Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kepastian Hukum

1. Definisi Kepastian Hukum

Dalam menjelaskan kepastian hukum ini maka perlu kiranya penulis

menyampaikan bahwa hal itu didasarkan pada adanya pendapat dari Gustav

Radbruch bahwa hukum memiliki keharusan untuk memuat tiga nilai dasar

dimana dalam bukunya menuliskan bahwasannya dalam hukum terdapat tiga

nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) dimana dalam kepastian

hukum membahas dari sudut yuridis, keadilan hukum (gerechtigkeit) dimana

dalam keadilan hukum membahas sudut filosofis sebagaimana keadilan adalah

persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan di ranah pengadilan,

dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) dimana dalam kemanfaatan

hukum membahas mengenai utility atau nilai guna.9 Dalam hal ini dari ketiga

hal yang telah disebutkan tersebut memiliki perannya sendiri-sendiri dimana

dalam hal kepastian hukum harus dipenuhi terlebih dahulu karena dalam

kepastian hukum melihat dari segi yuridis sebelum memberikan keadilan

hukum bagi seseorang dan kemanfaatan hukum yang menciptakan nilai guna,

maka dari itu penulis disini dalam penelitiannya akan condong dan fokus pada

kepastian hukum namun tetap akan menjelaskan keadilan dan kemanfaatan

hukum secara umum.

9
Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, halaman 19.

18
Kepastian sendiri secara etimologis intinya berasal dari kata pasti dimana

memiliki pengertian tidak dapat dirubah. 10 Selain itu juga memiliki pengertian

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang pada dasarnya

kepastian sendiri adalah dalam hal suatu kondisi yang pasti, seyogyanya

hukum juga begitu harus pasti. Selain itu juga dapat dilihat dengan peraturan

perundangan yang diciptakan secara pasti dengan begitu akan mengakomodir

dengan jelas dan masuk akal.11 Kepastian sendiri dapat dilihat dengan

peraturan perundang-undangan karena kepastian merupakan suatu bentuk

penelitian normatif.

Dalam asas kepastian hukum ketika peraturan perundang-undangan

tersebut diciptakan serta diundangkan dengan memerhatikan dan

mempertimbangkan asas kepastian hukum maka akan terwujud suatu aturan

yang jelas, masuk akal atau logis dan nantinya tidak akan terjadi keraguan

yang menimbulkan multitafsir yang akan berbenturan dengan berbagai norma

atau peraturan yang ada serta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 yang berisi mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan pasal

6 huruf i yang pada intinya menyatakan bahwa isi daripada muatan dalam

peraturan perundangan harus mencerminkan asas kepastian hukum, maka

dengan adanya asas kepastian hukum peraturan-peraturan itu dapat menjadi

suatu batasan bagii masyarakat dalam melakukan suatu hal tindakan dari satu

10
W.J.S. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta, Balai
Pustaka, halaman 847.
11
C.S.T Kansil, 2009, Kamus istilah Hukum, Jakarta, Gramedia Pustaka, halaman 385.

19
orang terhadap orang yang lainnya.12 Adanya batasan di dalam suatu peraturan

hukum artinya tidak boleh mengandung substansi yang cenderung mengarah

dan memiliki banyak makna atau biasa penulis menyebut multitafsir jika

dikorelasikan dengan suatu peraturan perundang-undangan yang lainnya atau

suatu norma lainnya yang berlaku.

Adapun pendapat para ahli yang digunakan penulis untuk dijadikan dasar

berfikir dan referensi yaitu teori yang dikemukakan Gustav Radbruch yaitu

beliau mengatakan bahwasannya pada intinya dalam asas kepastian hukum

yakni suatu yang sangat mendasar dimana hukum harus positif, dilaksanakan

dan dipatuhi. 13 Maksud dari pernyataan beliau adalah asas kepastian hukum

adalah hal yang mendasar dalam kehidupan masyarakat dimana hukum

tersebut harus mengandung hak-hak individu atau kelompok secara merata

yang akan diberlakukan dalam suatu waktu dan tempat tertentu sehingga

tujuan dari kepastian hukum nantinya dapat tercapai dan dapat diterima serta

menjamin kepastian hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Gustav Radbruch juga mengatakan bahwasannya asas kepastian hukum itu

memiliki empat faktor yakni :

a. Faktor berupa perundangan yang bersifat positif (gesetzliches Recht).

b. Didasarkan pada fakta (tatsachen)

12
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana, halaman 158.
13
O.Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Salatiga, Griya Media, halaman 33-
34.

20
c. Fakta dalam suatu kejadian perlu dijelaskan dan diuraikan secara benar

supaya tidak menimbulkan kesalahan pada saat dipahami dan

dijalankan.

d. Merupakan hukum positif jadi tidak mudah dirubah.14

Faktor-faktor diatas tentu tidak bisa terlepas dengan asas kepastian hukum

jika ditinjau dan dipahami secara seksama, dalam empat faktor tersebut

memiliki korelasi yang saling berkaitan, pada poin yang pertama perundang-

undangan memiliki sifat yang positif dimana dimaksudkan setelah melihat

suatu peraturan perundang-undangan juga harus bisa didasarkan pada fakta

suatu kejadian dan tidak hanya berhenti pada poin tersebut namun korelasi

masih berlaku pada poin selanjutnya dimana setelah fakta ditemukan tentu

harus dijelaskan dan diuraikan secara komprehensif sehingga hukum positif

tersebut tidak dapat diubah-ubah.

Tidak hanya Gustav Radbruch namun ada pendapat kedua yang juga

disampaikan oleh Utrecht dimana beliau mengatakan bahwasannya asas

kepastian hukum memiliki 2 definisi yakni :

a. Ada suatu peraturan yang memiliki sifat umum yang membuat

seseorang tahu perbuatan apa dan bagaimana yang boleh/tidak boleh

dilakukan.

b. Ada suatu keamanan hukum bagi seseorang dari tindak kesewenangan

pemerintah.

14
Ibid. halaman 292-293.

21
Dengan adanya penjelasan diatas tersebut maka seseorang dapat tahu apa

saja yang dapat dan tidak dapat dibebankan atau dikenakan oleh negara

kepada individu.15 Secara tidak langsung kedua definisi Utrecht memiliki

hubungan dimana dengan adanya asas tersebut orang akan mengetahui

perbuatan yang diperbolehkan serta dilarang dan ketika seseorang tahu

klasifikasi perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang dilarang maka

nantinya tujuan kepastian hukum akan tercipta suatu keamanan hukum bagi

suatu individu terhadap siapapun.

Pendapat ketiga diutarakan oleh Van Apeldoorn dimana beliau

menyatakan bahwasannya asas kepastian hukum sendiri diklasifikasikan ke

dalam 2 bagian yang pertama yaitu mengenai proses pembentukannya yang

konkret dan cepat dalam hal ini yang dimaksud adalah para pencari keadilan

atau masyarakat pada umumnya dan yang kedua adalah hukum harus memiliki

batasan secara menyeluruh.16 Penjelasan mengenai pendapat beliau pada poin

pertama dimaksudkan dalam asas kepastian hukum mengenai proses

pembentukanya harus mengutamakan masyarakat pada umumnya dan ketika

masyarakat memerlukan kepastian hukum maka hukum itu telah ada dan dapat

menjamin masyarakat tersebut karena proses pembentukannya yang konkret

dan cepat selanjutnya pada poin kedua menjadi pengingat dalam poin pertama

dimana meskipun proses pembentukannya yang konkret dan cepat namun

15
Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,
halaman 23.
16
Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Bandung, PT.
Revlika Aditama, halaman 82-83.

22
hukum atau pengaturan tersebut harus tetap memiliki batasan-batasan secara

jelas, batasan disini dimaksudkan terkait batasan pemahaman dan penerapan

dari pengaturan tersebut.

Maka dari pemaparan dan penjelasan teori dari asas kepastian hukum

diatas adanya asas tersebut maka segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dapat terjamin karena orang akan tahu mana yang dapat dan tidak

dapat dilakukan.17 Dalam hal ini juga dapat digunakan landasan berfikir oleh

penulis untuk membantu penulis dalam menjawab dan menjelaskan dalam

kepastian hukum dalam unsur subyektif dan obyektif.

2. Pengaturan Terkait Kepastian Hukum

Kepastian hukum secara umum telah diatur dalam UUD 1945 pada pasal

28D ayat 1 pada intinya mengatakan tiap warga Negara Republik Indonesia

memiliki hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Dalam pengaturan diatas tentu memerlukan perwujudan yang idealnya

perwujudan tersebut berupa rumusan-rumusan norma tidak hanya berupa

uraian-uraian dalam bentuk pernyataan. 18 Berbicara mengenai kepastian

hukum sendiri merupakan suatu perwujudan dari penerapan yaitu asas

legalitas, dimana asas legalitas sendiri dijelaskan di dalam pasal 1 ayat 1

KUHP menyatakan pada intinya tidak ada tindak pidana yang dapat dipidana

17
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, halaman 136.
18
Hans Kelsen, 2007, General Theory Of Law And State (Teori Umum Hukum dan Negara-Dasar-
dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik) Alih Bahasa Somardi,
Jakarta, Media Indonesia, halaman 46.

23
kecuali berdasarkan ketentuan hukum pidana yang telah ada sebelum tindak

pidana itu dilakukan.

Hemat penulis asas legalitas merupakan fundamental atau dasar dalam

hukum pidana karena sangat penting dan vital dalam menentukan peraturan

hukum pidana dapat diterapkan pada kejahatan yang dilakukan. Jika ada

tindak pidana, itu bisa dilihat dalam peraturan apakah suda terdapat aturan

yang mengatur tentang tindak pidana yang terjadi pada saat itu. Hal ini

berhubungan dan berkaitan dengan asas lex certa (asas yang digunakan di

dalam hukum harus jelas), asas lex stricaar (asas yang digunakan di dalam

hukum harus tanpa samar-samar) dan asas lex scripta (asas yang digunakan di

dalam hukum harus tertulis dalam suatu perundang-undangan).

Ahli hukum juga menyampaikan pendapatnya mengenai asas legalitas

salah satunya yaitu Moeljatno dimana beliau mengatakan bahwasannya di

dalam asas legalitas memiliki persamaan seperti yang dijelaskan KUHP.19

Penyataan dari Moeljatno pada poin pertama telah mengacu pada pasal 1

ayat 1 KUHP namun penjelasan kedua dan ketiga beliau lebih menekankan

serta menjelaskan lebih detail mengenai asas legalitas dimana pada poin

pengertian kedua jika terjadi suatu tindak pidana maka untuk menentukan

perbuatan pidana haruslah sesuai fakta dan tidak bisa di analogikan dan

pengertian pada poin ketiga lebih menguatkan pada pengertian kedua dimana

pada poin ketiga beliau mengatakan ketentuan hukum pidana tidak berlaku

surut dimana memiliki pengertian yaitu Jika hukum berubah setelah kejahatan

19
Moeljatno, 2008, Azas-Azas Hukum pidana, Jakarta, Rineka Cipta, halaman 27.

24
dilakukan, ketentuan yang paling menguntungkan akan berlaku untuk

terdakwa dalam atau sering disebut asas retroaktif dimana kembali pada poin

adanya larangan keberlakuan surut ini semata-mata hanya bertujuan untuk

menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.

Perwujudan suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebatas

dalam bentuk pernyataan namun tetap harus terdapat rumusan-rumusan norma

yang digunakan dalam perwujudan suatu peraturan khususnya disini yaitu

pasal 28D ayat 1 yang nantinya hasil dari rumusan norma tersebut dapat

dijadikan pedoman bagi masyarakat secara jelas tanpa mengurangi hak dan

kewajibannya sebagai warga negara.

Jadi hemat penulis jika dilihat penjelasan dan penguraian alur berfikir

pengaturan terkait kepastian hukum ringkasnya harus dilakukan melalui

tahapan rumusan norma yang matang serta mengandung kewajiban hukum

yang bersifat terukur agar kepastian hukum benar-benar tercapai sebagai

wujud penjelawantahan dari pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

3. Bentuk-Bentuk Kepastian Hukum

Dalam bentuk-bentuk mengenai kepastian hukum sendiri disini penulis

menggunakan pendapat ahli yaitu Apeldoorn dimana beliau menyampaikan

dalam bentuk kepastian hukum dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu :

a. Proses pembuatan dalam kepastian hukum harus bersifat jelas atau

detail, pada hal ini ketika dilakukannya pembentukan peraturan hukum

harus disesuaikan dengan kenyataan dan dapat menanggapi isu-isu

dengan cepat.

25
b. Sebagai keamananan hukum yang harus dipastikan terlindungi, dapat

diartikan bahwasanya dengan adanya peraturan yang jelas dan

memiliki batasan yang jelas maka hukum akan memberikan keamanan

yang akan melindungi masyararakat yang akan tercipta kepastian

hukum.

Jika memilah konsep daripada bentuk positivisme yang dijabarkan

bahwasanya pada aturan hukum haruslah menaruh batasan secara

menyeluruh.20 Artinya dalam rumusan pasal dalam suatu peraturan khususnya

disini pasal 27 ayat 3 UU 19/2016 Atas Perubahan ITE harus memiliki batasan

secara menyeluruh mengenai rumusan pasalnya.

B. Tinjauan Umum Tentang Keadilan Hukum

1. Definisi Tentang Keadilan Hukum

Keadilan memiliki asal dari kata adil dalam bahasa istilahnya dikenal

dengan iustitia, dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adil merupakan

tidak sewenang, tidak memihak, dan tidak berat sebelah kepada siapapun atau

tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenangnya dan keadilan

merupakan sifat daripada perbuatan serta perlakuan yang adil. 21 Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) keadilan secara ringkas memiliki pengertian

memandang sama kepada siapapun dan berlaku adil dari perbuatan maupun

perlakuan.

20
Shidarta, Loc.cit.
21
KBBI, Makna Adil, https://kbbi.web.id/adil, diakses tanggal 18 November 2021.

26
Sementara menurut pendapat Aristoteles dalam memahami keadilan

terdapat kaitan dengan tingkah laku manusia dalam aspek tertentu yakni

memilih kaitan baik diantara orang-orang dan kesepadanan diantara dua pihak,

dalam hal ukuran kesepadanan disini adalah kesamaan dan proporsional,

dalam pengertian kesamaan yaitu setiap manusia disamakan di hadapan

hokum dan dalam pengertian proporsional adalah membagikan terhadap setiap

orang apa yang menjadi hak nya sesuai dengan kemampuan dan prestasinya.22

Dalam hal ini menurut Aristoteles memberikan pemahaman bahwa dalam

keadilan hukum dilihat daripada tingkah laku yang diperbuat oleh seseorang

dalam menentukan hukuman yang adil bagi seseorang tersebut.

Keadilan juga memiliki makna suatu hal yang terdapat kaitan terhadap

sikap dan tindakan yang memiliki hubungan antar satu orang dengan

seseorang yang lain, selain itu keadilan dapat diartikan dengan tuntutan

supaya setiap orang bisa melakukan tindakannya sesuai dengan hak dan

kewajibannya. 23 Hemat penulis disini menjadi dasar poin penting demi

tercapainya keadilan itu sendiri agar dalam hubungan manusia satu dengan

manusia lainnya tahu akan hak dan kewajibannya agar keadilan itu tercapai

dalam hubungan tersebut.

Dalam Teori Ustinian keadilan adalah kebijakan yang memberikan hasil,

bahwa setiap orang mendapat apa yang merupakan bagiannya sementara

menurut Teori Herbet Spenser dalam hal keadilan diuraikan mengenai

22
Hyronimus Rhiti, 2015, Filsafat Hukum Edisi Lengkap (Dari Klasik Ke Postmodernisme)
Cetakan Kelima, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, halaman 241.
23
Manullang E. Fernando M, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Jakarta, Buku Kompas,
halaman 57.

27
penjelasan bahwasannya seseorang bebas dalam memastikan apa yang mereka

lakukan selama tidak melenceng dari prinsip kebebasan dari setiap orang yang

ada. Dalam kedua teori yang telah dipaparkan oleh kedua ahli tersebut hemat

penulis disini keadilan merupakan hal dapat dikatakan kebijakan yang dapat

memastikan orang bisa mendapatkan apa yang merupakan bagian darinya dan

dapat dilaksanakan selama apa yang dilakukannya tidak melenceng dari

prinsip kebebasan dari setiap orang, dalam dunia filsata keadilan sering

disebut dengan suum jus, summa injuria, summa lex. summa crux, yang mana

dapat diartikan yaitu sebagai hukum yang kuat akan menciderai kecuali

konsep keadilan yang matang dapat membantunya. 24 Untuk menemukan

konsep keadilan yang matang maka harus dapat dipastikan undang-undang

yang mengatur harus jelas agar dapat menjamin kepastian hukum bagi

masyarakat.

2. Pengaturan Tentang Keadilan Hukum

Dalam pengaturan tentang keadilan hukum terdapat dalam pancasila

bahwasannya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan

tujuan hidup bersama. Keadilan sendiri didasari dan dijiwai oleh hakikat

keadilan dalam kemanusiaan itu sendiri. 25 Pada dasarnya penjelawantahan dari

sila ke 5 ini merupakan keadilan yang sejatinya memiliki hubungan antara

manusia, masyarakat, bangsa, negara dan tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

24
Ansori dan Abdul Gafur, 2006, Filsafat Hukum Sejarah,Aliran Dan Pemaknaan, Yogyakarta,
Universitas Gajah Mada, halaman 108.
25
M. Agus Santoso, 2014, Hukum, Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum Cetakan
Kedua, Jakarta, Kencana, halaman 86.

28
Selanjutnya keadilan juga disinggung dalam pembukaan UUD 1945

dimana dalam pembukaannya dikatakan bahwasannya yang pada intinya

terdapat kalimat yang berbunyi intinya mewujudkan Keadilan Sosial untuk

Warga Negara Indonesia”.26 Maka sejatinya terciptanya sebuah keadilan

merupakan salah satu dari tujuan dari dibentuknya bangsa dan negara ini yang

diwujudkan dan diimplementasikan kepada rakyat.

Dalam keadilan juga disinggung di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004

pasal 6 ayat 1 huruf g intinya mengatakan muatan peraturan perundang-

undangan mengandung harus mengandung keadilan. 27 Dimana hal ini

memiliki artian bahwasannya perundang-undangan yang dibuat pemerintah

harus menitikberatkan keadilan, dalam hal ini tentu peraturan yang dibuat

harus menciptakan rasa keadilan, namun ketika berbicara keadilan dalam

sebuah peraturan maka sejatinya peraturan akan tercipta secara adil ketika

telah terjamin kepastian hukumnya pasti secara rumusan pasalnya dan pasti

secara tindak pidananya.

Selain itu keadilan juga ditegaskan dalam Pasal 17 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan intinya

bahwa setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan

dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam

26
Lihat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
27
Lihat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Pasal 6 ayat 1 huruf g.

29
perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses

peradilan yang bebas dan tidak memihak.28

3. Bentuk-Bentuk Tentang Keadilan Hukum

Dalam bentuk-bentuk mengenai keadilan hukum disini penulis

menggunakan teori dari ahli Aristoteles dimana beliau merupakan filsuf yang

secara khusus ahli dalam perumusan mengenai keadilan hukum. Beliau

menguraikan bahwa bentuk keadilan yang memiliki artian orang yang menjadi

hak terdapat dua bentuk pemahaman dari keadilan yaitu :

a. Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada

setiap orang didasarkan atas perbuatannya

b. Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-

masing anggota tanpa mempedulikan perbuatannya atau sama rata

sama rasa

Kedua bentuk diatas memiliki artian bahwasannya dalam keadilan

distributif memiliki tolak ukur dalam memberikan keadilan terhadap

seseorang sesuai dengan tingkah laku atau perbuatan yang telah seseorang

lakukan dari sisi akibat hukum, cara seseorang tersebut melakukannya, korban

dan pelakunya sementara dalam keadilan kumulatif sendiri lebih condong

kepada apapun yang dilakukan mengenai tingkah laku atau perbuatan

seseorang akan disamaratakan dalam hak atau bagian yang ditujukan atau bisa

disebut dengan sama rata sama rasa. Sementara menurut teori Hans Kelsen

bentuk keadilan harus memiliki patokan, dimana keadilan hanya

28
Lihat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 17.

30
mengungkapkkan nilai kecocokan ebuah norma adil dan benar.29 Dalam hal

kecocokan undang-undang maka undang-undang yang dituju harus memiliki

kejelasan terhadap rumusannya agar dapat menjamin kepastian hukum maka

dalam hal ini dapat dikatakan keadilan hukum akan berjalan ketika kepastian

hukum tersebut telah tercapai.

C. Tinjauan Umum Tentang Kemanfaatan Hukum

1. Definisi Tentang Kemanfaatan Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat definisi manfaat

yaitu guna atau faedah.30 Di dalam manfaat itu sendiri dalam pelaksanaannya

di masyarakat diharapkan manfaatnya adalah untuk manusia dan sesama

masyarakat.31

Tujuan hukum terlihat dalam fungsi perlindungan kepentingan manusia

yang hendak dicapai32 Apabila merujuk pada aliran Utilitarianisme dimana

yang memiliki anggapan bahwa dalam setiap tujuan hukum dapat memberi

bentuk manfaat yang tertuju terhadap masyarakat dimana terdapat

kebahagiaan, maka olak ukur kebahagiaan terhadap seseorang terdapat dalam

penyusunan produk hukum yang harus memberikan nilai positif berupa

kebahagiaan pada setiap masyarakat.

Menurut Jeremy Bentham dimana beliau adalah pencetus dari aliran

kemanfaatan itu sendiri dimana kebahagiaan merupakan konsep kenikmatan

29
M. Agus Santoso, Op.cit. halaman 89.
30
KBBI, Makna Manfaat, http://kbbi.web.id/manfaat, diakses tanggal 17 November 2021.
31
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, Citra
Aditya Bakti, halaman 2.
32
Said Sampara dkk, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakarta, Total Media, halaman 40.

31
serta kehidupan yang cenderung terbebaskan dalam kesengsaraan.33 Artinya

disini pendapat daripada Jeremy Betham dapat diartikan kemanfaatan

merupakan sesuatu hal yang akan berdampak pada kebahagiaan dimana

kebahagiaan merupakan suatu kenikmatan dan kebahagian

Sementara menurut Utrecht dalam menanggapi teori yang dikemukakan

oleh Jeremy Bentham mengatakan bahwasannya dalam hal yang dikemukakan

oleh Jeremy Bentham tidak memberikan tempat untuk mempertimbangkan

seadil-adilnya, dimana menurut Utrecht hukum harus menjamin adanya

kepastian hukum dalam pergaulan manusia, dimana hukum untuk menjaga

kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.34

Artinya disini menurut Utrecht dalam kemanfaatan hukum yang terjadi dalam

pergaulan manusia harus tetap mengandung kepastian hukum guna menjaga

kepentingan tiap manusia dimana kepentingan manusia tesebut terdapat

pertimbangan lagi kepentingan mana yang lebih penting dari kepentingan

manusia lain agar tetap tercipta kemanfaatan hukum.

2. Pengaturan Tentang Kemanfaatan Hukum

Pengaturan mengenai kemanfaatan hukum tidak disebutkan secara pasti

dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia namun di dalam

UUD 1945 khususnya pada pasal 28H dalam ayat 2 mengatakan intinya setiap

orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk mendapat

33
W. Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan,
diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhamad Arifin, Disunting oleh Achmad
Nasir Budiman dan Suleman Saqib, Jakarta, Rajawali Pers, halaman 112.
34
Said Sampara, Op cit. halaman 45-46.

32
manfaat yang sama.35 Dalam hal ini menurut hemat penulis pengaturan

kemanfaatan hukum telah terwakilkan dalam UUD 1945 dala pasal 28H ayat 2

meskipun tidak menyebutkan secara spesifik mengenai kemanfaatan dan

hanya mengatakan manfaat namun jika dilihat lebih dalam terdapat

keterkaitan antara kemanfaatan dan keadilan di dalam pasal tersebut dimana

ketika kesempatan dan manfaat diperoleh maka persamaan dan keadilan akan

terwujud dalam masyarakat.

3. Bentuk-Bentuk Tentang Kemanfaatan Hukum

Dalam bentuk-bentuk mengenai kemanfaatan hukum terdiri dari 3 bentuk

kemanfaatan diantaranya yaitu :

a. Pemidanaan terhadap seseorang akan bermanfaat dalam pemidanaan

yang dijatuhkan terhadap seseorang memperbaiki diri pada pelaku

tindak pidana.

b. Pemidanaan yang dijatuhkan harus menghilangkan kemampuan pelaku

tindak pidana dalam melakukan tindak pidana.

c. Pemidanaan yang dijatuhkan kepada seseorang harus memberikan

ganti rugi kepada korban. 36

Dimana dalam hal ini dari tiga bentuk kemanfaatan hukum yang telah

disebutkan diatas dapat diartikan sejalan dan memiliki keterkaitan dengan

aliran utilitarianisme dimana dalam aliran tersebut mengatakan hukum barulah

dapat diakui sebagai hokum jika ia memberikan kemanfaatan terhadap seluruh

35
Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 28H ayat 2.
36
Eddy O.S. Hiariej, 2009, Asas Legalitas & Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, Jakarta,
Erlangga, halaman 11.

33
orang.37 Hal tersebut menurut penulis sejalan dengan bentuk daripada

kemanfataan dimana ketiga bentuk kemanfaatan ini dijalankan maka akan

tercapai kebahagiaan dan kemanfaatan dan kebahagian.

Menurut hemat penulis dari keberadaan ketiga teori diatas penulis lebih

condong dalam penelitian ini menggunakan dari kepastian hukum karena

dapat membantu penulis yang dimana menurut Gustav Radbruch kepastian

hukum tercapai apabila produk hukum yang berupa undang-undang dibuat

berdasar keadaan hukum yang sungguh dan tidak terdapat istilah yang

ditafsirkan berlainan. 38 Sementara dalam pasal 27 ayat 3 UU 19/2016 atas

perubahan ITE dalam rumusannya masih mengandung istilah yang dapat

ditafsirkan secara luas maka disini penulis lebih condong menggunakan

kepastian hukum dalam penulisannya.

D. Tinjauan Umum Untuk Memahami Tindak Pidana

1. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

a. Definisi Tentang Tindak Pidana

Definisi mengenai tindak pidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah suatu perbuatan kejahatan.39 Atau lebih dikenal dengan bahasa

latin yaitu Strafbaarfeit memiliki arti tindak pidana yang dilakukan atas

37
Jeremy Bentham, 2006, Teori Perundang-undangan Prinsip-Prinsip Legislasi, Hukum Perdata
dan Hukum Pidana, Bandung, Nusamedia dan Nuansa, halaman 34.
38
Esmi Warassih, 1991, Implementasi Kebijaksanaan Pemerintah melalui Peraturan Perundang-
Undangan dalam Perspektif Sosiologis, Surabaya, Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, halaman 85.
39
KBBI, Makna Pidana, https://kbbi.web.id/pidana, diakses tanggal 21 November 2021.

34
perbuatannya sendiri. Strafbaarfeit juga mengandung makna arti tingkah laku

seseorang yang atas kelakuan tersebut menimbulkan kesalahan.

Terdapat beberapa pendapat para ahli tentang tindak pidana atau

Strafbaarfeit salah satunya yaitu menurut Simons, beliau mengatakan

bahwasannya tindak pidana adalah tindakan yang melanggar suatu peraturan

hukum yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja oleh orang dan atas

perbuatannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas undang-undang serta

tindakannya dapat diberi hukuman, selain itu beliau juga mengutarakan

beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam tindak pidana yaitu :

1. Adanya perbuatan manusia

2. Adanya ancaman pidana.

3. Perbuatan melawan hukum.

4. Adanya kesalahan.

5. Adanya tanggung jawab.40

Menurut pendapat Simons hemat penulis jika terdapat suatu tindak pidana

maka harus terdapat perbuatan manusia yang melawan hukum dan orang

tersebut dapat dikategorikan mampu mempertanggungjawabkan atas

perbuatannya sesuai pasal yang telah dilanggar tersebut atau dikenal dengan

istilah criminal act dan criminal responsibility, secara khusus unsur hanya

dibagi 2 yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif dimana jika unsur subyektif

itu adanya unsur kesalahan yang dapat berupa kesengajaan melakukan sesuatu

40
Tongat, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, Malang,
UMM Press, halaman 105.

35
perbuatan yang mana telah mengetahui maksud dari perbuatan yang akan atau

telah dilakukan, jika unsur obyektif tentang perbuatan dan obyeknya untuk

menilai bahwa sesuatu perbuatan tersebut termasuk perbuatan tindak pidana

atau tidak.

Dalam pasal 27 ayat 3 UU 19/2016 Atas Perubahan ITE terdapat unsur

subyektif yaitu dengan sengaja, dalam KUHP tidak ada definisi secara jelas

mengenai kesengajaan namun menurut Memorie van Toelichting kesengajaan

itu menghendaki. 41 Artinya melakukan sesuatu dengan kesengajaan atau tanpa

kealpaan dan telah mengetahui dampak dari perbuatan yang dilakukannya,

lalu tanpa hak menurut Hoge Raad melawan hukum artinya tidak memiliki

wewenang atau tanpa hak artinya disini tidak memiliki kewenangan apapun.

Dalam unsur obyektif yaitu setiap orang adalah orang perseorangan.42 Artinya

seseorang yang mampu mempertanggungjawabkan atas perbuatannya.

Selain pendapat Simons penulis juga mencantumkan pendapat dari

Moeljatno bahwasannya perbuatan pidana adalah suatu tindakan yang

memiliki ancaman pidana, beliau juga menguraikan beberapa unsur yaitu

adanya perbuatan, memenuhi syarat formil dan bersifat melawan hukum atau

dapat dikatakan memenuhi syarat materiil. 43 Dari pendapat beliau hampir

memiliki persamaan yang mendasar terkait penjelasan Simons dimana pada

dasarnya suatu tindak pidana tetap memiliki unsur yang mengikat diantaranya

41
S.R. Sianturi, 1996, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, Alumni
AhaemPetehahem, halaman 164.
42
Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Pasal 1 angka 6.
43
Tongat, Op.cit. halaman 107.

36
dilakukan oleh subyek hukum yang terdiri manusia dan badan hukum dimana

manusia yang berakal sehat, berumur sekurang-kurangnya 17 tahun dan

sedang tidak dibawah pengampuan agar bisa memenuhi criminal responbility,

serta ada sebuah kesengajaan dilihat dari niat pelaku tindak pidana ini

dilakukan secara kesengajaan atau kealpaan dan yang terakhir melawan

hukum.

2. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana

a. Definisi Tentang Kesalahan

Kesalahan berasal dari kata dasar salah yang dimaknai dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menyimpang dari yang seharusnya.44

Definisi mengenai kesalahan adalah perbuatan yang dapat dicela kelakuan

oleh seseorang yang melakukan tindak pidana karena dalam pandangan

masyarakat seharusnya dapat melakukan perbuatan lain agar tidak

mendapatkan celaan atas perbuatan tersebut.45 Artinya seseorang dikatakan

bersalah ketika melakukan tindakan tersebut dianggap oleh masyarakat

merupakan perbuatan yang merugikan dimana seharusnya dapat melakukan

perbuatan lainnya agar tidak menimbulkan kerugian dalam masyarakat maka

dari itu harus dapat menghindari perbuatan-perbuatan semacam itu.46 Dimana

dapat melakukan perbuatan yang tidak merugikan masyarakat agar tidak

dianggap melakukan suatu kesalahan.

44
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, halaman 1206.
45
Mahrus Ali, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika,
halaman 157.
46
Ibid.

37
Maka dari itu pengertian kesalahan disini jika dilihat dari segi psikologis

maka dititikberatkan dalam kesalahan batin (psychis) dimana terdapat keadaan

batin dengan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tersebut sehingga akan

terdapat keterkaitan antara kesalahan dan pertanggungjawaban pidana karena

perbuatan atas seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabankan dimana

penilaian pertanggungjawaban pidana ditujukan pada psikis pelakunya, bukan

pada perbuatannya.

Terdapat syarat terhadap seseorang yang dapat dimintai

pertanggungjawaban atau tidak yang terbagi tiga bagian yaitu :

1. Keadaan batin seseorang tersebut harus dapat dikatakan normal dan

berangkat dari sehat yang dapat mengatur tingkah laku sesuai atau

tidaknya dengan yang dianggap baik oleh masyarakat.

2. Adanya kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), dapat dijatuhkan

pidana terhadap seseorang.

3. Tidak adanya alasan penghapus pidana dimana termuat di dalam

KUHP Bab I Buku III yaitu alasan pemaaf terdapat di pasal 44

KUHP yang pada intinya mengenai pelaku terganggu jiwanya, pasal

48 KUHP yang pada intinya perbuatan dalam keadaan terpaksa, pasal

49 ayat 1 KUHP yang pada intinya perbuatan untuk membela diri,

lalu dalam pasal 50 KUHP yang pada intinya mengenai melaksanakan

peraturan perundang-undangan, dan dalam pasal 51 KUHP yang pada

38
intinya mengenaimelakukan perintah jabatan yang sah. Dan alasan

pembenar terdapat dalam pasal 314 ayat 1 KUHP.47

b. Definisi Tentang Pertanggungjawaban Pidana

Definisi mendasar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

mengenai pertanggungjawaban pidana adalah dimana pertanggungjawaban

sendiri memiliki pengertian sesuatu yang dipertanggungjawabkan.48 Dalam

hal ini khususnya sesuatu yang dipertanggungjawabkan dalam pidana, di

dalam hukum pidana pertanggungjawaban disebut criminal responsibility.

Kemampuan pertanggungjawaban memiliki artian sebagai kondisi dari

seseorang akal sehat lahir battin dapat membedakan mana yang baik dan

buruk.49 Maka dalam hal ini terdapat dua faktor dalam menentukan adanya

kemampuan pertanggungjawaban diantaranya akal dimana dapat membedakan

perbuatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dan faktor kehendak

dimana dapat menyesuaikan tingkah laku dala hal yang diperbolehkan dan

tidak diperbolehkan. Sementara seseorang yang perbuatannya tidak dapat

dipertanggungjawaban yaitu karena cacat jiwa terganggu dan orang yang

belum dewasa yang melalukan suatu perbuatan dibawah tujuhbelas tahun.50

Maka terdapat seseorang yang dapat memberikan pertanggungjawaban pidana

dalam suatu perbuatannya dimana seseorang tersebut memiliki kondisi batin

yang normal serta sehat dalam akal sehingga dapat membedakan hal-hal yang

47
Andi Matalatta, 1987, Victimilogy Sebuah Bunga Rampai, Jakarta, Pusat Sinar Harapan,
halaman 41-42.
48
KBBI, Makna Tanggung Jawab, https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab, diakses tanggal 21
November 2021.
49
Mahrus Ali, Op.cit. halaman 171.
50
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 44 dan Pasal 45.

39
baik dan buruk dan terdapat juga seseorang yang tidak dapat memberikan

pertanggungjawaban pidana dalam suatu perbuatannya dimana ketika

seseorang tersebut jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena

penyakit dan orang yang belum dewasa.

Terdapat dua macam celaan yaitu celaan obyektif dan celaan subyektif,

dimana menurut Sudarto dalam celaan obyektif bahwa dapat dikenakan pidana

terhadap seseorang tidak cukup jika seseorang melakukan perbuatan melawan

hokum. Dalam hal penjatuhan pemidanaan masih diperlukan adanya syarat

celaan subyektif yaitu seseorang yang melakukan perbuatan itu mempunyai

kesalahan dan bersalah selain itu juga seseorang harus bertanggungjawab atas

perbuatannya maka perbuatannya tersebut baru dapat

dipertanggungjawabkan.51 Artinya disini ketika seseorang akan dijatuhkan

suatu pemidanaan maka harus memenuhi dua celaan diatas yaitu celaan

obyektif dimana yang dilakukan bersifat melawan hukum dan bertentangan

dengan hukum selain itu juga harus memenuhi celaan subyektif dimana

seseorang yang melakukan perbuatan tersebut harus dapat dinyatakan bersalah

dan atas melakukan perbuatan tersebut mempunyai kesalahan.

Menurut Sudarto juga menambahkan bahwasannya agar seseorang

tersebut mempunyai tanggungjawaba npidana ada syarat diantaranya :

1. Adanya suatu tindakan pidana

2. Adanya unsur kesalahan

51
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Perkembangan dan
Penerapan, Jakarta, Rajawali Pers, halaman 22.

40
3. Adanya pertanggungjawaban

4. Tidak ada alasan pemaaf. 52

4. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan

a. Definisi Tentang Pemidanaan

Definisi mengenai pemidanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah proses, cara, perbuatan memidana. 53 Dimana secara umum

pemidanaan memiliki pengertian sebagai pemberian sanksi yang dapat

diartikan sebagai penghukuman.54 Dalam artian penulis disini pemindanaan

merupakan suatu tahapan daripada penetapan sanksi dan dapat diartikan

sebagai pemberian sanksi dimana pemidanaan dianggap sebagai

penghukuman atas pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang.

Para ahli juga memberikan pendapatnya mengenai pemidanaan dimana

menurut Barda Nawawi Arief, beliau mengatakan pemidanaan memiliki

pengertian suatu proses penjatuhan pidana oleh hakim. Dapat disimpulkan

bahwasannya seluruh perundangan tentang hukum pidana substantive dapat

dilihat sebagai suatu kesatuan sistem pemidanaan.55 Artinya dalam

pemidanaan menurut Barda Nawawi Arief merupakan suatu penjatuhan

pidana oleh hakim atas perundangan yang telah diatur dan ditegakkan serta

telah jelas akan sanksi yang akan diterapkan kepada seseorang yang

melakukan kesalahan.

52
Ibid.
53
KBBI, Makna Pidana, https://kbbi.web.id/pidana, diakses tanggal 21 November 2021.
54
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, halaman 2.
55
Barda, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, halaman
129.

41
Selain itu adapun menurut pendapat ahli yang lain yaitu Andi Hamzah

dimana beliau juga memberikan pengertian tentang pemidanaan itu hukuman

yang menetapkan hukum. 56 Artinya disini menurut Andi Hamzah pemidanaan

merupakan suatu penetapan hukum dan memutuskan mengenai hukuman atas

hukum yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

Terdapat macam teori pemidanaan yaitu :

1. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien) yaitu

memberikan penderitaan pada seseorang yang telah memberikan

penderitaan bagi orang lain. 57

2. Teori relative atau teori tujuan (doel theorien) yaitu untuk melindungi

kepentingan masyarakat.58 Dimana dalam teori tersebut dijelaskan

bahwasannya tujuan pemindaan itu sendiri adalah pencegahan

(prevention)

3. Teori gabungan (wernegings theoriem) yaitu metikberatkan pada

pembalasan untuk melindungi ketertiban hukum.59 Dengan adanya

pembalasan yang tersebut diharapkan seseorang akan berfikir berkali-

kali jika akan melakukan suatu kejahatan.

56
Tolib, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penintesier Indonesia, Bandung, Alfabeta, halaman 21.
57
Adam Chazawi, 2010, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian I Stelsel Pidana, Teori-teori
Pemidanaan Dan Batas Berlakuknya Hukum Pidana, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
halaman 157.
58
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Ke-
4, Bandung, Alumni, halaman 16.
59
Bambang Poernomo, 1982, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, halaman 31.

42
b. Bentuk-Bentuk Sanksi Pidana

Sanksi dapat dipahami keadaan dimana hukuman yang dijatuhkan oleh

negara atau kelompok karena adanya suatu pelanggaran. Adapun terdapat dua

jenis sanksi dimana memiliki kedudukan yang sama diantaranya sanksi pidana

dan sanksi tindakan. Dimana sanksi pidana ini jenis sanksi yang paling banyak

digunakan dalam menjatuhkan hukuman.60 Dalam Black’s Law Dictionary

Henry Campbell Black dikatakan sanksi pidana sebagai pidana yang

dijatuhkan untuk menghukum suatu penjahat yang melakukan kejahatan.61

Artinya disini adanya sanksi pidana dan sanksi tindakan semata-mata hanya

menjatuhkan hukuman.

Adapun bentuk-bentuk daripada sanksi pidana terdiri atas dua bagian yaitu

pidana pokok dan pidana tambahan, dalam KUHP pasal 10 pidana terdiri atas:

Pidana Pokok :

1. Pidana mati.

2. Pidana penjara.

3. Pidana kurungan.

4. Pidana denda.

5. Pidana tutupan.

Pidana tambahan :

1. Pencabutan hak-hak tertentu.

2. Perampasan barang-barang tertentu.

60
Mahrus Ali, Op.cit. halaman 193.
61
Ibid. halaman 195.

43
3. Pengumuman putusan hakim. 62

c. Tujuan Pemidanaan

Tujuan pemidanaan diperlukan untuk mengetahui sifat dan dasar hukum

daripada pidana itu sendiri. Menurut ahli Franz Von List mengatakan tujuan

pemidanaan sebenarnya melindungi kepentingan dengan menyerang

kepentingan. Hal itu juga dikatakan oleh ahli Hugo De Groot yaitu tujuan

pemidanaan akan menimbulkan penderitaan jahat yang menimpa dikarenakan

oleh perbuatan jahat.63 Hemat penulis disini terdapat keterkaitan antara kedua

pendapat ahli diatas dimana Franz Von List mengatakan tujuan pemidanaan

sebenarnya melindungi kepentingan namun juga menyerang kepentingan dan

itu sepemikiran dengan Hugo De Groot dimana tujuan pemidanaan akan

menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan yang disebabkan perbuatan

kejahatan. Adapun teori tujuan pemidanaan salah satunya yaitu teori

intergratif merupakan teori gabungan dalam pemidanaan yang berkembang di

dalam system hukum civil law dimana dalam teori ini berpendirian bahwa

pidana mempunyai banyak pengaruh yaitu sebagai pencegahan, penjeraan

dan perbaikan suatu yang rusak dalam masyarakat.64

d. Cara Penjatuhan Pidana

Demi tercapainya tujuan daripada hukum pidana itu sendiri dalam

penjatuhan pidana saat ini sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia

adalah sistem hukum pidana yang diatur dalam UU No 1 Tahun 1946 Jo UU

62
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 10
63
Bambang, 2000, Hukum Pidana Kumpulan karangan Ilmiah, Jakarta, Bina Aksara, halaman 27.
64
Andi Sofyan dan Nur Azisa, 2016, Hukum pidana, Makassar, Pustaka Pena, halaman 85-87

44
No.73 Tahun 1958 Tentang KUHP dimana sistem pemidanaannya masih

digunakan sampai sekarang meskipun tetap terdapat perbedaan dalam dalam

praktek pelaksanaannya.

Adapun dalam pemidanaan semenjak zaman Wetboek van Strarecht

belanda sampai dengan sekarang yaitu dalam KUHP :

1. Orang yang dipidana harus menjalani pidananya didalam tembok

penjara dan harus diasingkan dari masyarakat namun pembinaan juga

tetap dilakukan namun dibalik tembok penjara.

2. Pembinaan tersebut untuk kembali di masyarakat.

E. Tinjauan Umum Tentang Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Pasal

27 Ayat 3 UU 19/2016 Atas Perubahan ITE

1. Tinjauan Tentang Makna Setiap Orang

Dalam hal definisi mengenai setiap orang menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) memiliki definisi yaitu yang berkaitan dengan orang secara

pribadi. 65 Selain itu setiap orang memiliki pengertian yang telah dijelaskan

dalam pasal 1 angka 21 intinya orang itu warga negara Indonesia serta warga

negara asing maupun badan hukum. 66 Dalam artian pasal tersebut setiap

orang merupakan seluruh perseorangan baik warga negara indonesia maupun

asing dan maupun badan hukum.

65
KBBI, Makna Orang, https://kbbi.web.id/orang, diakses tanggal 21 November 2021.
66
Lihat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 angka 21

45
Adapun tambahan setelah undang-undang tersebut mengalami perubahan

yaitu dalam pasal 1 angka 6 huruf a intinya mengatakan setiap orang itu

penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang mengelola sistem

elektronik baik sendiri atau secara bersamaan untuk keperluan dirinya

dan/atau keperluan pihak lain. 67 Dalam pasal 1 angka 6 huruf a terdapat

penguraian lebih lanjut mengenai setiap orang merupakan penyelenggara

sistem elektronik dimana terdiri dari orang, penyelenggara negara, badan

usaha, dan masyarakat.

2. Tinjauan Tentang Makna Dengan Sengaja

Definisi dengan sengaja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah dimaksudkan atau direncanakan memang diniatkan begitu tidak

secara kebetulan. 68 Definisi dengan sengaja juga dikemukakan oleh Von

Hippel dalam teori kehendak menyatakan bahwasannya kesengajaan itu

kehendak dalam suatuu tindakan menimbulkan akibat dari tindakan itu,

Dengan sengaja dapat juga dikatakan kesengajaan (dolus/opzet) yang

merupakan bagian dari pada kesalahan. Kesengajaan yang dilakukan oleh

pelaku memiliki hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan

dibanding dengan kelalaian (culpa) dan ancaman pidana pada suatu

kesengajaan jauh lebih berat daripada dibandingkan dengan kelalaian,

dengan sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia perbuat

67
Lihat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 angka 6 huruf a
68
KBBI, Makna Sengaja, https://kbbi.web.id/sengaja, diakses tanggal 21 November 2021.

46
atau dilakukan.69 Hemat penulis disini dengan sengaja merupakan suatu

tindakan yang dilakukan seseorang namun seseorang tersebut telah

mengetahui akibat daripada atau dampak dari apa yang orang tersebut

lakukan.

Dalam KUHP makna mengenai kesalahan ditemukan dalam Memory Van

Toelichting yang memberikan penjelasan yaitu dengan sengaja atau opzet

diartikan sebagai menghendaki dan mengetahui (willen en wetens).70 Artinya

seseorang yang berbuat dengan sengaja itu suatu perbuatannya harus

dikehendaki dan apa yang diperbuat harus diketahui atas dampak yang nanti

terjadi.

Menurut ahli Andi Hamzah dengan sengaja artinya kehendak yang

disadari untuk melakukan kejahatan tertentu.71 Maka dengan sengaja dapat

dipersamakan dengan willens en wetens yang artinya dikehendaki dan

diketahui.

a. Macam-Macam Dengan Sengaja

Dalam teori hukum pidana Indonesia demgan sengaja terdiri dari tiga

macam, yaitu :

1. Dengan sengaja yang bersifat tujuan dimana seseorang tersebut

benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat atas suatu

tindakannya.

69
R. Abdoel Djamali, 2010, Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Pers,
halaman 219.
70
Leden Marpaung, Op.cit. halaman 44.
71
Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, halaman 106.

47
2. Dengan sengaja secara keinsyafan kepastian dimana seseorang

tersebut tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan

itu

3. Dengan sengaja secara keinsyafan kemungkinan dimana tidak

disertai suatu kepastian akan terjadi akibat dari perbuatannya

melainkan hanya ada suatu kemungkinan atas akibat tersebut.72

3. Tinjauan Tentang Makna Tanpa Hak

Definisi tanpa disini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah tidak dengan dan hak adalah mempunyai hak. 73 Dalam hal ini tanpa

hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu tidak dengan hak,

adapun definisi lain mengenai tanpa adalah tidak ada sementara hak adalah

memiliki artian sesuatu yang didapatkan setiap orang yang sejak lahir.74

Hemat penulis tanpa hak memiliki artian hak yang tidak dimiliki

seseorang dalam hal mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik yang memiliki artian jika mendistribusikan maka mengirimkan

dan/atau menyebarkan, jika mentransmisikan hanya diartikan mengirimkan

dan jika membuat dapat diaksesnya semua perbuatan lain selain

mendistribusikan dan mentransmisikan, sementara di dalam UUD 1945

pasal 28F dan UU Nomor 39 Tahun 1999 pasal 14 ayat 2 pada intinya

72
Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta,
Bina Aksara, halaman 46.
73
KBBI, Makna Hak, https://kbbi.web.id/hak, diakses tanggal 22 November 2021
74
Widy Wardhana, Pengertian Hak Dan Keawjiban Warga Negara, http://academia.edu, diakses
tanggal 7 November 2021.

48
mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

informasi. Hemat penulis artinya disini ada ketidakharmonisan antara tanpa

hak di dalam UU 19/2016 dengan hak-hak yang dijamin di dalam UUD

1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menurut Memory Van Toelichting istilah melawan hukum yang setiap

kali digunakan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang pada dasarnya

bertentangan dengan undang-undang padahal di dalam hal itu orang tersebut

menggunakan haknya. 75 Artinya nanti orang tersebut juga akan terkena oleh

larangan dari pasal undang-undang yang bersangkutan.

4. Tinjauan Tentang Makna Mendistribusikan

Mendistribusikan sendiri dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) adalah menyalurkan.76 Mendistribusikan juga terdapat

dalam penjelasan UU 19/2016 Atas Perubahan ITE bahwasannya yang

dimaksud dengan mendistribusikan adalah mengirimkan dan/atau

menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada

banyak orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. 77 Dalam hal ini

mendistribusikan merupakan kegiatan mengirimkan mengenai informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik. Selain itu di dalam Putusan MK

Nomor 50/PUU-VI/2008 mendistribusikan adalah menyebarluaskan melalui

sarana/media elektronik ditujukan kepada orang-orang tertentu yang

75
R. Tresna.1994, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta, Pustaka Tinta Mas, halaman 71.
76
KBBI, Makna Distribusi, https://kbbi.web.id/distribusi, diakses tanggal 21 November 2021
77
Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Informasi dan
Transaksi Elektronik Pasal 27

49
dikehendaki. 78 Dalam putusan MK tersebut mendistribusikan diartikan lebih

fokus yaitu hanya menyebarluaskan, hemat penulis disini banyak perbedaan

definisi yang mengartikan mendistribusikan contohnya antara penjelasan

dalam UU 19/2016 dan dalam putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008.

Selain itu mendistribusikan juga diartikan kegiatan menyalurkan,

menyampaikan, membagikan, dan mengirimkan kepada beberapa orang dan

tempat.79 Maksudnya disini adalah dalam artian secara umum

mendistribusikan dapat dipersamakan dengan membagikan dan

mengirimkan sesuatu ke banyak orang dan tempat khususnya jika berbicara

UU 19/2016 atas perubahan ITE maka menggunakan sarana teknologi

informasi.

5. Tinjauan Tentang Makna Mentransmisikan

Selanjutnya mengenai mentransmisikan dijelaskan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mengirimkan atau meneruskan pesan dari

seseorang (benda) kepada orang lain (benda lain).80 Selain itu dalam

penjelasan UU 19/2016 Atas Perubahan ITE mentransmisikan adalah

mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen eletronik yang

ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik. Dalam hal ini

tidak ada perbedaan dengan mendistribusikan kecuali di dalam penjelasan

mendistribusikan dapat diartikan dengan menyebarkan. Dalam putusan MK

Nomor 50/PUU-VI/2008 mentransmisikan adalah memasukkan informasi ke

78
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008.
79
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, halaman 336.
80
KBBI, Makna Transmisi, https://kbbi.web.id/transmisi, diakses tanggal 21 November 2021

50
dalam jaringan media elektronik yang bisa diakses publik oleh siapa saja

yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu (kapan saja dan di mana saja).

Dalam putusan tersebut mentransmisikan diartikan lebih luas lagi karena

disinggung mengenai tempat dan waktu artinya pengertian mentransmisikan

di dalam putusan tersebut semua orang dapat memasukkan informasi apapun

itu tanpa dibatasi tempat dan waktu, hal ini tentu menjadi kekhawatiran

ketika mentransmisikan diterapkan dalam suatu permasalahan karena

penjelasannya yang tidak lengkap.

Selain itu mentransmisikan sendiri memiliki pengertian yaitu

mengirimkan dan meneruskan pesan dari satu orang ke orang lainnya. 81

Dalam hal ini mengirimkan dan meneruskan sama dengan menghubungkan

karena ada suatu perbuatan dimana terdapat cara bagaimana mengirimkan

dan meneruskan suatu informasi dalam elektronik dari satu orang kepada

orang lainnya.

6. Tinjauan Tentang Makna Membuat Dapat Diaksesnya

Selanjutnya mengenai perbuatan membuat dapat diaksesnya dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikemukakan tentang akses adalah

membuat akses.82 Sebenarnya membuat dapat diaksesnya memiliki cakupan

pengertian yang lebih luas jika disandingkan dengan mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan. Menurut penjelasan dalam UU 19/2016 membuat

dapat diaskesnya adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan

81
Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit. halaman 1485.
82
KBBI, Makna Akses, https://kbbi.web.id/akses, diakses tanggal 21 November 2021.

51
mentransmisikan melalui sistem elektronik. Artinya di dalam frasa membuat

dapat diaksesnya tidak ada kepastian hukum karena tidak dijelaskan secara

detail mengenai perbuatan membuat dapat diaskesnya itu seperti apa.

Jika dalam putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008 tidak dijelaskan

membuat dapat diakses namun hanya dijelaskan akses saja yaitu kegiatan

melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau

dalam jaringan. Dalam hal ini tentu tidak dapat digunakan dalam membantu

menjelaskan frasa membuat dapat diakses karena dalam putusan MK

tersebut hanya disebutkan akses tidak dengan membuat dapat diakses.

Frasa membuat dapat diaksesnya ini dapat ditujukan untuk menghindari

jika terdapat kesulitan dalam hal pembuktian mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan maka ada cadangan frasa membuat dapat diaksesnya yang

dapat menampung dan menyelesaikan suatu permasalahan yang tidak dapat

diselesaikan dengan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan. 83 Dalam

hal ini tentu jika dapat digunakan cadangan maka batasan dalam membuat

dapat diaksesnya ini menjadi tidak ada, artinya pemaknaan yang terlalu luas

tidak dapat menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.

7. Tinjauan Tentang Makna Mendistribusikan dan Mentransmisikan

dan Membuat Dapat Diaksesnya

Selanjutnya mengenai mendistribusikan dan mentransmisikan dan

membuat dapat diaksesnya, “dan” adalah konjungsi, kata penyambung

83
Adami Chazawi, 2016, Hukum Pidana Positif Penghinaan Tindak Pidana Menyerang
Kepentingan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat
Pribadi Maupun Komunal, Surabaya, ITS Press, halaman 284

52
(connective), atau aditif (additive) yang memiliki arti kebersamaan.84

Artinya dan disini dapat dikatakan penyambung antar kalimat. Selain itu

“dan” berfungsi untuk menggabungkan kata dan frasa maupun kalimat,

meskipun keseimbangan keduanya tergantung pada jenis wacananya.85

Hemat penulis aturan dasar penggunaan “dan” adalah harus digunakan

ketika maksudnya adalah untuk merujuk pada satu hal.

Jika dilihat dari penjelasan diatas maka dapat ditarik pengertian dalam

mendistribusikan dan mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya

adalah kegiatan mengirimkan, menyebarluaskan, menyalurkan,

menyampaikan, membagikan dan mengirimkan, memasukkan, meneruskan

dan semua perbuatan lain dari mendistribusikan dan mentransmisikan. Maka

jika menggunakan “dan” kegiatan mendistribusikan dan mentransmisikan

dan membuat dapat diaksesnya harus terlaksana semuanya ketika pasal

tersebut diterapkan.

8. Tinjauan Tentang Makna Mendistribusikan atau Mentransmisikan

atau Membuat Dapat Diaksesnya

Selanjutnya mengenai mendistribusikan atau mentransmisikan atau

membuat dapat diaksesnya memiliki arti kegiatan mengirimkan,

menyebarluaskan, menyalurkan, menyampaikan, membagikan atau

mengirimkan, memasukkan, meneruskan atau semua perbuatan lain dari

mendistribusikan dan mentransmisikan, Kata “atau” adalah konjungsi atau

84
Reed Dickerson, 1960, The Difficult Choice Between "And" and "Or” Volume 46, American,
Bar Association, halaman 310.
85
V.C.R.A.C. Crabbe, 1993, Legislative Drafting, London, Cavendish Publishing Limited,
halaman 35.

53
berhubungan dengan alternatif atau pilihan86. Artinya kata “atau” berarti

menyuruh untuk memilih dari salah satu. Jika dilihat dari penjelasan diatas

maka terdapat pilihan yang harus dipilih salah satu dalam mendistribusikan

atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya.

9. Tinjauan Tentang Makna Mendistribusikan dan/atau

Mentransmisikan dan/atau Membuat Dapat Diaksesnya

Selanjutnya mengenai mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya memiliki arti kegiatan mengirimkan,

menyebarluaskan, menyalurkan, menyampaikan, membagikan dan/atau

mengirimkan, memasukkan, meneruskan dan/atau semua perbuatan lain dari

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan, kata “dan/atau menurut Peters

akan jelas dengan ketentuan hanya ada dua pilihan, meskipun pembaca

mungkin harus berhenti sejenak untuk mengetahui alternatifnya. Dan/atau

menjadi persoalan ketika ada lebih dari dua pilihan, maka jumlah alternatif

atau pilihan akan bertambah dan menjadi sulit. 87 Seperti dalam

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat

diaksesnya akan bertambah menjadi sulit meskipun hemat penulis disini jika

menggunakan dan/atau bisa memakai ketiganya atau bisa memilih salah satu

diantara mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya.

86
Pam Peters, 2004, The Cambridge Guide to English Usage, Cambridge, Cambridge University
Press, halaman 397.
87
Ibid.

54
Menurut pendapat Crabbe simbol dan/atau tidak boleh digunakan dalam

kalimat undang-undang karena tidak tepat serta cenderung menyebabkan

kebingungan. 88 Hemat penulis disini perbedaan tanda hubung dan/atau

menyebabkan pengertian dan penggunaan arti semakin luas dan

membingungkan sehingga seharusnya cukup fokus penggunaan tanda

hubung satu saja agar tidak membingungkan ketika diterapkan.

10. Tinjauan Tentang Makna Penghinaan

Definisi mengenai penghinaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah proses, cara, perbuatan menghina(kan) dan menistakan. 89

Dalam KUHP mengenai penghinaan dijelaskan di dalam Bab XVI

terdapat 6 macam penghinaan yaitu :

a. Menista dengan lisan

b. Menista dengan surat atau pencemaran nama baik.

c. Memfitnah (laster).

d. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging).

e. Mengadu dengan fitnah (lasterlijke aanklacht).

f. Tuduhan dengan memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).

Dalam hal penghinaan semua telah diatur dalam KUHP Bab XVI buku II

khususnya dalam pasal 310 ayat 1 yang memuat semua unsur yaitu unsur

obyektif dan unsur subyektif, kedua unsur tersebut memiliki penjabaran dan

penguraian dimana jika unsur obyektif unsur yang memiliki hubungan

88
V.C.R.A.C. Crabbe, Op.cit. halaman 37.
89
KBBI, Makna Hina, https://kbbi.web.id/hina, diakses tanggal 21 November 2021.

55
dengan keadaan dimana tindakan dari seseorang itu harus dilakukan

sementara dalam unsur subyektif sendiri yaitu unsur yang melakat pada diri

seseorang serta segala yang terkandung didalamnya. 90 Dalam unsur obyektif

sendiri memiliki arah yaitu tentang perbuatan dan obyeknya, begitupun juga

dengan unsur subyektif yang memiliki pemahaman tentang kesalahan yang

dapat berupa kesengajaan melakukan sesuatu perbuatan yang mana telah

mengetahui maksud dari perbuatan yang akan atau telah dilakukan.

Dalam penghinaan sendiri adapun pendapat para ahli yaitu R.Soesilo

beliau menerangkan bahwasannya apa yang dimaksud dengan penghinaan

yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, jika diuraikan

maksud R. Soesilo penghinaan adalah perbuatan menghina atau lebih

lengkapnya menyerang suatu kehormatan yang mengancam nama baik dan

integritas dari suatu individu.

11. Tinjauan Tentang Makna Pencemaran Nama Baik

Dalam pencemaran nama baik, pengertian pencemaran sendiri menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu perbuatan yang dapat

mengotori.91 Sementara nama baik adalah penilaian baik menurut anggapan

umum tentang atau kepribadian seseorang dari sudut moralnya dan

anggapan tersebut selalu dilihat dari sudut pandang orang lain. 92 Artinya

disini jika digabungkan pencemaran nama baik memiliki pengertian yaitu

90
P.A.F. Lamintang, 1994, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Sinar Baru,
halaman 184.
91
KBBI, Makna Cemar, https://kbbi.web.id/cemar, diakses tanggal 21 November 2021.
92
Mudzakir, 2004, Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik Dictum
3, Yogyakarta, Atmajaya Press, halaman 18.

56
suatu perbuatan yang dapat mengotori kepribadian seseorang yang akan

muncul anggapan yang timbul dari sudut pandang orang lain.

Selain itu pengertian pencemaran nama baik adalah pencemaran yang

terkait mengenai harga diri orang mengenai nama baik dimana nama baik itu

sendiri merupakan suatu harga diri atau martabat yang didasarkan pada

pandangan atau penilaian yang baik dari masyarakat terhadap seseorang

dalam hubungan pergaulan hidup bermasyarakat.93 Perbuatan menyerang

nama baik hemat penulis disini memiliki arti perbuatan yang dapat

mengotori harga diri dan merupakan perbuatan yang merusak pandangan

atas citra baik terhadap seseorang oleh orang tersebut atau sebenarnya

pencemaran dapat disebut dengan menista yang sebetulnya merupakan

bagian daripada bentuk penghinaan itu sendiri.

12. Tinjauan Tentang Makna Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik

Selanjutnya mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik yang

menggunakan kata “dan” sebenarnya memiliki penjelasan yang sama seperti

yang telah dijelaskan diatas maka dapat ditarik pengertian dalam penghinaan

dan pencemaran nama baik adalah perbuatan yang menyerang kehormatan

dan perbuatan yang dapat mengotori kepribadian dan harga diri mengenai

nama baik. Maka jika menggunakan “dan” dalam penghinaan dan

pencemaran nama baik maka harus terlaksana semuanya ketika pasal

tersebut diterapkan.

93
Adami Chazawi, 2009, Hukum Pidana Positif Penghinaan, Surabaya, ITS Press, halaman 91.

57
13. Tinjauan Tentang Makna Penghinaan atau Pencemaran Nama Baik

Selanjutnya mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik yang

menggunakan kata “atau” sebenarnya memiliki penjelasan yang sama

seperti yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik pengertian dalam

penghinaan atau pencemaran nama baik adalah perbuatan yang menyerang

kehormatan atau perbuatan yang dapat mengotori kepribadian atau harga diri

mengenai nama baik. Artinya kata “atau” berarti menyuruh untuk memilih

dari salah satu. Jika dilihat dari penjelasan diatas maka terdapat pilihan yang

harus dipilih salah satu dalam penghinaan atau pencemaran nama baik.

14. Tinjauan Tentang Makna Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama

Baik

Selanjutnya mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

seperti yang telah dijelaskan diatas maka dapat ditarik pengertian dalam

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik adalah perbuatan yang

menyerang kehormatan dan/atau perbuatan yang dapat mengotori

kepribadian dan/atau harga diri mengenai nama baik. Artinya dalam

menggunakan dan/atau bisa memakai ketiganya atau bisa memilih salah satu

diantara penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Berbicara mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik maka

berbicara juga mengenai tindak pidana karena suatu penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik merupakan suatu perbuatan yang dapat

mengakibatkan suatu tindak pidana, tindak pidana atau stafbaarfeit sendiri

menurut Simons yaitu suatu tindakan yang jika dilakukan akan

58
menyebabkan pelanggaran hukum serta dilakukan secara sengaja dan dapat

dipertanggungjawabkan tindakannya dalam peraturan undang-undang,

sementara menurut Moeljatno tindak pidana merupakan suatu perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang mana jika dilanggar akan

mendapat sanksi pidana.94 Dari pendapat kedua para ahli dapat dikatakan

hampir memiliki inti yang sama dimana tindak pidana merupakan suatu

perbuatan yang telah dilarang dalam peraturan yang mana jika dilanggar

akan mengakibatkan sanksi.

Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik bisa juga disebut dengan

perbuatan yang menyerang seseorang dengan cara merusak nama baik atau

kehormatan seseorang yang dituju tersebut.95 Dimana biasanya yang

diserang merasa malu karena seperti yang telah disebutkan diatas suatu

individu dapat dikatakan malu karena integritas dan kehormatannya

terancam.

Sejatinya penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk menyerang kehormatan serta nama baik

seseorang yang menimbulkan rasa malu dan integritas serta kehormatannya

terancam karena dapat tercemarkan, menurut bentuk atau macam-macamnya

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diklasifikasikan menjadi 6

bagian yang telah dijabarkan diatas dan klasifikasi 6 bagian tersebut dapat

dituntut jika terdapat pengaduan dari orang yang menjadi korban atau

94
Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rangkang Education, halaman 89.
95
Leden Marpaung, 2007, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan
Penerapannya, Jakarta, Grafindo Persada, halaman 9.

59
menderita atas perbuatan tersebut atau dalam dunia hukum sering disebut

dengan delik aduan atau jika menurut Drs. P.A.F. Lamintang beliau

menyatakan delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut

apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. 96 Pada dasarnya berupa

pengaduan suatu tindak pidana yang hanya dapat dilakukan setelah adanya

laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap seseorang.

15. Pengaturan Terkait Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik

Pengaturan terkait penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terbagi

menjadi 2, secara umum terdapat dalam KUHP Bab XVI pasal 310 dan 311

serta yang secara khusus diatur dalam UU 19/2016 atas perubahan ITE,

berbicara mengenai umum ke khusus maka tidak lepas dari asas lex specialis

derogat lex generalis dimana menyatakan bahwasannya hukum yang

bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Dalam bagian penjelasan umum UU 19/2016 atas perubahan ITE

dijelaskan bahwasannya kemerdekaan menyatakan fikiran dan kebebasan

berpendapat serta memperoleh informasi dan pemanfaatan teknologi

informasi hanya bertujuan untuk kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa demi terwujudnya kepastian hukum dalam

penyelenggaraan sistem elektronik.

Demi terwujudnya kepastian hukum maka harus memunculkan rasa aman

dalam penggunaan teknologi informasi dari gangguan tindak pidana baik

secara fisik maupun verbal maka dari itu secara khusus UU 19/2016 atas

96
P.A.F. Lamintang, Op.cit. halaman 217-218.

60
perubahan ITE telah menetapkan 8 pasal sebelum di amandemen, setelah

dilakukan perubahan pada tahun 2016 dilakukan perubahan pasal 45 serta

penambahan pasal 45A dan 45B yang dimana dapat menjerat pelaku

kejahatan Teknologi Informasi, perubahan mendasar terletak pada pasal 45

ayat 3 UU 19/2016 atas perubahan ITE.

Selain itu perubahan yang dilakukan juga terkait lamanya pemidanaan

yang pada mulanya paling lama enam tahun menjadi empat tahun sedangkan

perubahan juga terjadi pada denda yang awalnya 1 miliar menjadi 750 juta,

terkait perubahan lebih kompleks akan dijelaskan pada penjelasan

pengaturan UU 19/2016 atas perubahan ITE.

Penghinaan sendiri secara umum diatur dalam KUHP Bab XVI seperti

yang telah disebutkan diatas yang dijelaskan secara umum mengenai

pencemaran nama baik, namun secara umum penghinaan sendiri yang

dimaksud dalam pasal 310 KUHP adalah keadaan dimana seseorang dituduh

sesuatu hal yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya dan diketahui

oleh umum yang sifatnya memalukan berpotensi menjatuhkan harga diri

serta integritas seseorang atau hemat penulis jika dilihat dari pasal 311 ayat

1 dapat dikatakan sebagai fitnah yang dapat berpotensi menimbulkan

pencemaran nama baik, jika penghinaan itu dilakukan dengan mengatakan

sesuatu kepada seseorang yang sifatnya kasar misalnya “anjing” dan

sejenisnya maka masuk ke dalam pasal 315 KUHP atau biasa disebut

penghinaan ringan.

61
Berbicara mengenai pengaturan penghinaan dan/atau pencemaran nama

baik dalam UU 19/2016 atas perubahan ITE maka penulis menyinggung

sedikit yang pada mulanya saat disahkan pada tahun 2008 merupakan delik

biasa sehingga bisa diproses secara hukum meskipun tidak ada pengaduan,

namun setelah di amandemen pada tahun 2016 berubah menjadi delik aduan

atau klacht delic dimana delik aduan.

Hemat penulis sesuai dengan pertimbangan Putusan MK 50/PUU-

VI/2008 bahwa tafsir yang berlaku atas pasal 27 ayat 3 UU 19/2016 atas

perubahan ITE tidak dapat dipisahkan oleh pengaturan secara umum dalam

KUHP pasal 310 dan pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang setelah di

amandemen pada tahun 2016 memiliki persyaratan harus ada pengaduan

atau klacht delic kepada pihak yang berwajib agar dapat dituntut serta secara

khusus harus diartikan dalam perbuatan yang dilarang pasal 27 ayat 3 UU

19/2016 atas perubahan ITE dimana pasal a quo atau pengejewantahan pasal

juga harus ditafsirkan sebagai delik aduan agar dapat dituntut dan dibawa ke

pengadilan terkait.

16. Tinjauan Tentang Makna Informasi Elektronik

a. Tinjauan Tentang Makna Informasi

Pengertian Informasi sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah pemberitahuan kabar berita tentang sesuatu.97 Selain itu

dijelaskan dalam UU 19/2016 atas perubahan ITE khususnya dalam pasal 1

angka 1 yang menyatakan pada pokoknya bahwa informasi elektronik

97
KBBI, Makna Informasi, https://kbbi.web.id/informasi, diakses tanggal 21 November 2021.

62
merupakan sekumpulan data elektronik yang tidak terbatas pada tulisan,

gambar, surat elektronik, telegram atau sejenisnya yang telah diolah dan

memiliki arti dan dapat dipahami orang yang mampu memahaminya. 98

Hemat penulis dalam informasi disini merupakan sekumpulann data yang

ada di dalam elektronik entah gambar atau sejenisnya dan dapat dipahami

bagi orang yang mampu memahaminya.

Dalam pengertian informasi sendiri memiliki asal usul atau arti sebagai

penerangan sebagai suatu sumber yang dipercaya oleh seseorang yang

disiarkan oleh pihak yang telah dipercaya masyarakat atas penyebaran

informasinya hemat penulis informasi dapat dikatakan dan memiliki

pengertian singkat sebagai keterangan atau suatu kabar dan

pemberitahuan. 99 Keterangan atau surat kabar dan pemberitahuan tersebut

dapat menggunakan baik media offline melalui koran dan sejenisnya

maupun media online yang mencakup berita-berita yang terdapat dalam

internet.

Adapun pendapat para ahli yang dijadikan landasan berfikir penulis yaitu

pendapat dari Barry B. Sookman yang menjelaskan bahwasannya konsep

informasi memiliki pengertian yang sangat luas bahkan perintah atau

serangkaian perintah saja sudah dapat dikatakan sebagai informasi. 100

Mengenai pendapat beliau merupakan penjabaran lanjut mengenai

98
Lihat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 angka 1.
99
W.J.S Poerwadarminta, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
halaman 380.
100
M. Arsyad Sanusi, 2005, Hukum dan Teknologi Informasi, Jakarta, Tim Kemas Buku, halaman
6.

63
informasi dengan adanya dinamika sosial yang mengarahkan individu

dalam kehidupannya terkadang dalam hal bekerja di saat mendapatkan

arahan dan perintah dari atasan akan langsung diteruskan terhadap bawahan

dan memang benar arahan atau perintah pada saat ini dapat dikatakan

informasi.

b. Tinjauan Tentang Makna Elektronik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) elektronik sendiri

memiliki pengertian yaitu hal atau benda yang menggunakan alat-alat yang

dibentuk atau bekerja atas dasar elektronika.101 Selain itu elektronik sendiri

adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi

mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,

menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan

informasi elektronik. 102 Artinya disini elektronik berfungsi untuk

melakukan banyak hal terkait apa yang ingin diolah, dianalisis sampai

dengan dikirimkan melalui media apapun. Maka disini jika digabungkan

informasi elektronik adalah sekumpulan data elektronik yang dikumpulkan

lalu diolah, dianalisis untuk ditampilkan dan dikirimkan melalui sarana

media elektronik.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwasannya penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu bisa diutarakan

secara lisan yaitu dengan cara diucapkan atau bisa diutarakan dalam bentuk

101
KBBI, Makna Elektronik, https://kbbi.web.id/elektronik, diakses tanggal 21 November 2021.
102
Lihat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 angka 5.

64
tertulis dimana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tersebut

dilakukan dengan menggunakan tulisan. 103 Secara lisan dapat diutarakan

ketika bertemu langsung di tempat keramaian atau di tempat umum yang

mayoritas terdapat beberapa orang dan jika dilakukan dalam bentuk tertulis

mayoritas mengungkapkan melalui social media baik melalui facebook,

instagram, dan whatsapp pada pesan percakapan pribadi atau pada pesan

percakapan di dalam grup atau media komunikasi lainnya yang mendukung

untuk mengirimkan dan menyiarkan suatu pesan.

17. Tinjauan Tentang Makna Dokumen Elektronik

Selanjutnya mengenai dokumen elektronik, dokumen sendiri menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian suatu yang

tertulis dan tercetak yang dapat digunakan bukti dan keterangan. 104 Maka

dokumen disini semua catatan yang tertulis baik tercetak maupun tidak yang

memiliki keterangan untuk dikumpulkan, sementara elektronik sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya yaitu serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan,

dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Jadi dokumen elektronik adalah

setiap informasi yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan

dalam bentuk digital atau sejenisnya yang dapat dilihat dan ditampilkan

103
Mudzakir, Op.cit. halaman 17.
104
KBBI, Makna Dokumen, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/dokumen, diakses tanggal 2
November 2021.

65
dalam sistem elektronik.105 Dokumen elektronik disini juga mencakup semua

catatan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dikumpulkan guna dikirimkan

melalui sarana media elekronik.

18. Tinjauan Tentang Makna Informasi Elektronik dan Dokumen

Elektronik

Selanjutnya mengenai informasi elektronik dan dokumen elektronik yang

menggunakan kata “dan” sebenarnya memiliki penjelasan yang sama seperti

yang telah dijelaskan diatas maka dapat ditarik pengertian dalam informasi

elektronik dan dokumen elektronik adalah sekumpulan data elektronik yang

dikumpulkan lalu diolah, dianalisis untuk ditampilkan, dikirimkan melalui

sarana media elektronik dan setiap informasi yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, disimpan dalam bentuk digital yang dapat dilihat serta

ditampilkan dalam sistem elektronik.. Maka jika menggunakan “dan” dalam

penghinaan dan pencemaran nama baik maka harus terlaksana semuanya

ketika pasal tersebut diterapkan.

19. Tinjauan Tentang Makna Informasi Elektronik atau Dokumen

Elektronik

Selanjutnya mengenai informasi elektronik atau dokumen elektronik yang

menggunakan kata “atau” sebenarnya memiliki penjelasan yang sama seperti

yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik pengertian dalam informasi

elektronik atau dokumen elektronik adalah sekumpulan data elektronik yang

105
Lihat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 1 angka 3.

66
dikumpulkan lalu diolah, dianalisis untuk ditampilkan, dikirimkan melalui

sarana media elektronik atau setiap informasi yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, disimpan dalam bentuk digital yang dapat dilihat serta

ditampilkan dalam sistem elektronik. Artinya kata “atau” berarti menyuruh

untuk memilih dari salah satu. Jika dilihat dari penjelasan diatas maka

terdapat pilihan yang harus dipilih salah satu dalam informasi elektronik atau

dokumen elektronik.

20. Tinjauan Tentang Makna Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik

Selanjutnya mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

seperti yang telah dijelaskan diatas maka dapat ditarik pengertian dalam

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik adalah sekumpulan data

elektronik yang dikumpulkan lalu diolah, dianalisis untuk ditampilkan,

dikirimkan melalui sarana media elektronik dan/atau setiap informasi yang

dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, disimpan dalam bentuk digital yang

dapat dilihat serta ditampilkan dalam sistem elektronik. Artinya dalam

menggunakan dan/atau bisa memakai ketiganya atau bisa memilih salah satu

diantara penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

67

Anda mungkin juga menyukai