Anda di halaman 1dari 10

ILMU HUKUM

Point 18-22

Lidya
18. Menunjukkan Subjek Hukum Menurut KUHPerdata
 Subyek hukum atau purusa hukum (istilah subyek hukum yang dikemukakan oleh Oentari Sadino),
menurut Van Apeldoorn adalah segala sesuatu yang mempunyai kewenangan hukum atau
persoonlijkheid.
 Kewenangan hukum tersebut merupakan kecakapan untuk menjadi pendukung subyek hukum yang
diberikan oleh hukum obyektif.
 Pengertian subyek hukum atau rechts subject menurut Algra adalah setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid).
 Wewenang subyek hukum terbagi menjadi dua yaitu Pertama, wewenang untuk mempunyai hak
(rechtsbevoegdheid), dan Kedua, wewenang untuk melakukan (menjalankan) perbuatan hukum dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya
 Subyek hukum menurut Utrecht adalah suatu pendukung hak yaitu manusia atau badan yang menurut
hukum berkuasa menjadi pendukung hak. Suatu subyek hukum mempunyai kekuasaan guna
mendukung hak atau rechtsvoegdheid.
 Menurut Sudikno Mertokusumo, subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat
memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.
 Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Subekti yang menyatakan menyatakan bahwa subyek
hukum adalah pembawa hak atau subyek dalam hukum, yaitu orang.
 Subyek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki kewenangan hukum, penyandang hak dan
kewajiban dalam perbuatan hukum. Subyek hukum sangat terkait dengan kecakapan secara hukum
atau rechtsbekwaam, dan kewenangan dalam hukum atau rechtsbevoegd.
Subjek Hukum Menurut KUHPerdata dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
 Secara umum Subjek Hukum (rechtsubject) diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia
(naturlijkepersoon) dan badan hukum (rechtpersoon).
 Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 19-21) mengatakan bahwa dalam
hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum.
 Pada dasarnya setiap semua orang atau natuurliijk persoon memiliki kecakapan kecuali undang-undang
menyatakan lain. Contohnya Anak yang masih di bawah umur, orang yang dinyatakan pailit dan orang yang di
bawah pengampuan adalah mereka yang tidak memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
 Secara yuridisnya ada alasan manusia sebagai subyek hukum, yaitu: Pertama, manusia mempunyai hak-hak
subyektif dan kedua, kewenangan hukum yang berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai
pendukung hak dan kewajiban.
 Hukum Indonesia mengakui setiap manusia sebagai subyek hukum sebagaimana Pasal 1 Ayat(1) KUH
Perdata yang menyatakan bahwa menikmati hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
Pengaturan ini mengandung makna bahwa status sebagai warga (yang memiliki makna sebagai subyek
hukum) tidak digantungkan pada syarat tertentu yang ditetapkan oleh negara, melainkan melekat atau muncul
sebagai hak asasi yang ada pada dirinya
 Pengakuan manusia sebagai subyek hukum tersebut dimulai sejak manusia tersebut di dalam kandungan (bila
kepentingannya menghendaki demikian), sampai dengan manusia tersebut meninggal dunia.
 Pengaturan Pasal 1 KUH Perdata selaras dengan apa yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 KUH Perdata. Pasal 2
KUH Perdata menyatakan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir,
setiap kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati sewaktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah
ada. Adapun Pasal 3 KUH Perdata menyatakan bahwa tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan
kematian perdata, atau hilangnya segala hak-hak kewargaan
 Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan (rechtpersoon) juga memiliki hak dan melakukan
perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-
perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum
dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka
hakim.
 Pada sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia
mengatakan bahwa dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa suatu badan
hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in judicio) dapat
melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort).
 Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya
orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta
kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme
pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
 Badan Hukum terdiri dari PT, Koperasi dan Yayasan.
19. Hierarki tata urutan Peraturan Perundang-undangan dan fungsi masing-masing
dan UU yang mengatur hierarki tersebut
 Dasar Hukumnya UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
sebagaimana telah diubah dalam UU No. 15 Tahun 2019 dan UU No. 13 Tahun 2002
 Hierarki PerUU-an diatur dalam Pasal 7 dg urutan sbb :
1. UUD NRI 1945 = perUUan yg dibentuk o/ DPR dg persetujuan Presiden (Ps. 1angka 3)
2. Ketetapan MPR =
3. UU/Perppu = PerUUan yg ditetapkan o/ Presiden dlm hal ihwal kegentingan yg memaksa (Ps. 1 angka
5)
4. Peraturan Pemerintah = PerUUan yang ditetapkan oleh Presiden u/ menjlkn UU sbgmn mstinya
5. Peraturan Presiden = PerUUan yang ditetapkan o/ Presiden u/ menjalankan perintah perUUan yg
lebih tinggi atau dlm menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan
6. Perda Provinsi = perUUan yg dibentuk oleh DPRD Prov dg persetujuan Gubernur
7. Perda Kab/Kota = PerUUan yg dibentuk oleh DPRD Kab/Kota dg persetujuan Bupati/Walikota.
 Peraturan perundang-undangan selain itu disebutkan dalam Pasal 8 juga diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan
 Materi Muatan peraturan perundang-undangan tersebut diatur dalam Pasal 10-15
Membedakan Asas, Kaidah dan Norma Hukum
 Pada landasan suatu sistem kaidah hukum terdapat kaidah yang fundamental, yakni asas-asas hukum
 Menurut Paul Scholten, asas adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing
yang dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenaan dengannya ketentuan-
ketentuan dan keputuan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
 Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas hukum ini kemudian
ditetapkan oleh yang berwenang (autoriteit) menjadi norma hukum. Hal ini dapat dilihat dalam rumusan Pasal 5 yang
menyebutkan “Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:….”
 Karl Larenz dalam bukunya “Methodenlehreder Rechtswissenschaft”, sejalan dengan pendapat
Paul Scholten, mengemukakan asas-asas hukum adalah “ukuran-ukuran hukum-ethis yang
memberikan arah kepada pembentukan hukum” Mudah dipahami bahwa asas-asas hukum syarat
dengan nilai-nilai etis-moral dalam aturan atau norma/kaidah hukum baik dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan maupun putusan hakim sebagi pembentukan hukum inconcito (perlindungan privasi).
 H.J. Homes, dalam bukunya “Betekenis van de Algemene Rechtsbeginsselen voor d praktijk” bahwa asas-asas hukum “tidak
boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-
petunjuk bagi hukum yang berlaku” Dengan demikian H.J.Homes berpendapat bahwa asas-asas hukum itu sebagai dasar kaidah
perilaku.
 A.R. Lacey, mengemukakan: “principles may resemble scientific laws in being descriptions of ideal world, set up to govern
actions as a scientific laws are to govern expectation”. Ini menunjukan asas-asas hukum luas cakupannya dalam arti dapat
menjadi dasar ilmiah berbagai aturan/kaidah hukum untuk mengatur perilaku manusia yang menimbulkan akibat hukum yang
diharapkan
 G.W. Paton, mendifinisikan secara singkat: “a principle is the broad reason, which lies at the base of rule of law” (asas adalah
suatu pikiran yang dirumuskan secara luas yang menjadi dasar bagi aturan/kaidah hukum). Dengan demikian asas bersifat
abstrak, sedangkan aturan/kaidah hukum sifatnya kongkrit mengenai perilaku atau tindakan hukum tertentu
 Beberapa ahli hukum menganggap kata “norma” sinonim dengan kata “kaidah”
 Kata “norma” dalam KBBI diartikan sebagai aturan atau ketentuan yang mengikat semua atau sebagaian warga
masyarakat; aturan yang baku, ukuran untuk menentukan sesuatu, sedangkan kata “kaidah” dalam kamus
berarti perumusan asas-asas yang menjadi hukum; aturan tertentu; patokan; dalil
 Ditinjau dari segi etimologi, kata “norma” berasal dari bahasa Latin sedangkan kata “kaidah” berasal dari bahasa
Arab. Norma berasal dari kata nomos yang berarti nilai dan kemudian dipersempit maknanya menjadi norma
hukum. Sedangkan kaidah dalam bahasa Arab berasal dari kata qo’idah yang berarti ukuran atau nilai pengukur.
 Menurut Purnadi Purbacarakan dan Soerjono Soekanto, norma atau kaidah adalah ukuran ataupun pedoman
untuk perilaku atau bertindak dalam hidupnya;
 Menurut Maria Farida, norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi seseorang dalam hubungannya dengan
sesamanya ataupun lingkungannya;
 Menurut Kelsen, yang dimaksud dengan norma adalah “...... that something ought to be or ought to happen,
especially that a human being ought to behave in a specific way” (sesuatu yang seharusnya ada atau
seharusnya terjadi, khususnya bahwa manusia seharusnya berperilaku dengan cara tertentu);
 Menurut Sudikno Mertokusumo kaidah diartikan sebagai peraturan hidup yang menetukan bagaimana manusia
itu seyogyanya berperilaku, bersikap di dalam masyarakat agar kepentingannya dan kepentingan orang lain
terlindungi, atau dalam arti sempit kaidah hukum adalah nilai yang terdapat dalam peraturan konkret.
 Menurut Jimmly Asshiddiqie, norma atau kaidah merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam
bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran atau perintah.
Perbedaan Asas dan Kaidah/Norma Hukum
 Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa asas hukum bersifat abstrak dibandingkan dengan kaidah
perilaku, karena itu asas hukum tidak dapat diterapkan secara langsung oleh hakim dalam
penyelesaian sengketa.
 Di lain pihak, berpendapat asas hukum meskipun bebeda dengan kaidah perilaku, namun asas hukum
merupakan meta-norma/kaidah yang sesungguhnya juga tergolong kaidah perilaku, sehingga asas
hukum juga dapat diterapkan secara langsung dalam penyelesaian sengketa
 Pendapat Klandermann mengenai perbedaan asas dan kaidah/norma hukum yaitu Sudut pandang
ilmu hukum, asas hukum hanya bersifat mengatur dan menjelaskan
(eksplanasi) tujuannya hanya memberi ikhtisar dan tidak normatif, karena itu tidak termasuk hukum
positif, tentu tidak dapat diterapkan secara langsung untuk menyelesaikan sengaketa, harus melalui
penafsiran hakim.
 Masih pendapat Klandermann sudut pandang hukum positif, asas-asas hukum eksitensi atau
keberadaannya pada pembentuk undang-undang dan hakim (memberi keabsahan) serta memberi
pengaruh normatif, karenanya asas-asas hukum itu mengikat para pihak dalam penerapannya oleh
hakim
Menjelaskan Beberapa Asas dan Adagium Hukum :
 Lex Specialis Derogat Legi Generalis = peraturan perundang-undangan yang bersifat
lebih khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum
 Lex Superiori Derogat Legi Inferiori = peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
 Lex Posteriori Derogat Legi Priori = peraturan perundang-undangan yang berlaku
belakangan membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu
 Ius Curia Novit = hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak
boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara
 Equality before the law = asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang
sama
 Fiat Justicia ruat caelum = tegakan keadilan meski langit akan runtuh
 Facta sunt potentiora verbis = perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata
 Ubi societas, ibi jus = di mana ada masyarakat di situ ada hukum
 La bouche de la loi/la bouche de droit = Apa Kata Undang-Undang Maka Itulah Hukumnya
Tujuan Hukum menurut teori Gustav Radbruch
 Tiga tujuan hukum, yaitu kemanfaatan, kepastian, dan keadilan
 Pelaksanaannya berdasarkan asas prioritas

Anda mungkin juga menyukai