bagi para pihak, dalam menjelaskan kepastian hukum ini maka perlu kiranya
penulis menyampaikan bahwa hal itu didasarkan pada adanya pendapat dari
Gustav Radbruch bahwa hukum memiliki keharusan untuk memuat tiga nilai
tiga nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) dimana dalam kepastian
persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan di ranah pengadilan, dan
membahas mengenai utility atau nilai guna.1 Hal ini dari ketiga hal yang telah
1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012 halaman 19.
hukum harus dipenuhi terlebih dahulu karena dalam kepastian hukum melihat dari
kemanfaatan hukum yang menciptakan nilai guna, maka dari itu penulis disini
dalam penelitiannya akan condong dan fokus pada kepastian hukum namun tetap
Kepastian sendiri secara etimologis intinya berasal dari kata pasti dimana
2
memiliki pengertian tidak dapat diubah. Selain itu juga memiliki pengertian
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang pada dasarnya kepastian
sendiri adalah dalam hal suatu kondisi yang pasti, seyogyanya hukum juga begitu
harus pasti. Selain itu juga dapat dilihat dengan peraturan perundangan yang
diciptakan secara pasti dengan begitu akan mengakomodir dengan jelas dan
normatif.
mempertimbangkan asas kepastian hukum maka akan terwujud suatu aturan yang
jelas, masuk akal atau logis dan nantinya tidak akan terjadi keraguan yang
peraturan yang ada serta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
asas kepastian hukum peraturan-peraturan itu dapat menjadi suatu batasan bagi
masyarakat dalam melakukan suatu hal tindakan dari satu orang terhadap orang
yang lainnya.4 Adanya batasan di dalam suatu peraturan hukum artinya tidak
makna atau biasa penulis menyebut multitafsir jika dikorelasikan dengan suatu
berlaku.
Adapun pendapat para ahli yang digunakan penulis untuk dijadikan dasar
berfikir dan referensi yaitu teori yang dikemukakan Gustav Radbruch yaitu beliau
mengatakan bahwasannya pada intinya dalam asas kepastian hukum yakni suatu
yang sangat mendasar dimana hukum harus positif, dilaksanakan dan dipatuhi.5
Maksud dari pernyataan beliau adalah asas kepastian hukum adalah hal yang
diberlakukan dalam suatu waktu dan tempat tertentu sehingga tujuan dari
kepastian hukum nantinya dapat tercapai dan dapat diterima serta menjamin
mengatakan bahwasannya asas kepastian hukum itu memiliki empat faktor yakni :
hukum jika ditinjau dan dipahami secara seksama, dalam empat faktor
tersebut memiliki korelasi yang saling berkaitan, pada poin yang pertama
didasarkan pada fakta suatu kejadian dan tidak hanya berhenti pada poin
boleh dilakukan.
kesewenangan pemerintah.
tahu apa saja yang dapat dan tidak dapat dibebankan atau dikenakan oleh
6
Ibid. halaman 292-293
yang dilarang maka nantinya tujuan kepastian hukum akan tercipta suatu
yang konkret dan cepat dalam hal ini yang dimaksud adalah para pencari
keadilan atau masyarakat pada umumnya dan yang kedua adalah hukum
hukum itu telah ada dan dapat menjamin masyarakat tersebut karena
7
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, halaman
23
8
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, PT. Replika Aditama,
Bandung, 2006, halaman 82-83.
tersebut.
hukum di atas adanya asas tersebut maka segala bentuk perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang dapat terjamin karena orang akan tahu mana
yang dapat dan tidak dapat dilakukan.9 Hal ini juga dapat digunakan
obyektif.
diadakan selama 5 tahun sekali. Hal ini menjadi sebuah bukti dari
9
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, halaman 136.
kepada para pihak akan hukum yang berlaku melihat kepada 3 landasan
utama yaitu adanya konsep yang jelas, hukum yang jelas dan konsistensi
dan putusannya untuk menciptakan sebuah kepastian bagi para pihak yang
bersengketa.
Kepastian hukum secara umum telah diatur dalam UUD 1945 pada
pasal 28D ayat 1 pada intinya menyatakan tiap warga Negara Republik
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
peraturan khususnya disini yaitu pasal 28D ayat 1 yang nantinya hasil dari
jelas tanpa mengurangi hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Jadi
10
Hans Kelsen, 2007, General Theory Of Law And State (Teori Umum Hukum dan Negara-Dasar
Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik) Alih Bahasa Somardi,
Jakarta, Media Indonesia, halaman 46.
aspek yaitu :
11
Sidharta, Loc.cit
B. Hierarki Perundang-Undangan
1. Pengertian Undang-Undang
dilihat dari bentuk dan cara terjadinya. Sedangkan dalam arti materiil
berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi yang secara garis besar
12
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, Tahun 2008).
Hlm. 89
13
Maria Farida I.S, “Ilmu Perundang undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya)”,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm.16
atau statute yang dikenal dalam literatur adalah local statute atau locale
14
Indah Trisiana, “Pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Banjarnegara Berdasarkan Undang
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, Skripsi,
2013. Hlm. 43
15
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, Tahun 2008).
Hlm. 83
perintah Pasal 22A UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih
16
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika,
Tahun 2011). Hlm. 13.
17
Maria Farida I.S, “Ilmu Perundang undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya)”,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm.20
hukum nasional.
oleh warga negara Indonesia yang baik dan bertanggung jawab. Setiap
kelompok, yaitu peraturan yang paling atas adalah yang paling kuat dan
hukum di atasnya.18
18
Subiyanto, “Menguji Konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang”,
Jurnal, Volume 11 Nomor 1, April 2014, Hlm. 9.
dalam suatu hirarki atau tata susunan, yang artinya suatu norma yang lebih
rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang
lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak
dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma
dasar (grundnorm).19
atau perubahan akibat konfigurasi politik yang ada. Pasang surut tersebut
2. Asas Perundangan-undangan
19
Maria Farida I.S, “Ilmu Perundang undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya)”,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 8
berikut :20
e. Asas welvaartstaat.
a. Asas diskresi
b. Asas adaptasi
c. Asas kontinuitas
d. Asas prioritas
3. Teori Perundang-undangan
dari norma hukum yang lebih tinggi atau di atasnya. Sehingga apabila
20
Ali Faried, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, Tahun 2007). Hlm. 197.
tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi,tetapi
norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma
dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma
yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih
norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu
norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan
baik. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Sudikno bahwa ada 3 (tiga)
21
Azis Syamsudin, Praktek dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika,
Tahun 2011). Hlm. 15
(Juristische Geltung).
berasal dari satu tata hukum. Dari Grundnorm itu hanya dapat
hukum.
(Soziologische Geltung).
dua macam:22
(Filosofische Geltung)
22
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, Citra
Aditya Bakti, halaman 85
bahwa harus mencakup elemen penting seperti : adanya perlindungan Hak Asasi
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
23
Ragawino, “Sistem Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia”, Universitas
Padjadjaran, 2005, Hlm. 4
1) Peraturan menteri;
2) Instruksi Menteri;
3) Dan Lain-Lainnya.
1945;
c. Undang-undang;
e. Peraturan Pemerintah;
g. Peraturan Daerah.
Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah :
gubernur;
dengan bupati/walikota;
Peraturan Perundang-undangan.
Tahun 1945;
Undang-Undang;
terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang - Undang Nomor
Rakyat sebagai salah satu jenis peraturan perundang - undangan dan hierarkinya
24
Fitri Meilany Langi, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) dalam
Perundang-Undangan di Indonesia, Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Maret/2013.
tahapan tersebut tentu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan atau kondisi serta
pedoman yang lebih jelas dan pasti yang disertai dengan contoh bagi penyusunan
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
25
Thohari, Eksistensi Ketetapan MPR Pasca UU No 12 Tahun 2011. Makalah dipresentasikan
pada acara Pers Gathering Wartawan Parlemen tanggal 11-13 November di Pangkal Pinang.
Undang tersebut menjadi tanda tanya besar, bahwa TAP MPR harus difungsikan
tetapi hanya sebatas peraturan yang sudah ada dan tidak bisa melakukan
demokratis dan signifikan yang semula lebih bersifat konservatif berubah dengan
pelan tapi pasti menjadi hierarki yang lebih demokratis dan sesuai dengan
hierarki tersebut termasuk posisi Perpu dalam tata urutan peraturan perundang -
politik pada masa tersebut. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, posisi Perpu
sejajar dengan Undang-Undang dan berada di bawah TAP MPR. Jika dilihat
posisinya di bawah Undang-Undang. Akan tetapi bila dilihat posisi Perpu dalam
Perpu adalah karena materi muatan Perpu sama dengan materi muatan
Undang-Undang.
tatanan tingkatan aturan yang jelas sesuai pula dalam teori stufenbau yang
internal dari norma hukum itu sendiri. Persyaratan internal tersebut adalah sebagai
sah atau tidak dan mengikat atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang
26
Maria Farida I.S, “Ilmu Perundang undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya)”,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm.20
telah diatur dalam aturan yang sama tepatnya pada pasal 8 yang berbunyi :
setingkat.”
27
Nurhasanah Ismail, 2007, Perkembangan Hukum Pertanahan: Pendekatan Ekonomi Politik,
(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada), hlm 39.
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata
Khusus, disebutkan bahwa salah satu alasan yang dapat menjadi dasar suatu
putusan perkara perdata dapat dinyatakan tidak dapat dieksekusi ialah Amar
putusan tersebut tidak mungkin dilaksanakan. Oleh karena itu pada dasarnya
Putusan Pengadilan tidak memiliki kedudukan yang setara ataupun kuasa untuk
757/Pdt.G/2022
Dari segi judul, HIR menggunakan bahasa Belanda, yang mana hal ini
Indonesia. Nomor administratif dari HIR adalah S. 1884 No 16, S. 1941 No 44.
yang berlaku pada zaman tersebut, dan belum mengikuti panduan sebagaimana
mengatur tentang tata cara pelaksanaan suatu persidangan untuk perkara perdata,
yang berlaku di pulau Jawa dan Madura. HIR terdiri dari 394 Pasal, yang mana
beberapa diantaranya sudah dicabut atau diubah dengan ketentuan dari peraturan
ini pun diatur didalam Pasal 252 HERZIEN INLANDSCH REGLEMENT (H.I.R)
yang berbunyi :
daerah hukumnya. Pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya diam, tinggal
perkara kepadanya, jika tempat kediaman kebanyakan saksi, yang akan dipanggil,
lebih dekat letaknya pada tempat kedudukan pengadilan negeri yang dalam daerah
itu, akan tetapi kalau beberapa pengadilan negeri serempak mencampurinya, maka
yang tetap diserahi pekerjaan memeriksa itu, ialah pengadilan negeri yang dalam
28
Ketut Andri Sena, S.H., Bedah Materi PKPA: Perbedaan HIR, RBG dan RV,
https://heylaw.id/blog/perbedaan-hir-rbg-dan-rv, diakses pada tanggal 28 Juni 2023 Pukul 23.15
WIB
diam atau tinggal orang yang tersangka itu, jika ia tidak ditangkap.”
digunakan dalam lingkup pulau jawa dan madura. Sengketa ini berada dalam
lingkup pulau jawa sehingga HIR yang digunakan. Dalam hal Putusan ini diterima
dan diputus melalui pengadilan negeri bukan PTUN karena perkara ini merupakan
perkara perdata yang mana hal tersebut telah diatur dalam Hukum Acara Tata
Usaha Negara.
negara karena pelaku dan pelaksana dari pemilihan umum adalah para
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang
umum pemerintah.
29
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara dan UU PTUN 2004,
Ghalia Indonesia (Anggota IKAPI), Jakarta, 2005.
Pasal 266.
membebaskan diri seorang hakim disetujui, jumlah anggota suatu raad van
justitie, termasuk panitera seperti ditentukan dalam pasal 122 RO., tidak
diajukan tuntutan kepada H.G.H. agar perkara itu diajukan kepada suatu
raad van justitie lain. (Ro. 121, 127, 154, 162; Rv. 34 dst., 269, 349; Sv.
277.)
kepaniteraan. Jawaban Pihak lawan dalam tenggang waktu itu juga harus
ditunda sejak haeri pemberitahuan tersebut alinea pertama pasal lni. (Rv.
Pasal 268. Setelah lewat waktu seperti tersebut dalam pasal yang
jika ada alasan alasan untuk itu menunjuk hakim yang akan mengadili
perkara tersebut. (Ov. 84; Rv. 270, 354.) Dalam hal ini, maka perkara
dengan satu akta oleh pihak yang sudah sipil lebih dulu diberitahukan
Pasal 269. Dalam hal terjadi yang disebutkan dalam pasal 266,
yang paling siap, setelah meminta pendapat H.G.H, untuk sementara dan
surat surat lainnya disampaikan kepada badan Peradilan yang menurut RO.
harus mengadili soal perselisihan tersebut kepada badan mana Pihak lawan
(kompetensi). (RO. 127, 162; Rv. 267; RBg. 322-50 ; S 1926-356 jo. S.
1927-246.)
Perkara.