BAB I
PENDAHULUAN
negara dalam hal ini dimaksudkan dibatasi oleh undang-undang. 1 Oleh karna itu
hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karna
itu pula hukum mengikat diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum
tersebut.
suatu negara yang memiliki aturan hukum. Hukum yang bersifat memaksa dan
pada perbuatan dan akibat yang diakibatkan oleh perbuatan itu sendiri. Pidana
merupakan penderitaan/perlakuan yang tidak enak oleh suatu kekuasaan yang sah
terhadap orang yang melakukan tindak pidana. Di dalam hukum pidana modern
penjatuhan sanksi pidana lebih berorientasi kepada perbuatan dan pelaku (daad-
dader strafrecht) tidak hanya meliputi pidana yang bersifat penderitaan dalam
1
Zul Akli, Penarapan Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana, Cetakan Kedua,
UNIMAL Press, Lhokseumawe, 2008, hlm. 15
2
Gita Santika Ramadhani, Sistem Pidana dan Tindakan “Double Track System” Dalam
Hukum Pidana di Indonesia, Jurnal Law Review, Vol. 1, No. 4, Diponegoro, 2012, hlm. 2
2
sanksinya, tapi juga berorientasi kepada muatan pendidikan yang dikenal dengan
double track system pemidanaan. Yang bermakna adanya pemisahan antara sanksi
pidana dengan sanksi tindakan. Double track system adalah sistem dua jalur
tentang sanksi dalam hukum pidana, yaitu jenis sanksi pidana di satu pihak dan
jenis sanksi tindakan di pihak lain. Sanksi pidana bersumber pada ide dasar
kepada unsur pembalasan. Sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar
“Untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Yang mana sanksi tindakan menekankan
Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang telah dilakukan
fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku
agar berubah. Sehingga sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan dan
sebagai alternatif lain dari pidana pokok terutama pidana penjara. Hal ini terjadi
3
Ibid.
4
Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004, hlm. 32
5
Muhammad Deniardi, Penerapan Double Track System Dalam Pemidanaan Anak, Tesis,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013, hlm. 18
3
bentuk hukuman/sanksi.6
Selain itu antara sanksi pidana dengan sanksi tindakan memiliki perbedaan
prinsip dimana sanksi pidana menerapkan unsur pencelaan, bukan kepada ada
anak yang berkonflik dengan hukum.7 Karna anak merupakan subjek yang masih
rawan dalam tahap perkembangan kapasitas, yang sangat erat kaitannya dengan
pemenuhan dan perlindungan atas hak hidup dan hak kelangsungan hidupnya, hak
atas tumbuh dan berkembang anak serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Sebab anak selaku generasi penerus bangsa memiliki peran yang
sangat strategis untuk melanjutkan kemajuan bangsa dan negara di masa yang
akan datang.8
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, demi perbaikan fisik, mental
6
Gita Santika Ramadhani, Op. Cit., hlm. 2
7
Guntarto Widodo, Sistem Pemidanaan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Perspektif
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Jurnal Surya
Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, Vol. 6, No.1, 2016, hlm 64.
8
Tresilia Dwitamara, Pengaturan Dan Implementasi Mengenai Hak Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum Di Indonesia, Jurnal Hukum, Vol. 18, No. 2, Universitas Airlangga,
Surabaya, 2013, hlm. 103
9
Muhammad Deniardi, Op. Cit., hlm. 12
4
Oleh sebab itu negara telah membentuk aturan terhadap anak yang
Repubilik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, yang telah
dengan hukum agar anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang
bisa diperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab,
dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.10
Maka jika berbicara tentang anak yang berkonflik dengan hukum, jika
ditinjau dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan jelas telah
memuat sistem pemidanaan dua jalur atau yang dikenal dengan double track
system. Karna telah memuat dua bentuk sanksi, yaitu sanksi pidana di satu pihak
sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap anak pelaku tindak pidana, termuat pada
Pasal 71 yaitu pidana pokok bagi anak terdiri atas pidana peringatan, pidana
dengan syarat, pembinaan dalam lembaga, dan penjara, serta ada pidana tambahan
dari tindak pidana. Sedangkan terhadap sanksi tindakan terdapat pada Pasal 82
Pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan
swasta, pencabutan surat izin mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidana.
Namun walaupun telah ada peraturan tentang anak yang berkonflik dengan
hukum, tetap saja kedudukan dan hak-hak anak tersebut jika dilihat seringkali
terabaikan, hal ini belum mendapatkan perhatian yang serius baik oleh
Hal ini dapat ditunjukkan dengan sistem pemidanaan kita yang sampai saat
diposisikan seperti orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Anak sering
mendapatkan hukuman yang sama dengan orang dewasa. Padahal pemidanaan itu
belum dapat menyadari secara penuh atas tindakan atau perbuatan yang
dilakukannya, hal ini disebabkan karena anak merupakan individu yang belum
matang dalam berpikir. Tanpa disadari hal tersebut tentu saja dapat menimbulkan
dampak psikologis yang cukup hebat bagi anak yang pada akhirnya
11
Guntarto Widodo, Op. Cit., hlm.71
12
Tresilia Dwitamara, Op. Cit., hlm. 98
6
Pidana Anak telah merumuskan tentang jenis sanksi yang harus dijatuhkan bagi
anak yang berkonflik dengan hukum berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan.
Berdasarkan uraian penulis diatas maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut
mengenai “Tinjauan Yuridis Sanksi Double Track System Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak”.
B. Rumusan Masalah
anak?
sanksi double track system terhadap anak dalam sistem peradilan pidana
anak?
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :
memutuskan sanksi double track system bagi anak dalam sistem peradilan
pidana anak
2. Manfaat Penelitian
7
a. Manfaat Teoritis
dibidang hukum pidana dan bisa menjadi acuan atau pedoman bagi
b. Manfaat Praktis
Untuk hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu yang
bermanfaat serta dapat dijadikan sebagai sumber masukan atau pedoman bagi
membatasi ruang lingkup penelitian ini hanyalah mengenai sanksi double track
E. Kajian Pustaka
Berbicara mengenai gagasan lahirnya ide dasar double track system dalam
literatur yang ada, tidak pernah ditemukan penegasan tegas soal gagasan dasar
8
double track system. Namun dilihat dari latar belakang kemunculannya dapat
disimpulkan bahwa ide dasar sistem tersebut adalah kesetaraan antara sanksi
pidana (punishment; Inggris, atau straf; Belanda) dan sanksi tindakan (treatment;
Inggris, atau maatregel; Belanda). Ide kesetaraan ini dapat ditelusuri lewat
perkembangan sistem sanksi dari aliran klasik ke aliran modern dan aliran neo-
a. Aliran Klasik
Aliran klasik pada prinsipnya hanya menganut single track system, yakni sistem
sanksi tunggal berupa jenis sanksi pidana. Karnanya sistem pidana dan
bukan pada pelakunya. Sistem pemidanaannya ditetapkan secari pasti (the definite
peringanan atau pemberatan yang berhubungan dengan faktor usia, keadaan jiwa
Yang mana tidak di pakainya sistem individualisasi pidana. Yang artinya dalam
si pelaku
b. Aliran Modern
13
Muhammad Deniardi, Op. Cit., hlm. 32
9
Pada abad XIX lahirlah aliran modern yang mencari sebab kejahatan
dengan memakai metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati
atau mempengaruhi penjahat secara positif sejauh dia masih dapat diperbaiki.
pidana, menurut aliran modern ini harus tetap diorientasikan pada sifat-sifat si
c. Aliran Neo-klasik
free will) telah berkembang selama abad XIX yang mulai mempertimbangkan
hukum, tidak realistis dan bahkan tidak adil. Aliran ini berpangkal dari aliran
dari aliran neo-klasik yang relevan dengan prinsip individualisasi pidana adalah
pidana.
berikut :14
b. Pidana hanya diberikan kepada orang yang bersalah (asas culpabilitas; tiada
sanksi pidana (jenis maupun berat ringannya sanksi) dan harus ada
pelaksanaannya.
pemidanaan dalam hukum pidana saat ini berorientasi pada pelaku dan perbuatan
sanksi pidana, tetapi juga sanksi tindakan (double track system). Pengakuan
tentang kesetaraan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan inilah yang
merupakan hakikat asasi atau ide dasar dari konsep double track system.15
Maka Double track system adalah sistem dua jalur tentang sanksi dalam
hukum pidana, yaitu jenis sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan di
14
Sholehuddin, Op. Cit., hlm 27
15
Suhariyono Ar, Penentuan Sanksi Pidana Dalam Suatu Undang-Undang, Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 6, No. 4, Bandung, 2009, hlm. 636
11
pihak lain. Sanksi pidana bersumber pada ide dasar “Mengapa diadakan
pembalasan. Sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar “Untuk apa
Perbedaan ide dasar antara sanksi pidana dan sanksi tindakan seperti di
atas, dapat pula ditemukan dalam teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Yang
pidana pidana yang merupakan pembalasan terhadap suatu kejahatan atau tindak
terjadinya tindak pidana itu. Masa datang yang bermaksud memperbaiki penjahat
kejahatan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Sebenarnya teori ini lebih
teori tujuan terletak pada caranya untuk mencapai tujun dan penilaian terhadap
16
Sholehuddin, Loc.Cit.
17
Sianturi dan Mompang Panggabean, Hukum Penintensia di Indonesia, Aluhim Ahaem
Petehaem, Jakarta, 1996, hlm. 22
12
pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya.
Pidana dijatuhkan bukan karna orang membuat kejahatan melainkan supaya orang
c. Teori Gabungan
Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan
ketertiban. Teori ini menggabungkan apa yang dikemukan teori pembalasan dan
teori tujuan sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori
melaksanakan.
menimbulkan aliran yang mendasar pada jalan pikiran bahwa pidana hendaknya
18
Usman, Analisis Perkembangan Hukum Pidana, Jurnal Ilmu Hukum, Jambi, 2015, hlm
73
13
satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang lain, maupun pada semua unsur
yang ada. 19
pembalasan terbatas kepada apa yang berfaedah bagi masyarakat, dan terkenal
dengan sebutan “ Puniendus nemo est ultra meritum, intra meriti vero modum
magis aut minus peccata puniuntur pro utilitate” yang dapat diartikan bahwa
tidak ada seorang pun yang dipidana sebagai ganjaran yang diberikan, tentu tidak
teori tujuan melainkan merujuk pada gabungan diantara kedua jenis teori itu.
Karna double track system menempatkan dua jenis sanksi dalam kedudukan yang
setara. Penekanannya pada kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan dalam
kerangka sistem dua jalur. Sesungguhnya terkait dengan fakta bahwa unsur
19
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, cetakan keenam,
Jakarta, 1994, hlm. 30
20
Ibid., hlm. 31
21
Siska Dwi Azizah Warganegara, Implementasi Sistem Dua Jalur (Double Track
System) Pada Proses Peradilan Pidana Anak (Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi
Tanjung Karang), Jurnal Ilmu Hukum, Bandar Lampung, 2018, hlm. 12
14
Dari perdebatan para ahli hukum pidana, terungkap dengan jelas bahwa
sekalipun jenis sanksi pidana yang bersumber dari teori retribrutif memiliki
Demikian pula dengan rehabilitasi dan prevensi (sebagai tujuan utama dari jenis
sanksi tindakan/treatment). Meski cara ini memiliki keistimewaan dari segi proses
moral seseorang agar dapat berintegrasi lagi dalam masyarakat, namun terbukti
dalam sistem sanksi hukum pidana. Inilah yang menjadi dasar penjelasan
mengapa dalam double track system dituntut adanya kesetaraan antara sanksi
Dari sudut dasar ide double track system, kesetaraan kedudukan sanksi
kedua jenis sanksi tersebut secara tepat dan proporsional. Sebab, kebijakan sanksi
yang integral dan seimbang (sanksi pidana dan tindakan), selain menghindari
pidana), juga menjamin keterpaduan sistem sanksi yang individual dan sistem
majemuk dan setiap segi perlu diperhatikan secara terpisah tapi tetap dalam kaitan
22
Ahmad Syakirin, Formulasi/Model Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia, Jurnal
Mimbar Yustitia, Vol. 2, No. 2, Ponorogo, 2018, hlm. 122
15
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 Ayat (1) adalah keseluruhan
a. Perllindungan
langsung dan tidak langsung dari tindakan yang mebahayakan anak, secara
fisik dan/psikis.
b. Keadilan
23
Ibid.
24
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU
Nomor 11 Tahun 2012, LN. Nomor 153 Tahun 2012, TLN Nomor 5332, Pasal 1.
25
Angger Sigit Pramukti, Op. Cit., hlm. 31
16
c. Non Diskriminasi
yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta
adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. intelektual, sikap, dan perilaku,
anak baik didalam maupun diluar proses peradilan pidana. Yang dimaksud
17
h. Proporsional
yang bersangkutan.
penyelesaian perkara.
j. Penghindaram Pembalasan
children in conflict with the law adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun
sistem peradilan pidana menjadi titik permulaan anak berhadapan dengan hukum.
kesesuaian hukum pidana. Dengan demikian istilah sistem peradilan pidana anak
dewasa. Karena sidang anak harus diberikan sesuai dengan karakter anak.
dilakukan agar anak dapat mengutarakan segala perasaannya, peristiwa, dan latar
belakang kejadian secara jujur, terbuka, tanpa tekanan dan rasa takut. Oleh karena
hukum, serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian
dinas serta pemeriksaan anak dilakukan dalam sidang tertutup, yang hanya
dihadiri anak yang bersangkutan, orangtua wali, atau orangtua asuh, penasihat
terbaik anak (the best interest of the child). Sebagaimana yang diamanatkan dalam
konvensi internasional tentang hak-hak anak. Berangkat dari asas tersebut, maka
petunjuk dalam hal penentuan pidana pokok seorang anak yang melakukan tindak
pidana. Seperti persoalan mengenai pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada
26
Angger Sigit Pramukti, Op. Cit., hlm. 16
27
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2011, hlm. 69
19
anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi
tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana mati atau pidana seumur
hidup, maka penjatuhan pidana anak adalah pidana penjara paling lama adalah 10
Dan dalam sistem peradilan pidana anak mengatur pula batas usia
dikenai sanksi tindakan, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 69 Ayat (2) UU
SPPA, yang menyebutkan bahwa anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat
dikenai sanksi tindakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana tidak
pada anak, yakni karena dua faktor, faktor motivasi intrinsik dan faktor motivasi
keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu disertai perangsang dari luar,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang datang dari luar diri
wawasan sosial yang kurang tajam, mereka mudah sekali terseret dalam
lingkaran kejahatan
the caution of crime (usia adalah faktor yang paling penting dalam sebab
anak yang paling banyak adalah yang berusia 16 s/d 18 tahun, dengan
lebih tinggi.
oleh anak pertama dan anak tunggal atau oleh wanita dan dia satu-satunya
pemicu yang sangat kuat bagaimana hal ini mendorong bagi anak kurang
pendidik anak. Serta dalam situasi keluarga yang sibuk, anak dapat
besar terhadap kenakalan anak, situasi sosial yang semakin longgar dan
kriminalitas anak.
F. Metode Penelitian
dihadapi.30 Metode penelitian hukum adalah suatu cara yang sistematis dalam
sebuah penelitian.31
a. Jenis penelitian
b. Pendekatan penelitian
30
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group, Jakarta,
2008, hlm. 35
31
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hlm. 57
32
Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penemuan Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 13
23
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
ditangani. 33
namun atau disebut penelitian filosofis terhadap norma, kaidah serta peraturan
c. Sifat penelitian
ini menggunakan teori-teori serta konsep yang relevan sesuai dengan karakter
atau subjek dan objek penelitian yang dilakukan tanpa melakukan justifkasi
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisn skripsi ini terdiri dari:
33
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hlm. 96.
34
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 35
35
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hlm 35
36
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm. 223
24
bahan hukum primer dan sekunder. Adapun sumber bahan hukum tersier
yaitu berupa buku-buku, jurnal, laporan hasil penelitian dan disiplin ilmu
diteliti.39
37
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hlm. 181
38
Ibid., hlm. 181
39
Zainudin Ali, Op.Cit., hlm. 57
25
kualitatif adalah metode analis bahan hukum yang tidak membutuhkan populasi
G. Sistematika Penulisan
menberikan perincian secara garis besar isi dari skripsi. Dalam penyusunan skripsi
ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab dengan susunan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
40
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ketiga, UI Press, Jakarta
1986, hlm. 251
41
Zainudin Ali, Op.Cit., hlm. 105
26
dibahas.
27
BAB II
terhadap pelaku, namun seiring perkembangannya, saat ini kajian hukum pidana
lebih mengkaji tentang tujuan pidana dan pemidanaan. Hingga kemudian lahirlah
memberikan dampak kepada upaya untuk mencari alternatif dari sanksi pidana.
Yang mana pada awalnya pidana dan pemidanaan lebih ditujukan kepada bentuk
untuk mencari alternatif pidana penjara, sehingga lahir bentuk sanksi yang
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah menganut double track
system dalam sistem sanksinya yaitu berupa sanksi pidana dan tindakan.
Pidana Anak
Menurut Alf Ross yang dikutip Muladi dan Barda Narwawi Arief, untuk
dapat dikategorikan ssebagai sanksi pidana, suatu sanksi harus memenuhi dua
terhadap orang yang bersangkutan. Kedua, pidana itu merupakan suatu pernyataan
28
sipelaku.42
sanksi pidana lebih banyak dipengaruhi oleh teori retributif yang bertujuan untuk
pembalasan.43
Menurut Sudarto yang dikutip Muladi dan Barda Narwawi Arief, yang
dibebankan kepada orang yang orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat tertentu.44
pendapat yang mereka kemukan berbeda-beda tetapi terdapat suatu prinsip utama
dalam pemidanaan. Prof van Hamel, Fritz Gerald, Sir Rupert Cross, dan Professor
menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban
tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh
negara. Sedangkan Agraa Jassen dan Ted Honderich lebih menenkankan pidana
sebagai sebuah alat negara untuk mencabut hak-hak seseorang yang dimilikinya
42
Muladi dan Barda Narwawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT Alumni,
Bandung, 2010 hlm. 5
43
Sholehhudin, Op. Cit., hlm. 148
44
Muladi dan Barda Narwaei Arief, Op. Cit., hlm. 2-4
29
undang. Prof Roeslan Shaleh dan Professor Sudarto menganggap suatu pidana
b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang
Setelah dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan pidana oleh para
ahli, berikut ini akan dikemukan mengenai jenis-jenis pidana menurut Undang-
45
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2009,
hlm. 123-124
46
R. Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2016,
hlm. 139
30
pidana ringan” adalah tindak pidana penjara atau pidana kurungan paling
“pidana ringan” adalah pidana penjara atau pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan.
Dari Pasal 73 ayat (1) hingga ayat (4) UU SPPA, dapat diketahui bahwa
pidana dengan syarat adalah pidana dijatuhkan oleh hakim kepada anak
memenuhi syarat umum berupa tidak akan melakukan tindak pidana dan
syarat khusus berupa untuk melakukan atau tidak melakukan hak tertentu
e). Pengawasan
swasta.
h). Penjara
Pidana penjara pada Pasal 79 ayat (1) UU SPPA disebut pidana pembatasan
kebebasan diberlakukan dalam hal anak melakukan tindak pidana berat atau
yang dijatuhkan terhadap anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum
tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat. Penjelasan Pasal 71 ayat (2)
adat” adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma
adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak
Menurut H.L. Packer yang dikutip Muladi dan Barda Narwawi Arief, tujuan
telah lalu atau yang akan datang, tetapi pada tujuan untuk memberikan
pandangan bahwa orang yang bersangkutan akan mungkin menjadi baik. Tujuan
pelanggar.
47
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit., 5-6
33
dengan tujuan, baik untuk mencegah terulangnya perbuatan itu maupun untuk m
engenakan penderitan atau untuk kedua-duanya. Jadi dalam hal “tindakan” tidak
karna kita berpendapat atau berannggapan bahwa ia akan menjadi lebih baik.
keadaan jiwa seseoang yang abnormal. Oleh karna itu sipelaku kejahatan tidak
bertujuan memperbaiki.49
48
E. Utrecht, Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1987, Cetakan Ketiga, hlm.
360
49
Marlina, Op.Cit., hlm 126
34
penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik dan
Tindakan ini diberikan kepada anak yang pada waktu melakukan tindak
kesejahtraan anak, karna itu hukum merupakan landasan, pedoman dan sarana
tindakan yang diambil, khususnya mengenai sanksi terhadap anak. Dalam proses
50
R. Wiyono, Op.Cit., hlm. 146
35
hukum yang melibatkan anak sebagai subjek delik, tidak boleh mengabaikan masa
a. Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang landasannya telah
b. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu
terhadap anak tetapi juga terhadap orang tua, masyarakat, pemerintah dan negara.
Oleh karna itu anak perlu di berikan perlindungan demi kesejahtraannya. Dan
perlindungan bagi anak. seperti yang tercantum dalam pasal 20 UU No. 23 Tahun
51
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2014, Cetakan Keempat (revisi), hlm. 90
52
Ibid.
36
Anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga,
Perlindungan anak harus dimulai sejak dini dan terus-menerus. Mulai dari
d. Lintas Sektoral
Nasib anak tergantung dari berbagai faktor yang makro maupun mikro
ditangani oleh sektor, terlebih keluarga atau anak itu sendiri. Perlindungan
disemua tingkatan.
bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan bahkan masih
didalam kandungan.54
yaitu pengertian anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban
tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Ketentuan ini
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2). Berdasarkan definisi ini dapat disebutkan
bahwa terdapat tiga kategori anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu:
b. Anak yang menjadi korban tindak pidana, yaitu anak yang mengalami
tindak pidana.
c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana, yaitu anak yang dapat
umur tersendiri dalam sistem peradilan pidana anak. Mereka adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Jadi anak yang berumur di bawah 12
sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Dengan demikian, ia berada di luar
ketentuan ini. Begitu juga untuk kategori anak sebagai korban dan anak sebagai
saksi disamakan usianya, yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun.
manusia yang belum mencapai usia 18 tahun. Oleh karna itu anak tidak dapat
dikenakan pertanggung jawaban pidana secara penuh, karna seorang anak masih
orang tua atau wali. Berdasarkan UU SPPA anak yang dapat dimasukkan dalam
peradilan pidana anak adalah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun
hukum bagi anak yang berkonflik dengan hukum karna anak merupakan bagian
dengan umurnya
hidup
oleh anak
55
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Nomor 109 Tahun 2002,
TLN Nomor 5606, Pasal 64
40
n. Pemberian pendidikan
undangan.
anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang dapat
Maka dari itu anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya,
Anak yang asing bagi dirinya. Anak perlu mendapat perlindungan dari kesalahan
karna dapat menimbulkan kerugian mental, fisik, dan sosial. Sehingga anak wajib
langsung.
BAB III
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN SANKSI DOUBLE
TRACK SYSTEM BAGI ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA
ANAK
mengenai peran dan tugas Hakim Tingkat Pertama, Hakim Banding dan Hakim
Kasasi, yaitu:
Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah atas usul
Tinggi.
umum
dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan
2. Hakim Banding
dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancan dengan
3. Hakim Kasasi
anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam
pembuktiaanya
perkara, tidak boleh menolak dengan alasan hukumnnya tidak jelas, atau UU tidak
Hakim dituntut cekatan, tanggap, dan aktif menggorek data dan informasi,
56
Erwantoni, Kewenangan Hakim Dalam Menetapkan Saksi Dan Pihak Lainnya
Menjadi Tersangka Dihubungkan Dengan Kebebasan Dan Tanggung Jawab Hakim Dalam
Menegakkan Keadilan, Thesis, UNPAS, Bandung, 2017, hlm. 1
44
dalam proses pengambilan keputusan, para hakim harus mandiri dan bebas dari
keputusan, para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah
Dengan demikian, jelas bahwa hakim atau para hakim memiliki kekuasaan
yang besar terhadap para pihak yang bersengketa berkenaan dengan masalah atau
konflik yang dihadapkan kepada hakim atau para hakim tersebut. Namun dengan
sepenuhnya memikul tanggung jawab yang besar dan harus menyadari tanggung
jawabnya tersebut, sebab keputusan hakim dapat membawa akibat yang sangat
jauh pada kehidupan orang-orang lain yang terkena oleh jangkauan keputusan
tersebut. Keputusan hakim yang tidak adil bahkan dapat membekas dalam batin
57
Firman Floranta Adonara, Prinsip Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara Sebagai
Amanat Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Vol. 12, No. 2, Jember, 2015, hlm. 2
58
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hakim, Sinar Grafika, Jakarta , 2002, hlm. 29.
45
hal tindak pidana yang dilakukan dengan diancam pidana penjara di bawah
Dalam dua upaya ini, Hakim bertindak sebagai mediator untuk menengahi
tindakan yang tidak memisahkan anak dari orang tuannya, atas pertimbangan
bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang
benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang dan mengetahui segala
latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim
hidup dan dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan Hakim bermotif
perkara, sebagai manusia tidak luput dari kekhilafan, lupa dan aneka ragam
kejadian ini terjadi pada tingkat Pengadilan Negri, maka akan dapat diperbaiki
dalam pengadilan yang lebih tinggi yaitu Pengadilan Tinggi atau Mahkamah
Agung, namun yang sulit adalah apabila kesalahan itu ada pada tingkat kasasi di
Mahkamah Agung. Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana
terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memerhatikan hal
59
Maidin Gultom, Op.Cit., hlm. 152
47
karna membela diri, anak dalam keadaan emosi, karna faktor lingkungan
tindak pidana yang sama atau tindak pidana yang lainnya setelah
semakin baik namun sebaliknya, anak akan menjadi lebih buruk. Dalam
60
Candra Hayatul Iman, Kebijakan Hukum Pidana Perlindungan Anak Dalam
Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Jurnal Hukum Dan Peradilan, Vol. 2 No.
3, Karawang, 2013, hlm. 12
48
Apabila hakim merasa perbuatan anak tidak terlalu berat atau tidak
walinya/ Orang tua asuhnya untuk diperhatikan atau diawasi dan dibina kembali.
anak, agar tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri, keluarga, dan
masyarakat sekitarnya.
perlu dimiliki oleh Hakim. HAM dijadikan sebagai ukuran seseorang dipandang
f. Tindak pidana terjadi karna hasutan yang kuat dari orang lain;
61
Mudzakkir, Kedudukan Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia Berdasarkan KUHP Dan RUU KUHP, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 14, No.1, Yogyakarta,
2011, hlm.49
50
pidana terhadap anak, adalah latar belakang kehidupan anak yang meliputi
keadaan anak baik fisik, psikis, sosial maupun ekonominya, keadaan rumah
tangga orang tua atau walinya, keterangan mengenai anak sekolah atau tidak,
keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan sehingga
Namun harus diakui bahwa sistem sanksi dalam hukum pidana saat ini
sanksi tindakan tidak sepopuler sanksi pidana. Hal ini setidaknya mempengaruhi
pola pikir dan arah kebijakan baik dalam perumusan/formulasi maupun yang
olah sistim Tindakan hanya dikenakan bagi orang yang tidak mampu harus
ditinggalkan.62
62
Nashriana, Penganutan Asas Sistem Dua Jalur (Double Track System) Dalam
Melindungi Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum: Tinjauan Formulasi Dan Aplikasinya, Skripsi,
51
Oleh karna itu sebelum menjatuhkan sanksi terhadap anak, Hakim perlu
berlebihan, dan bahkan menyamai kejahatan yang dilakukan orang dewasa, anak
pernah dihukum, usianya sudah mendekati dewasa, anak cukup berbahaya. Hal-
orang tuanya.
Klasifikasi
1 ACEH 3 0 51 54
2 BALI 3 0 5 8
3 BANGKA BELITUNG 0 0 32 32
4 BANTEN 0 0 56 56
5 BENGKULU 9 0 78 87
6 D.K.I YOGYAKARTA 0 0 33 33
7 DKI JAKARTA 6 0 61 67
8 GORONTALO 6 0 0 6
9 JAMBI 4 0 4 8
13 KALIMANTAN BARAT 15 0 41 56
14 KALIMANTAN SELATAN 12 0 39 51
15 KALIMANTAN TENGAH 3 0 27 30
16 KALIMANTAN TIMUR 9 0 57 66
17 KEPULAUAN RIAU 6 0 41 47
18 LAMPUNG 17 0 4 21
19 MALUKU 12 0 20 32
20 MALUKU UTARA 6 0 1 7
23 PAPUA 15 0 18 33
24 PAPUA BARAT 9 0 1 10
26 SULAWESI BARAT 4 0 15 19
27 SULAWESI SELATAN 28 0 66 94
28 SULAWESI TENGAH 65 0 3 68
29 SULAWESI TENGGARA 9 0 0 9
30 SULAWESI UTARA 27 0 0 27
31 SUMATERA BARAT 18 0 39 57
sanksi Tindakan sebagai alternatif sanksi Pidana ternyata masih relatif rendah,
karena dari 33 kota wilayah Indonesia penerapan sanksi pidana jauh lebih
penerapan sanksi pidana mendominasi sangat jauh dengan angka 173 anak
tinggi dijumpai pada Kanwil Sulawesi Utara dengan 27 anak untuk sanksi
pidana sebagai sanksi primadona sehingga lebih sering dijatuhkan terhadap anak
dengan hukum agar dapat dijatuhi sanksi yang lebih ringan atau berupa sanksi
tindakan.
penting untuk menjaga kesejahtraan dan kepentingan anak itu sendiri. Karena
dewasa. Pada masa masa transisi ini anak sering mengalami ketidakstabilan dalam
emosi dan kejiwaan. Pada masa transisi ini juga anak sedang mencari jati diri.
Namun sering kali dalam pencarian jati diri ini anak cenderung salah dalam
54
Sehingga seharusnya anak tidak patut dijatuhi sanksi pidana apalagi masih
ada alternatif sanksi tindakan yang bisa dijatuhkan karna sanksi tindakan
bertujuan untuk perbaikan dan pembinaan bagi anak selaku individu yang tidak
BAB IV
64
Dianika Linda Puspitasari, Gambaran Psikologis: Konsep Diri Pada Anak Remaja di
Wilayah Banjir Rob, Jurnal Keperawatan Anak, Vol. 2, No. 2, Semarang, 2014, hlm. 117
55
PENUTUP
A. Kesimpulan
double track system yaitu sistem pidana dua jalur yang mengatur sanksi
pidana dan tindakan. Sanksi Pidana dalam sistem peradilan pidana anak
Terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan sedangkan sanksi tindakan
dan perbaikan akibat tindak pidana. Sistem pemidanaan dua jalur tersebut
tindakan. Karna anak adalah individu yang perlu mendapatkan perhatian dan
latar belakang kehidupan anak yang meliputi keadaan anak baik fisik, psikis,
sosial maupun ekonominya, keadaan rumah tangga orang tua atau walinya,
keterangan mengenai anak sekolah atau tidak, hubungan atau pergaulan anak
dengan lingkungannya.
56
B. Saran
hukum. Karna hal ini dapat menjadi salah satu mekanisme yang digunakan
adil.
2. Agar aparatur penegak hukum khususnya hakim yang memiliki peran yang