Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PERBUATAN HUKUM DALAM SUDUT

PANDANG LOGIKA

Dosen Pengampu :

Dr. Bambang Sudiarto, S.H., M.H


Nanda Umara, S.H., M.H

Disusun oleh :

Siti Ananda Putri Melinda


2019200194

Logika Hukum

Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Tangerang Selatan
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................i
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................1
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
Logika Hukum.........................................................................................................................................2
Perbuatan Hukum....................................................................................................................................4
Perbuatan Hukum dengan Sudut Pandang Logika...................................................................................7

i
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia
dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan
manusia dalam masyarakat selain dipedomani moral manusia itu sendiri, diatur
pula oleh agama, oleh kaidah-kaidah sosial, kesopanan, adat istiadat dan kaidah-
kaidah sosial lainnya. Antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya ini, terdapat
hubungan jalin menjalin yang erat, yang satu memperkuat yang lainnya.
Adakalanya hukum tidak sesuai atau serasi dengan kaidah-kaidah sosial lainnya.
Latar Belakang Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan
indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar. Selain penalaran bagian dari penalaran yaitu
penalaran deduktif dan induktif akan kita ketahui pada makalah ini serta
bagaimana cara menarik simpulan dengan cara langsung dan tidak langsung.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbuatan hukum dalam sudut pandang logika ?

1
PEMBAHASAN

Dalam pergaulan hidup manusia, tiap hari manusia selalu melakukan


aktifitas baik untuk  memenuhi kepentingannya maupun hanya untuk berinteraksi
dengan sesamanya. Aktifitas tersebut mungkin perbuatan yang disengaja atau
perbuatan yang tidak sengaja. Segala perbuatan yang dilakukan manusia secara
sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak kewajiban-kewajiban
dinamakan perbuatan hukum. Misalnya membuat surat wasiat, membuat
persetujuan-persetuan dan semacamnya. Dengan kata lain bahwa Perbuatan
Hukum adalah setiap perbuatan subyek hukum (manusia atau badan hukum) yang
akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak
dari yang melakukan hukum.

Logika Hukum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan pengetahuan


tentang kaidah berpikir, jalan pikiran yang masuk akal. Menurut Munir Fuadi
logika berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan
dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Kelsen
memandang ilmu hukum adalah pengalaman logical suatu bahan di dalamnya
sendiri adalah logikal . Ilmu hukum adalah semata-mata hanya ilmu logikal. Ilmu
hukum adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan juga sosiologikal .
Logika hukum (legal reasoning) mempunyai dua arti, yakni arti luas dan arti
sempit. Dalam arti luas, logika hukum berhubungan dengan aspek psikologis yang
dialami hakim dalam membuat suatu penalaran dan putusan hukum. Logika hukum

2
dalam arti sempit, berhubungan dengan kajian logika terhadap suatu putusan
hukum, yakni dengan melakukan penelaahan terhadap model argumentasi,
ketepatan dan kesahihan alasan pendukung putusan.

Munir Fuady menjelaskan bahwa logika dari ilmu hukum yang disusun oleh
hukum mencakup beberapa prinsip diantaranya; pertama, prinsip eksklusi, adalah
suatu teori yang memberikan pra anggapan bahwa sejumlah putusan independen
dari badan legislatif merupakan sumber bagi setiap orang, karenanya mereka dapat
mengidentifikasi sistem. Kedua, prinsip subsumption, adalah prinsip di mana
berdasarkan prisip tersebut ilmu hukum membuat suatu hubungan hierarkhis antara
aturan hukum yang bersumber dari legislatif superior dengan yang inferior. Ketiga,
prinsip derogasi, adalah prinsip-prinsip yang merupakan dasar penolakan dari teori
terhadap aturan-aturan yang bertentangan dengan aturan yang lain dengan sumber
yang lebih superior. Keempat, prinsip kontradiksi, adalah adalah prinsip-prinsip
yang merupakan dasar berpijak bagi teori hukum untuk menolak kemungkinan
adanya kontradiksi di antara peraturan yang ada.

Dapat dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah
penalaran tentang hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian
dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum,
seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli
hokum menalar hukum. Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk
mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang
merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi perdagangan, dll) ataupun yang
merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun administratif) dan
memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.

3
Perbuatan Hukum

Untuk adanya suatu perbuatan hukum harus disertai dengan pernyataan


kehendak dari yang melakukan perbuatan hukum tersebut dan akibat dari
perbuatan itu diatur oleh hukum. Dan pernyataan kehendak pada asasnya tidak
terikat dengan bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya. Oleh karena
itu bentuk pernyataan kehendak dapat terjadi:
1. Pernyataan kehendak secara tegas, dapat dilakukan dengan:

a. Tertulis, yang dapat terjadi antara lain; ditulis sendiri, ditulis oleh pejabat
tertentu ditanda-tangani oleh pejabat itu, disebut juga akte otentik atau akte
resmi seperti mendirikan PT dan semacamnya.
b. Mengucapkan kata, pernyataan kehendak ini cukup dengan mengucapka
kata setuju, misalnya dengan mengucapkan ya, dan semacamnya.
2. Pernyataan kehendak secara diam-diam dapat diketahui dari sikap atau

perbuatan, misalnya; sikap diam yang ditunjukkan dalam rapat berarti setuju,
seseorang gadis yang ditanya oleh orang tuanya untuk dinikahkan dengan
seorang pemuda gadis itu diam berarti setuju[2][2].

Adapun perbuatan hukum itu terdiri dari:


a. Perbuatan hukum sepihak
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan
hak dan kewajiban pada satu pihak pulka. Contoh:
· Perbuatan membuat surat wasiat (pasal 875 KUH Perdata)
· Pemberian hibah sesuatu benda (pasal 1666 KUH Perdata
b. Perbuatan hukum dua pihak
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-
hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misal:
4
persetujuan jual beli (pasal 1457), perjanjian sewa menyewa (pasal 1548 KUH
Perdata), dan lain-lain. Adapun perbuatan yang akibatnya tidak dikehendari
oleh yang tersangkut adalah bukan perbuatan hukum, meskipun perbuatan
tersebut diatur oleh peraturan hukum. Jadi dapat dikatakan bahwa kehendak
dari yang melakukan perbuatan itu menjadi unsur pokok dari perbuatan
tersebut.

Bukan perbuatan hukum ada dua macam:


1. Perbuatan hukum yang dilarang oleh hukum.
Perbuatan ini menjadi akibat hukum yang tak tergantung pada kehendak.
Contoh:
a. Zaakwaarneming, ialah tindakan mengurus kepentingan orang lain tanpa
diminta oleh orang itu untuk kepentingannya. Misalnya: A sakit, sehingga
tidak dapat mengurus kepentingannya. Tanpa diminta oleh A, B mengurus
kepentingan A. B wajib meneruskan mengurus itu sampai A sembuh dan
dapat mengurus kepentingannya kembali.
Hal ini sesuai dengan pasal 1354 KUH Perdata, “Jika seorang dengan
sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang
lain dengan atau tanpa pengetahuan orang lain, maka ia secara diam-diam
mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut,
sampai orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan segala
sesuatu yang termasuk urusan tersebut. Ia memikul segala kewajiban yang
harus dipikulnya, seandainya iua dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa
yang dinyatakan dengan tegas.
b. Onverschultigde betaling, ialah orang yang membayar utang kepada orang
lain, karena ia mengira mempunyai utang yang sebenarnya tidak. Untuk ini
diatur oleh pasal 1359 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap-tiap pembayaran
5
memperkirakan adanya suatu utang. Apa yang telah dibayarkan dengan tidak
diwajibkan, dapat dituntut kembali”. Terhadap perkiraan-perkiraan bebas,
yang secara sukarela telah dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan
kembali.
2. Perbuatan yang dilarang oleh hukum (onrechtmatige daad)
Perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perbuatan melawan hukum yang
lazimnya disebut “onrechtmatige daad” adalah sesuatu perbuatan yang
menimbulkan kerugian kepada orang lain dan mewajibkan sipelaku/pembuat
yang bersalah untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya (KUHPerdata
pasal 1365). Perbuatan melawan hukum tersebut diatur dalam pasal 1365-1380
KUH Perdata.
Perbuatan tersebut dikatakan melawan hukum, apabila perbuatan itu
bertentangan dengan hukum pada umumnya. Yang dimaksud dengan hukum
bukan hanya berupa undang-undang saja, melainkan termasuk juga hukum tak
tertulis, yang harus ditaati oleh masyarakat.
Kerugian maksudnya adalah kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh
perbuatan melawan hukum tersebut antara lain: kerugian-kerugian dan
perbuatan-perbuatan itu harus ada hubungannya secara langsung, kerugian itu
ditimbulkan karena kesalahan pembuat/pelaku.

Sedangkan yang dimaksud dengan kesalahan ialah apabila pada pelaku ada
kesengajaan atau kealpaan (kelalaian).Contohnya; Kasus pada tahun 1910
seorang nona menempati kamar atas di suatu rumah bertingkat di kota
Kutphendid Nederland. Di kamar bawahnya ada suatu gudang milik seorang
pengusaha. Di musim dingin dan udara sangat dingin telah memecahkan pipa
air di gudang, sehingga air membanjiri gudang tersebut. Berkenaan dengan
kejadian tersebut, pengusaha meminta kepada gadis tadi untuk menutur kran

6
air, tetapi sigadis itu menolaknya. Karena kran-kran yang berada di kamar
merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi banjir yang diakibatkan
pecahnya kran tersebut, sedang gadis tadi tidak mau menutup krannya, barang-
barang yang ada di gudang pengusaha tersebut basah dan rusak. Atas kerugian
tersebut pengusaha tersebut mengadukan hal tersebut kepada hakim.

Dalam kasus tersebut, keputusan hakim menyatakan bahwa si gadis tidak


diwajibkan mengganti kerugian. Hakim berpendapat, si gadis tidak melakukan
perbuatan melawan hukum. Dari kasus keputusan ini berarti hakim menafsirkan
KUH Perdata pasal 1365 secara sempit lainhalnya contoh dalam kasus Cohen
yang menafsirkan pasal 1365 secara luas yakni perbuatan melawan hukum itu
tidak hanya terdiri atas suatu perbuatan, tetapi juga dapat dalam hal tidak
berbuat sesuatu.

Perbuatan Hukum dengan Sudut Pandang Logika

Negara kita adalah Negara hukum yang semua diatur dalam undang-undang.
Adanya hokum di Indonesia bertujuan untuk mencapai keadilan dan tercipta
keadaan yang kondusif. Nah untuk itu maka dibutuhkan adanya kepastian
hokum. Hukum harus pasti karena dengan hal yang bersifat pasti dapat dijadikan
ukuran kebenaran dan demi tercapainya tujuan hukum yang menuntut kedamaian,
ketentraman, kesejahteraan dan ketertiban dalam masyaraka serta kepastian hukum
harus dapat menjadi jaminan kesejahteraan umum dan jaminan keadilan bagi
masyarakat.untuk mendukung terciptanya kepastian hukum digunakanlah Logika
Hukum. Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran

7
atau ketepatan dari suatu penalaran hukum, sedangkan penalaran adalah suatu
bentuk dari pemikiran. 

Dapat dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah
penalaran tentang hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian
dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/ kasus hukum,
seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli
hukum menalar hukum. Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk
mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang
merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi perdagangan, dll) ataupun yang
merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun administratif) dan
memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.

Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau
ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari
pemikiran. Penalan tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari
penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan
(propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning)

Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan
untuk memutuskan suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum logika hukum
ini berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan
tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan
untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa
ataupun perbuatan hukum tersebut. Bagi para penyusun undang-undang dan
peraturan, logika hukum ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu undang-
undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan. Sedangkan bagi

8
pelaksanan, logika hukum ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam
tentang suatu undang-undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa
mengerti maksud dan tujuannya.

Anda mungkin juga menyukai