Anda di halaman 1dari 18

Pertemuan 3

HUKUM : Sifat, Ciri, Subyek dan Obyek Hukum, Peristiwa biasa dan
Peristiwa Hukum, Perbuatan Hukum serta Pembagian hukum di Indonesia

SIFAT HUKUM

Hugo de Groot dalam "De Jure Belli ac facis" (1625) yang mengatakan bahwa
pengertian hukum adalah peraturan tentang perbuatan moral yang menjamin
keadilan.

Hukum adalah salah satu dari norma yang ada dalam masyarakat. Norma hukum
memiliki hukuman yang lebih tegas. Hukum merupakan untuk menghasilkan
keteraturan dalam masyarakat, agar dapat terwujud keseimbangan dalam
masyarakat dimana masyarakat tidak bisa sebebas-bebasnya dalam
bermasyarakat, mesti ada batasan agar ketidakbebasan tersebut dapat
menghasilkan keteraturan. Ada berbagai macam pengertian hukum menurut para
ahli, sehingga membuat tidak adanya pengertian dari hukum yang memiliki satu
arti.

Berikut ini adalah sifat dari hukum, sebagai berikut :


a. Bersifat Mengatur
Hukum dikatakan memiliki sifat mengatur karena hukum memuat berbagai
peraturan baik dalam bentuk perintah maupun larangan yg mengatur tingkah laku
manusia dalam hidup bermasyarakat demi terciptanya ketertiban di masyarakat
b. Bersifat Memaksa
Hukum dikatakan memiliki sifat memaksa karena hukum memiliki kemampuan
dan kewenangan memaksa anggota masyarakat untuk mematuhinya. hal ini
dibuktikan dengan adanya sanksi yg tegas terhadap orang-orang yg melakukan
pelanggaran terhadap hukum.
c. Bersifat Melindungi
Hukum dikatakan memiliki sifat melindungi karena hukum dibentuk untuk
melindungi hak tiap-tiap orang serta menjaga keseimbangan yg serasi antara
berbagai kepentingan yg ada.

CIRI-CIRI HUKUM

Hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian,


kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan
adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan
dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu
Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat
menjadi hakim atas dirinya sendiri.

Berikut adalah ciri-ciri hukum :


1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3. Peraturan itu bersifat memaksa;
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas;
5. Berisi perintah dan atau larangan; dan
6. Perintah dan atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap orang.

SUBYEK HUKUM

Sudah menjadi pengertian umum bahwa hukum merupakan suatu sistem tertentu
dalam menjalankan pelaksanaan atas serangkaian kekuasaan yang ada pada
lembaga. Untuk menjalankan rangkaian kekuasaan tersebut telah disebutkan
dibutuhkannya suatu hukum, suatu hukum tersebut juga membutuhkan subyek
hukum sebagai suatu sarana dan prasarana atas terlaksananya hukum.

Pengertian subyek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum yang memiliki
hak dan kewajiban yang memiliki kewenangan untuk bertindak untuk melakukan
perbuatan hukum. Subyek hukum merupakan pendukung hak menurut
kewenangan atau kekuasaan yang nantinya akan menjadi pendukung sebuah hak.
Undang-undang membagi subyek hukum menjadi dua bagian, yakni sebagai
berikut :
1. Manusia / orang pribadi ( naturlijke persoon ) yang sehat rohaninya/ jiwanya,
dan tidak dibawah pengampuan.
2. Badan hukum ( rechts persoon ).

Dari penjabaran di atas, berikut ini pengertian dari subyek hukum yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, meliputi :
1. Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung
dari hak dan kewajiban yang ada.
2. Riduan Syahrani, subyek hukum merupakan pembawa hak atau subyek di
dalam hukum
3. Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak
dan kewajiban dari hukum.

Dari ketiga pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa subyek hukum
adalah pemegang kekuasaan dari hak dan kewajiban yang berlaku menurut
hukum. Dalam hukum Indonesia, yang menjadi subyek hukum ialah manusia.

Salah satu jenis subyek hukum ialah manusia biasa. Manusia biasa sebagai suyek
hukum memiliki hak dan mampu dalam mejalankan haknya oleh keberlakuan
hukum yang berlaku. Keberlakuan hukum tersebut diatur dalam pasal 1 KUH
perdata yang menyatakan bahwa untuk menikmati hak kewarganegaraannya tidak
tergantung kepada hak kewarganegaraannya, dan setiap manusia pribadi sesuai
dengan hukum cakap bertindak sebagai subyek hukum.

Menurut pasal 330 KUH Perdata ( B.W), seseorang belum menjadi subyek
hukum yang cakap sebelum berusia 21 tahun atau belum dewasa; Namun
ketentuan pasal 330 BW tersebut tidak berlaku, jika ia sudah menikah, maka
orang tersebut dikategorikan dewasa, ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal
47Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk pria usia minimal
19 tahun dan wanita 16 tahun.

Sementara itu menurut hukum adat seseorang dapat dianggap cakap untuk
melakukan perbuatan hukum sebagai subyek hukum, didasarkan pada kriteria jika
ia sudah mandiri atau sudah bekerja, sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal terpisah dari orang tuanya Sedangkan badan hukum sebagai subyek
hukum berwenang melakukan tindakan hukum dilakukan oleh pengurusnya atas
nama suatu badan hukum tersebut sesuai atau berdasarkan kewenangan yang
ditentukan oleh anggaran dasar badan hukum tersebut.

Menurut hukum yang dapat disebut sebagai badan hukum harus memenuhi syarat
tertentu. Misalnya Perseroan Terbatas ( P.T.) dimana akta pendirian
perusahaannya harus disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM serta
diumumkan dalam lembaran Berita Negara Republik Indonesia, sedangkan badan
hukum lain seperti misalnya Yayasan tunduk kepada Undang-undang Nomor 16
tahun 2001 tentang yayasan, Koperasi tunduk kepada undang-undang
perkoperasian dan Badan Usaha Milik Negara selain terikat pada undang-undang
No.19 tahun 1969 dan undang-undang terkait lainnya.

Subyek Hukum Perdata


1. Orang
Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 19-21)
mengatakan bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau
subyek di dalam hukum. Sebagaimana kami sarikan, seseorang dikatakan sebagai
subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia
meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris), dapat
dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam keadaan
hidup.

2. Badan Hukum
Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum
seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu
mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan
perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.

Pada sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis Badan Hukum


Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa
suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in
judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen;
tort). Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti
halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum
harta kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam
mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara
pengurus-pengurusnya.

Lebih lanjut dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum perdata terdiri dari
beberapa jenis, diantaranya perkumpulan, sebagaimana terdapat dalam Pasal
1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”); Perseroan
Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas);Koperasi (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian); dan Yayasan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang
Yayasan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28
tahun 2004).
Subyek Hukum Publik (Pidana)
1. Orang
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana
di Indonesia (hal. 59) mengatakan bahwa dalam pandangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang dapat menjadi subjek tindak
pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada
perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya
berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud
hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara,
kurungan, dan denda.

2. Badan Hukum (Korporasi)


Masih bersumber pada artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia, dalam
ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih
sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku
(fysieke dader).

Dalam pustaka hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa dalam lingkungan
sosial ekonomi atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang pelanggar hukum
pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik.

Karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia


(direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen
(manusia; natural person), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum; legal
person) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas
kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai
konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).

KUHP belum menerima pemikiran di atas dan menyatakan bahwa hanya


pengurus (direksi) korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum
pidana (criminal liability). Namun, pada perkembangannya korporasi juga dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Konsep ini pertama kali
diperkenalkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata maupun
hukum pidana, subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum
perdata dan hukum pidana keduanya mengakui bahwa badan hukum mempunyai
kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Hal ini karena
perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.
Selain itu, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata, badan hukum
dalam melakukan perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan
pengurus-pengurusnya. Dalam hukum pidana, karena perbuatan badan hukum
selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi), maka pelimpahan
pertanggungjawaban pidananya terdapat pada manusia, dalam hal ini diwakili
oleh direksi.

Perbedaannya, dalam KUHP tidak diatur mengenai pertanggungjawaban Direksi,


hanya pertanggungjawaban individual. Akan tetapi, pada perkembangannya,
dalam peraturan perundang-undangan dikenal juga tindak pidana korporasi.

Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad
Nomor 732 Tahun
2. 1915;
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
5. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang
telah diubah
7. denganUndang-Undang Nomor 28 tahun 2004);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

OBJEK HUKUM

Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum
dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di
dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh
manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.

Hal pengorbanan dan prosudur perolehan benda-benda tersebut inilah yang


menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan
kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi
tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak
termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi
tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh
secara bebas.

Pada dasarnya objek hukum dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Benda Bergerak
Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda
yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata
adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan
yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
b. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511
KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak
memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak
pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan
terbatas.
2. Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu
yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area,
dan patung.
b. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang
dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang
oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang
merupakan benda pokok.
c. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud
hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak
memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas
benda tidak bergerak dan hipotik.

Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah
akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar
matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus
mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.

Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan
pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada.
Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak
selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan
tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.

Akibat hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan
hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun
akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh
hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat
hukum.
Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber lahirnya hak dan
kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang bersangkutan.

PERISTIWA HUKUM, RECHTFEIT, PERBUATAN HUKUM,


ZAAKWAARNEMING, PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Di dalam ilmu hukum, hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Tidak ada hak
tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Isi hak dan
kewajiban itu ditentukan oleh aturan hukum. Aturan hukum itu terdiri atas
peristiwa dan akibat yang oleh aturan hukum tersebut dihubungkan. Dengan
demikian, peristiwa hukum adalah peristiwa yang akibatnya diatur oleh hukum.

Menurut Soedjono Dirdjosisworo, peristiwa hukum adalah semua peristiwa atau


kejadian yang dapat menimbulkan akibat hukum, antara pihak yang mempunyai
hubungan hukum (Dirdjosisworo, 1994:128). Kemudian Surojo Wignjodipuro
menjelaskan bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa (kejadian biasa) dalam
penghidupan sehari-hari yang membawa akibat yang diatur oleh hukum
(Wignjodipuro, 1982:35).

Selanjutnya Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa peristiwa hukum adalah suatu


kejadian dalam masyarakat yang menggerakkan peraturan hukum tertentu,
sehingga ketentuan yang tercantum di dalamnya itu diwujudkan (Rahardjo,
1986:85). Oleh karena itu, untuk mengukurnya dipergunakan ketentuan hukum
yang berbeda.

Jadi, peristiwa hukum sesungguhnya merupakan suatu peristiwa yang


dirumuskan dalam rumusan kaedah hukum sebelum peristiwa tersebut terjadi.
contoh peristiwa hukum dapat diuraikan di bawah ini, yaitu :
A dan B mengadakan jual beli barang.
Peristiwa ini merupakan peristiwa hukum yang diatur dalam Pasal 1457 KUH
Perdata yang berbunyi : "jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengakibatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan
pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan." (Wignjodipuro, loc.cit).

Dalam hal ini A dan B mempunyai hak dan kewajiban. Di mana A di samping
berhak menerima bayaran dari B, juga wajib menyerahkan barang itu kepada B,
begitu juga B di samping berhak menerima barang tersebut dari A, juga wajib
membayarnya.

Apabila salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya, maka dapat digugat oleh
pihak yang dirugikan di muka hakim.

Peristiwa kematian seseorang.


Dengan adanya kematian seseorang akan menimbulkan berbagai akibat yang
diatur oleh hukum seperti penetapan pewaris dan ahli waris (bidang hukum
perdata). Jika kematian orang itu disebabkan oleh pembunuhan, maka
menimbulkan akibat hukum bagi pelaku pembunuhan itu, yakni
mempertanggungjawabkan atas perbuatannya (bidang hukum pidana)

Tidak semua peristiwa dapat dikatakan membawa akibat yang diatur oleh hukum.
Salah satu peristiwa yang tidak membawa akibat hukum misalnya si A
mengambil mobil kepunyaannya sendiri. Peristiwa semacam ini tidak membawa
akibat yang diatur oleh hukum. Dengan kata lain, perbuatan yang dilakukan
dalam peristiwa tersebut tidak menggerakkan hukum untuk bekerja.
Menurut Ishaq (2008:78-79), apabila peristiwa hukum itu dilihat dari segi isinya,
peristiwa hukum itu dapat dikenal atas dua macam, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu peristiwa hukum
yang terjadi karena akibat perbuatan subjek hukum. Contohnya peristiwa
tentang pembuatan surat wasiat (Pasal 875 KUH Perdata), peristiwa tentang
menghibahkan barang (Pasal 1666 KUH Perdata)
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau peristiwa hukum
lainnya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak
merupakan akibat dari perbuatan subjek hukum. Contohnya kelahiran
seorang bayi, kematian seseorang, kadaluwarsa (lewat waktu).

Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Perbuatan subjek hukum yang merupakan perbuatan hukum, yaitu perbuatan
yang akibatnya diatur oleh hukum dan akibat itu dikehendaki oleh pelaku.
Contoh : Perjanjian jual beli, sewa-menyewa (Pasal 1313 KUH Perdata).
Pembuata surat wasiat atau testamen (Pasal 875 KUH Perdata)

b. Perbuatan subjek hukum yang bukan perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh yang melakukannya, walaupun
akibatnya diatur oleh hukum.

Contoh :
Zaakwaarneming (Pasal 1345 KUH Perdata), yaitu suatu perbuatan yang
memperhatikan kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang tersebut untuk
memperhatikan kepentingannya.
Contoh :
Ada seorang laki-laki yang berstatus duda, berdinas di suatu daerah terpencil.
Kebetulan laki-laki tersebut mengalami kecelakaan kerja dan kemudian dia
dirawat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat. Di dalam
dinasnya itu dia membawa serta anaknya dan tidak ada sanak saudara maupun
keluarga yang tinggal dekat dengan tempat tinggalnya selama berdinas di tempat
terpencil. Karena laki-laki duda tersebut dirawat di Puskesmas sedangkan anak
dan rumahnya tidak ada yang mengurus, maka tetangganya berinisiatif untuk
mengurusnya.

Dan tetangga tersebut menurut ketentuan undang-undang wajib dengan sukarela


mengurus anak dan rumah serta harta benda milik laki-laki duda tersebut sampai
yang berkepentingan itu pulih kembali dari sakitnya (Muhammad, 2010:279).

Perbuatan melawan hukum atau onrechtmatigedaad(Pasal 1365 KUH Perdata),


yaitu perbuatan yang berntentangan dan melawan hukum. Akibat hukum yang
timbul tetap diatur oleh peraturan hukum meskipun akibat itu tidak dikehendaki
oleh pelakunya

JENIS-JENIS HUKUM DI INDONESIA

Hukum secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Publik dan Hukum
Privat. Hukum pidana merupakan hukum publik, artinya bahwa Hukum pidana
mengatur hubungan antara para individu dengan masyarakat serta hanya
diterapkan bilamana masyarakat itu benar-benar memerlukan.

Van Hamel antara lain menyatakan bahwa Hukum Pidana telah berkembang
menjadi Hukum Publik, dimana pelaksanaannya sepenuhnya berada di dalam
tangan negara, dengan sedikit pengecualian. Pengeualiannya adalah terhadap
delik-delik aduan (klacht-delicht). Yang memerlukan adanya suatu pengaduan
(klacht) terlebih dahulu dari pihak yang dirugikan agar negara dapat
menerapkannya.

Maka Hukum Pidana pada saat sekarang melihat kepentingan khusus para
individu bukanlah masalah utama, dengan perkataan laintitik berat Hukum Pidana
ialah kepentingan umum/masyarakat. Hubungan antara si tersalah dengan korban
bukanlah hubungan antara yang dirugikan dengan yang merugikan sebagaimana
dalam Hukum Perdata, namun hubungan itu ialah antara orang yang bersalah
dengan Pemerintah yang bertugas menjamin kepentingan umum atau kepentingan
masyarakat sebagaimana ciri dari Hukum Publik.
Contoh Hukum Privat (Hukum Sipil)
Hukum sipil dalam arti luas (Hukum perdata dan hukum dagang)
Hukum sipil dalam arti sempit (Hukum perdata saja)

Dalam bahasa asing diartikan :


a) Hukum sipil : Privatatrecht atau Civilrecht
b) Hukum perdata : Burgerlijkerecht
c) Hukum dagang : Handelsrecht

Contoh hukum Hukum Publik


Hukum Tata Negara
Yaitu mengatur bentuk dan susunan suatu negara serta hubungan kekuasaan
anatara lat-alat perlengkapan negara satu sama lain dan hubungan pemerintah
pusat dengan daerah (pemda)

Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara),


mengatur cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat
perlengkapan negara;

Hukum Pidana,
mengatur perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa saja
yang melanggar dan mengatur bagaimana cara mengajukan perkara ke muka
pengadilan (pidana dilmaksud disini termasuk hukum acaranya juga). Paul
Schlten dan Logemann menganggap hukum pidana bukan hukum publik.
Hukum Internasional (Perdata dan Publik)
a. Hukum perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
antara warga negara suatu bangsa dengan warga negara dari negara lain
dalam hubungan internasional.
b. Hukum Publik Internasional, mengatur hubungan anatara negara yang satu
dengan negara yang lain dalam hubungan Internasional.

Macam-macam Pembagian Hukum


1.Menurut sumbernya :
a. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan
perundangan.
b. Hukum adat, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan
kebiasaan.
c. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara suatu
dalam perjanjian Negara.
d. Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena putusan
hakim.
e. Hukum doktrin, yaitu hukum yang terbentuk dari pendapat seseorang
atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu
pengetahuan hukum.

2.Menurut bentuknya :
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada berbagai
perundangan
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang masih hidup
dalam keyakinan masyarakat, tapi tidak tertulis, namun berlakunya
ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
3.Menurut tempat berlakunya :
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara.
b. Hukum internasional, yaitu yang mengatur hubungan hubungan hukum
dalam dunia internasional.

4.Menurut waktu berlakunya :


a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada masa
yang akan datang.
c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana
dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.

5. Menurut cara mempertahankannya :


a. Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur
kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah-perintah dan
larangan.
b. Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur
tentang bagaimana cara melaksanakan hukum material

6. Menurut sifatnya :
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun
mempunyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila
pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.

7.Menurut wujudnya :
a. Hukum obyektif, yaitu hukum dalam suatu Negara berlaku umum.
b. Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan
berlaku pada orang tertentu atau lebih. Disebut juga hak.
8.Menurut isinya :
a. Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu
dengan yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
b. Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan
alat kelengkapannya ata hubungan antara Negara dengan warganegara.

Daftar Referensi
Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.
Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Alumni, Bandung.
Soedjono Dirdjosisworo. 1994. Pengantar Ilmu Hukum. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soerojo Wignjodipuro. 1982. Pengantar Ilmu Hukum. Gunung Agung, Jakarta.
M.Muchtar Riva’i, Diktat Hukum Bisnis, untuk kalangan sendiri, di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan Jakarta, tanpa tahun.
Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung:
Refika Aditama.
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, Hlm.
Jimly Asshiddiqie, 2010. Perkembangan & konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Penerbit Sinar Grafika : Jakarta.
Abdul Kadir Muhammad, 1996, Hukum Perseroan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
HMN. Purwosutjipto,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1-8,
Djambatan, Jakarta.
Sutantyo R. Hadikusumo, Sumantoro, 1991, Pengertian Pokok Hukum
Perusahaan, Rajawali Press, Jakarta.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan
kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989,
Dudu Duswara Machmudin. ( 2001 ). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Refika
Aditama.
Achmad Sanusi ( 1994 ), Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum
Indonesia, Bandung, Tarsito.
Van Apeldorn (1986), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prdanya Paramita.

Sumber Hukum :
Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BW
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel
Indonesia (WvK),
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Anda mungkin juga menyukai