Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini akan menjelaskan perihal kerangka teori dan kerangka konsep
yang menjadi dasar pijakan dalam suatu penelitian. Juga untuk memahami dengan
cara mengupas secara komprehensif tentang klausul non kompetisi. Bahwa
klausul non kompetisi juga harus tetap sesuai dengan norma hukumyang berlaku,
dikaitkan dengan dua teori yakni teori kepastian hukum dan juga teori keadilan
hukum. Selain itu, bab ini juga akan membahas konsep yang akan dikembangkan
berkaitan dengan klausul non kompetisi sehingga mendapatkan pemahaman yang
seterang-terangnya.

A. Teori Kepastian Hukum


1. Tinjauan umum dan pengertian kepastian hukum
Kepastian jika ditafsirkan secara gramatikal berasal dari kata pasti
yang maknanya sudah statis, harus atau baku. KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) mengartikan kepastian sebagai suatu hal atau keadaan pasti dan
sudah tetap ditentukan melalui suatu ketetapan. Hak untuk memperoleh
kepastian hukum yang sama telah diatur dan ditegaskan di dalam Pasal
28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” 1
Sedangkan pengertian dari hukum adalah kumpulan dari peraturan dalam
negara yang dapat memberikan jaminan hak dan kewajiban kepada setiap
warga negaranya. Dapat disimpulkan bahwa kepastian hukum merupakan
ketetapan atau ketentuan yang dibentuk oleh perangkat hukum dalam suatu
negara yang dapat memberikan jaminan atas hak dan kewajiban setiap
warga negara.2

1
Indra Kusumawardhana, 2018, Indonesia Di Persimpangan: Urgensi “Undang-Undang
Kesetaraan Dan Keadilan Gender” Di Indonesia Pasca Deklarasi Bersama Buenos Aires Pada
Tahun 2017, Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, , hlm 163
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, hlm. 735.

1
2. Kepastian Hukum menurut para ahli
Menurut Gustav Radbruch, asas kepastian hukum adalah suatu asas
yang termasuk ke dalam nilai fundamental hukum. Pada pokoknya asas ini
menginginkan dan mewajibkan hukum dibuat secara pasti dalam bentuk
yang tertulis. Pentingnya asas ini karena keberadaannya akan menjamin
kejelasan dari suatu produk hukum positif. Makna dari asas ini pun
memiliki suatu kesamaan atau similarity dengan gagasan utama yang ada
pada konstruksi penalaran positivisme hukum, yakni kejelasan atau
certainty. Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa asas
hukum dapat diartikan sebagai jantungnya peraturan hukum. 3 Maka untuk
mengetahui dan memahami suatu peraturan hukum sangat diperlukan
keberadaan asas hukum. Idealnya asas kepastian hukum dalam
keberadaannya dimaknai sebagai suatu keadaan telah pastinya hukum
karena adanya kekuatan yang konkret bagi hukum yang bersangkutan.
Keberadaan asas kepastian hukum merupakan sebuah bentuk perlindungan
bagi yustisiabel atau pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-
wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dan dapat memperoleh
sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. 4 Hal ini memahami
bahwa pihak yang mencari keadilan ingin tahu apa yang menjadi hukum
dalam suatu hal tertentu sebelum memulai perkara dan perlindungan bagi
para pencari keadilan.
Dari pandangan tersebut maka dapat dipahami bahwa tanpa adanya
kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
akhirnya timbulah ketidakpastian (uncertainty) yang pada akhirnya akan
menimbulkan kekerasan (chaos) akibat ketidaktegasan sistem hukum.
Sehingga dengan demikian kepastian hukum menunjuk kepada
pemberlakuan hukum yang jelas, tetap dan konsisten yang pelaksanaannya
tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. 5
3
Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 45.
4
Sudikno Mertokusumo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 2.
5
R. Tony Prayogo, 2016, “Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil Dan Dalam Peraturan Mahkamah

2
Dan jika kita pertegas dari sudut pandang kepastian hukum, merupakan
suatu pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya sehingga masyarakat
dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam memahami nilai
kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu
mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan
peranan negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif.6
Maka dengan merujuk kepada pengertian dan tujuan dari teori
kepastian hukum, klausul non kompetisi yang akan dibahas sangatlah
berkaitan erat. Kepastian hukum yang secara mutlak wajib diterapkan
dalam penegakan hukum haruslah dibuat dalam suatu aturan pelaksanaan
yang jelas akan dapat meluruskan pemahaman terhadan klausul non
kompetisi baik dari awal terjadinya kesepakatan dalam membuat klausul
tersebut, hingga penyelesaian klausul tersebut apabila terjadi perkara yang
memiliki akibat hukum baik itu sanksi dan lain sebagainya. Dan yang
lebih penting dari pada itu, klausul non kompetisi yang dibahas kali ini
merujuk kepada satu keputusan dengan nomor 31/Pdt.G/2022/PNTng
sebagai bahan kajian perihal suatu kejadian pelanggaran dari klausul non
kompetisi dalam sebuah perjanjian. Pentingnya teori kepastian hukum
untuk menentukan apakah pelanggaran terhadap klausul non kompetisi
tersebut dikatagorikan sebuah wanprestasi atau perbuatan melawan hukum
dalam ketentuan Hukum Perdata di Indonesia. Diskursus atas kedua
karakteristik tersebut merupakan konsekuensi dari penerapan atas
pemahaman lingkup teori pembuktian dan proses pencarian kepastian
hukum. Perihal konsekuensi dari teori pembuktian dalam pandangan
Subekti dijelaskan bahwa sаӏаh sаtu tugаs hаkim menyeӏidiki аpа
hubungаn yаng menjаdi dаsаr perkаrа benаr-benаr аdа аtаu tidаk.
Hubungаn iniӏаh yаng hаrus terbukti dimukа hаkim dаn tugаs keduа beӏаh
pihаk yаng berperkаrа iаӏаh memberikаn bаhаn-bаhаn bukti yаng

Konstitusi Nomor 06/Pmk/2005 Tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang “,


Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 13, Nomor 2, hlm. 194.
6
Fernando M Manullang, 2017, Legalitas dan Kepastian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 95.

3
diperӏukаn oӏeh hаkim.7 Di lain sisi Subekti, mаntаn Ketuа Mahkamah
Аgung dаn guru besаr hukum perdаtа pаdа Universitаs Indonesiа
berpendаpаt bаhwа pembuktiаn аdаӏаh suаtu proses bаgаimаnа аӏаt-аӏаt
bukti dipergunаkаn, diаjukаn аtаu dipertаhаnkаn sesuаtu hukum аcаrа
yаng berӏаku.8

B. Teori Keadilan
1. Pengertian Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
adil itu adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak juga tidak berat
sebelah. Adil pada intinya memiliki arti bahwa suatu keputusan dan
tindakan didasarkan atas norma-norma objektif. Keadilan pada
dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama,
pada satu pihak walaupun sudah merasa adil namun belum tentu pada
pihak yang lainnya. Dan ketika seseorang menegaskan bahwa ia telah
melakukan keadilan, hal itu tentunya harus dapat mendukung dengan
ketertiban umum yang suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan
sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala
didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai
dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut. 9 Pada Pancasila
sebagai dasar negara Di Indonesia keadilan terdapat dalam bunyi sila
kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila
kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang menjadi tujuan dalam
hidup bersama. Adapun keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh
hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungannya
manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya,
manusia dengan masyarakat, bangsa, dan negara, serta hubungan
manusia dengan Tuhannya.10
7
M. Nur Rаsаid, 2003, Hukum Аcаrа Perdаtа, Sinаr Grаfikа, Jаkаrtа, hlm 36-37.
8
R. Subekti, 1991, Hukum Pembuktiаn, Prаdyа Pаrаmitа, Jаkаrtа, hӏm. 7.
9
M. Agus Santoso, 2014, Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua,
Kencana, Jakartahlm. 85.
10
Ibid, hlm. 86.

4
Nilai-nilai keadilan tersebut adalah pondasi yang harus diwujudkan
dalam hidup bernegara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh
warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.
Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai pondasi dalam
pergaulan antar negara sesama bangsa didunia dan prinsip-prinsip
ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu hubungan
antar bangsa-bangsa di seluruh pelosok dunia dengan suatu prinsip
kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi, serta keadilan
dalam hidup bersama (keadilan sosial) . Menurut W.J.S.
Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat sebelah, harus tidak ada
kesewenang-wenangan dan tidak memihak. Jadi, keadilan pada
dasarnya memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan hak-
hak mereka, artinya adil itu tidak harus sama.11
2. Keadilan menurut para ahli
Adil dalam bahasa Inggris, disebut justice, bahasa Belanda disebut
dengan rechtvaardig. Adil diartikan dapat diterima secara objektif.12
Ada tiga pengertian adil, yaitu:
a. Tidak berat sebelah atau tidak memihak;
b. Berpihak pada kebenaran;
c. Sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.
Fokus teori ini pada keadilan yang terjadi dalam masyarakat, bangsa,
dan negara. Keadilan yang hakiki adalah keadilan yang terdapat dalam
masyarakat. Dalam kenyataannya, yang banyak mendapat
ketidakadilan adalah kelompok masyarakat itu sendiri. Seringkali,
institusi, khususnya insititusi pemerintah selalu melindungi kelompok
ekonomi kuat, sedangkan masyarakat ssendiri tidak pernah
dibelanya.13 Dalam konteks keadilan, Ariestoteles membaginya ke
dalam 2 arti keadilan, diantaranya sebagai berikut :

11
W.J.S. Poerwadarminta, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 465
12
Algra, dkk., 1983, Mula Hukum, Binacipta, Jakarta, hlm. 7.
13
Salim HS, Erlies Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi
dan Tesis, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.25-27.

5
a. Keadilan Dalam Arti Umum
Adalah keadilan yang berlaku bagi semua orang. Tidak
membeda-bedakan antara orang satu dengan yang lainnya,
Justice For All.
b. Keadilan Dalam Arti Khusus
Merupakan keadilan yang berlaku hanya ditunjukan pada
orang tertentu saja (khusus).
Ariestoteles juga mengemukakan dua konsep keadilan, yaitu menurut
Hukum dan Kesetaraan. Istilah tidak adil dipakai baik bagi orang yang
melanggar hukum maupun orang yang menerima lebih dari haknya,
yaitu orang yang berlaku tidak jujur. Orang yang taat pada hukum dan
orang yang jujur keduanya pasti adil. Sehingga yang adil berarti
mereka yang benar menurut hukum dan mereka yang berlaku
seimbang atau tidak jujur. Yang benar menurut hukum memiliki
makna yang luas, dan kesetaraan memiliki makna yang sempit.
Ariestoteles juga membagi keadilan menjadi dua macam, yaitu :
a. Keadilan Distributif, dijalankan dalam distribusi kehormatan,
kemakmuran, dan aset-aset lain yang dapat dibagi dari
komunitas yang bisa dialokasikan di antara para anggotanya
secara merata atau tidak merata oleh legislator. Prinsip
Keadilan Distributif adalah kesetaraan yang proporsional
(seimbang);
b. Keadilan Kolektif, merupakan keadilan yang menyediakan
prinsip kolektif dalam transaksi privat. Keadilan kolektif
dijalankan oleh hakim dalam menyelesaikan perselisihan dan
memberikan hukuman terhadap para pelaku kejahatan. 14
Sebagai tambahan dalam bukunya Hans Kelsen juga
menuliskan, “Sebuah kualitas yang mungkin, tetapi bukan
harus dari sebuah tatanan sosial yang menuntut terciptanya
hubungan timbal balik diantara sesama manusia. Baru setelah

14
Hans Kelsen, 2008, Dasar-Dasar Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, hlm.146

6
itu ia merupakan sebuah bentuk kebaikan manusia, karena
memang manusia itu adil bilamana perilakunya sesuai dengan
norma-norma tatanan sosial yang seharusnya memang adil.
Maksud tatanan sosial yang adil adalah bahwa peraturan itu
menuntun perilaku manusia dalam menciptakan kondisi yang
memuaskan bagi semua manusia dengan kata lain bahwa
supaya semua orang bisa merasa bahagia dalam peraturan
tersebut‟15. Esensi keadilan menurut Hans Kelsen adalah sesuai
dengan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat, tidak hanya norma hukum, tetapi juga norma
lainnya seperti norma agama, kesusialaan dan lainnya. Tujuan
dari norma yang dibuat tersebut adalah mencapai kebahagiaan.
Kebahagiaan dalam konsep ini, bukan hanya kebahagiaan
individual, tetapi kebahagiaan bagi semua manusia atau orang.
Maka dari teori keadilan ini sangat relevan diangkat menjadi satu
acuan dalam menegakkan hukum terhadap pelanggaran terhadap
klausul non kompetisi. Penyebabnya tidak lain adanya upaya
seseorang yang ingin bekerja dan mempertahankan hidupnya dengan
mendapatkan upah yang layak sesuai dengan kemampuannya dapat
bekerja kembali dan harus dibuktikan secara adil apabila seseorang
diduga melakukan pelanggaran terhadap klausul non kompetisi
tersebut. karena keadilan tidak hanya berbicara tentang kesetaraan,
tapi juga berbicara tentang hak-hak yang harus didapat oleh setiap
orang.

C. Klausul Non Kompetisi


1. Pengertian klausul Non Kompetisi
Bekerja dan mendapatkan pekerjaan merupakan hak konstitusional
bagi setiap warga negara, sehingga setiap manusia diberikan hak untuk

15
Ibid, hlm. 2

7
bekerja serta bebas memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Ini yang menjadi dasar setiap orang berhak untuk
menentukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Namun ada
satu klausul yang dapat menghambat seseorang untuk kembali bekerja
setelah berakhirnya hubungan kerja dengan salah satu perusahaan yang
dinamakan dengan klausul Non Kompetisi yang dibuat dalam sebuah
perjanjian. Salah satu syarat sah perjanjian kerja adalah adanya
kesepakatan dari kedua belah pihak. Secara teoretis, perjanjian antara
para pihak mengikat keduanya, termasuk klausul non kompetisi atau
perjanjian yang membatasi.16 Hal ini dianggap sebagai kesepakatan
pribadi antara para pihak, yaitu pemberi kerja dan pekerja. Klausul Non
Kompetisi adalah sebuah klausul yang mengatur bahwa tenaga kerja
setuju untuk tidak akan bekerja sebagai karyawan atau agen perusahaan
yang dianggap sebagai pesaing atau bergerak pada bidang usaha yang
sama. Klausul itu berlaku untuk periode atau jangka waktu tertentu
setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja. Akan
tetapi penerapan klausul non kompetisi dalam sebuah perjanjian kerja
dapat membatasi seorang pekerja atas kebebasan memilih pekerjaan
setelah pemutusan hubungan kerja.

2. Pengaturan klausul Non Kompetisi


Di Indonesia sendiri belum secara tegas mendefinisikan dan
mengatur penggunaan klausul non kompetisi ke dalam hukum positif.
Terhadap perjanjian kerja yang berisi klausul non kompetisi dan
memberatkan pihak pekerja dapat melakukan upaya hukum demi
tercapainya kepastian hukum bagi pekerja. KUHPerdata sejatinya telah
mengatur mengenai hal yang memiliki kesamaan dengan pengertian
klausul non-kompetisi, yaitu suatu perjanjian yang berlaku terhadap
pihaknya setelah berakhirnya suatu hubungan kerja atau dikenal dengan
16
World Law Group, 2018, Global Guide to Non-Competition Agreements,
https://www.theworldlawgroup.com/writable/documents/news/119001_118937_P1623-WLG-
Non-Competition-Guide-2-TD-V3. hlm. 45.

8
nama perjanjian kerja persaingan (Concutentie Beding), yang tercantum
dalam pasal 1601 huruf x KUHPerdata yang berbunyi, “Suatu janji
antara si majikan dan si buruh, dengan mana pihak yang belakangan ini
dibatasi dalam kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja
melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu
dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam satu reglemen, dengan
seorang buruh yang dewasa”.17 Dari pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa KUHPerdata memperbolehkan penggunaan
perjanjian yang berisikan pembatasan kekuasaan terhadap suatu pihak
setelah berakhirnya hubungan kerja. Akan tetapi, pembatasan tersebut
seharusnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Selain dari ketentuan di atas yang harus dimuat
dalam perjanjian kerja, para pihak dapat mengadakan penambahan
klausul sebagai perwujudan dari asas kebebasan berkontrak sesuai
dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Inilah yang menjadi salah satu dasar
klausul ini dibuat untuk disepakati dan dilaksanakan oleh para pihak
baik perusahaan maupun pekerja atau buruh itu sendiri.

3. Berakhirnya Klausul Non Kompetisi


Dalam berakhirnya klauusul ini, selain dari masa berlakunya
perjanjian tersebut juga dapat dilakukan dengan permohonan penetapan
pembatalan perjanjian serta pengajuan keberatan kepada Pengadilan
Negeri. Dalam penjelasannya, hakim diperbolehkan atas tuntutan
siburuh atau karena dimintanya dalam pembelaannya di dalam suatu
perkara, meniadakan seluruhnya atau sebagian suatu janji seperti itu
dengan alasan bahwa dibandingkan dengan kepentingan si majikan
yang harus dilindungi, si buruh dirugikan secara tidak adil oleh janji
tersebut. Si majikan tidak dapat memperoleh hak-hak dari suatu, jika ia
telah mengakhiri hubungan kerja secara melanggar hukum, atau jika ia
dengan sengaja atau karena kesalahannya telah memberi suatu alasan
17
Subekti, 2014, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 399.

9
yang mendesak kepada si buruh untuk mengakhiri hubungan kerjanya,
sedangkan si buruh ini telah mempergunakan kekuasaan itu, demikian
pun tidak, jika hakim atas permintaan atau tuntutan si buruh telah
menyatakan bubarnya perjanjian berdasarkan suatu alasan yang
mendesak, yang diberikan kepada si buruh karena kesengajaan atau
kesalahan si majikan. Jika oleh si majikan telah diperjanjikan suatu
ganti rugi dari si buruh manakala si buruh ini melakukan perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan sesuatu janji, maka hakim
senantiasa berkuasa menetapkan ganti rugi pada suatu jumlah yang
kurang, jika menurut pendapatnya jumlah yang di perjanjikan itu lebih
dari sepantasnya. Dalam realitasnya seringkali diadakan penambahan
klausul non kompetisi oleh perusahaan dalam suatu perjanjian kerja.
Pencantuman klausul non kompetisi ini pada umumnya merupakan
upaya bagi pemberi kerja untuk melindungi kepentingan bisnisnya dari
perusahaan lain yang dianggap sebagai pesaingnya.
Mengacu pada Black’s Law Dictionary,18 klausul non-kompetisi
adalah klausul yang mengatur bahwa pekerja sepakat untuk tidak
bekerja dan tidak membuka usaha di perusahaan dengan bidang yang
sama (yang dianggap pesaing) dengan bidang tempat bekerja
sebelumnya untuk jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian

atau pemutusan hubungan kerja. Oleh karena adanya asas Pacta Sunt
Servanda (vide Pasal 1338 KUHPerdata) yang menjadikan perjanjian
kerja berikut klausul-klausul yang diatur di dalamnya berlaku sebagai
undang-undang dan mengikat para pihak yang mengadakannya, maka
pencantuman klausul non-kompetisi memberikan kewajiban dan
mengikat pekerja untuk melaksanakannya. Berdasarkan klausul non
kompetisi tersebut, pekerja wajib untuk melaksanakan kewajibannya
“untuk tidak berbuat sesuatu” (Pasal 1234 KUHPerdata).

18
Latezia Tobing, 2013, “Masalah Klausul Non Kompetisi dalam kontrak kerja”, diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt514f29fbb8c02/masalah-klausul-non-
kompetisi-non-competition-clause-dalam -kontrak-kerja”, hukum Online, 10 Nobember 2022.

10
D. NDA (Non Disclosure Agreement)
1. Pengertian NDA
Perjanjian Kerahasiaan atau NDA yang kadang disebut juga
dengan Confidentiality Agreement adalah suatu hukum kontrak antara para
pihak yang memberikan kewenangan untuk memberikan suatu informasi
rahasia yang diungkapkan oleh pihak yang mengungkapkan kepada pihak
yang menerima informasi untuk tujuan tertentu baik perjanjian kerja
maupun untuk kepentingan bisnis.19 Perjanjian NDA berlandaskan hukum
mengacu pada Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi: “Semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak
dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan
harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pemeliharaan rahasia berkaitan
dengan hubungan baik antara pekerja dan pengusaha maupun hubungan
dalam suatu hubungan kerjasama bisnis yang dapat dijelaskan bahwa salah
satu pihak atau keduanya berkewajiban untuk menjaga rahasia. Bahwa
dalam melakukan kerjasama baik antara pekerja dan pengusaha maupun
dengan rekan bisnis para pihak yang melakukan kerjasama sebaiknya
dapat mengelola dan mengontrol informasi rahasia agar tidak tersebar dan
menimbulkan kerugian bagi para pihak.

2. Pengaturan NDA
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara
melakukan pengaturan dalam perjanjian kerjasama untuk menjaga
informasi rahasia dengan perjanjian NDA. Jadi dapat dikatakan
bahwa NDA yang Anda maksud dibuat untuk menjaga informasi
penting/rahasia dagang milik perusahaan agar tidak disebarkan. Oleh
karena itu, perusahaan berhak mengatur secara tegas dalam suatu

19
Asry Rismawaty, 2019, “Non Disclosure Agreement Sebagai Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual Dalam Perjanjian Kerjasama,” AKTUALITA: Jurnal Hukum 2, hlm. 53

11
perjanjian walaupun Anda sudah mengundurkan diri (perjanjian kerja
berakhir). Biasanya hal ini diatur langsung dalam perjanjian atau dalam
perjanjian kerja. Perjanjian NDA mempunyai kekuatan hukum untuk
dijadikan dasar hukum jika terjadi pelanggaran terhadap rahasia dagang.
Jika salah satu pihak melanggar isi dari Perjanjian NDA tersebut maka
telah terjadi wanprestasi. Apabila hal tersebut terjadi maka dapat diajukan
gugatan wanprestasi karena ada hubungan kontraktual antara pihak yang
menimbulkan kerugian dengan pihak yang mengalami kerugian. Tujuan
dari gugatan wanprestasi adalah menempatkan penggugat pada posisi
seandainya perjanjian tersebut terpenuhi dengan ganti rugi tersebut adalah
berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan atau disebut dengan istilah
expectationloss atau winstderving.20 Peranjian NDA menggunakan prinsip
hukum kontrak. Hukum kontrak sangat relevan digunakan sebagai bentuk
perlindungan berdasarkan sistem hukum perburuhan atau hukum
ketenagakerjaan. Hubungan antara pengusaha dan pekerjanya merupakan
masalah yang sangat penting berkenaan dengan rahasia dagang, banyaknya
keluar masuk pekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain
menyebabkan perlunya pengaturan terkait dengan klausula kerahasiaan
(confidentiality agreement) terhadap pekerja dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan.

3. Alasan diberlakukannya perjanjian NDA


Yang menjadi alasan dibuatnya perjanjian NDA adalah untuk
mendapatkan win-win solution terhadap problematika kepastian hukum
oleh pihak perusahaan yang menginginkan rahasia perusahaan tetap aman
meskipun terdapat mantan pekerjanya yang akan bekerja di perusahaan
kompetitor, akan tetapi agar tetap tidak membatasi hak asasi dari pekerja
untuk memilih pekerjaan yang sesuai kehendaknya dan telah dilindungi
oleh undang-undang, serta bagaimana urgensi juga penerapan perjanjian
kerahasiaan apabila sebelumnya tidak termuat dalam perjanjian kerja.

20
Suharnoko, 2014, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Kencana, Jakarta, hlm. 115-116

12
Salah satu problematika yang dapat timbul pada hubungan kerja yakni
adanya dugaan bocornya rahasia perusahaan oleh pekerja yang
telah resign pada tempat kerja pertama pada tempat kerja selanjutnya
(utamanya perusahaan kompetitor).21

E. Pengusaha
Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pada pasal Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa
pengusaha adalah:
1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
2. Orang perseorangan, persekutuam, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Artinya, pengusaha merupakan orang-orang yg mungkin atau mungkin
tidak menjalankan bisnis mereka sendiri. Secara umum seorang pengusaha
adalah orang yang menjalankan sebuah bisnis seperti aktivitas jual-beli,
termasuk produksi barang dan lain sebagainya. Yang mana, tujuan
pengusaha yaitu memperoleh keuntungan dari aktivitas usaha jual-beli dan
menanggung risiko bisnis yang dijalankan seperti gagal produksi,
penurunan penjualan, hingga terparah mengalami gulung tikar.
Sudah barang tentu seorang pengusaha dalam menjalankan
usahanya terikat dengan berbagai kewajiban terhadap para perkerja atau
buruh. Bukan hanya mengenai upah, namun juga memastikan hak setiap
pekerja untuk didapatkan. Baik itu hak yang timbul dari perjanjian yang
menjadi kewajiban pengusaha. Namun juga hak yang timbul karena

21
Dwi Aryanti Ramadhani, 2019 “Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam
Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Dan Tenaga Kerja Di Perseroan Terbatas (PT),” Jurnal
Yuridis 5, hlm. 186, https://doi.org/http://dx.doi.org/10.35586/.v5i2.767.

13
undang-undang yang mengaturnya. Beberapa hak lain yang juga harus
dapat diberikan seorang pengusaha kepada pekerja/buruhnya adalah
berupa jaminan kesehatan, jaminan menjalankan ibadah, memberikan
waktu istirahat dan cuti, memberikan jaminan keselamatan kerja dan lain
sebagainya.
Perihal perjanjian yang dibuat antara buruh dan pekerja juga
mengikat masing masing pihak untuk mematuhinya. Dari mulai perjanjian
itu dibuat, lanjut kepada perjanjian itu dilaksanakan dan berjalan, sampai
pada akhirnya perjanjian itu berakhir tetap mengedepankan itikat baik.
Itikat baik dalam pelaksanaan sebuah perjanjian berarti sebuah kepatuhan.
Yaitu penilaian terhadap setiap tindak tanduk semua pihak dalam hal
melaksanakan segala sesuatu yang diperjanjikan untuk mencegah perilaku
yang tidak patut dan sewenang-wenang dari salah satu pihak.22

F. Perjanjian kerja
1. Tinjauan Umum Perjanjian
Dalam rumusan Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah “Suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Perjanjian adalah persetujuan yang
dirumuskan secara tertulis yang melahirkan bukti tentang adanya hak dan
kewajiban.23Dalam rangka perlindungan bagi pekerja /buruh dan
pengusaha dibutuhkan perjanjian kerja sebagai landasan hubungan kerja.
Campur tangan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan juga dibutuhkan
untuk menjaga keseimbangan bagi para pihak melalui peraturan
perundang-undangan, sehingga menjadikan hukum perburuhan bersifat
ganda yaitu privat dan publik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Philipus M Hadjon bahwa: “hukum perburuhan merupakan disiplin
fungsional karena memiliki karakter campuran yaitu hukum publik dan
hukum privat”. Karakter hukum privat mengingat dasar dari hubungan
22
Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, hlm. 27.
23
Budiono Kusumohamidjojo, 1998, Dasar-dasar Merancang Kontrak. Gramedia Widiasarana,
Jakarta, hlm. 6.

14
hukum yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan pekerja/buruh adalah
perjanjian kerja. Sementara yang mempunyai karakter hukum publik
karena hubungan hukum yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan
pekerja/buruh harus diatur dan diawasi atau difasilitasi oleh pemerintah
dalam rangka pemberian jaminan perlindungan hukum bagi
pekerja/buruh.24 Dengan adanya perjanjian kerja menimbulkan perikatan
atau hubungan hukum bagi para pihak. Secara umum perjanjian adalah:
“Merupakan peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari
peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara pihak-pihak tersebut
yang disebut perikatan”25.
Hal-hal yang harus diperhatikan atau dipenuhi dalam membuat
perjanjian antara lain adalah :
a. Sistem pengaturan hukum perjanjian. Sistem pengaturan hukum
perjanjian adalah sistem terbuka (open system). Artinya, bahwa
setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah
diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang.
Disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata, yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Dengan kata lain, memberi kebebasan kepada para
pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; Mengadakan
perjanjian dengan siapa pun; Menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya dan; Menentukan bentuknya
perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
b. Syarat sahnya suatu perjanjian. Pasal 1320 KUH Perdata
menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak
2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
24
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, UGM Press, Surabaya,
hlm. 41.
25
Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung, hlm. 73.

15
3) Adanya objek perjanjian
4) Adanya clausa yang halal.
Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena
menyangkut pihakpihak yang mengadakan perjanjian. Syarat
ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut
objek dari perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak
terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Jika syarat ketiga dan
keempat tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.
Artinya, dari semula perjanjian dianggap tidak pernah terjadi.
c. Asas hukum perjanjian. Selain syarat sahnya suatu perjanjian yang
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dalam pelaksanaannya
perjanjian juga harus memperhatikan dan menerapkan asasasas
dalam hukum perjanjian.26 Di dalam hukum perjanjian dikenal
asasasas hukum perjanjian, yaitu: Asas Konsensualisme, Asas
Kebebasan Berkontrak, Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian (pacta
sunt servanda), Asas Itikad Baik (good faith), Asas Kepercayaan,
Asas Personalitas, Asas Persamaan Hukum, Asas Keseimbangan,
Asas Kepastian Hukum, Asas Moral, Asas Kepatutan, Asas
Kebiasaan dan Asas Perlindungan. Asas-asas inilah yang menjadi
dasar pijakan bagi para pihak dalam menentukan dan membuat
suatu perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan
demikian, keseluruhan asas tersebut di atas merupakan hal yang
penting dan mutlak harus diperhatikan bagi para pembuat
perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat
tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
d. Bentuk dan jenis-jenis perjanjian. Bentuk perjanjian dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.
e. Istilah dan ketentuan yang harus diperhatikan dalam pembuatan
perjanjian:
26
Anita Kamilah, 2013, Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT) Membangun
Tanpa Harus Memiliki Tanah: Perspektif Hukum Agraria, Hukum Perjanjian, dan Hukum Publik,
Keni Media, Bandung, hlm. 97.

16
1) Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu
perikatan. Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu
perikatan;
2) Wanprestasi artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban
yang telah ditetapkan terhadap pihakpihak tertentu di dalam
suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu
perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-
undang; dan
3) Somasi diatur dalam Pasal 1238 dan 1243 KUH Perdata.
Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si
berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan
isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Ada tiga
cara terjadinya somasi itu, yaitu:
a) Debitur melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya
kreditor menerima satu karung pakaian bekas
seharusnya satu karung buah rambutan;
b) Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah
dijanjikan; dan
c) Prestasi yang dilakukan oleh debitur tidak lagi berguna
bagi kreditor setelah lewat waktu yang diperjanjikan;
4) Ganti rugi. Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti
rugi karena wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Ganti
rugi karena wanprestasi diatur dalam buku III KUH Perdata.
Sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum diatur
dalam Pasal 1365 KUH Perdata;
5) Keadaan memaksa. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan
debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor,
yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar
kekuasaannya. Misalnya, karena adanya gempa bumi, banjir
bandang, lahar, dan lain-lain; dan f) Risiko.

17
f. Hal-hal yang diperhatikan oleh para pihak yang akan mengadakan
dan membuat perjanjian: kewenangan hukum para pihak;
perpajakan; alas hak yang sah; masalah keagrariaan; pilihan
hukum; penyelesaian sengketa; pengakhiran perjanjian, dan bentuk
perjanjian standar.

2. Pengertian Perjanjian Kerja


Dalam Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja ini
menimbulkan hubungan kerja yang dituangkan dalam bentuk tertulis
maupun lisan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis wajib
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian
kerja juga dibuat oleh para pihak yang melaksanakan hubugan kerja
atas dasar kesepakatan, adanya kemampuan dan kecakapan melakukan
perbuatan hukum, adanya suatu pekerjaan yang diperjanjikan yang
tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.27 Hubungan kerja sering
diwujudkan dalam perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian di mana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri pada pihak
yang lain (perusahaan), selama waktu tertentu dengan penentuan upah.28

3. Subjek dan objek Perjanjian kerja


Subjek yang berupa manusia harus memenuhi syarat umum untuk
dapat melakukan suatu perbuatan hukum yang sah, yaitu harus sudah
dewasa dan sehat pikiran.29 Pendapat lain mengatakan bahwa subjek

27
Dedi Hamid, Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, Durat Bahagia, Jakarta, hlm. 19-20
28
F.X. Djumialdji, 2001, Perjanjian Kerja, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 18.
29
Wirjono Prodjodikoro, 2000. Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, hlm. 13

18
dalam perjanjian adalah orang-orang yang yang berakal sehat untuk
melaksanakan perjanjian.30
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek
dalam perjanjian adalah orang-orang yang sudah dewasa yang berakal
untuk melaksanakan suatu perjanjian. Sesuai dengan pendapat tersebut
di atas subjek dalam perjanjian kontrak kerja ini adalah para pihak yang
terlibat dalam perjanjian kontrak kerja, yaitu pihak pengusaha dan pihak
buruh. Dalam praktek hukum subjek perjanjian terdiri dari :
a. Individu sebagai person yang bersangkutan
1) Manusia tertentu (Natuurlijke person)
2) Badan hukum (Rechts person)
b. Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan / hak
orang lain tertentuc
c. Person yang dapat diganti Person kreditur yang dapat diganti,
kreditur yang menjadi subyek perjanjian semula dapat diganti
kedudukannya sewaktu–waktu oleh kreditur baru. Person yang dapat
diganti ini dapat kita temukan dalam perjanjian atas perintah atau
perjanjian atas nama. Sama halnya dengan kreditur tentang siapa
sajakah yang dapat menjadi debitur.
1) Individu sebagai person yang bersangkutan.
2) Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan /
hak orang lain tertentu.
3) Person yang dapat diganti.31
Obyek dari perjanjian tidak lain adalah prestasi itu sendiri.
Perjanjian adalah hubungan hukum antara kreditur dengan debitur, yang
mana satu pihak wajib melakukan prestasi dan pihak lain berhak
menikmati prestasi tersebut. Maka prestasilah yang menjadi
obyek/onderwarp dari perjanjian. Seperti yang dikemukakan oleh M.
Yahya Harahap bahwa intisari atau hakikat dari perjanjian tiada lain
30
Budiono Kusumohamidjojo, 1998, Dasar-dasar Merancang Kontrak. Gramedia Widiasarana,
Jakarta, hlm 19.
31
M. Yahya Harahap, 1996, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, hlm. 15 – 17

19
daripada prestasi.32 Rumusan prestasi tersebut dapat dilihat dalam Pasal
1234 KUH Perdata yaitu :
a. Memberikan sesuatu (te geven) yang artinya suatu kewajiban untuk
melakukan suatu penyerahan atau levering benda.
b. Melakukan sesuatu (te doen) dapat berupa prestasi dalam perjanjian
ini, prestasi berupa debitur harus melakukan sesuatu untuk kreditur,
sebagai contoh : perjanjian kerja.
c. Tidak melakukan sesuatu (of niet te doen), Dalam perjanjian ini
bentuk prestasinya debitur tidak melakukan sesuatu atau dengan kata
lain debitur membiarkan saja kreditur menikmati barang yang
menjadi obyek perjanjian.

4. Para Pihak dalam Perjanjian Kerja


a. Pekerja atau buruh
Pekerja yang akan dibahas saat ini adalah orang yang mengikatkan
diri bekerja dalam satu perusahaan dan membuat sebuah perjanjian
kerja dan perjanjian NDA yang berisikan klausul non kompetisi.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 3
menyebutkan bahwa, ”Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain ”. Jadi pekerja/buruh
adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja dibawah
perintah pengusaha/pemberi kerja dengan mendapatkan upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pekerja adalah orang
yang bekerja kepada seseorang dengan perjanjian tertentu untuk
mendapatkan upah dari orang yang mempekerjakan. Istilah buruh lebih
banyak dipergunakan dibandingkan dengan istilah pekerja karena
nuansanya dianggap lebih enak bagi pembaca, seperti istilah buruh tani,
bukan pekerja tani. Biola dikaitkan dengan perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian di mana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri pada pihak

32
Ibid, hlm. 9

20
yang lain (perusahaan), selama waktu tertentu dengan penentuan
upah.33Demikian juga istilah gerakan buruh, bukan gerakan pekerja.
Pada masa orde baru buruh dipersepsikan sama dengan kelompok
tenaga kerja dari golongan bawah yang bekerja hanya mengandalkan
otot, sehingga orang-orang yang bekerja tidak hanya menggunakan otot
enggan dinamakan buruh, misalnya yang bekerja di bagian
administrasi.

a. Perusahaan
Pengertian perusahaan yang terdapat dalam Undang-undang
Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1 angka 1
menjelaskan, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang-
perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
Sedangkat pengertian perusahaan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan
sebagai berikut :
Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja /
buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.

33
F.X. Djumialdji, Op. Cit., hal. 18

21
Pengertian Perusahaan menurut para ahli diambil dari Prof.
Molengraaff yang dikutip oleh Cindawati mengatakan bahwa
perusahaan ialah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus
menerus, bertindak keluar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan
cara memperniagakan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-
perjanjian perdagangan.34 Adapun pengertian perusahaan yang dikutip
oleh Zainal Asikin mengatakan bahwa perusahaan adalah tempat
terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi,
yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak dan bagi
perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan
usaha untuk perusahaannya dan badan usaha itu adalah status dari
perusahaan tersebut yang terdaftar di pemerintah secara resmi.35
Perusahaan itu terdiri dari dua macam, yakni perusahaan swasta, dan
perusahaan Negara, yaitu:36
a. Perusahaan swasta Perusahaan swasta ialah perusahaan yang
modal seluruhnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur
tangan pemerintah. Adapun perusahaan swasta ialah sebagai
berikut:
1) Perusahaan swasta nasional
2) Perusahaan swasta asing;
3) Perusahaan swasta campuran (joint venture)

b. Perusahaan Negara
Perusahaan Negara merupakan perusahaan yang seluruh
modal atau sebagian modalnya milik Negara Indonesia.
Disamping adanya macam-macam perusahaan, ada pula
bentukbentuk perusahaan. Adapun bentuk-bentuk perusahaan
atau persekutuan dapat berupa perseroan firma, perseroan
komanditer, ataupun perseroan terbatas. Dalam pengertian
34
Cindawati, 2014, Hukum Dagang dan Perkembangannya, Putra Penuntun, Palembang, hlm. 31.
35
Zainal Asikin, 2016, Pengantar Hukum Perusahaan, Cetakan ke-1, Kencana, Jakarta, hlm. 4.
36
Cindawati, Op.cit. hlm. 39.

22
perusahaan, sebagaimana dikutip sebelumnya bahwa
perusahaan adalah setiap pengusaha bertindak secara terus
menerus dan terang-terangan. Bertindak terus menerus dan
terang-terangan disini adalah tindakan pengusaha yang
dilakukan untuk jangka waktu yang panjang secara
berkelanjutan dan harus dapat diketahui oleh pihak ketiga dan
umum, dengan cara melakukan pengumuman memakai cara
tertentu.

Apabila didasarkan atas kegiatan utama yang dijalankan, secara


garis besar jenis perusahaan dapat digolongkan menjadi perusahaan
dagang, perusahaan manufaktur, dan perusahaan jasa.37
a. Perusahaan Dagang, yaitu perusahaan yang kegiatanya
membeli barang jadi dan menjualnya kembali tanpa
melakukan pengolahan lagi. Contoh: Dealer motor, Toko
kelontong dan lain sebagainya.
b. Perusahaan Manufaktur (pabrik), yaitu perusahaan yang
kegiatannya mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan
kemudian menjual barang jadi tersebut. Contoh : Pabrik
tekstil, pabrik roti dan lain sebagainya.
c. Perusahaan Jasa, yaitu perusahaan yang kegiatannya menjual
jasa. Contoh: Kantor Pengacara, Kantor Akuntan dan lain
sebagainya.

5. Jenis-jenis Perjanjian Kerja


Ada 2 macam perjanjian kerja dalam batasan waktu, yaitu :
a. PKWTT (Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu)
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah
perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha

37
Adil Samadani, 2013, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media Jakarta, hlm.
43.

23
untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.38 Pada
PKWTT ini dapat disyaratkan adanya masa percobaan
(probation) maksimal 3 bulan. Pekerja atau buruh yang
dipekerjakan dalam masa percobaan upahnya harus minimal
sesuai dengan upah minimum yang berlaku.
b. PKWT (Perjanjian kerja waktu tertentu)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) lazimnya disebut
dengan perjanjian kontrak yang pekerjanya sering disebut
karyawan kontrak yang dibuat berdasarkan jangka waktu
tertentu atau berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu. 39
Perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan sering
menggunakan sistem perjanjian kerja dalam waktu tertentu
berdasarkan lama waktu dan selesainya suatu pekerjaan.

38
Lalu Husni, , Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, edisi revisi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 60.
39
Ibid.

24

Anda mungkin juga menyukai