Anda di halaman 1dari 26

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM BISNIS KELAS A

Dosen Pengampu
Dr. FIRMAN FLORANTA ADONARA, S.H.,M.H.
NIP. 198009212008011009

Oleh:
Wulan Suci Andriani
NIM: 190810301164

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2021
1. Sebutkan dan jelaskan pengertian hukum dari segi etimologi, menurut
para pakar hukum dan menurut berbagai pengertian?
Jawaban :
- Arti Hukum Dari Segi Etimologi
a. Hukum
Kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal.
Kata jamaknya adalah “Alkas”, yang selanjutnya diambil alih dalam
bahasa Indonesia menjadi “hukum”
b. Recht
Recht berasal dari “rectum” (bahasa Latin) yang mempunyai arti
bimbingan atau tuntutan, atau pemerintahan dari kata recht tersebut
timbul juga istilah “Gerechtigdheid”. Ini adalah bahasa belanda atau
“gerechtigkeit” dalam bahasa jerman berarti keadilan sehingga hukum
juga mempunyai hubungan erat dengan keadilan`
c. Ius
Kata ius (Latin) berarti hukum, berasal dari bahasa latin “iubere”
artinya mengatur atau memerintah. Perkataan mengatur dan
memerintah itu mengandung dan berpangkal pokok pada
kewibawahan.
d. Lex
Kata lex berasal dari bahasa Latin dan berasal dari kata “lesere”.
Lesere artinya mengumpulkan ialah mengumpulkan orang-orang
untuk diperintah.
- Definisi Hukum Oleh Berbagai Pakar
a. Pof.Dr.P.Borst
Hukum ialah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan
manusia didalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan
dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
b. Prof.Dr.van Kan
Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat.
c. Kantorowich
Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan social yang
mewajibkan perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta
dapat dibenarkan.
d. Dr. E. Utrecht SH
Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan.
e. M.H. Tirtaamidjaja, SH.
Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus ditaati dalam tingkah
laku, tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus
mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu, akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpama orang akan kehilangan
kemerdekaanya, didenda dan sebagainya.
- Kesimpulan
a. Dari definisi-definisi yang dibuat oleh para pakar hukum terlihat
bahwa definisinya berbeda-beda.
b. Hal tersebut berarti bahwa hukum memang sulit untuk didefinisikan.
c. Bahwa secara umum hukum dapat diberi definisi sebagai himpunan
peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang, dengan tujuan
untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai cirri
memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya.
2. Sebut dan jelaskan pembagian peristiwa hukum ?
Jawaban :
Macam-Macam Peristiwa Hukum. Dalam hukum dikenal adanya dua macam
peristiwa hukum, yaitu :
- Peristiwa Hukum Karena Perbuatan Subyek Hukum.
Perbuatan subyek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Perbuatan Hukum.
Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum apabila perbuatan
tersebut oleh hukum diberi akibat atau mempunyai akibat hukum,
dan akibat hukum tersebut dikehendaki oleh yang bertindak.
Dalam pergaulan hidup manusia, tiap-tiap hari manusia selalu
melakukan perbuatan-perbuatan untuk memenuhi keinginannya.
Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh
seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban itulah yang
dinamakan perbuatan hukum. Sedangkan apabila sesuatu
perbuatan tidak dikehendaki oleh yang melakukannya atau salah
satu dari yang melakukannya, maka perbuatan itu bukanlah suatu
perbuatan hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kehendak dari yang melakukan perbuatan itu menjadi unsur pokok
dari perbuatan tersebut. Jadi suatu perbuatan yang akibatnya tidak
dikehendaki oleh yang melakukannya bukanlah suatu perbuatan
hukum.
Jenis Perbuatan Hukum. Perbuatan hukum terdiri dari :
 Perbuatan hukum sepihak/bersegi satu (eenzijdig), yaitu
perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan
menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula.
Misalnya, pembuatan surat wasiat dan hibah.
 Perbuatan hukum dua pihak/bersegi dua (tweezzijdig),
yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan
menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak atau
timbal balik. Misalnya, pembuatan perjanjian jual beli,
sewa menyewa, dan lain sebagainya.
b. Perbuatan Lain Yang Bukan Perbuatan Hukum.
Adapun perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum dapat
dibedakan dalam :
 Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum. Jadi akibat
yang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu
diatur oleh hukum, tetapi perbuatan tersebut bukanlah
perbuatan hukum. Misalnya : perbuatan memperhatikan
(mengurus) kepentingan orang lain dengan tidak diminta
oleh orang itu untuk memperhatikan (mengurus)
kepentingannya (zaakwaarneming). Hal ini diatur dalam
pasal 1354 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : "Jika
seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah
untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa
pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam
mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili
kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusannya".
 Perbuatan yang bertentangan dengan hukum
(onrechtmatige daad). Akibat suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum,
meskipun akibat itu memang tidak dikehendaki oleh yang
melakukan perbuatan tersebut, sebagaimana disebut dalam
pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi : "Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".
- Peristiwa Hukum Yang Bukan Karena Perbuatan Hukum/Perbuatan
Lainnya.
Peristiwa hukum yang bukan karena perbuatan subyek hukum (manusia)
atau karena perbuatan lainnya, dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Keadaan Nyata, yang mencakup kepailitan (pasal 1 Undang-
Undang Kepailitan) dan kedaluwarsa (pasal 1946 KUH Perdata),
baik kedaluwarsa berdasarkan waktu akuisitif maupun
berdasarkan waktu ekstinktif.
 Perkembangan fisik kehidupan manusia, yang mencakup kelahiran
(pasal 298 ayat 2 KUH Perdata), kedewasaan (pasal 321, 322, dan
1329 KUH Perdata), dan kematian (pasal 833 KUH Perdata).
 Kejadian lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1553
KUH Perdata tentang sewa menyewa.
3. Sebutkan pengertian perikatan !
Jawaban :
Istilah perikatan berasal dari Bahasa Belanda, verbintenis. KUH Perdata sama
sekali tidak memberikan uraian mengenai pengertian perikatan. Meskipun
demikian, pengertian perikatan dapat kita peroleh dari pendapat beberapa
pakar hukum. Berikut ini beberapa pengertian perikatan yang saya kutip dari
buku Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia karangan P.N.H.
Simanjuntak dan buku Hukum Perdata karangan Komariah :
a. Pitlo : Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi.
b. Von Savigny : Perikatan hukum adalah hak dari seseorang (kreditur)
terhadap seseorang lain (debitur).
c. Yustianus : Suatu perikatan hukum atau obligatio adalah suatu kewajiban
dari seseorang untuk mengadakan prestasi terhadap pihak lain.
d. Prof. Subekti : Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu.
e. Prof. Soediman Kartohadiprodjo : Hukum perikatan ialah kesemuanya
kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang
bersumber pada tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan.
f. Abdulkadir Muhammad : Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan.
g. Prof. Soediman Kartohadiprodjo : Hukum perikatan ialah kesemuanya
kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang
bersumber pada tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan.

Dengan demikian unsur-unsur dari suatu perikatan adalah :

 adanya suatu hubungan hukum;


 di antara dua pihak, yaitu pihak yang memiliki kewajiban (debitur)
dan pihak yang memperoleh hak (kreditur);
 berada di bidang hukum harta kekayaan;
 tujuannya adalah prestasi

4. Sebutkan pengertian Schuld dan Haftung !


Jawaban :
Pada setiap perikatan selalu terdapat 2 pihak yaitu Kreditor sebagai pihak
yang berhak atas suatu prestasi dan Debitor sebagai pihak yang wajib
berprestasi. Pada terdapat 2 unsur
yakni schuld dan haftung. Schuld merupakan kewajiban Debitor untuk
melakukan sesuatu terhadap Kreditor, sedang haftung merupakan kewajiban
Debitor mempertanggung jawabkan harta kekayaan Debitor sebagai
pelunasan schuld. Dalam hal perjanjian hutang piutang, schuld merupakan
utang Debitor kepada Kreditor. Setiap Debitor memiliki kewajiban untuk
menyerahkan prestasi kepada Kreditor, oleh karena itu Debitor mempunyai
kewajiban untuk membayar pelunasan hutang. Sedangkan, haftung 
merupakan harta kekayaan Debitor yang dipertanggung jawab sebagi
pelunasan hutang tersebut. Debitor  tersebut berkewajiban untuk membiarkan
Kreditor untuk mengambil harta kekayaannya sebanyak hutang yang dimiliki
oleh Debitor untuk pelunasan hutang tersebut apabila Debitor tidak
memenuhi kewajibannya untuk membayar pelunasan hutang tersebut. Setiap
Kreditor yang memiliki piutang kepada Debitor memiliki hak menagih atas
pembayaran pelunasan piutang tersebut jika Debitor tidak memenuhi
prestasinya untuk pelunasan pembayar hutangnya. Di dalam Hukum Perdata,
disamping memiliki hak menagih (vorderingerecht), Kreditor memiliki hk
menagih kekayaan Debitor sebasar piutang yang miliki oleh Debitor tersebut
(verhaalarecht).
Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur bahwa “Segala
kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru aka nada dikemudian hari, menjadi
tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Dari pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pasal tersebut mengandung asas bahwa kekayaan Debitor
dipertanggung jawabkan sebagai penulasan hutangnya kepada Kreditor.
Namun, terdapat penyimpangan antara schuld dan haftung, yakni:
a. Schuld tanpa Haftung
Hal ini dapat dijumpai dalam perikatan alam (natuurlijke verbentenis).
Dalam perikatan alam sekalipun Debiror memiliki hutang (schuld)
kepada Kreditor, namun jika Debitor tidak melaksanakan prestasinya,
Kreditor tidak dapat menuntu pemenuhannya. Contohnya dapat
ditemukan dalam hutang yang timbul karena perjudian. Sebaliknya 
jika Debitor memenuhi prestasi, Debitor tidak dapat menuntut
pengembalian apa yang telah dibayarkan.
b. Schuld dengan Haftung terbatas
Dalam hal ini Debitor tidak bertanggung jawab dengan seluruh harta
kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai dengan jumlah tertentu atau
atas barang tertentu. Contoh: ahli waris yang menerima warisan
dengan hak pendaftaran berkewajiban untuk
membayar schuld daripada pewaris samapai schuld jumlah harta
kekayaan pewaris yang diterima oleh ahli waris tersebut.
c. Haftung dengan Schuld pada pihak lain
Jika pihak III menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai
jaminan oleh Debitor kepada Kreditor maka walupun dalam hal ini
pihak III tidak memiliki hutang kepada Kreditor akan tetapi pihak III
tersebut bertanggung jawab atas hutang Debitor dengan barang yang
dipakai sebagia jaminan. Hal ini dapat dikatakan
sebagi bourtogh (pertanggungan). Contoh: A mengadakan perjanjian
hutang piutang dengan B akan tetapi C bersedia menjaminkan barang
yang dimilikinya untuk pelunasan hutang yang dimiliki oleh A
terhadap B walaupun C tidak memiliki hutang terhadap B.
5. Sebut dan jelaskan asas-asas perikatan ?
Jawaban :
Ada beberapa asas dalam hukum perikatan, diantaranya:
- Pacta Sund Servanda
Pacta Sund Servanda memiliki pengertiaan sebagaimana yang ada di
dalam pasal 1338 KUH Perdata : “Semua persetujuan yang dibuat sesuai
dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
- Kepastian Hukum
Menurut Sudikno Mertokusumo Kepastian Hukum ialah jaminan bahwa
hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Jadi didalam
suatu perikatan masing-masing pihak harus menjalankannya sesuai
dengan hukum dan perikatan tersebut menjadi UU bagi para pihak yang
membuatnya.
- Konsensualisme
Konsensualisme dalam hal ini mengacu pada pasal 1320 KUHPerdata,
yakni:
a. Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat
b. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
c. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
d. suatu pokok persoalan tertentu
e. suatu sebab yang tidak terlarang.
- Kebebasan Berkontrak
Kebebasan kontrak yakni dimana para pihak dapat:
a. Mengadakan perjanjian
b. Berbuat atau tidak berbuat sesuatu
c. Menentukan isi perjanjian
- Kepatutan
Kepatutan sesuai dengan apa yang ada di dalam pasal 1339 KUHPerdata,
yakni : “Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut
sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau
undang-undang.”
- Keseimbangan
Keseimbangan yakni asas yang dimana para pihak harus melakukan hak
dan kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan namun apabila
salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya maka pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut prestasinya sesuai dengan apa yang
diperjanjikan, dalam hal ini asas keseimbangan dapat
dipertanggungjawabkan.
- Kepercayaan
Asas kepercayaan memiliki arti bahwa setiap pihak yang mengadakan
perjanjian harus saling percaya satu dengan yang lainnya agar perjanjian
yang diadakan dapat dijalankan dengan itikad baik sesuai dengan apa
yang telah diperjanjikan sampai pada perjanjian tersebut selesai. Tanpa
adanya kepercayaan anatara pihak yang mengadakan perjanjian, maka
tidak dapat dilakukan suatu perjanjian karena perjanjian tersebut memiliki
kekuatan yang mengikat sebagai Undang-undang.
- Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum memiliki arti bahwa setiap manusia memiliki
kedudukan yang sama di depan hukum. Tidak membedakan dari suku,
agama, warna kulit, dan lainnya. Dalam hal ini hukum menggangap setiap
manusia sama.
6. Sebutkan jenis prestasi beserta dasar hukumnya!
Jawaban :
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam
setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata
kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur.
Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta
kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap
kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus
berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
- Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :
a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu.
- Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan
sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari
debitur kepada kreditur, contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah,
gadai, hutang-piutang.
- Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib
melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan,
contoh : membangun rumah / gedung, mengosongkan rumah.
- Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak
melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh :
tidak membangun rumah, tidak membuat pagar, tidak membuat
perusahaan yang sama, dsb.

7. Sebutkan bentuk wanprestasi beserta dasar hukumnya!


Jawaban :
Bentuk-bentuk wanprestasi menurut Subekti adalah sebagai berikut:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan
Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli sepeda. A sudah
menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran sepeda, tapi B tidak juga
menyerahkan sepeda miliknya kepada A. Sebab sepeda tersebut sudah
dijualnya ke orang lain. Dalam hal ini B telah wanprestasi karena dia
tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan yaitu menyerahkan
sepedanya kepada A sebagaimana yang sudah disepakati/diperjanjikan.
- Melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan
Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli kursi. A
memesan/membeli kursi berwarna biru dari B. tapi yang dikirim atau
yang diserahkan B bukan kursi warna biru tapi warna hitam. Dalam hal
ini B sudah wanprestasi karena melakukan yang diperjanjikan tapi tidak
sebagaimana mestinya.
- Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tapi terlambat
Misalnya A membeli sepeda dari B, dan B berjanji akan menyerahkan
sepeda yang dibeli A tersebut pada tanggal 1 May 2010 tapi faktanya B
malah menyerahkan sepeda tersebut kepada A tanggal 10 May 2010 yang
artinya sudah telat 9 hari dari yang diperjanjikan. Dalam hal ini B sudah
wanprestasi yaitu melakukan apa yang sudah diperjanjikan tapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan
Misalnya A menyewakan rumahnya kepada B, di dalam perjanjian sewa
disepakati bahwa B dilarang menyewakan lagi rumah A tersebut ke orang
lain. faktanya B menyewakan rumah A yang ia sewa itu ke pihak
ketiga/orang lain. Dalam hal ini B sudah wanprestasi karena melakukan
sesuatu yabg oleh perjanjian tidak boleh dilakukan. Masing-masing pihak
yang merasa dirugikan akibat wanprestasi yang dilakukan pihak lain
berhak menggugat ke Pengadilan untuk menuntut ganti rugi, berupa
penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada. Dasar hukumnya Pasal
1243 dan Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai
berikut :
a. Pasal 1243 “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun
telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat
diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu
yang telah ditentukan.”
b. Pasal 1244 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian
dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak
dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam
melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak
terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak
ada itikad buruk kepadanya.”
8. Sebut dan jelaskan pengertian keadaan memaksa, unsur-unsur keadaan
memaksa dan akibat hukum keadaan memaksa !
Jawaban :
- Keadaan memaksa atau force majeur dapat diartikan sebagai suatu
keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian/kontrak yang
menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya. Sebagai contoh,
seorang debitur meminjam sejumlah uang kepada kreditur berdasarkan
perjanjian/kontrak yang telah dibuatnya. Namun ditengah jalan, debitur
tiba-tiba mendapatkan suatu keadaan  memaksa  (force majure) yang
membuat debitor tidak dapat melunasi hutangnya tersebut. Dengan dasar
keadaan memaksa (force majure) debitur tidak dapat dipersalahkan.
Beberapa pengertian keadaan memaksa lainnya yaitu :
Keadaan Memaksa Menurut Pasal-Pasal Dalam KUH Perdata
Konsep keadaan memaksa, overmacht, atau force majeure (dalam kajian
ini selanjutnya disebut keadaan memaksa) dalam KUH Perdata ditemukan
dalam pasal-pasal berikut ini :
a. Pasal 1244 KUH Perdata
“Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti
biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal
tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu,
disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemaunya itu pun jika itikad
buruk tidaklah ada pada pihaknya.”
b. Pasal 1245 KUH Perdata
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apalagi lantaran
keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si
berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan
perbuatanyang terlarang.”
c. Pasal 1444 KUH Perdata
 Jika barang tertentu yang menjadi bahan perjanjian, musnah, tak
lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama
sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah
perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya
si berutang, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
 Bahkan meskipun si berutang lalai menyerahkan sesuatu barang
sedangkan ia tidak telah menanggung terhadap kejadian-kejadian
yang tak terduga, perikatan hapus jika barangnya akan musnah
secara yang sama di tangan si berpiutang, seandainya sudah
diserahkan kepadanya.
 Si berutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tak terduga,
yang dimajukan itu.
 Dengan cara bagaimanapun sesuatu barang, yang telah dicuri,
musnah atau hilang, hilangnya barang ini tidak sekali-kali
membebaskan orang yang mencuri barang dari kewajibannya
untuk mengganti harganya.
d. Pasal 1445 KUH Perdata
“Jika barang yang terutang, di luar salahnya si berutang musnah, tak
lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, maka si berutang, jika ia
mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai
barang tersebut, diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-
tuntutan tersebut kepada orang yang mengutangkan padanya.”
- Unsur-Unsur Keadaan Memaksa 
Berdasarkan pasal-pasal KUH Perdata di atas, unusr-unsur keadaan
memaksa meliputi :
a. Peristiwa yang tidak terduga
b. Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur
c. Tidak ada itikad buruk dari debitur
d. Adanya keadaan yang tidk disengaja oleh debitur
e. Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi
f. Jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan
g. Keadaan di luar kesalahan debitur
h. Debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang)
i. Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapapun (baik debitur
maupun pihak lain)
j. Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian
- Apabila mengacu pada KUHPerdata, maka pengaturan terkait
klausula force majure dalam perjanjian/kontrak tersebut diatur dalam
Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata :
a. Pasal 1244 :
Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti
biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal
tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan
itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad
buruk tidaklah ada pada pihaknya.
b. Pasal 1245 :
Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran
keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si
berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan
perbuatan yang terlarang.
Pada dasarnya, klausa force majeure dalam suatu kontrak ditujukan untuk
mencegah terjadinya kerugian salah satu pihak dalam suatu perjanjian
karena act of God, seperti kebakaran, banjir gempa, hujan badai, angin
topan, (atau bencana alam lainnya), pemadaman listrik, kerusakan
katalisator, sabotase, perang, invasi, perang saudara, pemberontakan,
revolusi, kudeta militer, terorisme, nasionalisasi, blokade, embargo,
perselisihan perburuhan, mogok, dan sanksi terhadap suatu pemerintahan.

9. Sebut dan jelaskan syarat sahnya suatu perjanjian/kontrak beserta


dasar hukumnya?
Jawaban :
Syarat-syarat tersebut dikenal dengan “syarat sahnya perjanjian” sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, sebagai berikut :
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama  dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan


dengan para subjek yang membuat perjanjian itu. Sedangkan
syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif karena berkenaan
dengan objek dalam perjanjian tersebut.

- Syarat Pertama “Sepakat mereka yang mengikat kandiri” berarti, para


pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-
hal pokok atau materi yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus
dicapai dengan tanpa ada paksaan, penipuan atau kekhilafan (Pasal 1321
KUH Perdata). Misalnya, sepakat untuk melakukan jual-beli tanah,
harganya, cara pembayarannya, penyelesaian sengketanya, dsb.
- Syarat Kedua, “kecakapan untuk membuat suatu perikatan” Pasal 1330
KUHper sudah mengatur pihak-pihak mana saja yang boleh atau dianggap
cakap untuk membuat perjanjian, yakni sebagai berikut :
Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
a. Orang yang belum dewasa.
b. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (seperti cacat, gila, boros,
telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, dsb)
c. Seorang istri. (Namun, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
No. 3 tahun 1963, seorang isteri sekarang sudah dianggap cakap untuk
melakukan perbuatan hukum)
Dengan kata lain, yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk
membuat perjanjian adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah
berumur genap 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata), dan orang yang tidak
sedang di bawah pengampuan.
- Syarat Ketiga “suatu hal tertentu” maksudnya adalah dalam membuat
perjanjian, apa yang diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas.
Setidaknya jenis barangnya itu harus ada (lihat Pasal 1333 ayat 1).
Misalnya, jual beli tanah dengan luas 500 m2, terletak di Jl. Merpati No 15
Jakarta Pusat yang berbatasan dengan sebelah utara sungai ciliwung,
sebelah selatan Jalan Raya Bungur , sebelah timur sekolah dasar inpres,
dan sebelah barat tempat pemakaman umum.
- Syarat Keempat “suatu sebab yang halal” berarti tidak boleh
memperjanjikan sesuatu yang dilarang undang-undang atau
yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun
ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Misalnya melakukan
perjanjian jual beli Narkoba, atau perjanjian jual beli orang/manusia, dsb.
Perjanjian semacam ini adalah dilarang dan tidak sah.
Jika sudah memenuhi ke empat syarat di atas, maka perjanjian tersebut
adalah sah. Tapi, perjanjian bisa diminta dibatalkan bahkan batal demi
hukum.
- Dasar Hukum:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.
b. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 tentang Gagasan
Menganggap Burgelijk Wetboek tidak sebagai Undang-Undang.
10. Sebut dan jelaskan unsur-unsur adanya cacat kehendak/cacat
kesepakatan ?
Jawaban :
Kehendak yang terbentuk secara tidak sempurna tersebut dapat terjadi karena
adanya:
- Ancaman/ Paksaan (Bedreiging, Dwang)
Ancaman terjadi apabila seseorang menggerakkan orang lain untuk
melakukan suatu perbuatan hukum, dengan menggunakan cara yang
melawan hukum mengancam akan menimbulkan kerugian pada orang
tersebut atau kebendaan miliknya atau terhadap pihak ketiga dan
kebendaan milik pihak ketiga. Suatu ancaman dapat terjadi atau dilakukan
dengan menggunakan cara atau sarana yang legal maupun ilegal. Contoh
sarana yang legal adalah mengancam dengan pisau. Sedangkan contoh
sarana yang legal adalah mengancam untuk melakukan permohonan
pailit. 
- Kekeliruan/ Kesesatan/ Kekhilafan (Dwaling)
Kekeliruan yang dimaksud adalah terdapat kesesuaian antara kehendak
dan pernyataan, namun kehendak salah satu atau kedua pihak terbentuk
secara cacat. Di luar hal tersebut, maka akibat dari kekeliruan harus
ditanggung oleh dan menjadi risiko pihak yang membuatnya. 
- Penipuan (Bedrog)
Yang dimaksud dengan penipuan adalah apabila seseorang sengaja
dengan kehendak dan pengetahuan menimbulkan kesesatan pada orang
lain. Penipuan dapat terjadi karena suatu fakta dengan sengaja
disembunyikan atau bila suatu informasi dengan sengaja diberikan secara
keliru atau dengan menggunakan tipu daya lainnya.
Terdapat hubungan yang erat di antara kekeliruan dan penipuan.
Perbedaan utama di antara keduanya adalah pada penipuan, unsur
perbuatan melawan hukum dari pihak yang menipu dan tanggung
gugatnya terlihat dengan jelas. Sedangkan pada kekeliruan hal ini tidak
tampak. Selain itu pada kekeliruan masih terdapat peluang untuk
mengubah perjanjian. Sedangkan pada penipuan tertutup peluang untuk
mengubah perjanjian.
- Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden).
Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila seseorang tergerak karena
keadaan khusus untuk melakukan suatu perbuatan hukum dan pihak
lawan menyalahgunakan hal tersebut. Apabila merujuk pada Pasal 3:44(4)
NBW, terdapat beberapa keadaan yang dapat digolongkan ke dalam
penyalahgunaan keadaan, yaitu :
a. Keadaan darurat (noodtoestand)
b. Ketergantungan (afhankelijkheid)
c. Gegabah/ sembrono (lichtzinnigheid)
d. Keadaan kejiwaan yang tidak normal (abnormale geestestoestand)
e. Kurang pengalaman (onervarenheid). 
Mengenai ancaman, kekeliruan dan penipuan, diatur dalam Pasal 1322 –
Pasal 1328 KUH Perdata. Sedangkan mengenai penyalahgunaan keadaan
tidak diatur dalam KUH Perdata.

11. Sebut dan jelaskan teori-teori kesepakatan kehendak !


Jawaban :
- Teori Kehendak (Wilstheorie)
Menurut teori kehendak, faktor yang menentukan adanya perjanjian
adalah kehendak. Meskipun demikian, terdapat hubungan yang tidak
terpisahkan antara kehendak dan pernyataan. Oleh karena itu suatu
kehendak harus dinyatakan. Namun apabila terdapat ketidak sesuaian
antara kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suatu perjanjian.
Kelemahan dari teori ini adalah akan timbul kesulitan apabila terdapat
ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan. Karena dalam
kehidupan sehari-hari seseorang harus mempercayai apa yang dinyatakan
oleh orang lain. 
- Teori Pernyataan (Yerklaringstheorie)
Menurut teori pernyataan, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah
kejiwaan seseorang. Sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa
yang sebenarnya terdapat di dalam benak seseorang. Dengan demikian
suatu kehendak yang tidak dapat dikenali oleh pihak lain tidak mungkin
menjadi dasar dari terbentuknya suatu perjanjian. 
Agar suatu kehendak dapat menjadi perjanjian, maka kehendak tersebut
harus dinyatakan. Sehingga yang menjadi dasar dari terikatnya seseorang
terhadap suatu perjanjian adalah apa yang dinyatakan oleh orang
tersebut. 5 Lebih lanjut menurut teori ini, jika terdapat ketidak sesuaian
antara kehendak dan pernyataan, maka hal ini tidak akan menghalangi
terbentuknya perjanjian. 
Teori pernyataan lahir sebagai jawaban terhadap kelemahan teori
kehendak. Namun teori ini juga memiliki kelemahan. Karena teori
pernyataan hanya hanya berfokus pada pernyataan dan tidak
memperhatikan kehendak seseorang. Sehingga terdapat potensi kerugian
yang terjadi apabila tidak terdapat keseuaian antara kehendak dan
pernyataan. Misalnya seseorang menjual mobil yang harga pasarannya
adalah Rp. 100.000.000,-. Namun karena suatu hal, ia menuliskan angka
Rp. 10.000.000,- pada surat penawarannya.  Apabila kita berpatokan pada
teori pernyataan, maka penjual akan mengalami kerugian yang sangat
besar karena kesalahan penulisan tersebut.
- Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)
Teori kepercayaan berusaha untuk mengatasi kelemahan dari teori
pernyataan. Oleh karena itu teori ini juga dapat dikatakan sebagai teori
pernyataan yang diperlunak. Menurut teori ini, tidak semua pernyataan
melahirkan perjanjian. Suatu pernyataan hanya akan melahirkan
perjanjian apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku di
dalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan
memang benar dikehendaki. Atau dengan kata lain, hanya pernyataan
yang disampaikan sesuai dengan keadaan tertentu (normal) yang
menimbulkan perjanjian. Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya
perjanjian bergantung pada kepercayaan atau pengharapan yang muncul
dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan.

12. Sebut dan jelaskan kriteria cakap dalam membuat perjanjian beserta
dasar hukumnya!
Jawaban :
- Kecakapan untuk Mengadakan Perikatan
Syarat sahnya perjanjian yang kedua menurut Pasal 1320 KUH Perdata
adalah kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian (om eene
verbintenis aan te gaan). Dari kata “membuat” atau "mengadakan"
perikatan dan perjanjian dapat disimpulkan bahwa masing-masing pihak
yang berkontrak harus ada unsur “niat” atau sengaja. Pasal 1329 KUH
Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap. Kemudian Pasal
1330 KUH Perdata memberikan pengecualian dengan penjelasan "ada
beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian", yaitu :
a. Orang yang belum dewasa, yaitu berdasar Pasal 47 dan 50 UU No. 1
Tahun 1974 kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di
bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai umur 18 tahun yang
berlaku baik bagi wanita maupun pria. Pasal 330 KUH Perdata yang
berbicara tentang batas usia dewasa diganti dengan dikeluarkannya
Putusan Mahkamah Agung  No. 447/Sip/1976 tanggal 13 Oktober
1976 yang menyatakan bahwa dengan berlakunya UU No 1 Tahun
1974, maka batas seseorang berada di bawah kekuasaan perwalian
adalah 18 tahun, bukan lagi 21 tahun.
b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele atau
conservatorship)
Seseorang dapat diletakan di bawah pengampuan jika yang
bersangkutan gila, dungu (onnoozelheid), mata gelap (razernij), lemah
akal (zwakheid van vermogens) atau juga pemboros. Orang yang
demikian itu tidak menggunakan akal sehatnya, dan oleh karenanya
dapat merugikan dirinya sendiri. Selain itu, seseorang yang
mengalami kepailitan menjadi tidak cakap untuk melakukan perikatan
tertentu sejak pernyataan pailit diucapkan oleh Pengadilan. 
c. Orang-orang perempuan dalam pernikahan, (setelah
dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963
dan diundangkannya Undang-undang no 1 tahun 1974 pasal 31 ayat 2
maka perempuan dalam perkawinan dianggap cakap hukum).

13. Sebut dan jelaskan syarat hapusnya suatu perikatan !


Jawaban :
Pasal 1381 KUH Perdata menentukan beberapa penyebab hapusnya
perikatan, yaitu:
d. Pembayaran
e. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
f. Pembaharuan utang
g. Perjumpaan utang atau kompensasi
h. Percampuran utang
i. Pembebasan utangnya
j. Musanahnya barang yang terutang
k. Kebatalan atau pembatalan
l. Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu KUH
Perdata
m. Lewatnya waktu.

Selain sebab-sebab hapusnya perikatan yang ditentukan oleh Pasal 1381 KUH
Perdata tersebut, ada beberapa penyebab lain untuk hapusnya suatu perikatan,
yaitu :

a. Berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian


b. Meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian, misalnya
meninggalnya pemberi kuasa atau penerima kuasa (Pasal 1813 KUH
Perdata)
c. Meninggalnya orang yang memberikan perintah
d. Karena pernyataan pailit dalam perjanjian maatschap
e. Adanya syarat yang membatalkan perjanjian

14. Jelaskan pengertian perjanjian jual beli beserta dasar hukumnya !


Jawaban :
- Jual beli  merupakan perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar
harga benda yang telah di perjanjiakan. 
Menurut B.W jual beli adalah suatu perjanjian timbale balik dalam mana
pihak yang satu si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas
suatu barang sedang pihak yang lain si pembeli berjanji untuk membayar
harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak
milik tersebut. Istilah yang mencakup dua kegiatan yang timbale balik itu
adalah sesuai dengan istilah belanda “koopen verkoop”yang
megngandung pengertian bahwa pihak yang satu verkoop (penjual)
sedang yang lainnya koopt pembeli.
Barang yang menjadi objek  perjanjian jual beli harus cukup tertentu.
Misalnya setidak – tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada
saat akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli . dengan demikian
adalah sah menurut hukum misalnya jual beli dari asil panen yang akan
diperoleh dari suatu waktu tertentu dari sebidang tanah. Dalam  apa bila
barang yang menjadi  objek dengan dilakukan dengan percobaan terlebih
dahulu atau mengenai barang baran yang harus di coba terlebih dahulu
seperti radio dan tv serta lain lain(pasal 1463 B.W) maka meskipun harga
telah disetujui baru jadi apa sah bila barang tersebut telah di coba dan
memuaskan. Jual beli pula termasuk dalam kelompok perjanjian
bernama, artinya undang-undang  memberikan memberikan pengaturan
dan aturan secara khusus terhadap perjanjian jual beli. Pengaturan
perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian  yang  mana pihak yang lain 
mengikatkan dirinya  untuk  menyerahkan sesuatu barang / benda, dan
pihak lain untuk membayar harga yang telah di janjikan.
Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas,  persetujuan jual beli
sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :
a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada
pembeli.
b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada
penjual.

Dan yang menjadi unsur -  unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah
barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata
sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu
perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju
tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli
tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap
sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai
kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum
diserahkan maupun harganya belum dibayar.
- Peraturan perundang-undangan yang mengatur perjanjian jual beli
terdapat dalam Buku III KUH-Perdata/Burgerlijk Wetboek dan ketentuan-
ketentuan lain, baik yang tertulis seperti Yurisprudensi/ putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau Doktrin/ pendapat para
ahli hukum, maupun hukum tidak tertulis.
15. Sebutkan dan jelaskan cara terbentuknya perjanjian jual beli !
Jawaban :
- Lisan; suatu perjanjian dalam wujud lisan dan hanya berdasarkan
kesepakatan dan kepercayaan diantara para pihak.
- Tertulis, perjanjian dalam bentuk tertulis atau akta
- Terbuka/jual beli di muka umum.
16. Sebutkan dan jelaskan sifat perjanjian jual beli !
Jawaban :
- Konsensual, bahwa perjanjian dinyatakan sah dan mengikat secara penuh
jika suatu kontrak telah dibuat, bahkan pada prinsipnya persyaratan
tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberapa jenis
kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis. Syarat
tertulis tersebut misalnya dipersyaratkan untuk jenis kontrak berikut ini :
a. Kontrak perdamaian b. Kontrak pertanggungan c. Kontrak penghibahan
d. Kontrak jual beli tanah
- Obligatoir dalam Pasal 1359 KUHPerdata, adalah di mana hak milik atas
barang yang dijual belum akan berpindah ke tangan pembeli selama
belum diadakan penyerahan dan pihak-pihak terkait sepakat mengikatkan
diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain
(perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut ketentuan Pasal 612
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “Penyerahan atas benda bergerak
dilakukan dengan penyerahan nyata”, sedangkan Pasal 613 bahwa
“Penyerahan piutang atas nama, dilakukan dengan membuat sebuah akta
otentik atau di bawah tangan”.

17. Sebutkan cara melakukan levering beserta dasar hukumnya !


Jawaban :
Berdasarkan KUHPer pasal 612-616, cara melakukan levering barang dibagi
menjadi 3,
yaitu :
1. Sesuai KUHPer pasal 612, Jika benda bergerak diserahkan secara nyata
(feitelijk levering).
2. Sesuai KUHPer pasal 616, Jika tidak bergerak diserahkan dengan cara
balik nama (overschrijving).
3. Sesuai KUHPer pasal 613, Jika benda tidak berwujud diserahkan secara
cessie.

18. Sebutkan dan jelaskan mengenai sistem causal dalam perjanjian jual
beli?
Jawaban :
Menurut pasal 584 BW, Sistem Causal merupakan sistem yang digunakan
untuk menggantungkan sah tidaknya levering pada 2 syarat, yaitu :
- Ketentuan sahnya titel (jual-belinya, tukar-menukarnya, atau
penghibahannya) yang menjadi dasar dilakukannya levering.
- Levering dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas
(beschikkingsbevoegd) terhadap benda yang diserahkan.

19. Sebutkan kewajiban penjual dan kewajiban pembeli dalam perjanjian


jual beli beserta dasar hukumnya !
Jawaban :
A. Kewajiban penjual : penjual wajib menyerahkan barang dan vrijwaren
atau menjamin
B. Kewajiban pembeli : membayar harga barang yang dijual belikan dan
pembayaran dilakukan pada waktu dan tempat dilakukan penyerahan.

20. Sebut dan jelaskan mengenai larangan dalam perjanjian jual beli
beserta dasar hukumnya !
Jawaban :
Larangan dalam melakukan perjanjian jual beli ada 3 kelompok yang diatur
berdasarkan aturan KUHPer 1457-1550 sebagai berikut :
1. Perjanjian jual beli antara Suami & istri
2. Perjanjian jual beli oleh profesi Hakim, jaksa, pengacara, juru sita, &
notaris yg berkaitan dgn tugas mereka.
3. Perjanjian jual beli para pegawai yanfg bertugas langsung
menyelenggarakan & menyaksikan penjualan suatu barang.

Anda mungkin juga menyukai