orang yang selalu hadir pada tempat tersebut; (3) adanya
hak dan kewajiban; dan (4) adanya prestasi. Menurut hukum tiap-tiap orang
harus mempunyai tempar tinggal (domisili) di mana ia harus dicari. Pentingnya
domisili ini ialah dalam hal:

 di mana seorang harus menikah (Pasal 78 KUH Per.);


 di mana seorang harus dipanggil oleh pengadilan (Pasal 1393 KUH Per.);
dan

12
DR. Tiktik Triwulan, Hukum perdata dalam sistem hukum nasional ,hal 58
 pengadilan mana yang terhadap seseorang (Pasal 207 KUH Per.), dan
sebagainya.

Domisili dapat dibedakan menurut sistem hukum yang meng aturnya, yaitu
menurut Common Law (sistem Anglo Saxon Ing gris) dan hukum Eropa
Kontinental. Dalam Common Lawe, do misili dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu: (1) domicili of origin, yaitu tempat tinggal seseorang yang ditentukan
oleh tempat asal seseorang sebagai tempat kelahiran ayahnya yang sah; (2)
domicili of origin domicili of dependence, yaitu tempat tinggal yang di tentukan
oleh domisili dari ayah bagi anak yang belum dewasa, domisili ibu bagi anak
yang tidak sah, dan bagi istri ditentukan oleh domilisi suaminya; dan (3)
domicili of choice, yaitu tempat tinggal yang ditentukan oleh pilihan seseorang
yang telah dewasa, di samping tindak tanduknya sehari-hari.13

E) Keadaan tak hadir

Pengaturan keadaan tidak hadir (afwezigheid) diatur dalam Buku I Bab


Kedelapan Belas KUHPerdata mulai Pasal 463 sampai Pasal 495 KUHPerdata,
akan tetapi Pasal 463 itu sendiri tidak memberikan pengertian atau defenisi
secara rinci mengenai keadaan tidak hadir (afwezigheid). Keadaan tidak hadir
(afwezigheid) diartikan sebagai suatu keadaan seseorang yang tidak berada
ditempat karena meninggalkan kediamannya untuk waktu tertentu tanpa
meninggalkan pesan atau kuasa untuk mewakili dirinya atau mengurus harta
kekayaannya.14

Menurut Sudarsono memberikan gambaran atau defenisi secara terbalik


dengan menyatakan “Apabila suatu keadaan dimana seseorang meninggalkan
tempat tinggalnya dan tidak diketahui dimana seseorang tersebut berada maka
keadaan ini disebut dengan keadaan tak hadir.”19

13
DR. Tiktik Triwulan, Hukum perdata dalam sistem hukum nasional ,hal 59
14
Tan Kamello, Syarifah Lisa Andriati, Hukum Perdata: Hukum Orang dan Keluarga, USU Press, Medan, 2011,
hal 30.
Berdasarkan ketentuan Pasal 463 dan Pasal 467 KUHPerdata mengartikan
keadaan tidak hadir (afwezigheid) dapat disimpulkan sebagai keadaan tidak
hadirnya seseorang ditempat kediaman atau domisilinya karena meninggalkan
tempat tinggalnya baik dengan meninggalkan kuasa maupun tidak dimana
keberadaannya tidak ketahui15

keadaan tidak hadir (afwezigheid) terdiri dari beberapa unsur, yaitu:

a. Meninggalkan tempat kediaman.

b. Tanpa memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakilinya.

c. Tidak menunjuk atau memberikan kepada orang lain untuk mengurus


kepentingannya.

d. Bilamana pemberi kuasa telah gugur .

e. Bilamana timbul keadaan yang memaksa untuk menanggulangi pengurusan


harta bendanya secara keseluruhan atau sebagian.

f. Untuk mengangkat seorang wakil, harus diadakan tindakan-tindakan hukum


untuk mengisi kekosongan sebagian akibat ketidakhadiran tersebut.21

Apabila memenuhi unsur-unsur tersebut di atas, maka seseorang dapat


dinyatakan dalam keadaan tidak hadir (afwezigheid), sehingga perlu ditunjuk
seorang wakil yang akan melaksanakan hak dan menuaikan kewajiban yang
bersangkutan.16

Dalam prakteknya secara umum dapat dikemukakan syarat untuk mengajukan


permohonan keadaan tidak hadir (afwezigheid) adalah sebagai berikut: 17

a. Seseorang dapat membuktikan bahwa ia menguasai harta milik orang lain,


umpamanya menguasai sebidang tanah dan bangunan berikut segala sesuatu

15
16
Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2010,
hal 33-34.
17
Sripsi “ Kedudukan hukum harta orang dalam keadaan tidak hadir” oleh jessica vania theresa samosir
yang berdiri dan tumbuh di atasnya, sedangkan pemilik sebidang tanah dan
bangunan atau pekarangan itu tidak ada.

b. Adanya maksud dari penghuni tersebut untuk memiliki rumah berikut


pekarangan milik orang lain yang tidak diketahui lagi dimana keberadaanya
melalui jalur hukum yang diperkenankan oleh Undang-Undang.

c. Dapat menunjukkan alat-alat bukti, bahwa seseorang itu telah meninggalkan


tempat tinggalnya (domisilinya) dan tidak diketahui lagi dimana
keberadaannya. Alat bukti tersebut adalah surat-surat yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang, misalnya Lurah, Camat dan lainnya.

d. Dapat dikemukakan saksi-saksi dalam sidang permohonan yang mengetahui


bahwa benar seseorang telah meninggalkan tempat tinggalnya atau
domisilinya.

BAB 3
PENUTUP
a) Kesimpulan
 Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan recht subject (Belanda) atau
law of subject (Inggris) . Pada umumnya subjek hukum diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban . Pengertian subyek hukum menurut Algra
adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai
wewenang hukum (recht bevoegheid) dan kewajiban hukum 18. Menurut
Chaidir Ali, menyatakan bahwa subjek hukum ada lah manusia yang
berkepribadian hukum, dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan
kebutuhan masyarakat demikian itu oleh hu kum diakui sebagai
pendukung hak dan kewajiban
 "badan hukum" ini adalah pendukung hak dan kewajiban yang tidak
berjiwa, sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni
manusia. Dan sebagai subjek hukum yang tidak berjiwa,maka badan
hukum tidak dapat dan tidak mungkin berkecimpung di lapangan

18
D.R Yulia S.H , M.H , Buku ajar hukum perdata, Hal 24
keluarga seperti me ngadakan perkawinan, melahirkan anak, dan
sebagainya. Adanya badan hukum (rechtspersoon) di samping manusia
(na tuurlijk persoon) adalah suatu realitas yang timbul sebagai suatu
kebutuhan hukum dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Sebab,
manusia selain mempunyai kepentingan perseorangan
 Riduan Syahrani: pendewasaan merupakan suatu cara untuk meniadakan
keadaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai umur
21 tahun. Memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas) sebagai
orang dewasa kepada orang-orang yang belum dewasa. Pendewasaan
penuh hanya diberikan kepada orang-orang yang telah mencapai usia 18
tahun, yang diberikan dengan keputusan Pengadila Negeri.
 Pengampuan adalah keadaan seseorang (curandus) karena sifat
pribadinya dianggap tidak cakap atau di dalam segala hal tidak cakap
bertindak sendiri (pribadi) dalam lalu lintas hukum. Atas dasar hal itu,
orang tersebut dengan keputusan Hakim dimasukkan ke dalam golongan
orang yang tidak cakap bertindak
 Menurut undang-undang tempat tinggal adalah tempat di mana seseorang
itu harus melakukan suatu perbuatan hokum, Oleh karena itu menurut
Abdul Kadir Muhammad tempat tinggal adalah tempat di mana seseorang
itu tinggal atau berkedudukan serta memiliki hak dan kewajiban menurut
hukum.
 Pengaturan keadaan tidak hadir (afwezigheid) diatur dalam Buku I Bab
Kedelapan Belas KUHPerdata mulai Pasal 463 sampai Pasal 495
KUHPerdata, akan tetapi Pasal 463 itu sendiri tidak memberikan
pengertian atau defenisi secara rinci mengenai keadaan tidak hadir
(afwezigheid). Keadaan tidak hadir (afwezigheid) diartikan sebagai suatu
keadaan seseorang yang tidak berada ditempat karena meninggalkan
kediamannya untuk waktu tertentu tanpa meninggalkan pesan atau kuasa
untuk mewakili dirinya atau mengurus harta kekayaannya.

DAFTAR PUSTAKA

D.R Yulia S.H , M.H , Buku ajar hukum perdata,

Kecakapan bertindak dalam melakukan perbuatan hukum setelah


berlakunya UU no 30 ahun 2004,oleh Ningru puji lestari S.H
Syarat sahnya perjanjian tentang cakap bertindak dalam hukum menurut
pasal 1320 ayat 2 K.U.H.Perdata oleh Devy Kumalasari,Dwi Wachidiyah
Ningsih
Jurnal “Batasa kedewasaan dan kecakapan hukum” oleh Sanawiah &
Muhammad Zainul
DR. Tiktik Triwulan, Hukum perdata dalam sistem hukum nasional
Tan Kamello, Syarifah Lisa Andriati, Hukum Perdata: Hukum Orang dan
Keluarga, USU Press, Medan, 2011,
Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, UPT Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang, 2010, hal 33-34.
Sripsi “ Kedudukan hukum harta orang dalam keadaan tidak hadir” oleh jessica
vania theresa samosir

Anda mungkin juga menyukai