Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TINDAK PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF


ANTROPOLOGI HUKUM DAN HUKUM POSITIF

Oleh Kelompok 4:
Muhammad Alwi Parozi
Yazidul Busthami
Alisya Septiyandar

Mata Kuliah
Antropologi Hukum
Dosen Pengampu:Beverly Evangelista,SH.,MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TEKNOLOGI MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram,Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................ii
PENDAHULUAN...............................................................................................ii
1.1. Latar Belakang....................................................................................ii
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................iii
1.3. Tujuan.................................................................................................iii
BAB II................................................................................................................1
PEMBAHASAN.................................................................................................1
2.1. PERSPEKTIF HUKUM POSITIF TERHADAP ANAK DIBAWAH
UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA...........................................1
2.1.1. Analiss Hukum Positif Sistem Peradilan Anak.........................1
2.2. Kasus pidana anak dibawah umur dan penyelesain hukumnya...3
2.2.1. CONTOH KASUS TINDAK PIDANA ANAK:...............................3
2.3. Perspektif antropologi hukum (Hukum Adat) terhadap tindak
pidana............................................................................................................6
BAB III................................................................................................................I
PENUTUP...........................................................................................................I
a. Kesimpulan..........................................................................................I
b. Saran.....................................................................................................I

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam hukum positif di Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum
dewasa (minderjarig/person under age), orang yang dibawah umur/keadaan dibawah
umur (minderjarig heid/ inferiority) atau biasa disebut juga sebagai anak yang berada
dibawah pengawasan wali (minderjarige under voordij). Pengertian anak itu sendiri
jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia kronologis menurut hukum dapat berbeda-
beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal ini juga akan
mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur anak. Perbedaan
pengertian anak tersebut dapat dilihat pada tiap aturan perundang-undangan yang ada
pada saat ini.

Misalnya pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979


tentang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun
dan belum pernah kawin.Pengertian anak pada Pasal 1 Convention On The Rights of
The Child, anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 tahun, kecuali
berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh
sebelumnya. Yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan
yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu mental, fisik masih belum dewasa).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia


menjabarkan pengertian tentang anak ialah setiap manusia yang berusia dibawah 18
(delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam
kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang
memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan
pembinaan dan perlindungan fisik, mental, dan sosial secara utuh. Bagi bagsa
Indonesia anak merupakan subyek dan modal pembangunan nasional demi
tercapainya masyarakat adil dan makmur sesuai amanat undang-undang dasar 1945.
Oleh karena itu, anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat
berkembang, fisik, mental, dan spiritualnya secara maksimal.

iii
Dalam proses bimbingan dan pembinaan ini akan terjadi proses pembentukan
tata nilai anak-anak remaja. Tata nilai tersebut terbentuk dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal. Oleh karena itu, keluarga memahami proses pembentukan
tata nilai anak-anak remaja mereka karena pasti akan berhadapan dengan aspek ini
dalam kehidupan sehari-hari. Tata nilai ini penting karena mempengaruhi pola relasi
dan interaksi seseorang dengan orang lain. Faktor-faktor utama pembentuk tata nilai
seorang anak remaja diantaranya keluarga, agama, sekolah, dan lingkungan. Selalu
terdapat dampak ganda yang timbul oleh lingkungan terhadap tata nilai anak remaja.
Sebagai contohnya, pergaulan akan berdampak positif karena membawa nilai-nilai
kebaikan jika berada dalam koridor yang benar.

Namun, pergaulan juga sering menyeret para remaja ke dalam perbuatan


melanggar hukum, melakukan perbuatan asusila, amoral, bahkan tindakan kejahatan.
Penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh remaja dalam arti kenakalan anak
(Juvenile Delinquency) adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan disadari oleh anak
itu sendiri bahwa perbuatannya tersebut dapat dikenai sanksi atau hukuman (pidana).

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perspektif Hukum Positif terhadap tindak pidana yang dilakukan


oleh anak dibawah umur?
2. Contoh Kasus pidana anak dibawah umur dan penyelesain hukumnya?
3. Bagaimana Perspektif antropologi hukum (Hukum Adat) terhadap tindak
pidana?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan ditulis makalah ini,yaitu Agar supaya temen-temen bisa lebih
memahami bagaimana hukum di negara tercinta ini memberikan sanksi terhadap anak
dibawah umur yang melakuakan Tindak Pidana.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

PERSPEKTIF HUKUM POSITIF TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN


TINDAKAN PIDANA

2.1.1. Analiss Hukum Positif Sistem Peradilan Anak

Anak yang berkonflik dengan hukum dalam Undang-undang Nomor 11


Tahun 2012 pasal 1 ayat (3) adalah anak yang telah mencapai umur 12 tahun namun
belum berumur 18 tahun serta diduga telah melakukan suatu perbuatan pidana.
Mengenai sanksi yang diberikan terhadap anak tersebut adalah berdasarkan umur,
apabila kurang dari 12 tahun tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan yang telah
berumur 12 tahun sampai 18 tahun akan dikenai tindakan maupun pidana.

Sistem Peradilan Anak merupakan pedoman penegak hukum dalam


mengambil keputusan untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak yang
melakukan suatu tindak pidana. Pemidaan anak harus mengutamakan kepentingan
terbaik anak. Dalam undang-undang diatur bahwa seorang anak dapat diancam pidana
penjara paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana orang dewasa,
hal ini diatur di dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.

Sejak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan


Pidana Anak diberlakukan dengan secara resmi menggantikan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadian Anak dari yang sebelumnya bersifat absolut
dan menggunakan pendekatan paradigma hukum yang lama dengan dalih bahwa
setiap perbuatan pidana harus dibalas dengan hukuman yang setimpal yang tidak jauh
berbeda dengan penerapan sanksi pidana terhadap orang dewasa. Setelah undang-
undang terbaru tersebut diberlakukan yaitu lebih mengedepankan pendekatan keadilan
restoratif.

Keadilan restoratif sendiri menurut pendapat Toni Marshal adalah semua


pihak yang ikut terlibat didalam tindak pidana tertentu dengan bersama-sama
memecahkan masalah yang ada untuk menangani akibat yang terjadi dimasa yang

1
akan datang. Sedangkan menurut Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 itu sendiri
keadilan restoratif sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 1 angka (6) adalah
sebagai berikut :5 “Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana
dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang
terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukanlah pembalasan” 5 Pasal 1 angka
6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Keadilan restoratif dapat diwujudkan dengan salah satu upaya yang diberi
sebutan diversi. Diversi sendiri adalah suatu upaya yang digunakan dalam
penyelesaian perkara anak diluar proses peradilan guna untuk mencapai perdamaian
antara korban dengan pelaku. Upaya diversi diwajibkan dari mulai tahapan
penyidikan, tahap penuntutan hingga taham pemeriksaan mengenai perkara pidana
anak di pengadilan negeri. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Pasal 1 angka
(7) Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 berikut ini :6 “Diversi adalah pengalihan
penyelesaian perkara anak dan proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan
pidana” Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang diberlakukan
mulai 31 Juli 2014. Undang-undang ini dibentuk dengan tujuan melindungi hak-hak
anak serta menjaga harkat dan martabat anak bangsa, dengan mengedepankan konsep
peradilan restoratif. Seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan
secara khusus mengenai perlindungan hukum, serta dalam proses peradilan yang
harus dibedakan dengan pemidanaan orang dewasa. Ketentuan ini tidak hanya
difokuskan untuk penjatuhan sanksi pidana melainkan dengan pemikiran bahwa
penjatuhan sanksi tersebut sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan anak
dimasa yang akan datang.

Di jelaskan juga dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun


2002 tentang perlindungan anak, bahwa “perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapaT hidup, tumbuh
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.5 Setiap
anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan,
atau sangsi pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang
berlaku hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Perlindungan hukum anak
merupakan upaya perlindungaan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi

2
anak. 6 Bentuk perlindungan hukum terhadap anak misalnya pendampingan dari
petugas kemasyarakatan, masa penahanan yang lebih singkat di banding orang
dewasa, fasilitas oleh aparat penegak hukum khusus anak, termasuk pemisahan
tahanan anak dari tahanan orang dewasa merupakan salah satu bentuk perlindungan
hukum terhadap anak.

Pasal 3 UU tersebut menyatakan, setiap Anak dalam proses peradilan pidana


berhak di antaranya: a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan
kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. Dipisahkan dari orang dewasa; c. Melakukan
kegiatan rekreasional; d. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain
yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; e. Tidak
dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; dan f. Tidak ditangkap, ditahan, atau
dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

2.2. Kasus pidana anak dibawah umur dan penyelesain hukumnya


2.2.1. CONTOH KASUS TINDAK PIDANA ANAK:
Dalam kasus ini Andika Putra Ramadhan Tarigan adalah teman korban.

A. Kronologis Peristiwa atau Kejadian

Perkara ini berkaitan dengan pembunuhan yang dilakukan oleh anak dibawah
umur. Awalnya pada hari selasa tanggal 30 Juni 2015 sekitar pukul 20.00 Wib Andika
Putra Ramadhan Tarigan alias Madan dan saksi Yospan Ependi Tarigan alias Batu
alias Bokir (anak dalam berkas terpisah) beserta korban Krisna Wahyudi sedang
minum-minum tuak di kedai Tuak milik Danca yang terletak di Kel. Tigabinaga Kec.
Tigabindaga Kab. Karo, lalu saksi Yospan Ependi Tarigan alias Batu alias Bokir
menyampaikan tentang permasalahan tersebut kepada anak. "kenapa saya selalu
dipukuli Yudi itu dek" lalu anak mengatakan, "apa saja yang diperbuatnya sama kamu
bang, udah berapa kali kamu dipukulinya bang Dan saksi Yospan Ependi Tarigan
alias Batu alias Bokir menjawab "ditinjunya saya dek, sudah ada enam belas kali saya

3
ditinjunya dek", kemudian anak mengatakan kepada saksi Yospan Efendi alias Batu
alias Bokir, “Begini saja bang,abang tunggu saja aku disini”,lalu saksi Yospan Efendi
menjawab “Kemana kamu dek” dan anak menjawab “ke tigabinanga
sebentar”,selanjutnya anak pergi seorang diri kearah kelurahan Tigabinanga
Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo dengan mengendarai motor merek Suzuki
smass dengan No.Pol.BK 6397 SF dan langsung ketempat bengkel milik Boy
iskandar sembiring yang terletak dipasar 11 untuk meminjam pisau dengan
mengatakan “pinjam pisau sebentar paman” lalu saksi boy iskandar sembiring
menjawab “untuk apa pisau?” dan anak menjawab “kami mau motong” selanjutnya
anak menyelipkan pisau tersebut dipinggang sebelah kanan anak kemudiaan anak
langsung pergi kekedai tuak tempat anak minum tersebut.Selanjutnya Yospan Efendi
mengatakan “Krisna Wahyudi gimana dek kita bawa saja si Krisna Wahyudi ini dek”
lalu anak menjawab “begini saja bang,kita bawa aja dia ketempat yang gelap biar
tidak diliat orang,nanti kita bunuh,”setelah itu anak memanggil krisna wahyudi yang
sedang duduk sambil minum tuak dikedai tuak tersebut dengan mengatakan “ayo
yud” dan dijawab oleh korban “kemana kita” dan anak menjawab
“pulang”,selanjutnya saksi Yospan Efendi langsung menaiki sepeda motor yang
sebelumnya anak naiki kemudian anak mundur/bergeser kebelakang jok tempat duduk
sepeda motor,sementara korban krisna wahyudi naik keatas sepeda motor,setelah itu
sekitar pukul 22.00 berangkat kearah desa tigaberingin kecamatan tigabinaga
kabupaten karo lalu anak membawa kearah jalan lingkar desa Tigaberingin dimana
lokasi tersebut dalam keadaan gelap dan sepeda motor tersebut saksi Yospan Ependi
Tarigan alias Batu alias Bokir membawa ke perladangan yang berjarak sekitar 200
meter dari jalan umum menuju Desa Tigaberingin. Selanjutnya saksi Yospan Ependi
Tarigan alias Batu alias Bokir menghentikan laju motor tersebut. Dimana saat itu
posisi anak dengan korban Krisna Wahyudi berhadapan kemudian anak langsung
memukul bahu kiri korban Krisna Wahyudi sebanyak satu kali dengan menggunakan
siku tangan kiri anak sehingga korban Krisna langsung terjatuh dengan posisi
terlentang lalu anak mencabut pisau yang dan langsung menikamkan ujung pisau
tersebut kearah bagian paha korban sebanyak satu kali, kemudian anak kembali
menikamkan pisau tersebut kebagian dada tengah korban sebanyak satu kali,
selanjutnya anak menikamkan lagi pisau tersebut kebagian dada dan perut korban
sebanyak empat kali dan korban langsung terjatuh, selanjutnya saksi Yospan Ependi
Tarigan alias Batu alias Bokir meninju pada I bagian mulut korban sebanyak tiga kali

4
kemudian korban terjatuh, selanjutnya anak kembali menikamkan ujung pisau
tersebut kebagian dada, leher, wajah. tangan dan perut secara berulang-ulang, setelah
memastikan korban bahwa sudah meninggal mereka anak dan Yospan Ependi Tarigan
langsung pergi dengan motor menuju rumah anak.

B. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa

Bahwa terdakwa Andika Putra Ramadan Tarigan alias Madan didakwa oleh
Taksa Penuntut Umum dengan dikwam karena terbukti melanggar pasal 340 KUHP J
panal $5 ayat (1) ke-1 KUHP Jo UU R3 No 11 tahun 2012 tentang pengadilan anak
telah terpenuhi Setelah Jaksa penuntut umum mengamati dan mencermati kasus ini
dan menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas
ternyata keseluruhan unsur-unsur dakwaan alternatif pertama penuntut umum telah
terbukti pada perbuatan dan diri anak sehingga anak haruslah dinyatakan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum tersebut dan haruslah
dijatuhi pidana setimpal dengan perbuatannya sesuai dengan rasa kemanusiaan,
keadilan dan kepastian hukum.

C. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe dalam Perkara


Pembunuhan Berencana yang Dilakukan oleh Anak.

Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan


nomor perkara: 7/Pid. Sus-Anak/2015/PN Kbj. Setelah mendengar pembacaan surat
dakwaan, keterangan saksi-saksi dan terdakwa, setelah melihat dan meneliti barang
bukti yang diajukan dalam persidangan oleh penuntut umum. Menimbang bahwa
dalam dakwaan yang berbentuk Alternatif. Terdakwa didakwa melakukan tindak
pidana sebagaman yang diatur dalam pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP dan majelis hakim pun menimbang dan menyatakan terdakwa terbukti
melakukan penikaman dengan sengaja kepada korban sehingga akibat perbuatannya
tersebut mengakibatkan korban Krisna Wahyudi kehilangan nyawa (meninggal),
adapun terhadap terdakwa terdapat hal-hal yang meringankan dan memberatkan
terdakwa Hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu pertama, perbutin anak
mengakibatkan orang lain kehilangan anggota keluarganya. Kedua perbuatan umak
mengakibatkan trauma kepada keluarga yang ditinggalkan korban Adapun hal-hal
yang meringankan terdakwa diantaranya, anak bersikap sopan dipersidangan,anak
masih berusia muda dan diharapkan masih dapat berubah di kemudian hari.

5
Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan pengadilan negeri
kabanjahe,maka hakim mempertimbangkan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang
didakwakan,sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 340 KUHP no pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Barang siapa
2. Dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu menghilangkan nyawa orang lain
3. Sebagai orang yang melakukan,menyuruh melakukan atau turut serta
melakukan.

Adapun yang dimaksud “Barang Siapa” disini berarti menunjuk pada unsur
subyektif,yang dimaksud oleh pembuat undang-undang dalam hal ini adalah orang
sebagai subyek hukum haruslah orang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak
pidana yang dilakukan,bahwa yang dimaksud dengan subyek hukum dalam perkara
ini adalah anak andhika putra ramadhan tarigan alias madan yang telah didakwa oleh
jaksa penuntut umum dalam melakukan kejahatan sebagaimana yang disebutkan
dalam nomor Reg.Perk.PDM-01/Kaban.1/07/2015 tertanggal 13 juli 2015 yang mana
telah dibenarkan oleh anak dan para saksi.

Bahwa berdasarkan kepada hal tersebut maka jelaslah bahwa yang


dimaksudkan dengan unsur “Barang Siapa” dalam hal ini sebagai yang termuat dalam
surat dakwaan jaksa penuntut umum adalah anak Andhika Putra Ramadhan Tarigan
alias Madan dan tidak terjadi kekliruan orang,dengan demikian maka unsur ini
terbukti.

"Dengan Sengaja dan Direncanakan Lebih Dulu menghilangkan Nyawa


Orang lain" adalah untuk membuktikan dengan sengaja maka harus dibuktikan bahwa
pelaku menghendaki melakukan tindakan bersangkutan dan telah mengetahui bahwa
tindakannya itu bertujuan untuk menghilangakan nyawa orang lain.

"sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta


melakukan adalam bahwa orang yang melakukan menurut Hazewinkel Suringa adalah
setiap orang yang dengan seorang dini telah memenuhi semua unsur dari delik seperti
yang telah ditentukan didalam rumusan delik yang bersangkutan sedangkan yang
menyuruh melakukan adalah seorang pelaku tidak langsung dan dikatakan demikian
karena ia memang tidak secara langsung melakukan tindak pidanannya sendiri
melainkan dengan perantara orang lain dan yang dimaksud dengan yang turut serta

6
melakukan adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan
terjadinya sesuatu. Oleh karena itu. kualitas masing-masing peserta tindak pidana
adalah sama.

Setelah hakim mengingat pasal 340 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) KUHP Jo LU
RI No 1 Tahun 2012 tentang peradilan anak, dan UU No 8 Tahun 1981 ang laku
Acata Pidana serta peraturan Perundang-undang lain yang bersangkutan,maka hakim
menyatakan anak Andhika Putra Ramadhan Tarigan alias Madan terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidna Pembunuhan Berencana,maka
hakim menjatuhkan pidana kepada anak Andhika Putra Ramadhan Tarigan alias
Madan dengan pidana penjara selama 7 tahun,dan menetapkan masa penangkapan dan
penahanan yang telah dijalani anak dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
dan menetapkan anak tetap ditahan.

2.3. Perspektif antropologi hukum (Hukum Adat) terhadap tindak pidana.

Sedangkan Dalam hukum Adat(Antropolgi hukum) Tindakan pidana


yang dilakukan oleh Anak maupun Orang dewasa bukan menjadi tolak ukur dia
dihukum atau tidak,Bahkan menurut penulis Sanksi yang diberikan Hukum adat lebih
buruk akibatnya daripada hukum positif itu sendiri kalu dilihat dari segi psikologis
seorang yang melakukan tindakan pidana atau pelanggaran.

Dapat dilihat dari realita yang sudah terjadi bahwa orang yang melakukan
tindak pidana dan dihukum menurut hukum positif indonesia,apabila seorang pidana
dijerat hukum penjara masih bisa dikasih pelayanan seperti diberikan makan,tempat
tidur dan lain sbgnya.

Kemudian bila kita lihat orang yang melakukan tindak pidana pembunuhan
ataupun perzinahan didalam suatu kelompok atau golongan tertentu,menurut hukum
adat secara umum,tindakan seperti itu sangat dikecam,dan apabila kejadian seperti itu
terjadi mungkin saja hukum postif yang sifatnya memaksa dan menyeluruh kesemua
golongan tidak terjalankan dengan baik,disebabkan menurut hukum adat di suatu
tempat dia harus dibunuh ataupun diasingkan,cibiran dari semua orang bisa
menghancurkan mental seorang yang melakukan pelanggaran berat,banyak sekali
kejadian

7
Contohnya pada kasus perkosaan dikalangan suku Ainan di NusaTenggara Timur,di 
mana jika terjadi perkosaan maka kepala suku Ainanatas dasar pengaduan korban aka
n membentuk tim untukmenyelidiki pengakuan korban, kemudian memanggil pelaku 
dan menyelidikinya. Jika pelaku terbukti bersalah, maka ada dua pilihan bagi pelaku, 
yaitu mau bertanggung jawab dan menikahi korban, atau menerima hukuman yang
akan ditetapkan oleh tim yang dibentuk ketua adat tersebut.

Kalau dianalisis Aturan-


aturan adat kerap memiliki sanksi (negatif) apabila aturan-aturan itu
dilanggar, maka pelanggar akan menderita; penderitaan yang sesungguhnya bertujuan 
untuk memulihkan keadaan seperti semula (sebelum pelanggaran itu terjadi atau
dilakukan).Hal tersebut sesuai dengan ciri penghukuman yang
dikemukakanoleh Herbert L. Packer dalam bukunya “The Limits of CriminalSanction
”, yaitu bahwa: Penghukuman harus menimbulkan rasa sakit yang
tidakmenyenangkan;

1. Penghukuman terjadi karena adanya pelanggaran hukum.
2. Adanya tindakan dari pelanggar atau tertuduh.
3. Tindakan penghukuman
4. ditulis dengan sengaja oleh masyarakat,artinya telah di tulis dalam suatu kesep
akatan khusus.

Penghukuman telah disahkan oleh


pemerintah.Dalam kaitannya dengan hukum adat, agaknya empat point teratas telahdi
penuhi oleh hukum adat. Pada point kelima sebagai legalisasi penghukuman
adat adalah menjadi tugas pemerintah pusat untuk
mempertimbangkannya.Dan walaupun bidang peradilan masih dikuasai oleh
pemerintah pusat, namunseharusnya tidak menutup kemungkinan penggunaan pendek
atan adat dalam menyelesaikan masalah pidana di masyarakat. Hukum
nasional (dalam hal iniKUHP) semestinya dapat bersifat elastis dan mau berhubungan
dengan hukum adat. Hukum adat Indonesia pada dasarnya memiliki pola yang
sama dalam menyelesaikan konflik masyarakat. Setiap masyarakat adat
memiliki lembaga
adat yang bertugas mengontrol perilaku individu di dalam masyarakat dan
menjalankan hukuman jika terjadi pelanggaran akan hukum adat.

8
Proses Sistem Peradilan Pidana yang berjalan di daerah otonom dapat
menggunakan pendekatan hukum adat dengan tetap mengacu pada hukum publik
nasional. Hal itu tidak mengabaikan peran kompenen-komponen
sistem peradilan pidana tetap mempunyai fungsi sebagai fungssosial dan fungsi kontr
ol dalam masyarakat.

Hukumadat dapat menjadi hukum positif pada daerah otonomdengan syarat p
elaksanaannya harus tetap mengacu pada hukumnasional. Pemberlakuan hukum adat i
ni tidak serta mertamenghilangkan fungsi komponen sistemperadilan pidana. 

Perankomponen sistem peradilan pidana yang terbesar adalah dari pihakkepo
lisian. Polisi sebagai jalur pertama dari
sistem peradilan pidana,dengan kewenangan diskresi yang dimilikinya dapat melakuk
an kerjasama dengan lembaga adat.

Dalam penyelesaian sengketa dalam hukum adat, sistem peradilan


pidana juga ikut andil di dalamnya, dalam contoh Polisi juga yang menjadifasilitator d
alam mediasi yang dilakukan oleh korban, pelaku danmasyarakat. Apabila jalur media
si yang dilakukan gagal, maka kasustersebut akan diambil aliholeh hukum pidana nasi
onal selanjutnyadiproses sesuai dengan dengan hukum pidana tersebut.Fungsi sistem
peradilan pidana adalah sebagai fungsi sosial dan fungsi kontrol di masyarakat.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Anak yang berkonflik dengan hukum dalam Undang-undang Nomor 11


Tahun 2012 pasal 1 ayat (3) adalah anak yang telah mencapai umur 12
tahun namun belum berumur 18 tahun serta diduga telah melakukan suatu
perbuatan pidana. Mengenai sanksi yang diberikan terhadap anak tersebut
adalah berdasarkan umur, apabila kurang dari 12 tahun tahun hanya
dikenakan tindakan, sedangkan yang telah berumur 12 tahun sampai 18
tahun akan dikenai tindakan maupun pidana.
 Sistem Peradilan Anak merupakan pedoman penegak hukum dalam
mengambil keputusan untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak
yang melakukan suatu tindak pidana. Pemidaan anak harus mengutamakan
kepentingan terbaik anak. Dalam undang-undang diatur bahwa seorang
anak dapat diancam pidana penjara paling lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman pidana orang dewasa, hal ini diatur di dalam Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
 Hukumadat dapat menjadi hukum positif pada daerah otonomdengan syara
t pelaksanaannya harus tetap mengacu pada hukum
nasional. Pemberlakuan hukum adat ini tidak serta merta
menghilangkan fungsi komponen sistemperadilan pidana. 
 Perankomponen sistem peradilan pidana yang terbesar adalah dari pihak
kepolisian. Polisi sebagai jalur pertama dari
sistem peradilan pidana,dengan kewenangan diskresi yang dimilikinya dap
at melakukan kerjasama dengan lembaga adat.
 Dalam penyelesaian sengketa dalam hukum adat, sistem peradilan
pidana juga ikut andil di dalamnya, dalam contoh Polisi juga yang menjadi
fasilitator dalam mediasi yang dilakukan oleh korban, pelaku danmasyarak
at. Apabila jalur mediasi yang dilakukan gagal, maka kasustersebut akan di
ambil aliholeh hukum pidana nasional selanjutnyadiproses sesuai dengan
dengan hukum pidana tersebut.Fungsi sistem peradilan pidana adalah
sebagai fungsi sosial dan fungsi kontrol di masyarakat.

I
a. Saran

Untuk para penegak hukum diharapkan dapat memberikan keadilan dengan


seadil adilnya tanpa ada yang merasa dizalimi atau terjadinya ketimpangan hukum
kepada korban,keluarga korban,maupun pelaku. Seperti halnya pembunuhan yang
dilakukan oleh anak dibawah umur terkadang kerap menjadi pertanyaan lantaran
hukuman yang harus dijatuhkan kepada anak harus memnuhi rasa kedilan bagi korban
yang ditinggalkan maka dari itu pemerintah dan penegak hukum harusnya membuat
peraturan yang lebih jelas agar tidak menjadi permaslahaan dimasyarakat.

Untuk masyarakat khususnya orang tua seharusnya lebih memperhatikan


anak-anaknya terhadap pergaulan dilingkungan masyarakat agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan khususnya pembunuhan terhadap temanya sendiri.orang tua
harus merawat dan melindungi anak dari ancaman kejahatan yang akan
menimpanya,dengan kata lain orang tua memberikan nasihat-nasihat kepada anak
agar menjadi anak yang baik dan tidak melakukan kejahatan dan kepada orang tua
juga harus memberikan pendidikan yang cukup agar bisa membedakan mana yang
baik dan buruk.

II
DAFTAR PUSTAKA
http://hukum.kompasiana.com/2012/02/18/anak-sd-melakukan-pembunuhan-
berencana-terhadap-temanya-440124.html
Undang-undanag Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Nashriana,Perlindungan hukum bagi anak di indonesia,Jakarta,PT

III

Anda mungkin juga menyukai