HUKUM : Sifat, Ciri, Subyek dan Obyek Hukum, Peristiwa biasa dan
Peristiwa Hukum, Perbuatan Hukum serta Pembagian hukum di Indonesia
SIFAT HUKUM
Hugo de Groot dalam "De Jure Belli ac facis" (1625) yang mengatakan bahwa
pengertian hukum adalah peraturan tentang perbuatan moral yang menjamin
keadilan.
Hukum adalah salah satu dari norma yang ada dalam masyarakat. Norma hukum
memiliki hukuman yang lebih tegas. Hukum merupakan untuk menghasilkan
keteraturan dalam masyarakat, agar dapat terwujud keseimbangan dalam
masyarakat dimana masyarakat tidak bisa sebebas-bebasnya dalam
bermasyarakat, mesti ada batasan agar ketidakbebasan tersebut dapat
menghasilkan keteraturan. Ada berbagai macam pengertian hukum menurut para
ahli, sehingga membuat tidak adanya pengertian dari hukum yang memiliki satu
arti.
CIRI-CIRI HUKUM
SUBYEK HUKUM
Sudah menjadi pengertian umum bahwa hukum merupakan suatu sistem tertentu
dalam menjalankan pelaksanaan atas serangkaian kekuasaan yang ada pada
lembaga. Untuk menjalankan rangkaian kekuasaan tersebut telah disebutkan
dibutuhkannya suatu hukum, suatu hukum tersebut juga membutuhkan subyek
hukum sebagai suatu sarana dan prasarana atas terlaksananya hukum.
Pengertian subyek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum yang memiliki
hak dan kewajiban yang memiliki kewenangan untuk bertindak untuk melakukan
perbuatan hukum. Subyek hukum merupakan pendukung hak menurut
kewenangan atau kekuasaan yang nantinya akan menjadi pendukung sebuah hak.
Undang-undang membagi subyek hukum menjadi dua bagian, yakni sebagai
berikut :
1. Manusia / orang pribadi ( naturlijke persoon ) yang sehat rohaninya/ jiwanya,
dan tidak dibawah pengampuan.
2. Badan hukum ( rechts persoon ).
Dari penjabaran di atas, berikut ini pengertian dari subyek hukum yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, meliputi :
1. Prof. Subekti, menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung
dari hak dan kewajiban yang ada.
2. Riduan Syahrani, subyek hukum merupakan pembawa hak atau subyek di
dalam hukum
3. Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala sesuatu yang mendapat hak
dan kewajiban dari hukum.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa subyek hukum
adalah pemegang kekuasaan dari hak dan kewajiban yang berlaku menurut
hukum. Dalam hukum Indonesia, yang menjadi subyek hukum ialah manusia.
Salah satu jenis subyek hukum ialah manusia biasa. Manusia biasa sebagai suyek
hukum memiliki hak dan mampu dalam mejalankan haknya oleh keberlakuan
hukum yang berlaku. Keberlakuan hukum tersebut diatur dalam pasal 1 KUH
perdata yang menyatakan bahwa untuk menikmati hak kewarganegaraannya tidak
tergantung kepada hak kewarganegaraannya, dan setiap manusia pribadi sesuai
dengan hukum cakap bertindak sebagai subyek hukum.
Menurut pasal 330 KUH Perdata ( B.W), seseorang belum menjadi subyek
hukum yang cakap sebelum berusia 21 tahun atau belum dewasa; Namun
ketentuan pasal 330 BW tersebut tidak berlaku, jika ia sudah menikah, maka
orang tersebut dikategorikan dewasa, ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal
47Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk pria usia minimal
19 tahun dan wanita 16 tahun.
Sementara itu menurut hukum adat seseorang dapat dianggap cakap untuk
melakukan perbuatan hukum sebagai subyek hukum, didasarkan pada kriteria jika
ia sudah mandiri atau sudah bekerja, sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal terpisah dari orang tuanya Sedangkan badan hukum sebagai subyek
hukum berwenang melakukan tindakan hukum dilakukan oleh pengurusnya atas
nama suatu badan hukum tersebut sesuai atau berdasarkan kewenangan yang
ditentukan oleh anggaran dasar badan hukum tersebut.
Menurut hukum yang dapat disebut sebagai badan hukum harus memenuhi syarat
tertentu. Misalnya Perseroan Terbatas ( P.T.) dimana akta pendirian
perusahaannya harus disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM serta
diumumkan dalam lembaran Berita Negara Republik Indonesia, sedangkan badan
hukum lain seperti misalnya Yayasan tunduk kepada Undang-undang Nomor 16
tahun 2001 tentang yayasan, Koperasi tunduk kepada undang-undang
perkoperasian dan Badan Usaha Milik Negara selain terikat pada undang-undang
No.19 tahun 1969 dan undang-undang terkait lainnya.
2. Badan Hukum
Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum
seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu
mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan
perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.
Lebih lanjut dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum perdata terdiri dari
beberapa jenis, diantaranya perkumpulan, sebagaimana terdapat dalam Pasal
1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”); Perseroan
Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas);Koperasi (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian); dan Yayasan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang
Yayasan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28
tahun 2004).
Subyek Hukum Publik (Pidana)
1. Orang
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana
di Indonesia (hal. 59) mengatakan bahwa dalam pandangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang dapat menjadi subjek tindak
pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada
perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya
berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud
hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara,
kurungan, dan denda.
Dalam pustaka hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa dalam lingkungan
sosial ekonomi atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang pelanggar hukum
pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata maupun
hukum pidana, subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum
perdata dan hukum pidana keduanya mengakui bahwa badan hukum mempunyai
kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Hal ini karena
perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.
Selain itu, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata, badan hukum
dalam melakukan perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan
pengurus-pengurusnya. Dalam hukum pidana, karena perbuatan badan hukum
selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi), maka pelimpahan
pertanggungjawaban pidananya terdapat pada manusia, dalam hal ini diwakili
oleh direksi.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad
Nomor 732 Tahun
2. 1915;
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
5. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang
telah diubah
7. denganUndang-Undang Nomor 28 tahun 2004);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
OBJEK HUKUM
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum
dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di
dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh
manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah
akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar
matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus
mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan
pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada.
Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak
selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan
tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Akibat hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan
hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun
akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh
hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat
hukum.
Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber lahirnya hak dan
kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang bersangkutan.
Di dalam ilmu hukum, hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Tidak ada hak
tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Isi hak dan
kewajiban itu ditentukan oleh aturan hukum. Aturan hukum itu terdiri atas
peristiwa dan akibat yang oleh aturan hukum tersebut dihubungkan. Dengan
demikian, peristiwa hukum adalah peristiwa yang akibatnya diatur oleh hukum.
Dalam hal ini A dan B mempunyai hak dan kewajiban. Di mana A di samping
berhak menerima bayaran dari B, juga wajib menyerahkan barang itu kepada B,
begitu juga B di samping berhak menerima barang tersebut dari A, juga wajib
membayarnya.
Apabila salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya, maka dapat digugat oleh
pihak yang dirugikan di muka hakim.
Tidak semua peristiwa dapat dikatakan membawa akibat yang diatur oleh hukum.
Salah satu peristiwa yang tidak membawa akibat hukum misalnya si A
mengambil mobil kepunyaannya sendiri. Peristiwa semacam ini tidak membawa
akibat yang diatur oleh hukum. Dengan kata lain, perbuatan yang dilakukan
dalam peristiwa tersebut tidak menggerakkan hukum untuk bekerja.
Menurut Ishaq (2008:78-79), apabila peristiwa hukum itu dilihat dari segi isinya,
peristiwa hukum itu dapat dikenal atas dua macam, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum, yaitu peristiwa hukum
yang terjadi karena akibat perbuatan subjek hukum. Contohnya peristiwa
tentang pembuatan surat wasiat (Pasal 875 KUH Perdata), peristiwa tentang
menghibahkan barang (Pasal 1666 KUH Perdata)
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum atau peristiwa hukum
lainnya, yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak
merupakan akibat dari perbuatan subjek hukum. Contohnya kelahiran
seorang bayi, kematian seseorang, kadaluwarsa (lewat waktu).
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Perbuatan subjek hukum yang merupakan perbuatan hukum, yaitu perbuatan
yang akibatnya diatur oleh hukum dan akibat itu dikehendaki oleh pelaku.
Contoh : Perjanjian jual beli, sewa-menyewa (Pasal 1313 KUH Perdata).
Pembuata surat wasiat atau testamen (Pasal 875 KUH Perdata)
b. Perbuatan subjek hukum yang bukan perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
akibat hukumnya tidak dikehendaki oleh yang melakukannya, walaupun
akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh :
Zaakwaarneming (Pasal 1345 KUH Perdata), yaitu suatu perbuatan yang
memperhatikan kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang tersebut untuk
memperhatikan kepentingannya.
Contoh :
Ada seorang laki-laki yang berstatus duda, berdinas di suatu daerah terpencil.
Kebetulan laki-laki tersebut mengalami kecelakaan kerja dan kemudian dia
dirawat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat. Di dalam
dinasnya itu dia membawa serta anaknya dan tidak ada sanak saudara maupun
keluarga yang tinggal dekat dengan tempat tinggalnya selama berdinas di tempat
terpencil. Karena laki-laki duda tersebut dirawat di Puskesmas sedangkan anak
dan rumahnya tidak ada yang mengurus, maka tetangganya berinisiatif untuk
mengurusnya.
Hukum secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu Hukum Publik dan Hukum
Privat. Hukum pidana merupakan hukum publik, artinya bahwa Hukum pidana
mengatur hubungan antara para individu dengan masyarakat serta hanya
diterapkan bilamana masyarakat itu benar-benar memerlukan.
Van Hamel antara lain menyatakan bahwa Hukum Pidana telah berkembang
menjadi Hukum Publik, dimana pelaksanaannya sepenuhnya berada di dalam
tangan negara, dengan sedikit pengecualian. Pengeualiannya adalah terhadap
delik-delik aduan (klacht-delicht). Yang memerlukan adanya suatu pengaduan
(klacht) terlebih dahulu dari pihak yang dirugikan agar negara dapat
menerapkannya.
Maka Hukum Pidana pada saat sekarang melihat kepentingan khusus para
individu bukanlah masalah utama, dengan perkataan laintitik berat Hukum Pidana
ialah kepentingan umum/masyarakat. Hubungan antara si tersalah dengan korban
bukanlah hubungan antara yang dirugikan dengan yang merugikan sebagaimana
dalam Hukum Perdata, namun hubungan itu ialah antara orang yang bersalah
dengan Pemerintah yang bertugas menjamin kepentingan umum atau kepentingan
masyarakat sebagaimana ciri dari Hukum Publik.
Contoh Hukum Privat (Hukum Sipil)
Hukum sipil dalam arti luas (Hukum perdata dan hukum dagang)
Hukum sipil dalam arti sempit (Hukum perdata saja)
Hukum Pidana,
mengatur perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa saja
yang melanggar dan mengatur bagaimana cara mengajukan perkara ke muka
pengadilan (pidana dilmaksud disini termasuk hukum acaranya juga). Paul
Schlten dan Logemann menganggap hukum pidana bukan hukum publik.
Hukum Internasional (Perdata dan Publik)
a. Hukum perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
antara warga negara suatu bangsa dengan warga negara dari negara lain
dalam hubungan internasional.
b. Hukum Publik Internasional, mengatur hubungan anatara negara yang satu
dengan negara yang lain dalam hubungan Internasional.
2.Menurut bentuknya :
a. Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada berbagai
perundangan
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang masih hidup
dalam keyakinan masyarakat, tapi tidak tertulis, namun berlakunya
ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
3.Menurut tempat berlakunya :
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara.
b. Hukum internasional, yaitu yang mengatur hubungan hubungan hukum
dalam dunia internasional.
6. Menurut sifatnya :
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun
mempunyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila
pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
7.Menurut wujudnya :
a. Hukum obyektif, yaitu hukum dalam suatu Negara berlaku umum.
b. Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan
berlaku pada orang tertentu atau lebih. Disebut juga hak.
8.Menurut isinya :
a. Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu
dengan yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
b. Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan
alat kelengkapannya ata hubungan antara Negara dengan warganegara.
Daftar Referensi
Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.
Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Alumni, Bandung.
Soedjono Dirdjosisworo. 1994. Pengantar Ilmu Hukum. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soerojo Wignjodipuro. 1982. Pengantar Ilmu Hukum. Gunung Agung, Jakarta.
M.Muchtar Riva’i, Diktat Hukum Bisnis, untuk kalangan sendiri, di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan Jakarta, tanpa tahun.
Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung:
Refika Aditama.
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, Hlm.
Jimly Asshiddiqie, 2010. Perkembangan & konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Penerbit Sinar Grafika : Jakarta.
Abdul Kadir Muhammad, 1996, Hukum Perseroan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
HMN. Purwosutjipto,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1-8,
Djambatan, Jakarta.
Sutantyo R. Hadikusumo, Sumantoro, 1991, Pengertian Pokok Hukum
Perusahaan, Rajawali Press, Jakarta.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan
kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta, 1989,
Dudu Duswara Machmudin. ( 2001 ). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Refika
Aditama.
Achmad Sanusi ( 1994 ), Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum
Indonesia, Bandung, Tarsito.
Van Apeldorn (1986), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prdanya Paramita.
Sumber Hukum :
Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BW
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel
Indonesia (WvK),
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas