Disusun Oleh :
P101 22 065
Kelas : A
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa. Atas rahmat
dan hidayahnya penulis telah berhasil menyelesaikan Makalah yang Berjudul
“Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dan Kebijakan Penegakan Hukum”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan masalah ini secara langsung maupun tidak langsung sehingga
Makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa
masih ada kekurangan dari penulisan Makalah yang penulis buat, maka dari itu kritik
dan saran penulis butuhkan untuk memperbaiki Makalah yang penulis buat sehingga
menjadi lebih baik. Semoga Makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH................................................................................3
1.3. TUJUAN.........................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dalam tindak Pidana Umum Yang
Terdapat di Dalam KUHP..........................................................................................4
2.2. Kebijakan Penegakan Hukum Pidana...........................................................10
BAB III........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54. Hal 33
2
Sanyoto (2008), Penegakan Hukum di Indonesia. Hal 199
3
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, Penegakan Hukum hal 3
1
Indonesia yang menyatakan diri sebagai negara hukum (Rechtsstaat)
dideklarasikan dalam amandemen ketiga Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45)
dalam Pasal I Ayat (3) yang mempertegas Indonesia sebagai negara hukum
(Rechtsstaat), dikatakan mempertegas karena sebelum perubahan UUD 1945 yang
dapat dijadikan landasan berpijak untuk menyatakan Indonesia sebagai negara
hukum (Rechtsstaat), yaitu Penjelasan Umum Undang-undang Dasar 1945
tentang sistem pemerintahan negara.4
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 telah ditegaskan
bahwa Indonesia adalah negara Hukum. Dalam kehidupan bernegara, salah satu
yang harus ditegakkan adalah suatu kehidupan hukum di dalam kehidupan
bermasyarakat. Pandangan ini diyakini tidak hanya disebabkan dianutnya
paham negara hukum, melainkan lebih melihat secara kritis kecenderungan
yang terjadi di dalam kehidupan bangsa Indonesia yang berkembang kearah
masyarakat modern5
Kedudukan hukum yang penting dan sentral tersebut, menuntut hukum dapat
bekerja mewujudkan sebuah keadilan. Jika tidak, maka negara ini tidak lagi berdiri di
atas pondasi hukum, namun berdiri di atas pondasi kekuasaan, politik, ekonomi atau
kepentingan lain yang justru dapat memerintah hukum, memperjualbelikan hukum,
memutarbalikkan6
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Pengertian tersebut
telah diperjelas oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad yang mengatakan bahwa
hukum pidana substantif/materiel adalah hukum mengenai delik yang diancam dengan
hukum pidana. Kata hukum pidana pertama-tama digunakan untuk merujuk pada
keseluruhan ketentuan yang menetapkan syarat-syarat apa saja yang mengikat negara,
4
Kenedi, J. (2017). Buku Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Dalam Sistem Penegakan
Hukum Di Indonesia. Pustaka Pelajar. Hal 1-2
5
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
Hal 36
6
Prof. Dr. Esmi Warrasih Puji Rahayu, S.H., M.S, Pemikiran Hukum Spiritual Pluralistik sisi lain hukum
yang terlupakan hal 2
2
bila negara tersebut berkehendak untuk memunculkan hukum mengenai pidana, serta
aturan-aturan yang merumuskan pidana seperti apa yang dapat diperkenankan. Hukum
pidana dalam artian ini adalah hukum pidana yang berlaku atau hukum pidana positif
yang juga sering disebut jus poenale.7
Hukum Pidana merupakan salah satu hukum yang ada di negara Indonesia,
pengaturan terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebagai salah
satu hukum positif. Seperti halnya ilmu hukum lainnya, hukum pidana mempunyai
tujuan umum, yaitu menyelenggarakan tertib masyarakat. Kemudian tujuan khususnya
adalah untuk menanggulangi kejahatan maupun mencegah terjadinya kejahatan dengan
cara memberikan sanksi yang sifatnya keras dan tajam sebagai perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan hukum yaitu orang (martabat, jiwa, harta, tubuh, dan lain
sebagainya), masyarakat dan negara.8
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Bagaimana Penegakan Hukum Pidana dalam tindak Pidana
Umum Yang Terdapat di Dalam KUHP
2. Untuk mengetahui Bagaimanakah kebijakan penegakan hukum pidana
terhadap penanggulangan kejahatan
7
Dr.Fitri Wahyuni.,S.H,M.H (2017), Dasar Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Hal 1
8
Rahmawati, N. A. (2013). Hukum Pidana Indonesia: Ultimum Remedium Atau Primum
Remedium. Jurnal Hukum Pidana dan penanggulangan Kejahatan, 2(1). Hal 39
3
BAB II
PEMBAHASAN
KUHP sendiri terdiri dari 3 buku yaitu buku I, Buku II dan Buku
III. Buku I Menagtur tentang Prinsip Pokok dan Aturan Umum, Buku II
mengatur tentang Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran. Berdasarkan
pembagian ini, maka dalam KUHP tindak pidana dapat dibedakan antara
kejahatan dan pelanggaran. Ini sejalan dengan pembedaan delik kee dalam
9
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
10
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
4
mala in sedan mala prohibita. Kelsen dalam bukunya Teori Murni Tentang
Hukum, menyatakan bahwa perbuatan manusia tertentu adalah delik
karena tata hukum meletakkan kepada perbuatan ini sebagai kondisi,
suatusanksi sebagaikonsekuensinya. Di dalam teori hukum pidana
tradisional dibuat perbedaan mala in se dan mala prohibita, yakni perbuatan
yang dengan sendirinya dianggap jahat, dana perbuatan yang dianggap
jahat hanya karena perbuatan tersebut dilarang oleh suatu tata sosial
positif.11
11
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
12
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
5
1. Pidana jiwa; Pidana mati;
2. Pidana badan pelaku; pencambukan dengan rotan, pemotongan
bagian badan (potong jari tangan), dicap bara, dan lain sebagainya;
3. Pidana kemerdekaan pelaku; pidana penjara, pidana tutupan,
pidana kurungan, pembuangan, pengasingan, pengusiran,
penginterniran, penawanan, dan sebagainya;
4. Pidana kehormatan pelaku misalnya pencabutan hak tertentu,
pencabutan izin mengemudi, pengumuman putusan hakim, teguran
dan lain sebaginya;
5. Pidana atas garta benda/kekayaan; pidana denda, perampsan barang
tertentu, membayar harga sutau barang yang tidak belum dirampas
sesuai taksiran dan lain sebaginya.13
a. Pidana Mati
6
Undang No. 2 PNPS Tahun 1964, ketentuan dalam Pasal 11 KUHP sudah
tidak berlaku.14Di dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 2 PNPS Tahun
1964 meyatakan bahwa; Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum
dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh
Presiden. Pada konteksnya yang terjadi di negara indonesia pidana mati
dilaksanakan di Lapas Nusakambangan yang terletak di sebuah pulau di
Jawa Tengah yang lebih dikenal sebagai tempat terletaknya
beberapa Lembaga Permasyarakatan (Lapas) berkeamanan tinggi di
indonesia.14
b. Pidana Penjara
Pidana Penjara Pidana Penjara adalah salah satu bentuk dari
pidana perampasan kemerdekaan. Ada bebeapa sistem dalam pidana
penjara, yaitu;
1. Pensylvania System: terpidana menurut sistem ini dimasukkan
dalam sel-sel tersendiri, iatidak boleh menerima tamu baik dari luar
maupun sesama narapidana, ia tidak boleh bekerja diluar sel satu-
satunya pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan
padanya. Karena pelaksanannya dilakukan di sel-sel maka disebut
Cellulaire System.
2. Auburn System: pada waktu malam ia di masukkan dalam sel
secara sendir-sendir, pada waktu siangny diwajibkan bekerja
dengan narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara di
antara mereka, biasa disebut dengan Silent System.
3. Progressive System: cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini
adalam bertahap, biaasa disebut dengan English/Ire System.
c. Pidana Kurungan
14
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
7
Pidana Kurungan ini uuga merupakan salah satu bentuk
pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi ini dalam beberpa hal
lebih ringan dari pada pidana penjara. Ketentuan-ketentuan tersebut
sebagai berikut:
1. paraterpidana kurungan mempunyai hal pistole. Yang artinyamereka
mempunya hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat
tidur tersendiriatas biaya sendiri/ Pasal 23 KUHP
2. para terpidna mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan
15Ibid hlm 121.tetapi lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/
Pasal 19 KUHP
3. meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu tahun. Maksimum
ini boleh sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan
pidana, karena perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52 atau
Pasal 52a (Pasal 18 KUHP)
4. apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani
pidanamasing-masing di situ tempat permasyarakatan, maka
terpidana kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP)
5. Pidana kurungan biasanya dilaksanankan di dalam daerahnya
terpidananya sendir/biasanyatidak diluar daerah yang bersangkutan.15
d. Pidana Denda
15
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
8
biasanya ditentukan adakalanya dalam 1 atau 2 pasal bagian terakhir
dari undang-undang tersebut, untuk norma-norma tindak pidana yang
ditentukan dalam pasal mendahuluinya16
e. Pidana Tutupan
16
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
17
Harefa, S. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia Melaui Hukum
Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. University Of Bengkulu Law Journal, 4(1), 35-58.
9
yang harus dikenakan bagi pelaku dari suatu tindak pidana. Secara terinci
undang-undang hukum pidana telah mengatur tentang: 1) bilamana suatu
pidana dapat dijatuhkan bagi seorang pelaku, 2) jenis pidana yang
bagaimanakah yang dapat dijatuhkan bagi pelaku tersebut, 3) untuk berapa
lama pidana dapat dijatuhkan atau berapa bilamana suatu pidana dapat
dijatuhkan bagi seorang pelaku, besarnya pidana denda yang dapat
dijatuhkan, dan 4) dengan cara bagaimanakah pidana harus dilaksanakan.18
10
Masalah kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan
pembuatan perundang-undangan semata. Dalam hal pembuatan
perundang-undangan pidana, hal ini selain dapat dilakukan secara yuridis
normatif dan sistematik-dogmatik, juga memerlukan pendekatan yuridis
faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis dan komparatif,
bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin
sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan
pembangunan nasional pada umumnya20
20
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
21
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
11
samping itu, usaha penanggulangan kejahatan melalui pembuatan undang-
undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral
dari usaha perlindungan masyarakat (social defence), dan usaha mencapai
kesejahteraan masyarakat (social welfare), sehingga wajar pulalah apabila
kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan
sosial (social policy). Kebijakan sosial (social policy) itu sendiri dapat
diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan
masyarakat. Jadi, di dalam pengertian (social policy) sekaligus tercakup di
dalamnya (social welfare policy) dan (social defence policy) 22
22
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
12
arah mana pemberlakuan hukum pidana Indonesia di masa yang akan
datang dengan melihat penegakannya saat ini. Berkaitan dengan
penegakan hukum pidana, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu
pengertiannya. Penegakan hukum yang dalam bahasa Inggris disebut law
enforcement atau bahasa Belanda handhaving merupakan suatu proses
untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.
Keinginan-keinginan hukum di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan
pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum.20 Inti
penegakan hukum adalah keserasian hubungan antara nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan
perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.23
13
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana di mana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.24
BAB III
PENUTUP
24
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
14
3.1.Kesimpulan
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi
hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan
tersebut, sedangkanmenurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu
pikiran-pikiran badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam
peraturan hukum) menjadi kenyataan.
15
dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Menurutnya bahwa penegakan
hukum tersebut dipengaruhi oleh halhal berikut ini:
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
16
Ariyanti, V. (2019). Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia. Jurnal Yuridis, 6(2), 33-54.
Prof. Dr. Esmi Warrasih Puji Rahayu, S.H., M.S, Pemikiran Hukum Spiritual
Pluralistik sisi lain hukum yang terlupakan
17