Anda di halaman 1dari 21

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

MENURUT KUHP DAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA


Dosen Pengampuh:

Andi nurul isnawidiawinarti achmad, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

AYU RIZKIANA DAUD

P101 22 065

Kelas : A

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASTARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wa’rahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa. Atas rahmat
dan hidayahnya penulis telah berhasil menyelesaikan Makalah yang Berjudul
“Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dan Kebijakan Penegakan Hukum”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan masalah ini secara langsung maupun tidak langsung sehingga
Makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa
masih ada kekurangan dari penulisan Makalah yang penulis buat, maka dari itu kritik
dan saran penulis butuhkan untuk memperbaiki Makalah yang penulis buat sehingga
menjadi lebih baik. Semoga Makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan
pembaca.

Palu, 22 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH................................................................................3
1.3. TUJUAN.........................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dalam tindak Pidana Umum Yang
Terdapat di Dalam KUHP..........................................................................................4
2.2. Kebijakan Penegakan Hukum Pidana...........................................................10
BAB III........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Penegakan hukum merupakan suatu keharusan yang dijalankan negara
dalam melindungi warganya, karena penegakan hukum adalah menegakkan nilai-
nilai kebenaran dan keadilan. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum
pidana pada hakikatnya adalah bagian dari usaha penegakan hukum pidana.
Penegakan hukum pidana diwujudkan melalui suatu kebijakan hukum yang
merupakan bagian dari politik hukum nasional. Hal ini melibatkan berbagai unsur
dalam negara, mulai dari pembuat undang-undang, aparat penegak hukum,
sampai warga negara.1
Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian
hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan
fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum
menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem
kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai.2
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak
hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi,
penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan
aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau
perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta
upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. 3

1
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54. Hal 33
2
Sanyoto (2008), Penegakan Hukum di Indonesia. Hal 199
3
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, Penegakan Hukum hal 3

1
Indonesia yang menyatakan diri sebagai negara hukum (Rechtsstaat)
dideklarasikan dalam amandemen ketiga Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45)
dalam Pasal I Ayat (3) yang mempertegas Indonesia sebagai negara hukum
(Rechtsstaat), dikatakan mempertegas karena sebelum perubahan UUD 1945 yang
dapat dijadikan landasan berpijak untuk menyatakan Indonesia sebagai negara
hukum (Rechtsstaat), yaitu Penjelasan Umum Undang-undang Dasar 1945
tentang sistem pemerintahan negara.4
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 telah ditegaskan
bahwa Indonesia adalah negara Hukum. Dalam kehidupan bernegara, salah satu
yang harus ditegakkan adalah suatu kehidupan hukum di dalam kehidupan
bermasyarakat. Pandangan ini diyakini tidak hanya disebabkan dianutnya
paham negara hukum, melainkan lebih melihat secara kritis kecenderungan
yang terjadi di dalam kehidupan bangsa Indonesia yang berkembang kearah
masyarakat modern5
Kedudukan hukum yang penting dan sentral tersebut, menuntut hukum dapat
bekerja mewujudkan sebuah keadilan. Jika tidak, maka negara ini tidak lagi berdiri di
atas pondasi hukum, namun berdiri di atas pondasi kekuasaan, politik, ekonomi atau
kepentingan lain yang justru dapat memerintah hukum, memperjualbelikan hukum,
memutarbalikkan6
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Pengertian tersebut
telah diperjelas oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad yang mengatakan bahwa
hukum pidana substantif/materiel adalah hukum mengenai delik yang diancam dengan
hukum pidana. Kata hukum pidana pertama-tama digunakan untuk merujuk pada
keseluruhan ketentuan yang menetapkan syarat-syarat apa saja yang mengikat negara,

4
Kenedi, J. (2017). Buku Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Dalam Sistem Penegakan
Hukum Di Indonesia. Pustaka Pelajar. Hal 1-2
5
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
Hal 36
6
Prof. Dr. Esmi Warrasih Puji Rahayu, S.H., M.S, Pemikiran Hukum Spiritual Pluralistik sisi lain hukum
yang terlupakan hal 2

2
bila negara tersebut berkehendak untuk memunculkan hukum mengenai pidana, serta
aturan-aturan yang merumuskan pidana seperti apa yang dapat diperkenankan. Hukum
pidana dalam artian ini adalah hukum pidana yang berlaku atau hukum pidana positif
yang juga sering disebut jus poenale.7
Hukum Pidana merupakan salah satu hukum yang ada di negara Indonesia,
pengaturan terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebagai salah
satu hukum positif. Seperti halnya ilmu hukum lainnya, hukum pidana mempunyai
tujuan umum, yaitu menyelenggarakan tertib masyarakat. Kemudian tujuan khususnya
adalah untuk menanggulangi kejahatan maupun mencegah terjadinya kejahatan dengan
cara memberikan sanksi yang sifatnya keras dan tajam sebagai perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan hukum yaitu orang (martabat, jiwa, harta, tubuh, dan lain
sebagainya), masyarakat dan negara.8

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Penegakan Hukum Pidana dalam tindak Pidana Umum Yang
Terdapat di Dalam KUHP?
2. Bagaimanakah kebijakan penegakan hukum pidana terhadap penanggulangan
kejahatan

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Bagaimana Penegakan Hukum Pidana dalam tindak Pidana
Umum Yang Terdapat di Dalam KUHP
2. Untuk mengetahui Bagaimanakah kebijakan penegakan hukum pidana
terhadap penanggulangan kejahatan

7
Dr.Fitri Wahyuni.,S.H,M.H (2017), Dasar Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Hal 1
8
Rahmawati, N. A. (2013). Hukum Pidana Indonesia: Ultimum Remedium Atau Primum
Remedium. Jurnal Hukum Pidana dan penanggulangan Kejahatan, 2(1). Hal 39

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dalam tindak Pidana


Umum Yang Terdapat di Dalam KUHP
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi
hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan
tersebut, sedangkanmenurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu
pikiran-pikiran badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam

peraturan hukum) menjadi kenyataan.9

Hukum adalah hasil tarik-menarik pelbagai kekuatan politik


yang mengejawantah dalam produk hukum. Satjipto Raharjo menyatakan
bahwa hukum adalah instrumentasi dari putusan atau keinginan politik
sehingga pembuatan peraturan perundang-undangan sarat dengan
kepentingan-kepentingan tertentu. Dengan demikian, medan pembuatan
UU menjadi medan perbenturan dan kepentingan kepentingan. Badan
pembuat UU akan mencerminkan konfigurasi kekuatan dan kepentingan
yang ada dalam masyarakat.10

KUHP sendiri terdiri dari 3 buku yaitu buku I, Buku II dan Buku
III. Buku I Menagtur tentang Prinsip Pokok dan Aturan Umum, Buku II
mengatur tentang Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran. Berdasarkan
pembagian ini, maka dalam KUHP tindak pidana dapat dibedakan antara
kejahatan dan pelanggaran. Ini sejalan dengan pembedaan delik kee dalam

9
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
10
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

4
mala in sedan mala prohibita. Kelsen dalam bukunya Teori Murni Tentang
Hukum, menyatakan bahwa perbuatan manusia tertentu adalah delik
karena tata hukum meletakkan kepada perbuatan ini sebagai kondisi,
suatusanksi sebagaikonsekuensinya. Di dalam teori hukum pidana
tradisional dibuat perbedaan mala in se dan mala prohibita, yakni perbuatan
yang dengan sendirinya dianggap jahat, dana perbuatan yang dianggap
jahat hanya karena perbuatan tersebut dilarang oleh suatu tata sosial
positif.11

Di dalam uraian di atas dapat kita melihat bahwasanya setiap


tindak pidana yang umum sudah di atur oleh KUHP Indonesia yang lama
mulai dari kejahatan yang ringan sampai dengan kejahatan yang berat, serta
pelanggaran yang ringan sampai dengan pelanggaran yangberat. Semua
tindak pidana yang dicantumkan di dalam KUHP itu juga memiliki stelsel
pemidanaan/ancaman yang berbeda-beda pula sesuai dengan kejahatan
yang dilakukan oleh si pembuat tindak pidana. Pada Pasal 10 KUHP telah
mencantumkan Stelsel pemindanaan/ancaman pidana terhadap tindak
pidana umum, yaitu Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana Pokok
terdiri atas Pidana Mati, Pidana, Pidana Penjara, Pidana Kurungan, Pidana
Denda dan Pidana tutupan, sedangkan Pidana Tambahan di kategorikan
kedalam; Pencabutan hak-hak tertentu, Perampasan barang-barang tertentu,
dan Pengumuman Putusan Hakim.12

Secara keilmuan, bentuk pidana dapat dibedakan berdasarkan objek


yang dapat dipidana. SR. Sianturi membagi bentuk-bentuk pidana ke
dalam beberpa bentuk, yaitu;

11
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
12
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

5
1. Pidana jiwa; Pidana mati;
2. Pidana badan pelaku; pencambukan dengan rotan, pemotongan
bagian badan (potong jari tangan), dicap bara, dan lain sebagainya;
3. Pidana kemerdekaan pelaku; pidana penjara, pidana tutupan,
pidana kurungan, pembuangan, pengasingan, pengusiran,
penginterniran, penawanan, dan sebagainya;
4. Pidana kehormatan pelaku misalnya pencabutan hak tertentu,
pencabutan izin mengemudi, pengumuman putusan hakim, teguran
dan lain sebaginya;
5. Pidana atas garta benda/kekayaan; pidana denda, perampsan barang
tertentu, membayar harga sutau barang yang tidak belum dirampas
sesuai taksiran dan lain sebaginya.13

Dari yang disampaikan diatas telah jelas bagaimana prosedur


pemidanaan /ancaman pidana yang diberikan Negara Melalui HUHP kepada
para pelaku tindak pidana Dari keseluruhan tersebut inilah yang dimaksud
dengan ancaman pidana pokok:

a. Pidana Mati

Pidana Mati merupakan pidana yang paling keras dalam


sistem pemidanaan. Sungguhpun demikian, pidana mati paling banyak
dimuat dalam hukum pidana di banyak negara dengan cara eksekusi
berbagai bentuk mulai dari panjung, digantung, disetrum listrik,
sisuntik hingga di tembak.Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan
ditembak sampai mati, cara-cara pelaksanaan untuk terpidana justiabel
peradilan sipil diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 16 Undang-
Undang No. 2 PNPS Tahun 1964, sedang untuk terpidana Yustiabel
peradilan militer diatur dalam Pasal 17. dengan keluarnya Undang-
13
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

6
Undang No. 2 PNPS Tahun 1964, ketentuan dalam Pasal 11 KUHP sudah
tidak berlaku.14Di dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 2 PNPS Tahun
1964 meyatakan bahwa; Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum
dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh
Presiden. Pada konteksnya yang terjadi di negara indonesia pidana mati
dilaksanakan di Lapas Nusakambangan yang terletak di sebuah pulau di
Jawa Tengah yang lebih dikenal sebagai tempat terletaknya
beberapa Lembaga Permasyarakatan (Lapas) berkeamanan tinggi di
indonesia.14

b. Pidana Penjara
Pidana Penjara Pidana Penjara adalah salah satu bentuk dari
pidana perampasan kemerdekaan. Ada bebeapa sistem dalam pidana
penjara, yaitu;
1. Pensylvania System: terpidana menurut sistem ini dimasukkan
dalam sel-sel tersendiri, iatidak boleh menerima tamu baik dari luar
maupun sesama narapidana, ia tidak boleh bekerja diluar sel satu-
satunya pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan
padanya. Karena pelaksanannya dilakukan di sel-sel maka disebut
Cellulaire System.
2. Auburn System: pada waktu malam ia di masukkan dalam sel
secara sendir-sendir, pada waktu siangny diwajibkan bekerja
dengan narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara di
antara mereka, biasa disebut dengan Silent System.
3. Progressive System: cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini
adalam bertahap, biaasa disebut dengan English/Ire System.
c. Pidana Kurungan

14
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

7
Pidana Kurungan ini uuga merupakan salah satu bentuk
pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi ini dalam beberpa hal
lebih ringan dari pada pidana penjara. Ketentuan-ketentuan tersebut

sebagai berikut:
1. paraterpidana kurungan mempunyai hal pistole. Yang artinyamereka
mempunya hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat
tidur tersendiriatas biaya sendiri/ Pasal 23 KUHP
2. para terpidna mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan
15Ibid hlm 121.tetapi lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/
Pasal 19 KUHP
3. meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu tahun. Maksimum
ini boleh sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan
pidana, karena perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52 atau
Pasal 52a (Pasal 18 KUHP)
4. apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani
pidanamasing-masing di situ tempat permasyarakatan, maka
terpidana kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP)
5. Pidana kurungan biasanya dilaksanankan di dalam daerahnya
terpidananya sendir/biasanyatidak diluar daerah yang bersangkutan.15
d. Pidana Denda

Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang


untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanaya
dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana denda
adalah Rp. 0,25 (dua puluh lima sen) X 15, meskipun tidak
ditentukan secara umum melainkan dalam pasal-pasal tindak pidana
yang bersangkutan dalam Buku I dan Buku II KUHP. Di luar KUHP

15
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

8
biasanya ditentukan adakalanya dalam 1 atau 2 pasal bagian terakhir
dari undang-undang tersebut, untuk norma-norma tindak pidana yang
ditentukan dalam pasal mendahuluinya16

e. Pidana Tutupan

Pidana tutupan dijatuhkan kepada pelaku apabila iamelakukan


suatu kejahatan yang diancam dengan pidana penjara, akan tetapi karena
terdorong oleh maksud yang patut di hormati. Pelaksaan tutupan sunyi
dicirikan;

1. terpidana diperkenankan memakai celana sendiri;


2. makanan terpidana tutupan harus lebih baik dari terpidana penjara,
dan terpidana boleh memperbaiki makanan atas biaya sendir;
3. di dalam Rumah Tahanan diperbolehkan mengadakan penghiburan
yang sederhana dan pantas;
4. sedapat-dapatnya dalam Rumah Tahanan diadakan perpustakaan bagi
terpidana dan para terpidana diperkenankan membawa buku-
buku; apabila terpidana meninggal, jenazahnya sedapat-dapatnya
diserahkan kepada keluarga.17

2.2. Kebijakan Penegakan Hukum Pidana


Sebelum membahas kebijakan hukum pidana, perlu dibahas
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kebijakan hukum pidana.
Hukum pidana secara umum mengandung setidaknya dua jenis norma,
yakni norma yang harus selalu dipenuhi agar suatu tindakan dapat disebut
sebagai tindak pidana, dan norma yang berkenaan dengan ancaman pidana

16
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
17
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

9
yang harus dikenakan bagi pelaku dari suatu tindak pidana. Secara terinci
undang-undang hukum pidana telah mengatur tentang: 1) bilamana suatu
pidana dapat dijatuhkan bagi seorang pelaku, 2) jenis pidana yang
bagaimanakah yang dapat dijatuhkan bagi pelaku tersebut, 3) untuk berapa
lama pidana dapat dijatuhkan atau berapa bilamana suatu pidana dapat
dijatuhkan bagi seorang pelaku, besarnya pidana denda yang dapat
dijatuhkan, dan 4) dengan cara bagaimanakah pidana harus dilaksanakan.18

penegakan hukum pidana merupakan salah satu bentuk dari upaya


penanggulangan kejahatan. Penggunaan hukum pidana sebagai alat untuk
penanggulangan kejahatan merupakan bagian dari kebijakan kriminal.
Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana tersebut
dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan akhir dari kebijakan
kriminal itu sendiri, yaitu memberikan perlindungan masyarakat agar
tercipta ketertiban dan kesejahteraan. Upaya untuk mencegah dan
menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sarana hukum pidana
disebut juga dengan istilah penal policy atau kebijakan penal. Kebijakan
hukum pidana tidak hanya sebatas membuat suatu peraturan perundang-
undangan yang mengatur hal-hal tertentu. Tetapi lebih dari itu, kebijakan
hukum pidana memerlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu hukum selain ilmu hukum pidana serta kenyataan di
dalam masyarakat sehingga kebijakan hukum pidana yang digunakan
tidak keluar dari konsep yang lebih luas yaitu kebijakan sosial dan rencana
pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.19
18
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
19
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.

10
Masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan
pembuatan perundang-undangan semata. Dalam hal pembuatan
perundang-undangan pidana, hal ini selain dapat dilakukan secara yuridis
normatif dan sistematik-dogmatik, juga memerlukan pendekatan yuridis
faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis dan komparatif,
bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin
sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan
pembangunan nasional pada umumnya20

Pengambilan suatu kebijakan untuk membuat peraturan hukum


pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan
penanggulangan kejahatan, sehingga kebijakan hukum pidana juga
merupakan bagian dari politik kriminal. Dengan kata lain, dilihat dari
sudut politik kriminal, maka kebijakan hukum pidana identik dengan
pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana
Kebijakan dalam upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana
21

Kebijakan dalam upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum


pidana hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum
(khususnya penegakan hukum pidana). Penegakan hukum pidana tidak
bisa dilepaskan dari kebijakan yang dibuat oleh negara dalam rangka
menegakkan aturan demi terwujudnya kemaslahatan bersama, sehingga

dengan demikian, kebijakan hukum pidana sering juga dikatakan sebagai


bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enfocement policy). Di

20
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
21
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.

11
samping itu, usaha penanggulangan kejahatan melalui pembuatan undang-
undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral
dari usaha perlindungan masyarakat (social defence), dan usaha mencapai
kesejahteraan masyarakat (social welfare), sehingga wajar pulalah apabila
kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan
sosial (social policy). Kebijakan sosial (social policy) itu sendiri dapat
diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan
masyarakat. Jadi, di dalam pengertian (social policy) sekaligus tercakup di
dalamnya (social welfare policy) dan (social defence policy) 22

Kebijakan hukum pidana hanyalah merupakan bagian dari politik


hukum nasional yang di dalamnya memiliki bagian-bagian yang berbeda.
Meskipun demikian, pelaksanaan kebijakan hukum pidana dapat terjadi
secara bersama dari semua bagian secara terintegrasi. Bagian-bagian dari
politik hukum nasional tersebut antara lain berupa kebijakan kriminalisasi
(criminalization policy), kebijakan pemidanaan (punishment policy),
kebijakan pengadilan pidana (criminal justice policy), kebijakan
penegakan hukum (law enforcement policy), kebijakan administratif
(administrative policy).

Berdasarkan bagian-bagian kebijakan hukum nasional di bidang


hukum pidana tersebut di atas, maka dilihat dalam arti luas, kebijakan
hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang hukum
pidana material, di bidang hukum pidana formal, dan di bidang hukum
pelaksanaan pidana. Karena itu, kebijakan hukum pidana tidak termasuk
kebijakan penanggulangan kejahatan di luar kerangka hukum.18 Selain
itu, kebijakan/politik hukum pidana juga merupakan upaya menentukan ke

22
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.

12
arah mana pemberlakuan hukum pidana Indonesia di masa yang akan
datang dengan melihat penegakannya saat ini. Berkaitan dengan
penegakan hukum pidana, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu
pengertiannya. Penegakan hukum yang dalam bahasa Inggris disebut law
enforcement atau bahasa Belanda handhaving merupakan suatu proses
untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.
Keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan
pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum.20 Inti
penegakan hukum adalah keserasian hubungan antara nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan
perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.23

Penegakan hukum pidana bertujuan untuk menciptakan kedamaian


dalam pergaulan hidup. Secara Konsepsional penegakan hukum menurut
Soerjono Soekanto adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah
dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup. Menurutnya bahwa penegakan hukum tersebut dipengaruhi oleh
halhal berikut ini:

1. Faktor hukumnya sendiri


2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
23
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.

13
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana di mana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.24

BAB III
PENUTUP

24
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.

14
3.1.Kesimpulan
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi
hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan
tersebut, sedangkanmenurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu
pikiran-pikiran badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam
peraturan hukum) menjadi kenyataan.

Secara keilmuan, bentuk pidana dapat dibedakan berdasarkan objek


yang dapat dipidana. SR. Sianturi membagi bentuk-bentuk pidana ke
dalam beberpa bentuk, yaitu;

1. Pidana jiwa; Pidana mati;


2. Pidana badan pelaku; pencambukan dengan rotan, pemotongan bagian
badan (potong jari tangan), dicap bara, dan lain sebagainya;
3. Pidana kemerdekaan pelaku; pidana penjara, pidana tutupan, pidana
kurungan, pembuangan, pengasingan, pengusiran, penginterniran,
penawanan, dan sebagainya;
4. Pidana kehormatan pelaku misalnya pencabutan hak tertentu,
pencabutan izin mengemudi, pengumuman putusan hakim, teguran
dan lain sebaginya;
5. Pidana atas garta benda/kekayaan; pidana denda, perampsan barang
tertentu, membayar harga sutau barang yang tidak belum dirampas
sesuai taksiran dan lain sebaginya.

Masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan


pembuatan perundang-undangan semata. Dalam hal pembuatan perundang-
undangan pidana, hal ini selain dapat dilakukan secara yuridis normatif dan
sistematik-dogmatik, juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat
berupa pendekatan sosiologis, historis dan komparatif, bahkan memerlukan
pula pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin sosial lainnya dan
pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada
umumnya

Penegakan hukum pidana bertujuan untuk menciptakan kedamaian dalam


pergaulan hidup. Secara Konsepsional penegakan hukum menurut Soerjono
Soekanto adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di

15
dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Menurutnya bahwa penegakan
hukum tersebut dipengaruhi oleh halhal berikut ini:

1. Faktor hukumnya sendiri


2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana di mana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi :

16
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.

Sanyoto (2008), Penegakan Hukum di Indonesia.

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, Penegakan Hukum

Kenedi, J. (2017). Buku Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Dalam


Sistem Penegakan Hukum Di Indonesia. Pustaka Pelajar.

Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia


Melaui Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of
Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.

Prof. Dr. Esmi Warrasih Puji Rahayu, S.H., M.S, Pemikiran Hukum Spiritual
Pluralistik sisi lain hukum yang terlupakan

Dr.Fitri Wahyuni.,S.H,M.H (2017), Dasar Dasar Hukum Pidana di Indonesi


,
Rahmawati, N. A. (2013). Hukum Pidana Indonesia: Ultimum Remedium
Atau Primum Remedium. Jurnal Hukum Pidana dan penanggulangan
Kejahatan, 2(1). Hal

17

Anda mungkin juga menyukai