1
Robert Baldwin & Martin Cave, Understanding Regulation: Theory, Strategi and Practice, UK,
Oxford University Press: 1999, dalam Luky Djani, Efektivitas-Biaya dalam Pembuatan Legislasi, Jurnal Hukum
Jentera, Jakarta, 2005, hlm. 38.
2
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Peraturan perundang-undangan dan Yurisprudensi,
Cet. Ke-3, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm. 7-11.
T. Koopmans memberikan pengertian teori perundang-undangan sebagai:
“sekumpulan pemahaman-pemahaman, titik-titik tolak, dan asas-asas yang saling
berkaitan, memungkinkan munculnya paham yang lebih baik terhadap suatu
perundang-undangan yang dicoba untuk didalami.3
Menurut A. Hamid S. Attamimi pengertian teori perundang-undangan adalah:
“cabang atau sis lain dari ilmu perundang-undangan, yang lebih bersifat
kognitif dan berorientasi kepada mengusahakan kejelasan dan kejernihan
pemahaman, khususnya pemahaman yang bersifat dasar dibidang perundang-
undangan, antara lain pemahaman mengenai undang-undang, pembentukan
undang-undang, perundang-undangan dan lain sebagainya” 4
3
T. Koopmans, “Vergerlijkend Publikerecht: Deventer-kluwer”, 1986, dikutip oleh Laudin Masruni,
Hukum dan Kebijakan Perpajakan Indonesia, Yogyakarta, UII, 2006, hlm. 21.
4
A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992, hlm. 4.
5
A. Hamid S. Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan
(Hukum Tata Pengaturan), Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1993, hlm. 312
Asas-asas lainnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yang menetapkan prinsip-prinsip
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Pasal 5 menyatakan:
“Dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
baik, yang meliputi: kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk
yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat
dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan
keterbukaan".
Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat
dan bertindak.6 Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berarti dasar
atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-
undangan. Padanan kata asas adalah prinsip yang berarti kebenaran yang menjadi
pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Asas dapat berarti dasar,
landasan fundamental, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum
yang dinyatakan dalam istlah umum dengan tidak menyebutkan secara khusus cara
pelaksanaannya,7 Asas dapat juga disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang
menjadi titik tolak berfikir tentang sesuatu.
Asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamental hukum yang
terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berfikir
tentang hukum. Asas hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi terbentuknya
suatu peraturan hukum dari suatu peraturan hukum yang memuat nilai-nilai, jiwa,
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Edisi III,
2002, hlm. 70.
7
Liang Gie, Teori-Teori Keadilan, Penerbit Super, Jakarta, 1977, hlm. 9.
cita-cita, sosial atau perundangan etis yang ingin diwujudkan. 8 Asas hukun
merupakan jantung atau jembatan suatu peraturan hukum hukum yang
menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum dan hukum positif dengan cita-
cita sosial dan pandangan etis masyarakat.9
Menurut Bellefroid sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, yang
dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari
aturan-aturan yang lebih umum, yang merupakan pengendapan hukum positf dalam
suatu masyarakat.10 Pengertian asas hukum umum yang dirumuskan oleh Bellefroid
merupakan pengertian yang berbeda dengan rumusan asas dalam ilmu hukum.
Sebalknya Van Eikema Hommes sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo
menyatakan asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum konkret,
tetapi harus dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang
berlaku.11 Pembentukan hukum harus berorientasi pada asas-asas hukum tersebut
sehingga menjadi dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
Asas hukum dengan demikian dapat merupakan norma hukum konkret bersifat
normatif, termasuk hukum positif yang mempunyai kekuatan mengikat, yang
dirumuskan oleh pembuat undang-undang maupun hakim. Asas hukum demikian ini
disebut asas dalam hukum. Kecuali itu asas hukum dapat pula merupakan norma
hukum abstrak yang merupakan dasar, landasan, prinsip, fundamen, nilai-nilai atau
cita-cita yang ingin diwujudkan melalui peraturan hukum konkret. Asas hukum seperti
ini disebut asas dalam ilmu hukum. Karena itu fungsi dari asas hukum tersebut dapat
pula dibedakan antara fungsinya dalam hukum dan fungsinya dalam ilmu hukum. 12
Asas diterjemahkan dalam kamus lmiah sebagai pokok, dasar, dan fundamen 13,
Solly Lubis menyatakan asas adalah dasar kehidupan yang merupakan
pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan sesama
anggota masyarakat.14 Paul Scholten memberikan definisi mengenai asas hukum ialah
pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-
8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 85-86.
9
Ibid.
10
Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1991, hlm. 32.
11
Ibid.
12
Ibid., hlm. 34.
13
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus limiah Populer, Aroka, Surabaya, 1994, hlm. 48.
14
Solly Lubis, Perumusan Dan Pembinaan Cita Hukum Dan Penerapan Asas-Asas Hukum
Nasional, Depkeh BPHN, Jakarta, 1995, hlm. 29.
masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan
hukum yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan
individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. 15 Setiap peraturan perundang-
undangan diperlukan adanya suatu asas, karena asas ini yang melandasi atau
menjiwai ataupun menghidupi peraturan perundang-undangan dan dengan asas
tersebut maksud dan tujuan peraturan menjadi jelas. 16 Sri Soemantri Martosuwignjo
berpendapat bahwa asas mempunyai padanan kata dengan "beginsel" (Belanda) atau
"principle" (Inggris) sebagai suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau
tumpuan berpikir. Asas hukum adalah dasar normatif untuk membedakan antara
daya ikat normatif dan niscaya yang memaksa.
Asas hukum merupakan "jantungnya" peraturan hukum. Asas hukum
merupakan landasan yang paling luas dan alasan bagi lahirnya suatu peraturan
hukum. Asas hukum mengandung tuntutan etis, yang merupakan jembatan antara
peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis
masyarakatnya.17
Bahwa asas hukum bukanlah merupakan aturan yang bersifat konkret
sebagaimana halnya norma atau kaidah hukun yang menjadi isi dari setiap undang-
undang. Akan tetapi, asas hukum harus memberikan pedoman dalam merumuskan
norma hukum yang konkret dalam pembuatan undang-undang. Dalam bentuk
sebagaimana djelaskan oleh Sudikno Meriokusumo, jika asas hukum merupakan
pikran dasar yang bersifat abstrak, maka kaidah hukum dalam arti sempit merupakan
nilai yang bersifat lebih konkret daripada asas hukum. Kemudian juga ditambahkan
bahwa asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkret atau
pasal-pasal.
Fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan, sangat diperlukan
kehadirannya di negara yang berdasar atas hukum, tujuan utama pembentukan
undang-undang bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai
kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, melainkan menciptakan
modfikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat.18
15
Paul Scholten di dalam JJ. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum (Alih Bahasa oleh Arief Sidharta),
Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 119-120.
16
Rooseno Harjowidigo, Perspektif Peraturan Perjanjian Franchise, Depkeh-BPHN, Jakarta, 1993.
17
Satipto Rahardjo, Loc. Cit
18
Maria Farida Indrati, Op. Cit., hlm. 1-2.
Indonesia sebagai negara hukum, berkewajban melaksanakan pembangunan
hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam
sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap
rakyat Indonesia berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.
Penyusunan peraturan perundang-undang harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, materi dan muatan yang jelas, serta sistematka dan kerangka yang
benar, agar peraturan perundang-undangan tersebut dapat memberkan jaminan dan
kepastian hukum kepada masyarakat, sebagaimana fungsi utama ilmu perundang-
undangan yaitu:
1. "Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang senantiasa berkembang.
2. Unluk menjembatani lingkup hukum adat dengan hukum yang tidak tertulis
lainnya, atau
3. Untuk memenuhi kebutuhan kepastian hukum bagi masyarakat" 19
19
Aziz Syamsudin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.
19.
20
Maria Farida Indrati, Op. Cit., hlm. 3.
21
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Barkely University of California Press, 1978, diterjemahkan: Raisul
Muttaqien, Cetakan VIII, Nusa Media, Bandung, 2011, hlm.243.
rendah jika bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi dapat dibatalkan
melalui uji materil, melalui Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tapi dalam hidup bersama ia memikul
tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib. Untuk mewjudkan hidup
bersama yang tertib itu, perlu pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi
bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan
pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang
ditentukan itu. Sumber dari pedoman-pedoman objekif tersebut adalah grundnorm
(norma dasar). Seluruh tata hukum positif harus berpedoman secara hierarki pada
grundnorm. Menggunakan konsep stufenbau (lapisan-lapisan aturan), Hans Kelsen
mengonstruksi pemikiran tentang tertib yuridis. Konstruksi ini, menentukan jenjang-
jenjang perundang-undangan. Seluruh sistem perundang-undangan mempunyai
suatu struktur piramida (mulal dari yang abstrak yakni grudnorm sampai yang
kongkret seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain sebagainya). Cara
mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah mengeceknya melalui logika
stufenbau itu, dan grudnorm menjadi batu uji utama.22
Teori perundang-undangan membedakan adanya tiga macam landasan
keberlakuan peraturan sebagai kaidah, yaitu landasan keberiakuan secara flosofi,
landasan keberlakuan secara sosiologis dan landasan keberlakuan secara yuridis. 23
Teori Perundang-undangan tersebut relevan dengan penelitian ini untuk
menganalisis permasalahan penerapan asas certainty dalam mekanisme pembayaran
kewajiban perpajakan BPHTB. Teori Perundang-undangan menyajikan asas-asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, maka secara praktik
pembentukan peraturan perundangan-undangan harus mengacu asas-asas tersebut.
Dalam teori perundang-undangan melalui asas-asas pembentukan Peraturan
Perudang-undangan yang baik sebagaimana dikemukakan A. Hamid S. Attamimi di
atas, menjadi parameter untuk menggali dan menganalisis penerapan asas certainty
dalam mekanisme pembayaran kewajiban perpajakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan agar sesuai dengan prinsip certainty, sehingga Peraturan Daerah
22
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York, Russel and Russel, 1971,
diteriemahkan oleh Raisul Muttaqiem, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusamedia, 2011, hlm
179-180.
23
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, Bandung, Clitra Aditya Bakti,
1993, hlm 88-93.
dapat diimplementasikan secara baik dan benar sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.