Anda di halaman 1dari 19

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Peraturan Tata Usaha Negara)

Dosen : R.Wawan Darmawan,S.H,M.H

Disusun oleh:

Mochamad Andre Prayudi (194301097)

Sekolah Tinggi Hukum Bandung

2021
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK

Prinsip negara hukum adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan

hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat

memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang

sebagai subyek hukum dalam masyarakat.1 Konsep Kepastian Hukum menurut pendapat

Soehino mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum

membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan

kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.2

Asas adalah suatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat. Asas juga dapat

berarti hukum dasar. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum

tanpa mensyaratkan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya yang diterapkan pada

serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu. Asas hukum

umum adalah norma dasar yang di jabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum

tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum merupakan

pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Asas hukum tidak boleh dianggap

sebagai norma-norma hukum konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum

atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.

Von Savigny menyatakan: “Hukum itu tidak dibuat secara sengaja, tetapi muncul dari

dalam masyarakat sendiri. Maka hukum itu selalu ada selama masyarakatnya juga masih ada.

Hukum itu akan lenyap seiring dengan punahnya masyarakat (historische school, historical
1
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 29.
2
Peter Mahmud Marzuki (2), Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2008, hlm.
137.
jurisprudence).” Eugen Ehrlic menyatakan, “hukum itu tidak muncul dalam teks, dalam

pengadilan dan dalam ilmu hukum, melainkan dalam masyarakat”.

De Beus dan van Doorn menyatakan, “kehadiran hukum sebagai skema berjalan

seiring dengan semakin kuatnya citra masyarakat sebagai suatu kehidupan yang distrukturkan

dan dikonstruksikan, yang disebut (de geconstrueerde samenleving)”. Asas Kepastian

Hukum merupakan asas fundamental dalam AUPB, karena jika nantinya AUPB dijadikan

alat uji oleh Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara-perkara Tata Usaha Negara,

maka substansi Putusan hakim harus dan wajib merespons keseluruhan nilai-nilai kebenaran

dan keadilan dari hukum yang ada dan berlaku (hukum tertulis dan hukum tidak tertulis),

karena substansi putusan hakim yang dibuat harus menjamin kepastian hukum yang adil.

Nonet dan Philip Selznick, menyatakan: “Responsive law, not sociology, was the true

program of sociological and realist jurisprudence. The problems they addressed – the limits

of formalism, the enlargement of legal knowledge, the role of policy in legal judgement –

presumed a legal order that would undertake an affirmative responsibility for theproblems of

society”.3

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Menurut UU Administrasi Pemerintahan

Pasal 10 ayat (1) AUPB terdiri dari 8 asas sebagai berikut :4

A. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan

dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.5 Asas kepastian hukum

merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan. Hukum

3
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, hlm.
12-13.
4
http://pemerintah.net/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik-aupb/, diakses pada tanggal 22 November
2021.
5
Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus

selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil. Mahmul Siregar mengatakan

hal yang senada dimana kepastian hukum itu harus meliputi seluruh bidang hukum. 6

Dengan demikian, kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian hukum secara

substansi tetapi juga kepastian hukum dalam penerapannya (hukum acara) dalam

putusan-putusan badan peradilan. Kemudian menurut Cicut Sutiarso mengatakan

kepastian hukum yang berdasarkan keadilan menurutnya harus selalu ditanamkan

untuk menciptakan budaya hukum yang tepat waktu.7 Selanjutnya, menurut H.L.A

Hart dalam the concept of law, ada kalanya kata-kata dalam sebuah undang-undang

dan apa yang diperintahkannya dalam suatu kasus tertentu bisa jadi jelas sekali,

namun terkadang mungkin ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu

terkadang dapat diselesaikan melalui interpretasi atas peraturan hukum lainnya. Hal

ini menurut H.L.A Hart merupakan suatu ketidakpastian (legal uncertainty) dalam

ketentuan undang-undang.8

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam

artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam

artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak

berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk

kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang

pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya

subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan


6
USU Law Journal, Kepastian Hukum Terhadap Standar Pelayanan Publik Dalam Pelayanan Izin Usaha :
Studi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematang Siantar, Volume 7,
Nomor 3, Juni 2019, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hlm.
183.
7
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis, Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
Jakarta, 2011, hlm. 160.
8
H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997) diterjemahkan oleh M. Khozim,
Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung, 2010, hlm. 230.
secara factual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau

adil bukan sekedar hukum yang buruk.9

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang

boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.10

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung

melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut

pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini,

tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.

Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya

membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan

hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan

atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.11

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi

keadilan. Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh

berfungsi sebagi peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan

kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau

berpendapat bahwa keadilan dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian

hukum harus dijaga demi keamanan dan ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum

9
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus Istilah Hukum,
Jakarta, 2009, hlm. 385.
10
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 23.
11
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung,
Jakarta, 2002, hlm. 83.
positif harus selalu ditaati. Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai yang

ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan kebahagiaan.12

Bachsan Mustafa mengungkapkan, bahwa kepastian hukum itu mempunyai

tiga arti, yaitu:13

“Pertama pasti mengenai peraturan hukumnya yang mengatur masalah


pemeritahan tertentu yang abstrak. Kedua, pasti mengenai kedudukan
hukum dari subjek dan objek hukumnya dalam pelaksanaan peraturan-
peraturan hukum administrasi Negara. Ketiga, mencegah kemungkinan
timbulnya perbuatan sewenang-wenang (eigenrechting) dari pihak maupun,
juga tindakan dari pihak pemerintah.”
Kepastian hukum juga merupahan hal yang sangat penting dalam hukum.

Setelah keadilan hukum tercapai maka hal yang selanjutnya harus terpenuhi adalah

kepastian hukum. Tanpa adanya kepastian hukum masyarakat tidak pernah

mengerti apakah perbuatan yang akan masyarakat perbuat benar atau salah dan

tanpa adanya suatu kepastian hukum akan menimbulkan berbagai permasalahan

yaitu timbulnya suatu keresahan dalam masyarakat. Dengan adanya suatu

kepastian hukum maka masyarakat memperoleh perlindungan dari tindakan yang

sewenang-wenang dari berbagai aparat penegak hukum dalam menjalankan

tugasnya yang ada dalam masyarakat. Kepastian hukum menjadi tolak ukur dalam

kejelasan hak dan kewajiban mereka di dalam suatu hukum. Kepastian hukum

harus dapat mengedepankan pembuktian sehingga hukum tersebut dapat di

pertanggungjawabkan.14

Konsep kepastian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa kepastian

hukum mengandung dua pengertian, yaitu yang pertama, adanya aturan yang

bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak

boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari

12
Ibid, hlm. 95.
13
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2001, hlm.
53.
14
Yohanes Suhardin, “Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Mmasyarakat”, Jurnal Hukum Pro
Justitia, Volume 25, Nomor 3, Juli 2007, hlm. 271.
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibedakan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

Undang-Undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara

putusan satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah

diputuskan.15

Konsep kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo, merupakan salah

satu syarat yang harus dipenuhi dengan penegak hukum. Sudikno Mertokusumo

mengartikan, bahwa kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel

terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.16

Konsep kepastian hukum sebagaimana dikemukakna oleh Soerjono Soekanto

yaitu dengan adanya suatu kepastian hukum, maka tujuan dari hukum yaitu

keadilan akan dapat dicapai. Fungsi hukum adalah untuk mengatur hubungan

antara negara atau masyarakat dengan warganya, dan hubungan antara sesama

warga masyarakat tersebut, agar kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan

tertib dan lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa tugas hukum untuk mencapai

kepastian hukum (demi adanya ketertiban) dan keadilan dalam masyarakat.

Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan umum atau kaidah umum

yang berlaku umum. Agar tercipta suasana yang aman dan tentram dalam

masyarakat, maka kaidah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan

tegas.17

Dari uraian-uraian mengenai kepastian hukum yang telah dikemukakan dalam

poin sebelumnya, maka kepastian dapat mengandung beberapa arti, yakni adanya
15
Peter Mahmud Marzuki , Op Cit, hlm. 158.
16
Sudikno Mertokusumo, Mengenal hukum, Sebuah pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 145.
17
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, 1999, hlm. 15.
kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan

dapat dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung

keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan

hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak

menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum menjadi perangkat hukum suatu

negara yang mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak

menimbulkan kontradiktif, serta dapat dilaksanakan, yang mampu menjamin hak

dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya masyarakat yang ada.18

B. Asas Kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang

antara: (1) kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain;

(2) kepentingan individu dengan masyarakat; (3) kepentingan Warga Masyarakat

dan masyarakat asing; (4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan

kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) kepentingan pemerintah dengan

Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan

generasi mendatang; (7) kepentingan manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan

pria dan wanita.

Kemanfaatan hukum adalah asas yang menyertai asas keadilan dan

kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas kepastian hukum dan asas keadilan,

seyogyanya dipertimbangkan asas kemanfaatan. Contoh konkret misalnya, dalam

menerapkan ancaman pidana mati kepada seseorang yang telah melakukan

pembunuhan, dapat mempertimbangkan kemanfaatan penjatuhan hukuman kepada

terdakwa sendiri dan masyarakat. Kalau hukuman mati dianggap lebih bermanfaat

bagi masyarakat, hukuman mati itulah yang dijatuhkan.19

18
Lon L. Fuller, Morality of Law New Haven and London, Yale University Press, 1964, hlm. 39.
19
Zaenuddin Ali, Hukum Islam, Sinar Grafika, Bandung, 2017, hlm. 46.
Hukum adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk

mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar, tidak saling tubruk dan

berkeadilan. Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahir di ruang

hampa. Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi

ataupun menjadi solusi atas terjadinya kemampatan yang disebabkan oleh potensi-

potensi negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya hukum itu untuk ditaati.

Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan.

Oleh karena itu, hukum harus ditaati walaupun jelek dan tidak adil. Hukum bisa

saja salah, tetapi sepanjang masih berlaku, hukum itu seharusnya diperhatikan dan

dipatuhi. Kita tidak bisa membuat hukum ‘yang dianggap tidak adil’. Itu menjadi

lebih baik dengan merusak hukum itu. Semua pelanggaran terhadap hukum itu

menjatuhkan penghormatan pada hukum dan aturan itu sendiri. Kemanfaatan

hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat

dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru

menimbulkan keresahan masyarakat. Karena kalau kita berbicara tentang hukum

kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang

terkadang aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan

masyarakat. Sesuai dengan prinsip tersebut di atas, saya sangat tertarik membaca

pernyataan Prof. Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa : keadilan memang

salah satu nilai utama, tetapi tetap di samping yang lain-lain, seperti kemanfaatan.

Jadi dalam penegakan hukum, perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan

harus proporsional.20

C. Asas Ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat

Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau

20
https://www.kejari-bone.go.id/artikel/detail/1/analisa-konsep-keadilan-kepastian-dan-kemanfaatan-dalam-
penegakan-hukum-tindak-pidana-pertambangan.html, diakses tanggal 22 November 2021.
Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan

dan tidak diskriminatif.

Berdasarkan perbandingan 7 UU sebagaimana terlihat dalam Tabel 3, asas

ketidakberpihakan/tidak diskriminatif dianut oleh 3 UU, yaitu: UU AP 2014, UU

PB 2009, UU Ombudsman 2008. Pengertian asas ketidakberpihakan/ tidak

diskriminatif menurut 3 (tiga) UU tersebut adalah sebagai berikut:

1. Asas ketidakberpihakan menurut UU AP 2014 adalah asas yang

mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan

dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan

mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak

diskriminatif.

2. Asas kesamaan perlakuan menurut UU PB 2009 adalah setiap warga

negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

3. Asas tidak memihak menurut UU Ombudsman 2008 adalah ‘cukup jelas’.

Berdasarkan penjelasan tersebut, unsur-unsur yang membentuk asas

ketidakberpihakan/tidak diskriminatif menurut UU AP 2014 adalah:21

1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;

2. Dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan;

3. Harus mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan;

4. Tidak diskriminatif.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam asas ketidakberpihakan/ tidak

diskriminatif menurut UU PB 2009 adalah:22

1. Setiap warga Negara;

21
Cekli Setya Pratiwi, Shinta Ayu Purnamawati, Fauzi, Christina Yulita Purbawati, Penjelasan Hukum Asas-
Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP),
Jakarta, hlm. 95.
22
Ibid.
2. Berhak memperoleh pelayanan yang adil.

Dari uraian tersebut, tampak bahwa unsur–unsur yang terdapat dalam

UU AP 2014 dan UU PB 2009 terlihat ada perbedaan. Perbedaan itu muncul

karena ruang lingkup dan obyek kedua UU tersebut yang berbeda. Namun

secara substansial, asas ketidakberpihakan/tidak diskriminatif yang termuat

dalam kedua UU tersebut memiliki tujuan dan semangat yang sama yang

bertumpu pada prinsip keadilan dan tidak diskriminatif. Asas

ketidakberpihakan/tidak diskriminatif menurut UU AP 2014 memberi

pemahaman bahwa setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam

membuat keputusan, perlakuan atau tindakan, wajib mempertimbangkan

kepentingan para pihak secara keseluruhan dan wajib bersikap dan bertindak

adil, dan tidak diskriminatif. Negara atau pemerintah tidak boleh bersikap

diskriminatif atas dasar apapun. Negara dituntut adil dan profesional dalam

penyelenggaraan pemerintahan sesuai peraturan perundang-undangan yang

menjadi landasannya. Sedangkan asas ketidakberpihakan/tidak diskriminatif

menurut UU PB 2009 memberikan pemahaman bahwa setiap warga Negara

berhak memperoleh pelayanan yang adil dan tidak diskriminatif dari Negara

atau pemerintah. Hak atas pelayanan yang adil dan tidak diskriminatif ini

harus dilindungi dan dihormati oleh Negara demi mewujudkan tegaknya

keadilan dan kepastian hukum dalam pelayanan publik.23

D. Asas Kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan

dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap

untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau

Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan

23
Ibid, hlm. 96.
dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau

dilakukan.

Berdasarkan perbandingan 7 UU sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 3,

terlihat bahwa asas kecermatan hanya dianut oleh UU AP 2014. Penjelasan asas

kecermatan menurut UU AP 2014 adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu

Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang

lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/ atau pelaksanaan Keputusan

dan/atau Tindakan, sehingga Keputusan dan/ atau Tindakan yang bersangkutan

dipersiapkan dengan cermat, sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut

ditetapkan dan/atau dilakukan.

Unsur-unsur yang terdapat di dalam asas kecermatan berdasarkan UU AP

2014 adalah sebagai berikut:

1. Keputusan dan/atau Tindakan;

2. Didasarkan pada dokumen yang lengkap;

3. Cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/

atau dilakukan.

Berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian asas kecermatan

menurut UU AP 2014 tersebut, dapat ditangkap sebuah pengertian bahwa setiap

Pejabat Negara/Pemerintahan harus bersikap hati-hati dan cermat dalam membuat

keputusan atau ketika melakukan suatu tindakan dengan selalu mendasarkan pada

informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan

dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau tindakan, sehingga keputusan dan/atau

tindakan yang dibuatnya bermuara pada keadilan sehingga tidak merugikan para

pihak yang terkena dampak keputusan yang dibuat oleh Pejabat Pemerintahan

tersebut.24
24
Ibid.
Asas kecermatan (carefulness) sesungguhnya mengandaikan suatu sikap

bagi para pengambil keputusan untuk senantiasa selalu bertindak hatihati, yaitu

dengan cara mempertimbangkan secara komprehensif mengenai segenap aspek

dari materi keputusan, agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.25

Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum mengambil

suatu ketetapan, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua

kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting

kurang diteliti, itu berarti tidak cermat. Kalau pemerintahan secara keliru tidak

memperhitungkan kepentingan pihak ketiga, itu pun berarti tidak cermat. Dalam

rangka ini, asas kecermatan dapat mensyaratkan bahwa yang berkepentingan

didengar (kewajiban mendengar), sebelum mereka dihadapkan pada suatu

keputusan yang merugikan.26

E. Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk

kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan

pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan,

dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.

Kebingungan dalam ranah praktis, mendorong dikeluarkannya Instruksi

Presiden :

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, tanggal 9

Januari 2016, Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional, Presiden

RI menginstruksikan kepada: (1) para Menteri Kabinet Kerja; (2) Jaksa Agung

R.I; (3) Kapolri R.I; (4) Sekretaris Kabinet; (5) Kepala Staf Presiden; (6) Para

25
Safri Nugraha, Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang Hukum Pemerintahan yang Baik, BPHN, Jakarta,
2007, hlm. 12.
26
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm.
274.
Kepala Lembaga Non Kementerian; (7) Para Gubernur; (8) Para Bupati/Walikota,

untuk memberikan dukungan percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

dengan bentuk antara lainnya: a. meningkatkan tata kelola (governance) dan

meningkatkan fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dalam rangka

pengawasan pembinaan Proyek Strategis Nasional; b. Mendahulukan proses

administrasi pemerintahan dalam melakukan pemeriksaan dan penyelesaian atas

laporan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;

c. Jaksa Agung R.I mendahulukan proses administrasi pemerintahan sesuai

ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum

melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan

wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Instruksi ditujukan kepada aparat penegak hukum agar jangan

mengkriminalisasikan diskresi. Pemerintah mencatat banyaknya pejabat yang

dipidana karena kasus korupsi diantaranya 8 Menteri, 19 Gubernur, 2 Gubernur

Bank Indonesia, 5 Deputi Gubernur Indonesia, 40 Anggota DPR RI, 150 Anggota

DPRD, dan sekitar 200 Bupati/Walikota.28 Data tersebut, menurut Presiden

membawa implikasi ketakutan pejabat dalam mengambil keputusan dan/atau

tindakan karena ketidakjelasan definisi korupsi serta maraknya kriminalisasi

kebijakan dan prosedur administrasi pemerintahan yang kurang jelas dan

transparan, akibatnya biaya yang harus ditanggung pemerintah sangat besar, yaitu

lambatnya pembangunan akibat aparat negara takut mengambil keputusan.

Belanja modal pemerintah baru mencapai 20 persen dari APBN dan dana daerah

mengendap di bank sebesar 283 triliun. Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden

menilai penting kiranya menggunakan diskresi untuk mempercepat pelaksanaan

pembangunan.27
27
Republika, Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dipidana, selengkapnya dapat dilihat di
Kebingungan menggunakan diskresi dalam ranah praktik membuat aparatur

pemerintah khususnya yang berasal dari lingkup jalur karier enggan

menggunakannya. Penyalahgunaan wewenang menjadi titik ketakutan pejabat

yang berwenang menggunakan diskresi bilamana diabsorsi ke ranah pidana. 28

F. Asas Keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan

akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam

penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas

hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

Pengertian Asas keterbukaan menurut 6 UU tersebut adalah sebagai

berikut:29

1. Asas keterbukaan menurut penjelasan UU PTUN 2004 mengacu kepada

UU Anti KKN 1999.

2. Asas keterbukaan menurut penjelasan UU Anti KKN 1999 adalah asas

yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi

yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara

dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,

golongan, dan rahasia negara.

3. Asas keterbukaan menurut UU AP 2014 adalah asas yang melayani

masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang

benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan

dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,

golongan, dan rahasia negara.

http://m.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/08/25/ntmkg612-jokowi-minta-kebijakan jangandipidana,
diakses pada tanggal 22 November 2021.
28
“KPK : Pejabat Jangan Takut Terbitkan Diskresi” https://m.cnnindonesia.com, diakses pada tanggal 22
November 2021.
29
Cekli Setya Pratiwi, Shinta Ayu Purnamawati, Fauzi, Christina Yulita Purbawati, Op Cit, hlm. 89.
4. Asas keterbukaan menurut UU Pemda 2014 adalah asas yang membuka

diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,

jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia

negara.

5. Asas keterbukaan menurut UU PB 2009 adalah setiap penerima pelayanan

dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai

pelayanan yang diinginkan.

6. Asas keterbukaan menurut UU Ombudsman adalah ‘cukup jelas’.

G. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan

kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak

diskriminatif.

Berdasarkan perbandingan 7 UU menurut Tabel 6.2, ditemukan hanya 4

UU yang menganut asas kepentingan umum, yaitu, UU Anti KKN 1999, UU AP

2014, UU Pemda 2014, UU PB 2009. Penjelasan mengenai asas kepentingan

umum menurut 4 UU tersebut adalah sebagai berikut:30

1. Asas kepentingan umum menurut UU Anti KKN 1999 adalah asas yang

mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,

akomodatif, dan selektif.

2. Asas kepentingan umum menurut UU AP 2014 adalah asas yang

mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang

aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.

3. Asas kepentingan umum menurut UU Pemda 2014 adalah asas yang

mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,

akomodatif, dan selektif.


30
Ibid, hlm. 86.
4. Asas kepentingan umum menurut UU PB 2009 adalah pemberian

pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau

golongan.

H. Asas Pelayanan Yang Baik adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat

waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Unsur-unsur yang terdapat dalam penjelasan asas pelayanan yang baik

yaitu:31

1. Memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas;

2. Sesuai dengan standar pelayanan;

3. Ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari berbagai unsur tersebut, dapat dipahami bahwa yang dimaksud asas

pelayanan yang baik, menurut UU AP 2014, didasarkan pada indikator adanya

pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai standar

pelayanan, dan dijalankan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di

Belanda tak ada asas yang persis sama dengan asas pelayanan yang baik, namun

terdapat ketentuan mengenai jangka waktu pengambilan keputusan menurut

undang-undang. Pasal 4:13 ayat 1 AwB menentukan bahwa keputusan tata usaha

negara harus diambil dalam jangka waktu yang patut, yaitu tidak lebih dari

delapan minggu. Sementara sehubungan dengan ketepatan prosedur, asas ini

barangkali dapat dibandingkan dengan asas kecermatan (sebagaimana telah

dibahas sebelumnya), serta asas fairplay yang melarang adanya prasangka dalam

penilaian (jadi harus netral dan obyektif) dan manipulasi waktu (jadi harus sesuai

dengan prosedur sebenarnya).

31
Ibid, hlm. 104.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2001.
Cekli Setya Pratiwi, Shinta Ayu Purnamawati, Fauzi, Christina Yulita Purbawati, Penjelasan
Hukum Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Lembaga Kajian dan Advokasi
untuk Independensi Peradilan (LeIP), Jakarta.
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis, Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, Jakarta, 2011.
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus
Istilah Hukum, Jakarta, 2009.
H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997) diterjemahkan
oleh M. Khozim, Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung, 2010.
Lon L. Fuller, Morality of Law New Haven and London, Yale University Press, 1964.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Perdana Media Group, Jakarta,
2008.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT Bina Ilmu,
Surabaya, 1987.
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010.
Safri Nugraha, Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang Hukum Pemerintahan yang Baik,
BPHN, Jakarta, 2007.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal hukum, Sebuah pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999.
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, 1999.
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2008.
Yohanes Suhardin, “Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Mmasyarakat”,
Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 25, Nomor 3, Juli 2007.
Zaenuddin Ali, Hukum Islam, Sinar Grafika, Bandung, 2017.

Internet :
http://pemerintah.net/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik-aupb/, diakses pada tanggal
22 November 2021.
https://www.kejari-bone.go.id/artikel/detail/1/analisa-konsep-keadilan-kepastian-dan-
kemanfaatan-dalam-penegakan-hukum-tindak-pidana-pertambangan.html, diakses
tanggal 22 November 2021.
Republika, Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dipidana, selengkapnya dapat dilihat di
http://m.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/08/25/ntmkg612-jokowi-minta-
kebijakan jangandipidana, diakses pada tanggal 22 November 2021.
“KPK : Pejabat Jangan Takut Terbitkan Diskresi” https://m.cnnindonesia.com, diakses pada
tanggal 22 November 2021.

Jurnal :
USU Law Journal, Kepastian Hukum Terhadap Standar Pelayanan Publik Dalam Pelayanan
Izin Usaha : Studi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kota Pematang Siantar, Volume 7, Nomor 3, Juni 2019, Program Studi Magister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Undang-Undang :
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai