Anda di halaman 1dari 9

Teori Perundang-Undangan

Teori perundang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan tentang


cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan pemerintahan. Ilmu
pengetauhan perundang-undangan secara umum terjemahan dari
gesetzgebungswissenschaft adalah suatu cabang ilmu baru, yang mula-mula
berkembang di Eropa Barat, terutama di Negara-negara yang berbahasa Jerman.
Menurut Burkhadt Krems, ilmu pengetauhan perundang-undangan adalah
ilmu pengetauhan tentang pembentukan peraturan Negara, yang merupakan ilmu
yang bersifat interdisipliner. Selain itu, ilmu peraturan perundang-undangan juga
berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi, secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu :
a. Teori perundang-undangan yaitu berorientasi pada mencari kejelasan dan
kejernihan makna atau pengertian-pengertian dan bersifat kognitif,
b. Ilmu perundang-undangan yaitu berorientasi pada melakukan perbuatan dalam
hal pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif.
Arti perundang-undangan atau istilah dan pengertian Perundang-undangan
secara etimologis, Perundang-undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan
awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an menunjukkan arti segala hal yang
berhubungan dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian
perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan berbagai ahli
sebagian besar ketika sampai pada persoalan apakah perundang-undangan
mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil (produk) dari
pembuatan perundang-undangan.
Istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik
penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah
peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau
macam Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan Perundang-undangan merupakan
istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai jenis (bentuk) peraturan
(produk hukum tertulis) yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum yang
dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang.
Dari pengertian-pengertian di atas, jika dicermati bahwa hukum adalah
himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dan perundang-
undangan adalah proses dan teknik penyusunan dari himpunan peraturan hukum,
kita dapat menarik sebuah garis besar bahwa suatu hukum harus dproduksi sebagai
produk hukum dengan sebuah proses dan teknik yang kemudian disebut sebagai
Peraturan Perundang-undangan. Menurut pendapat Marida Farida Indrati Soeprapto
menyatakan bahwa istilah perundang-undangan ( legislation, wetgeving atauy
gezetzgebung) mempunyai 2 (dua) pengertian yang berbeda yaitu :
a. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.
b. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun daerah. 1
Sedangkan Menurut Bagir Manan melukiskan pengertian perundang-undangan dalam
arti material yang esensinya sebagai berikut:
1. Peraturan Perundang-undangan yang berbentuk tertulis. Karena merupakan
keputusan tertulis, maka peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum
lazim disebut sebagai hukum tertulis (geschrevenrecht, written law).
2. Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pejabat atau lingkungan
jabatan (badan, organ) yang mempunyai yang berwenang membuat peraturan
yang berlaku mengikat umum (aglemeen).
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum, tidak
dimaksudkan harus selalu mengikat semua orang.Mengikat umumhanya
menunjukkan bahwa peristiwa perundang-undangan yang tidak berlaku terhadap
peristiwa kongkret atau individu tertentu. 2
Berdasarkan kriteria ini, maka tidak setiap aturan tertulis yang dikeluarkan
Pejabat merupakan Peraturan perundang-undangan, sebab dapat saja bentuknya
tertulis tapi tidak mengikat umum, namun hanya untuk perorangan berupa
Keputusan (Beschikking) atau ada pula aturan yang bersifat untuk umum dan tertulis,
namun karena dikeluarkan oleh suatu instansi pemerintah aupun organisasi maka
hanya berlaku untuk intern anggotanya saja.

1
Robert Baldwin & Martin Cave, Understanding Regulation: Theory, Strategi and Practice, UK,
Oxford University Press: 1999, dalam Luky Djani, Efektivitas-Biaya dalam Pembuatan Legislasi, Jurnal Hukum
Jentera, Jakarta, 2005, hlm. 38.
2
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Peraturan perundang-undangan dan Yurisprudensi,
Cet. Ke-3, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm. 7-11.
T. Koopmans memberikan pengertian teori perundang-undangan sebagai:
“sekumpulan pemahaman-pemahaman, titik-titik tolak, dan asas-asas yang saling
berkaitan, memungkinkan munculnya paham yang lebih baik terhadap suatu
perundang-undangan yang dicoba untuk didalami.3
Menurut A. Hamid S. Attamimi pengertian teori perundang-undangan adalah:
“cabang atau sis lain dari ilmu perundang-undangan, yang lebih bersifat
kognitif dan berorientasi kepada mengusahakan kejelasan dan kejernihan
pemahaman, khususnya pemahaman yang bersifat dasar dibidang perundang-
undangan, antara lain pemahaman mengenai undang-undang, pembentukan
undang-undang, perundang-undangan dan lain sebagainya” 4

A. Hamid S. Attamimi berpendapat terkait dengan ruang lingkup teori


perundang-undangan secara umum, dalam konteks pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan secara umum, dalam konteks pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia, asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan yang baik dapat disusun sebagai berikut:
1. Cita hukum Indonesia;
2. Asas negara berdasar hukum;
3. Asas pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi; dan
4. Asas-asas lainnya.5

3
T. Koopmans, “Vergerlijkend Publikerecht: Deventer-kluwer”, 1986, dikutip oleh Laudin Masruni,
Hukum dan Kebijakan Perpajakan Indonesia, Yogyakarta, UII, 2006, hlm. 21.
4
A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992, hlm. 4.
5
A. Hamid S. Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Kebijakan
(Hukum Tata Pengaturan), Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1993, hlm. 312
Asas-asas lainnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yang menetapkan prinsip-prinsip
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Pasal 5 menyatakan:
“Dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
baik, yang meliputi: kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat pembentuk
yang tepat; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat
dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan
keterbukaan".

Pasal 6 ayat (1) dan (2) menyatakan:


"Materi muatan Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan asas:
pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bineka
tunggal eka; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan.
Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang
hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan".

Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat
dan bertindak.6 Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berarti dasar
atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-
undangan. Padanan kata asas adalah prinsip yang berarti kebenaran yang menjadi
pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Asas dapat berarti dasar,
landasan fundamental, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum
yang dinyatakan dalam istlah umum dengan tidak menyebutkan secara khusus cara
pelaksanaannya,7 Asas dapat juga disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang
menjadi titik tolak berfikir tentang sesuatu.
Asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamental hukum yang
terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berfikir
tentang hukum. Asas hukum dapat disebut landasan atau alasan bagi terbentuknya
suatu peraturan hukum dari suatu peraturan hukum yang memuat nilai-nilai, jiwa,
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Edisi III,
2002, hlm. 70.
7
Liang Gie, Teori-Teori Keadilan, Penerbit Super, Jakarta, 1977, hlm. 9.
cita-cita, sosial atau perundangan etis yang ingin diwujudkan. 8 Asas hukun
merupakan jantung atau jembatan suatu peraturan hukum hukum yang
menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum dan hukum positif dengan cita-
cita sosial dan pandangan etis masyarakat.9
Menurut Bellefroid sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, yang
dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari
aturan-aturan yang lebih umum, yang merupakan pengendapan hukum positf dalam
suatu masyarakat.10 Pengertian asas hukum umum yang dirumuskan oleh Bellefroid
merupakan pengertian yang berbeda dengan rumusan asas dalam ilmu hukum.
Sebalknya Van Eikema Hommes sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo
menyatakan asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum konkret,
tetapi harus dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang
berlaku.11 Pembentukan hukum harus berorientasi pada asas-asas hukum tersebut
sehingga menjadi dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
Asas hukum dengan demikian dapat merupakan norma hukum konkret bersifat
normatif, termasuk hukum positif yang mempunyai kekuatan mengikat, yang
dirumuskan oleh pembuat undang-undang maupun hakim. Asas hukum demikian ini
disebut asas dalam hukum. Kecuali itu asas hukum dapat pula merupakan norma
hukum abstrak yang merupakan dasar, landasan, prinsip, fundamen, nilai-nilai atau
cita-cita yang ingin diwujudkan melalui peraturan hukum konkret. Asas hukum seperti
ini disebut asas dalam ilmu hukum. Karena itu fungsi dari asas hukum tersebut dapat
pula dibedakan antara fungsinya dalam hukum dan fungsinya dalam ilmu hukum. 12
Asas diterjemahkan dalam kamus lmiah sebagai pokok, dasar, dan fundamen 13,
Solly Lubis menyatakan asas adalah dasar kehidupan yang merupakan
pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan sesama
anggota masyarakat.14 Paul Scholten memberikan definisi mengenai asas hukum ialah
pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-

8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 85-86.
9
Ibid.
10
Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1991, hlm. 32.
11
Ibid.
12
Ibid., hlm. 34.
13
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus limiah Populer, Aroka, Surabaya, 1994, hlm. 48.
14
Solly Lubis, Perumusan Dan Pembinaan Cita Hukum Dan Penerapan Asas-Asas Hukum
Nasional, Depkeh BPHN, Jakarta, 1995, hlm. 29.
masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan
hukum yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan
individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. 15 Setiap peraturan perundang-
undangan diperlukan adanya suatu asas, karena asas ini yang melandasi atau
menjiwai ataupun menghidupi peraturan perundang-undangan dan dengan asas
tersebut maksud dan tujuan peraturan menjadi jelas. 16 Sri Soemantri Martosuwignjo
berpendapat bahwa asas mempunyai padanan kata dengan "beginsel" (Belanda) atau
"principle" (Inggris) sebagai suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau
tumpuan berpikir. Asas hukum adalah dasar normatif untuk membedakan antara
daya ikat normatif dan niscaya yang memaksa.
Asas hukum merupakan "jantungnya" peraturan hukum. Asas hukum
merupakan landasan yang paling luas dan alasan bagi lahirnya suatu peraturan
hukum. Asas hukum mengandung tuntutan etis, yang merupakan jembatan antara
peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis
masyarakatnya.17
Bahwa asas hukum bukanlah merupakan aturan yang bersifat konkret
sebagaimana halnya norma atau kaidah hukun yang menjadi isi dari setiap undang-
undang. Akan tetapi, asas hukum harus memberikan pedoman dalam merumuskan
norma hukum yang konkret dalam pembuatan undang-undang. Dalam bentuk
sebagaimana djelaskan oleh Sudikno Meriokusumo, jika asas hukum merupakan
pikran dasar yang bersifat abstrak, maka kaidah hukum dalam arti sempit merupakan
nilai yang bersifat lebih konkret daripada asas hukum. Kemudian juga ditambahkan
bahwa asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkret atau
pasal-pasal.
Fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan, sangat diperlukan
kehadirannya di negara yang berdasar atas hukum, tujuan utama pembentukan
undang-undang bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi norma-norma dan nilai-nilai
kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, melainkan menciptakan
modfikasi atau perubahan dalam kehidupan masyarakat.18

15
Paul Scholten di dalam JJ. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum (Alih Bahasa oleh Arief Sidharta),
Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 119-120.
16
Rooseno Harjowidigo, Perspektif Peraturan Perjanjian Franchise, Depkeh-BPHN, Jakarta, 1993.
17
Satipto Rahardjo, Loc. Cit
18
Maria Farida Indrati, Op. Cit., hlm. 1-2.
Indonesia sebagai negara hukum, berkewajban melaksanakan pembangunan
hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam
sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap
rakyat Indonesia berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.
Penyusunan peraturan perundang-undang harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, materi dan muatan yang jelas, serta sistematka dan kerangka yang
benar, agar peraturan perundang-undangan tersebut dapat memberkan jaminan dan
kepastian hukum kepada masyarakat, sebagaimana fungsi utama ilmu perundang-
undangan yaitu:
1. "Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang senantiasa berkembang.
2. Unluk menjembatani lingkup hukum adat dengan hukum yang tidak tertulis
lainnya, atau
3. Untuk memenuhi kebutuhan kepastian hukum bagi masyarakat" 19

Teori Perundang-undangan (gesetzgebungs theorie) merupakan bagian dan Ilmu


Perundang-undangan (gesetzsgebungsiehre) yang meliput: Proses perundang-
undangan (gesetsgobungsvorfahren), metode perundang-undangan
(gesotzgebubungsmothode) dan teknik perundang-undangan (gesetzgebungs-
technik). Ilmu perundang- undangan banyak berkembang di Negara-negara dengan
sistem hukum Civil Law. Secara konsepsional lmu Perundang-undangan menurut
Burkhardt Krems adalah imu pengetahuan yang interdisipliner tentang pembentukan
hukum negara (die interdisziplinare wissenschaft vonder staatlichen rechtssotzung ).20
Teori tata urutan peraturan perundang-undangan dikemukan oleh Hans Kelsen
dalam bukunya Pure theory of law yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi Teori Hukum Murni.21 Menurut Hans Kelsen, untuk menguji validias hukum:
apakah hukum yang lebih rendah tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi
(norma yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma yang lebih tinggi),
atau apakah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah sudah bersumber
pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Norma hukum yang lebih

19
Aziz Syamsudin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.
19.
20
Maria Farida Indrati, Op. Cit., hlm. 3.
21
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Barkely University of California Press, 1978, diterjemahkan: Raisul
Muttaqien, Cetakan VIII, Nusa Media, Bandung, 2011, hlm.243.
rendah jika bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi dapat dibatalkan
melalui uji materil, melalui Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tapi dalam hidup bersama ia memikul
tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib. Untuk mewjudkan hidup
bersama yang tertib itu, perlu pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi
bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan
pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang
ditentukan itu. Sumber dari pedoman-pedoman objekif tersebut adalah grundnorm
(norma dasar). Seluruh tata hukum positif harus berpedoman secara hierarki pada
grundnorm. Menggunakan konsep stufenbau (lapisan-lapisan aturan), Hans Kelsen
mengonstruksi pemikiran tentang tertib yuridis. Konstruksi ini, menentukan jenjang-
jenjang perundang-undangan. Seluruh sistem perundang-undangan mempunyai
suatu struktur piramida (mulal dari yang abstrak yakni grudnorm sampai yang
kongkret seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain sebagainya). Cara
mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah mengeceknya melalui logika
stufenbau itu, dan grudnorm menjadi batu uji utama.22
Teori perundang-undangan membedakan adanya tiga macam landasan
keberlakuan peraturan sebagai kaidah, yaitu landasan keberiakuan secara flosofi,
landasan keberlakuan secara sosiologis dan landasan keberlakuan secara yuridis. 23
Teori Perundang-undangan tersebut relevan dengan penelitian ini untuk
menganalisis permasalahan penerapan asas certainty dalam mekanisme pembayaran
kewajiban perpajakan BPHTB. Teori Perundang-undangan menyajikan asas-asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, maka secara praktik
pembentukan peraturan perundangan-undangan harus mengacu asas-asas tersebut.
Dalam teori perundang-undangan melalui asas-asas pembentukan Peraturan
Perudang-undangan yang baik sebagaimana dikemukakan A. Hamid S. Attamimi di
atas, menjadi parameter untuk menggali dan menganalisis penerapan asas certainty
dalam mekanisme pembayaran kewajiban perpajakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan agar sesuai dengan prinsip certainty, sehingga Peraturan Daerah

22
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York, Russel and Russel, 1971,
diteriemahkan oleh Raisul Muttaqiem, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusamedia, 2011, hlm
179-180.
23
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, Bandung, Clitra Aditya Bakti,
1993, hlm 88-93.
dapat diimplementasikan secara baik dan benar sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai