Anda di halaman 1dari 14

KONSEP MASALAH PIDANA DAN`PEMIDANAAN DALAM

KEBIJAKAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR PADA


INDONESIA DENGAN BELANDA DAN YUGOSLAVIA
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Hukum PerbandinganPidana
Dosen Pengampu: Aliyth Prakarsa. S.H, M.H.

Disusun Oleh:
Tarisha Rahma Mubarak (1111200169)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah yang berjudul “Konsep Masalah Pidana Dan`Pemidanaan Dalam
Kebijakan Pidana Anak Dibawah Umur Pada Indoensia dengan Negara Belanda
dan Yugoslavia” ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan tentu saja nilai
mata kuliah Hukum dan Masyarakat

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aliyth Prakarsa S.H M.Hm
selaku dosen Hukum Perbandingan Pidana yang telah membantu kami dalam
mengerjakann tugas dan memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan
kami dan teman-teman yang lainnya serta mendapatkan kesempatan untuk
menambah nilai

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, sumber,
dan informasi yang telah membantu kami dalam menyusun dan menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini.Oleh karena itu, kami selaku penyusun memohon segala bentukan
kritikan dan saran untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.

Serang, 12 Desember 2022

PenuliS

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
ISI ............................................................................................................................ 6
2.1 Pidana dan Pemidanaan ................................................................................. 6
2.2 Pemidanaan Anak di Bawah Umur dalam KUHP Indoneisa ........................ 7
2.3 Pemidanaan Anak di Bawah Umur dalam KUHP Negara Asing Lainnya ... 9
BAB III ................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara Hukum, hukum timbul sebagai alat yang dibuat oleh
manusia atas dasar keinginan manusia itu untuk memenuhi tujuan mereka
mencapai keamanan, ketertiban, dan mendamaikan kehidupan suatu bangsa.
Selain itu, hukum lahir untuk memberikan rasa takut dan efek jera kepada
siapun yang menganggu kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Hukum di
Indonesia pada dasarnya diciptakan untuk mengatur dan mengarahkan perilaku
manusia atau masyarakat kearah yang baik, hal ini dituangkan dalam undang
undang baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Indonesia yang diketahui
sebagai Negara Hukum yang sebelumnya mengadopsi Hukum dari Negara
Belanda yang telah dimodifikasi atau disesuaikan dengan kepribadian
Masyarakat Indonesia, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan lainnya, yang kemudian pada saat ini,
Indonesia telah melakukan pembaharuan terhadap Hukum Pidana dengan
lahirnya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana terbaru.
Menurut Barda Nawawi Arief yang dikutip oleh Priyatno (2013, hal. 19)
maka pembaharuan Hukum Pidana Nasional seyogianya dilatarbelakangi pada
ide-ide dasar Pancasila: a) moral religius (Ketuhanan); b) kemanusiaan
(humanistik); c) kebangsaan; d) demokrasi; dan e) keadilan sosial. Disamping
itu perlu ada harmonisasi dengan nilai-nilai atau aspirasi sosio-filosofik dan
sosio kultural yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam melakukan
pembaharuan hukum pidana nasional, perlu dilakukan pengkajian dan
penggalian nilai-nilai nasional yang bersumber pada Pancasila dan nilai yang
ada dalam masyarakat.
Selain itu, perbandingan dengan negara lain juga dapat membantu proses
pembaharuan hukum pidana nasional, perbandingan hukum dilakukan guna
mengetahui sistem hukum dari negara lain dan apabila terdapat nilai positif

4
didalamnya, sekiranya dapat menjadi salah satu sumber dalam kegiatan
pembaharuan hukum pidana nasional, hal ini dilakukan baik antar bangsa
maupun negara.
Perbandingan hukum dapat dilakukan dalam bagian hukum mana saja, dalam
hal ini perbandingan hukum dilakukan dalam hal masalah pidana dan
pemidanaan,perbandingan konsep pidana dan pemidanaan dilakukan untuk
mengatahui sistem pemidanaan di negara asing yang kemudian nantinya akan
dibandingkan dengan sistem pemidanaan di indonesia. Pemidanaan memiliki
banyak jenis, sebagai salah satunya mengenai pemidanaan anak dibawah umur.
Perbandingan akan membantu dalam mengetahui sistem negara assaing dalam
mengurus permasalahan pidana bagi anak dibawah umur, yang kemudian dapat
dibandingkan dengan sistem yang ada di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana maksud dari Konsep Pidana dan Pemidanaan iru sendiri?


2. Bagaimana konsep pemidanaan anak dibawah umur dalam KUHP
Indonesia?
3. Bagaimana konsep Pemidanaan anak dibawah umur dari KUHP Negara
Belanda dan Yugoslavia?

1.3 Tujuan Penulisan


Berangkat dari rumusan masalah yang sudah tersaji penulis bertujuan untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai Konsep Pidana dan Pemidanaan Anak
Dibawah umur berupa:
1. Mengetahui Konsep Pidana dan Pemidanaan
2. Mengetahui Konsep Pemidanaan Anak dibawah Umur dalam KUHP
Indonesia
3. Mengetahui Konsep Pemidanaan Anak dibawah umur dalam KUHP
Belanda dan Yugoslavia

5
BAB II

ISI

2.1 Pidana dan Pemidanaan


Pemidanaan dalam KUHP dilihat dari sudut kajian, yaitu ketentuan umum hukum
pidana dalam Buku I KUHP dan perumusan ancaman sanksi pidana dalam Buku II dan
Buku III KUHP. Perumusan ancaman pidana dalam Buku I KUHP mengacu kepada
norma pemidanaan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP, yaitu :
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok:
1. pidana mati
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.

Ketentuan pidana tersebut metode pengamanannya dalam norma hukum pidana


diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 43 KUHP. Ketentuan pemidanaan dalam
Buku I KUHP ini diformulasikan secara konsisten dalam norma hukum pidana dalam
Buku II dan Buku II KUHP. Fungsi ketentuan umum hukum pidana dalam Buku I
benar-benar menjadi pedoman dalam memformulasikan ancaman pidana dalam norma
hukum pidana dan dalam pelaksanaan pidana.

Dalam merumuskan norma hukum pidana dan merumuskan ancaman pidana,


paling tidak terdapat 3(tiga) hal yang ingin dicapai dengan pemberlakuan hukum pidana
di dalam masyarakat, yaitu:

a. Membentuk atau mencapai cita kehidupan masyarakat yang ideal atau masyarakat
yang dicitakan,
b. Mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam masyarakat,

6
c. Mempertahankan sesuatu yang dinilai baik (ideal) dan diikuti oleh masyarakat
dengan teknik perumusan norma yang negatif.

Tujuan pengenaan sanksi pidana dipengaruhi oleh alasan yang dijadikan dasar
pengancaman dan penjatuhan pidana, dalam konteks ini alasan pemidanaan adalah
pembalasan, kemanfaatan, dan gabungan antara pembalasan yang memiliki tujuan atau
pembalasan yang diberikan kepada pelaku dengan maksud dan tujuan tertentu.

Filsafat pemidanaan sebagai landasan filosofis merumuskan ukuran atau dasar


keadilan apabila terjadi pelanggaran hukum pidana. Dalam konteks ini, pemidanaan
erat hubungannya dengan proses penegakan hukum pidana. Sebagai sebuah sistem,
telaahan mengenai pemidanaan dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu sudut fungsional
dan sudut norma substantif.

Dari sudut fungsional, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan


sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi/operasionalisasi/
konkretisasi pidana dan keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang
mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret,
sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana. Dari sudut ini maka sistem
pemidanaan identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari sub-
sistem Hukum Pidana Materiil/Substantif, sub-sistem Hukum Pidana Formil dan sub-
sistem Hukum Pelaksanaan Pidana. Sedangkan dari sudut norma-substantif (hanya
dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif), sistem pemidanaan dapat diartikan
sebagai keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiil untuk pemidanaan;
atau Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk
pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana. Aturan umum terdapat di dalam Buku
I KUHP, dan aturan khusus terdapat di dalam Buku II dan III KUHP maupun dalam
undang-undang khusus di luar KUHP, 1 baik yang mengatur hukum pidana khusus
maupun yang mengatur hukum pidana umum.

2.2 Pemidanaan Anak di Bawah Umur dalam KUHP Indoneisa


Dalam pemidanaan terhadap anak dibawah umur yang melakukan tindak
pidana diberlakukan pemidanaan yang sesuai dengan UU No. 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dikenal dengan sebutan
UU SPPA. Substansi yang mendasar mengenai UU yang baru ini secara
tegas mengatur mengenai keadilan Restoaktif yang dimaksud untuk

7
menghindari sigtimasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan
diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar
atau yang lebih mengutamakan perdamaian dari pada proses hukum formal.
Dan apabila seorang anak yang melakukan tindak pidana yang berat atau
delik berat maka akan diberlakukan pemidanaan formal yang sesuai dengan
aturan yang berlaku terhadap anak. Dimana dari ancaman hukuman pidana
yang di tuliskan dalam aturan dipotong ½ dari hukuman/sanksi tersebut
tetapi tetap diuapayakan jalur diversi.
Pemidanaan terhadap Anak diatur di dalam Undang-undang Sistem
Peradilan Pidana Anak Pasal 73 sampai dengan Pasal 81. Anak yang belum
mencapai umur 12 (dua belas) tahun hanya dapat dikenakan tindakan.
Sedangkan Anak yang telah berumur genap 12 (dua belas) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dapat dikenakan pidanaPasal 2
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak menyebutkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. pelindungan;
b. .keadilan;
c. nondiskriminasi;
d. kepentingan terbaik bagi Anak;
e. penghargaan terhadap pendapat Anak;
f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
g. pembinaan dan pembimbingan Anak;
h. proporsional;
i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir;
j. penghindaran pembalasan.

Menurut UndangUndang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan


Anak, perlindungan khusus bagi anak yang berkonflik dengan hukum
telah ditentukan dalam Pasal 64 ayat (2) UndangUndang Perlindungan Anak
dan hal itu dilaksanakan melalui :

8
• Perlakuan terhadap anak secara manusiawi sesuai dengan martabat
dan hak-hak anak Penyediaan petugas pendamping khusus
• Penyediaan sarana dan prasarana khusus
• Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak
• Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum
• Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua
atau keluarganya, atau
• Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi

UU Nomor 23 Tahun 2002 mengenai “Perlindungan Anak” dari


adanya keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam suatu
masyarakat, yang merupakan hasil interaksi karena adanya hasil interelasi
antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, semua
usaha yang melindungi anak, melaksanakan hak dan kewajiban anak
merupakan suat hal yang dapat memperjuangkan kelangsungan hidup anak
serta mengembangkan dirinya sebagai suatu perlindungan bagi dirinya
sendiri.

2.3 Pemidanaan Anak di Bawah Umur dalam KUHP Negara Asing Lainnya
• Negara Belanda
Di Belanda, ketentuan-ketentuan khusus untuk anak yang melakukan tindak
pidana, diatur tersendiri dalam Bab VIII A KUHP Belanda. Bab baru ini
dimasukkan ke dalam WvS Nederland pada tahun 1961 berdasarkan UU 9
November 1961, S. 402 dan telah mengalami beberapa kali perubahan,
terakhir melalui UU 7 Juli 1994, S. No. 528. Pengaturan sanksi bagi anak
yang melakukan tindak pidana diatur dalam Pasal 77h, yang berisikan:
1. Pidana Pokok :
a. untuk kejahatan : kurungan anak atau denda
b. untuk pelanggaran : denda

9
2. Satu atau lebih sanksi alternatif berikut ini dapat dikenakan sebagai
pengganti pidana pokok dalam ayat 1:
a. kerja sosial/pelayanan masyarakat (community service)
b. pekerjaan untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh
tindak pidana (work contributing to the repair of the damage
resulting from the criminal offence)
c. mengikuti proyek pelatihan (attendance at a training project)
3. Pidana Tambahan
a. perampasan (forfeiture)
b. pencabutan SIM (disqualification from driving motor vehicle)
4. Tindakan-Tindakan (measures)terdiri dari
a. penempatan pada lembaga khusus untuk anak
b. penyitaan (confiscation)
c. perampasan keuntungan dari perbuatan melawan hukum
(deprivation of unlawfully obtained gains)
d. kompensasi/ganti rugi atas kerusakan/kerugian (compensation for
the damage)

Di Belanda, alternatif sanksi yang diberikan terhadap anak lebih banyak,


dimana pidana penjara sama sekali sudah tidak dikenal. Di Indonesia, alternatif
yang ada lebih sedikit, dimana pidana penjara (selain kurungan, pidana
pengawasan, dan denda) adalah sebagai salah satu bentuk putusan yang dapat
diberikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana yang berusia antara 12
tahun sampai 18 tahun. Kenyataannya sanksi pidana penjara adalah sanksi yang
paling banyak dijatukan oleh hakim. Dalam hukum pidana anak Belanda, selain
pidana pokok (Principal penalties) dan Pidana Tambahan (Additional penalties),
ada dikenal Sanksi Alternatif sebagai pengganti pidana pokok, yaitu : pidana
kerja sosial, memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana, atau
mengikuti proyek pelatihan. Di Indonesia, sanksi serupa tidak diatur dalam UU
No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, hanya saja sanksi pidana kerja sosial
(Community Service) baru ada dalam hukum yang akan datang (RKUHP)

10
• Negara Yugoslavia
Negara Yugoslavia tidak mengatur secara khusus pengaturan tentanng
pemidanaan anak dibawah umur, akan tetapi tetap digabungkan dan dimasukan
dalam KUHP Yugoslavia itu sendiri dalam bab khusus yang mengatur tentang
sanksi Pidana dan Tindakan untuk anak, yaitu Bab VI mulai Pasal 64 s/d Pasal
79L dengan judul Provisions Relating to Efucative and Penal Measures for
Minors.
Dalam negara Yugoslavia, anak sendiri dibedakan menjadi anak (a child)
yang berusia dibawah 14 Tahun, anak yunior (a junior minor) yang berusia 14-
16 tahun, dan anak senior (a senior minor) yang berusia 16-18 tahun.
Dalam system pemidanaan yang berlaku terhadap mereka, ditentukan :
• terhadap anak, tidak dapat dijatuhkan sanksi pidana maupun tindakan
edukatif (Educative Measures) atau tindakan Keamanan (Security
Measures)
• terhadap anak yunior, sanksi yang dapat dijatuhkan adalah hanya tindakan
edukatif, dan bukan sanksi pidana
• terhadap anak senior, dapat dijatuhkan tindakan edukatif, dan sesuai
dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam KUHP dapat dipidana, akan
tetapi pidana yang dijatuhkan hanya pidana yang khusus untuk anak (yaitu
penjara anak/ minor’s imprisonment). Penjara anak hanya diancamkan
terhadap perbuatan yang diancam pidana lebih dari 5 tahun, dengan
ancaman tidak boleh kurang dari 1 tahun dan tidak boleh lebih dari 10
tahun.

Tindakan-tindakan Edukatif yang dapat diberikan terhadap anak, diatur


dalam Pasal 69, yang jenisnya terdiri dari :
1. Tindakan Disiplin (disciplinary measures)
a. Teguran Keras/pencercaan
b. Dimasukkan ke Pusat Pendisplinan/Penertiban Anak
2. Tindakan Pengawasan Intensif ( Measures of intensified supervision)
a. Pengawasan Orangtua/wali

11
b. Pengawasan dalam keluarga lain atau badan-badan perwalian
3. Tindakan Institusional (institutional measures)
a. Penempatan di lembaga pendidikan b.
b. Penempatan pada panti asuhan pendidikan-korektif
c. Penempatan pada panti asuhan anak cacat

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di Indoensia sendiri Pemidanaan terhadap Anak diatur di dalam Undang-


undang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 73 sampai dengan Pasal 81.
Anak yang belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun hanya dapat
dikenakan tindakan. Sedangkan Anak yang telah berumur genap 12 (dua
belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dapat
dikenakan pidanaPasal. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Belanda yang
melakukan pemidanaan anak dengan umur 12-18 tahun, berbeda dengan
Yugoslavia anak sendiri dibedakan menjadi anak (a child) yang berusia dibawah
14 Tahun, anak yunior (a junior minor) yang berusia 14-16 tahun, dan anak
senior (a senior minor) yang berusia 16-18 tahun.
Selain itu, perbedaan yang mmencolok dari kedua negara ini dengan
Indonesia terkait dengan sanksi pidana alternatif yang lebih banyak dan
bervariasi sehingga tidak terbaku kepada pidana penjara saja.
Bila dilihat dari perspektif kebijakan pengaturan/formulatif, upaya yang
dapat dilakukan agar putusan yang bukan penjara (Sanksi Tindakan) lebih
diberikan terhadap anak nakal, tentu dengan melakukan pembaharuan hukum
pidana yaitu dengan melakukan rekonstruksi terhadap pengaturan sanksi
terhadap anak yang melakukan kenakalan. Landasan nilai keadilan substanstif
dan nilai kemanfaatan bagi anak tentu harus dipertimbangkan, sehingga
pembentuk undang-undang dapat melakukan pembenahan sistim pengancaman
sanksi tindakan yang lebih bervariatif dan tidak hanya diperuntukkan pada anak
yang berusia antara 8 – 12 tahun saja, tetapi kepada semua kelompok/kualifikasi
yang tergolong anak/remaja.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, K. (2016). Faktor Penyebab Anak Melakukan Tindakan


Kriminal.Pekan Baru.
Makarao, T. (2007). Pengertian Pidana.Jakarta: Sinar Grafika
Nasrina. (2011). Perlindungan Hukum Bagi Anak di Indonesia.Jakarta:
Rajawali Pers.
Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pidana Bagi Anak di Bawah Umur
Menurut Undang-undang RI. (2012, Maret 11).
Tuturoong, Febriani Seyna. "Pemidanaan terhadap anak menurut hukum
pidana di Indonesia." LEX CRIMEN 10, no. 5 (2021).
Taufiqurrohman, A., 2021. Tinjauan Yuridis Pemidanaan Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Umur (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Semarang) (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Sultan Agung).
Widiatmika, I.A.A. and Utari, A.A.S., 2016. Tinjauan Yuridis Mengenai
Pemidanaan Anak Di Bawah Umur. Kertha Wicara: Journal Ilmu
Hukum.
PANANNANGAN, D., 2012. PENGEMBALIAN KEPADA ORANG TUA
SEBAGAI BENTUK PEMIDANAAN ANAK DIBAWAH
UMUR (Doctoral Dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Putri, C.A.P., 2013. Kebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya
Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak. Diponegoro Law Journal, 2(2), pp.1-11.
Nasriana, N., 2015. Penganutan Asas Sistem Dua Jalur (Double Track
System) Dalam Melindungi Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum:
Tinjauan Formulasi Dan Aplikasinya. Nurani: Jurnal Kajian Syari'ah
dan Masyarakat, 15(1), pp.51-72.

14

Anda mungkin juga menyukai