Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 14, Nomor 2, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

MENCARI HUKUM YANG BERKEADILAN BAGI ANAK MELALUI DIVERSI

Rr. Putri A. Priamsari1


Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jalan Imam Bardjo, S.H. No. 1-3, Kampus Pleburan, Semarang 50241
priamsari69aiu@gmail.com

ABSTRACT

The search for a just law for children through diversion, is often used only to divert child offenders from
imprisonment, without no understanding of the concept of restorative justice. The obligation for police,
prosecutors and judges to provide diversion in each stage of handling the case, does not guarantee that
retroactive justice for child perpetrators will be realized, because the implementation of the diversion
does not give priority to the child’s welfare and its influence on the child’s psychology. The regulation of
diversion in PERMA No. 4 of 2014 concerning Diversion obligates diversion to be provided for child
perpetrator of a serious crime in its indictment that is arranged in such away, proving that legal
processes for child perpetrators within the concept where the child perpetrator may not be necessarily
guilty until proven validly and convincingly, provides retroactive justice for both the child perpetrator and
the victim.
Key words : Diversion; Restorative Justice; Children

ABSTRAK

Mencari hukum yang berkeadilan bagi anak melalui diversi, tidak jarang justru dimanfaatkan hanya
untuk menghindarkan pelaku anak dari pidana penjara saja, tanpa benar-benar memahami konsep
keadilan restoratif. Kewajiban bagi Polisi, Jaksa dan Hakim untuk melaksanakan diversi pada tiap-tiap
tahap penanganan perkara, tidak menjamin keadilan restoraktif bagi pelaku anak akan terwujud, karena
pelaksanaan diversi tidak mengedepankan tentang kesejahteraan anak dan pengaruhnya terhadap
psikologi anak. Pengaturan diversi dalam PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Diversi yang
mewajibkan diversi tetap dilaksanakan terhadap anak pelaku pidana berat dalam hal dakwaan disusun
sedemikian rupa, membuktikan bahwa proses hukum bagi pelaku anak dalam suasana ramah bagi
anak dengan konsep pelaku anak dianggap belum tentu bersalah hingga terbukti sah dan meyakinkan,
justru lebih memberikan keadilan restoraktif bagi pelaku anak dan korban.
Kata kunci : Diversi; Keadilan Restoratif; Anak.

1
Jaksa pada Kejaksaaan Agung Republik Indonesia
220
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 2, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

1. PENDAHULUAN masuknya seorang anak ke dalam penjara, tentu


Anak adalah amanah Tuhan Yang Maha akan mempengaruhi tumbuh kembang dan masa
Esa, dimana dalam dirinya melekat harkat dan depan bagi si anak. Hal tersebut disebabkan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Sebagai anak-anak yang dipenjara dan ditahan sering kali
seorang individu, setiap anak baik yang telah tidak mendapat bimbingan dan fasilitas yang
dilahirkan maupun yang masih didalam dibutuhkan untuk perkembangan jiwa mereka.
kandungan harus mendapatkan hak-haknya tanpa Fakta atas kurangnya perhatian terhadap
anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan permasalahan anak yang berkonflik dengan
ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the hukum ini juga nampak pada anak yang terpaksa
Rights of the Child, 1989, New York) yang telah ditempatkan bersama-sama dengan tahanan
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui dewasa, sehingga meningkatkan resiko anak
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. menjadi korban kekerasan, pelecehan, dan
Dukungan pemerintah Indonesia sebenarnya penyiksaan dari orang dewasa. Buruknya kualitas
telah mendahului konvensi tersebut, karena pada makanan, penggunaaan alkohol dan peredaran
tahun 1979 di negara Indonesia telah narkoba, serta penyakit yang tidak mendapat
diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun pengobatan layak menjadi masalah selanjutnya.
1979 tentang Kesejahteraan Anak yang kemudian Sementara itu dari perspektif ilmu
diikuti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun pemidanaan, meyakini bahwa penjatuhan pidana
2002 tentang Perlindungan Anak yang kini telah terhadap pelaku anak (delinkuen) beresiko
diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun merugikan perkembangan jiwa anak dan
2014 tentang Perlindungan Anak sebagai mempengaruhi masa depannya. Kecenderungan
implementasi bahwa negara Indonesia telah merugikan ini adalah akibat dari efek penjatuhan
meratifikasi konvensi tersebut, dimana pidana terhadap anak, terutama pidana penjara
kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip yang setelahnya akan melekat stigma (cap jahat).
umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, Menurut guru besar Universitas
kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan Diponegoro, Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH.,
hidup dan tumbuh kembang anak, dan bahwa hukum sebagai perlindungan sosial
menghargai partisipasi anak. mensyaratkan penghapusan pertanggungjawaban
Menurut UNICEF, tidak kurang dari 4000 pidana (kesalahan) dengan digantikan tempatnya
anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap oleh pandangan tentang perbuatan anti sosial.
tahunnya dengan laporan tindak pidana yang Sistem peradilan di Indonesia yang
tergolong ringan seperti pencurian, penganiayaan, menawarkan alternatif lain untuk menyelesaikan
menyebarkan berita bohong (hoax) dll. Dengan perkara anak yang berhadapan dengan hukum,

221
diharapkan mampu menjadi jalan keluar yang 1. Anak dianggap belum benar-benar mengerti
terbaik bagi anak dalam mencari hukum yang akan kesalahan yang telah dilakukannya,
berkeadilan. Proses peradilan akan lebih kondusif 2. Bila dibandingkan dengan orang dewasa, anak
bagi kepentingan anak dan dilaksanakan dalam diyakini lebih mudah dibina, didik dan
suasana ramah anak, yang akan memungkinkan disadarkan akan kesalahan yang sepatutnya
bagi anak tersebut untuk ikut serta didalamnya tidak ia lakukan.
dan menyampaikan suaranya secara bebas. Hukum positif Indonesia, mengatur tentang
Peradilan pidana anak termasuk dalam perlindungan anak dan metode penyelesaian
Juvenile Justice System yang memiliki arti, segala perkara pidana bagi anak di dalam Undang-
unsur sistem peradilan pidana yang terkait dalam Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara
penanganan kasus-kasus kenakalan anak yang menyebutkan bahwa “setiap anak berhak
(Trajanowicz, 1992). Dengan demikian atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
diharapkan, setiap pemidanaan yang diberikan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kepada anak, harus memperhatikan unsur kekerasan dan diskriminasi” (Pasal 28B ayat (2)
psikologis anak, sehingga tujuan dari pemidanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
anak tersebut dapat tercapai tanpa menimbulkan Indonesia Tahun 1945). Selain itu, Undang-
resiko terancamnya jiwa anak yang berhadapan Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
dengan hukum. Hal ini dipertegas di dalam United Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disingkat
Nations Standard Minimum Rules for the Undang-Undang SPPA) memberikan salah satu
Administration of Juvenile Justice, dimana tujuan reformasi pemidanaan di Indonesia karena di
peradilan anak adalah sistem peradilan pidana Undang-Undang ini mengatur masa penahanan
yang mengutamakan kesejahteraan remaja/anak yang lebih singkat, upaya penangguhan
dan akan memastikan bahwa reaksi apapun penahanan serta diaturnya kewajiban para
terhadap remaja/anak yang melanggar hukum penegak hukum dalam mengupayakan diversi
akan sepadan dengan keadaan-keadaan, baik (penyelesaian pidana bagi anak melalui jalur non
pada anak sebagai pelanggar hukum maupun formal) pada seluruh tahapan proses hukum.
perbuatan pelanggaran hukumnya (United Dengan demikian, pelaku pidana anak yang
Nations, “United Nations Standard Minimum tertangkap, masih mendapat kesempatan untuk
Rules for the Administration of Juvenile Justice”, tidak dipenjarakan demi masa depannya.
http://www.un.org/documents/ga/ Pada tingkat penuntutan, Penuntut Umum
res/40/a40r033.htm, diakses 8 Oktober 2018). wajib mengupayakan Diversi, sehubungan
Dua faktor, yang medasari filosofis dengan pelaksanaan kewajiban tersebut, untuk itu
penanganan terhadap pelaku pelanggaran hukum perlu peraturan yang mengatur tata cara
usia anak, yaitu: pelaksanaan Diversi yang baku, standar serta
mengikat bagi seluruh Penuntut Umum, demi
222
optimalisasi pelaksanaan tugas Kejaksaan hukum yang ramah anak, lengkap dengan fasilitas
Republik Indonesia dalam proses penanganan pendukung khusus anak dan jaminan bahwa
Perkara Anak yang Berhadapan dengan Hukum. pelaku anak tetap dianggap tidak bersalah,
Atas dasar hal tersebut, pada 15 April 2015 Jaksa hingga terbukti sah dan meyakinkan (presumption
Agung Republik Indonesia H.M. Prasetyo, telah of innocent).
mensahkan Peraturan Jaksa Agung Republik 2. PEMBAHASAN
Indonesia (PERJA) Nomor : PER- 2.1. Urgensi Diversi Dalam Penanganan
006/A/JA/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Perkara Pidana Anak
Diversi Pada Tingkat Penuntutan. Keterkaitan antara asas atau kebijakan yang
Prinsip non diskriminasi yang disebut dikresi (Discretion), diversi (Diversion) dan
mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, keadilan restoratif (Restorative Justice) nampak
juga mendorong lahirnya PERMA 2014 tentang apabila dilihat dari sudut pandang teori. Diskresi
diversi, karena Lembaga Pemasyarakatan (dalam bahasa Perancis disebut pouvoir
dianggap bukanlah jalan untuk menyelesaikan discretionnaire) ataupun (dalam bahasa Jerman
permasalahan anak bahkan dikhawatirkan di disebut Freies Ermessen,) menurut pendapat Saut
dalam Lembaga Pemasyarakatan rawan terjadi P. Panjaitan merupakan suatu bentuk
pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak. penyimpangan terhadap asas legalitas dalam
Problematika yang kemudian muncul pengertian wet matigheid van bestuur, yang
adalah, benarkah diversi merupakan satu-satunya merupakan ”pengecualian” dari asas legalitas.
jalan keluar terbaik dalam menangani perkara Sementara Muchsan, menyatakan bahwa dasar
pidana anak yang diharap mampu menghadirkan pijakan diskresi ada 2 (dua) yaitu: Dasar
keadilan restoratif ataukah diversi hadir hanya Hukum/Yuridis, yaitu menyangkut ketentuan formal;
sekedar menjadi sarana alternatif untuk dan Dasar Kebijakan, yaitu menyangkut manfaat
menghindarkan pelaku anak dari proses hukum (Simamora, Janpatar, Efektivitas Penggunaan
dan penjara, tanpa mengedepankan sisi Diskresi dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan
kesejahteraan dan pengaruhnya terhadap yang Baik, www.akademik.nommensen-id.org,
psikologi anak, dan apakah seluruh subjek hukum diakses tanggal 25 April 2014). Sementara, Diversi
dalam pelaksanaan diversi, termasuk pelaku adalah penyelesaian perkara pidana melalui jalur di
anak, korban, para pihak, hingga aparat penegak luar hukum pidana (non formal). Sedangkan
hukum, telah mampu menerapkan diversi yang pengertian keadilan restoratif (Restorative Justice)
seharusnya syarat dengan nilai-nilai Restorative adalah ide keadilan yang didasarkan pada
Justice, sementara proses hukum yang selama ini kesepakatan antara para pihak yang terkait (pelaku
dihindari justru dilingkupi kondisi-kondisi istimewa dan korban) dengan tindak pidana, untuk mencari
yang betrbaik bagi anak, mulai dari penangan solusi dalam memulihkan keadaan sebagaimana
oleh aparat yang memiliki sertifikasi anak, proses
223
sebelum tindak pidana terjadi dan bahkan pidana (Amrullah, 2008) Keadilan restoratif dapat
menjadikan semua pihak lebih baik. diterapkan pada seluruh proses penegakan
Keadilan Restoratif didasarkan pada 5 hukum pidana, tidak hanya pada satu proses saja.
prinsip dalam pemikiran berikut : Five Principles of Keadilan restoratif bukan merupakan asas
Restorative Justice (Dowd, 2015) : melainkan filsafat dalam proses peradilan dan
1. Focuses on harms and consequent needs juga filsafat keadilan. Keadilan restoratif dapat
(victims', but also communities' and dikatakan sebagai filsafat peradilan, karena
offenders'). merupakan dasar dalam penyusunan lembaga
2. Addresses obligations resulting from those peradilan. Dengan demikian, dapat diartikan
harms (offenders' but also families', bahwa keadilan restoratif adalah suatu rangkaian
communities' and society's). proses peradilan yang pada dasarnya bertujuan
3. Uses inclusive, collaborative processes. untuk me-restore (memulihkan kembali) kerugian
4. Involves those with a legitimate stake in the yang diderita oleh korban kejahatan (Mudzakir,
situation (victims, offenders, families, Analisis Restorative Justice: Sejarah, Ruang
community members, society). Lingkup, dan Penerapannya, http://pkbh. uii.ac.id,
5. Seeks to put right thewrongs 233. diakses tanggal 26 April 2014), masyarakat dan
dengan demikian, dalam konteks bahasan ini dapat para pihak terkait.
dipahami bahwa diversi dalam perkara anak, lahir Pendekatan keadilan restoratif merupakan
karena adanya asas diskresi yang dimiliki oleh pihak perkembangan terakhir dari paradigma peradilan
yang berwenang (Penyidik, Jaksa, dan Hakim) pidana, yaitu diawali dengan Retributive Justice,
dalam rangka mencapai keadilan restoratif. dilanjutkan dengan Rehabilitative Justice, kemudian
Salah satu bentuk diskresi adalah ada Alternative Justice, kemudian diperbaiki lagi
memberikan kewenangan kepada Penyidik, dengan Transitional Justice, dan akhirnya digantikan
Jaksa, dan Hakim untuk melakukan diversi oleh Restorative Justice.
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Berdasarkan sejarah di beberapa negara,
Pengertian keadilan restoratif adalah a form of pelaksanaan Diversi pada awalnya gagal di
conflict resolution and seeks to make it clear to Amerika, tetapi berhasil di Belanda, Denmark,
the offender that the behaviour is not condoned, Italia, Jerman, Perancis, pada tahun 1969
at the same time as being supportive and (Marlina, 2010) kemudian diperbaiki sistemnya
respectful of the individual (Morris and Maxwelle, yang akhirnya sukses di beberapa negara dalam
2001). Dalam konteks pemidanaan, pendekatan penyelesaian tindak pidana tertentu dan pelaku-
keadilan restoratif sejalan dengan model pelaku tertentu. Meskipun tidak ada kesepakatan
keseimbangan Kepentingan (Muladi, 1995). tentang pengertian keadilan restoratif, namun
Karena itu, asas daad-dader-slachtoffer-Strafrecht mayoritas definisi berfokus pada proses yang
mestinya mulai diimplementasikan dalam hukum melibatkan semua pihak yang berkepentingan
224
untuk menyelesaikan pelanggaran hukum dan Keadilan retributif lahir sebagai reaksi
bertujuan memperbaiki kerugian yang disebabkan terhadap beberapa kelemahan pendekatan
oleh pelanggaran tersebut. keadilan retributif. Pendekatan keadilan restoratif
Akar filsafat keadilan restoratif berdasarkan ini sangat positif dan berbeda dengan restribusi
pemikiran tersebut diatas adalah konsepsi dan rehabilitasi yang hanya terbatas terutama
keadilan untuk semua (justice for all), pada perlindungan korban, bukan pada pelaku.
berdasarkan musyawarah dalam rangka Keadilan restoratif merupakan reaksi masyarakat
merestorasi keadaan pasca terjadinya peristiwa global yang dapat digunakan sebagai pelengkap
hukum secara manusiawi. Secara teoretis, sistem dari sistem peradilan pidana yang selama ini
peradilan pidana anak di Indonesia wajib banyak yang menggunakan pendekatan keadilan
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi tradisional.
anak dan berupaya mengurangi penyelesaian Mark S. Umbreit and Marilyn Peterson
perkara anak di pengadilan pidana, dan jika Armour mengemukakan bahwa, restorative
terpaksa dipidana penjara, maka pidana tersebut justice is viewed as complementary to the criminal
hanya dilakukan sebagai upaya terakhir dan justice system because it attends to issues that
dalam waktu yang singkat. the traditional system neglects. Regardless of the
Wardaya dan Retna Ningrum position taken, the vision of restorative justice is
berpendapat bahwa, kesadaran masyarakat grounded in values that are resonating with an
terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perlu increasingly broad range of individuals and
diperlakukan khusus tidak sebagaimana orang communities throughout the world, presenting
dewasa baru disadari sejak penyelenggaraan many opportunities for new and widened impact
peradilan anak kali pertama di Chicago pada 1889 (Umbreit and Armour, 2004).
(Wardaya dan Retnaningrum, 2011). Urgensi Diversi adalah salah satu bentuk
pelaksaan diversi pada perkara anak didasari penyelesaian perkara pidana dalam rangka
pada pemikiran berikut : saat ini ada pergeseran pencapaian keadilan restoratif. Bentuk lainnya,
filsafat pemidanaan dari awalnya yang bersifat misalnya rekonsiliasi antara pelaku dengan
restitutif (pembalasan) kemudian dimutasi menjadi korban, konferensi keluarga dan masyarakat,
bersifat prevensi (pencegahan), kemudian muncul upaya perdamaian dalam masyarakat. Hal ini
teori gabungan (Widodo, 2012), dan akhirnya selaras dengan pemikiran Strickland, bahwa
berkembang pemikiran keadilan restoratif yang more specific technique associated with
mengutamakan pemulihan. Pendekatan restoratif restorative justice, include diversion, victim-
merupakan paradigma baru dalam pemidanaan offender reconciliation, victim impact panel, victim-
yang berbeda dengan pendekatan keadilan offender statements, family or communiuty
retributif, baik konsep, orientasi, tujuan maupun conferencing, community peace-making or
mekanisme pencapaiannya.
225
centencing cyrcles, reintegrative shamming, and tersebut. Karena itu, perlu ada langkah
prisoneers assistence program (Stickland, 2004). meminimalisasi prisonisasi dengan cara
Keadilan restoratif sebenarnya bukan menghindarkan anak dari institusionalisasidi
merupakan budaya baru bagi bangsa Indonesia, Rutan atau LAPAS.
namun karena dalam masa penjajahan hukum 3. Ada keinginan serius dari para pihak untuk
adat banyak ditinggalkan dan diganti dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan
hukum barat, maka keadilan restoratif dampak negatif dari proses peradilan pidana
dimarginalkan. Setelah ketentuan ketentuan dan bagi anak. Hal ini didasarkan pada data bahwa
sistem hukum barat diragukan efektivitas dan dalam tahap penyidikan, penuntutan, dan
efisiensinya dalam penyelesaian perkara pidana pemeriksaan di pengadilan, hak- hak anak
yang adil, banyak pihak mengintrodusi dan (pelaku) ada yang terlanggar, misalnya anak
melaksanakan keadilan restoratif. Dengan tidak dapat sekolah karena ditahan di RUTAN
demikian, konsep keadilan restoratif bukan lahir dan LAPAS.
lebih dahulu, tetapi sudah ada dan dilaksanakan 4. Selama proses peradilan, pihak korban dan
di masyarakat kemudian ditinggalkan, dan saat ini masyarakat belum mendapatkan restitusi
digunakan lagi. Buktinya, dalam hukum pidana (pemulihan) secara memadai sehingga
Majapahit dikenal istilah “pati bajampi” yaitu putusan pengadilan sering dianggap belum
sebagai uang pengganti obat yang diberikan mencerminkan keadilan bagi korban dan
kepada korban, rekonsilisasi antar-kepala adat masyarakat. Hal ini terjadi karena keadilan
yang ditandai dengan upaya adat di sejumlah sering ditafsirkan oleh orang sebagai keadilan
wilayah Indonesia. terhadap pelaku saja, bukan pada korban dan
Pendorong lahirnya diversi pada perkara masyarakat.
anak di Indonesia antara lain dapat dijabarkan 5. Beberapa putusan pengadilan kadang belum
sebagai berikut : menunjukkan keberpihakan negara pada anak,
1. Terjadi labelisasi pada anak yang pernah anak korban, dan masyarakat. Mayoritas
diproses oleh penegak hukum berdasarkan putusan pengadilan anak adalah penjatuhan
hukum pidana anak. Bahkan pada beberapa pidana, dan jenisnya pidana penjara (Widodo,
kasus, dalam LAPAS Anak terjadi prisonisasi 2012).
(Widodo, 2012). 6. Penegak hukum dan para pihak yang terkait
2. Pihak LAPAS Anak, LAPAS dan RUTAN belum terbiasa melakukan diversi pada anak
Dewasa yang di dalam nya ada blok khusus yang berhadapan dengan hukum secara
Anak, belum semuanya mempunyai kemam melembaga, bahkan budaya masyarakat
puan yang memadai untuk pembinaan dan menghendaki agar penyelesaian perkara anak
pembimbingan anak. Selain itu, anak berisiko lebih suka pengunaan jalur litigasi
terkena “prisonisasi” di dalam lembaga dibandingkan dengan jalur litigasi. Beberapa
226
anggota masyarakat bahkan sering Ketentuan dalam KUHP tentang pidana
menganggap diversi pada perkara anak yang bagi pelaku anak, pada awalnya diatur dalam
dilakukan oleh Polri merupakan upaya Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47. Namun dengan
membela pihak tertentu (terutama membela dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 tahun
pelaku), sehingga perlu ada klarifikasi yuridis. 1997 tentang Pengadilan Anak, ketentuan Pasal
7. Perlunya dasar hukum diversi yang jelas 45, 46 dan Pasal 47 KUHP, dinyatakan tidak
dalam peraturan perundang-undangan (lex berlaku. Dimana aturan/sistem pemindaan dalam
certa) yang dapat digunakan anak oleh Polisi, Pasal 45, 46 dan Pasal 47 KUHP tersebut
Jaksa, dan Hakim agar tidak terjadi salah kemudian diganti dengan ketentuan sanksi hukum
sangka dalam masyarakat. Sebelum ada UU pidana terhadap anak dalam Undang-Undang
Sistem Peradilan Anak, dasar hukum diversi di Perlindungan Anak (UUPA). Dengan demikian
kepolisian adalah pada kebijakan diskresi aturan/sistem pemindaan lainnya seperti: cara
(discretion) yang kemudian dituangkan dalam pelaksanaan pidana (strafmodus), percobaan,
dasar hukum dari Kapolri untuk lingkungan penyertaan, perbarengan (concursus), tenggang
Polri atau kesepakatan-kesepakatan tertulis waktu daluarsa penuntutan dan pelaksanaan
lain antar-penegak hukum atau antara Polri pidana sebagai aturan umum dalam KUHP tetap
dengan Kementerian lain. berlaku bagi anak (Arief, 2007).
2.2. Implementasi Diversi Untuk Tiap Menurut UUPA terhadap pelaku anak hanya
Tahapan Penanganan Perkara Di dapat dijatuhkan pidana atau tindakan. Pidana yang
Indonesia dapat dijatuhkan terhadap pelaku anak berupa
Implementasi diversi dalam sistem hukum pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok
pidana materiil anak, yaitu pembentukan yang dijatuhkan dapat berupa: pidana penjara;
Peraturan Perundang-Undangan tentang diversi pidana kurungan; pidana denda; atau pidana
dalam hukum sistem peradilan pidana anak, dan pengawasan. Pelaku anak dapat juga dijatuhkan
bagaimanakah penerapan peraturan tersebut pidana tambahan berupa: perampasan barang-
terhadap pelaku anak selama ini. barang tertentu dan/atau pembayaran ganti rugi.
Hukum pidana materiil adalah aturan-aturan Melihat ketentuan sanksi yang dapat
yang menetapkan dan merumuskan perbuatan- dijatuhkan kepada pelaku anak, nampak terdapat
perbuatan mana yang dapat dipidana. Hukum sanksi yang sama dengan sanksi di dalam diversi,
pidana materiil diatur dalam Kitab Undang-Undang yaitu :
Hukum Pidana (KUHP) dan aturan-aturan pidana di 1. Pidana tambahan berupa pembayaran ganti
luar KUHP yang juga berlaku bagi anak-anak. Hal ini rugi;
dapat diketahui dari tiap rumusan dari tiap delik yang 2. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau
menyatakan "barangsiapa", maka dalam hal ini orang tua asuh;
termasuk didalamnya adalah anak-anak.
227
3. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti Aparat Penegak Hukum yang
pendidikan, pembinaan, latihan kerja; disebut discretion atau dalam bahasa Indonesia
4. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, dikenal dengan istilah diskresi.
atau organisasi sosial kemasyarakatan yang Di Indonesia, pelaksanaan diversi sudah
bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dilakukan oleh Penyidik (Polisi) sejak proses
dan latihan kerja; atau penyidikan. Dimana pelaku anak yang tertangkap
5. Teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan kemudian dipertemukan dengan korban
oleh hakim. (anak/dewasa) dengan masing-masing
Meskipun terdapat kesamaan tentang isi pendampingnya (orang tua/wali) dan difasilitasi oleh
sanksi dalam UUPA dan sanksi diversi sedemikian Polisi sebagai Penyidik serta dihadirkan pula pihak-
rupa, namun diantara keduanya terdapat pula pihak yang terkait (pekerja sosial kemasyarakatan,
perbedaan yang sangat prinsip, yaitu tentang format ahli kesehatan, dll) untuk kemudian membicarakan
atau cara menentukan sanksi tersebut. Bentuk- jalan keluar yang terbaik bagi anak tanpa melalui
bentuk sanksi dalam UUPA merupakan hasil proses pidana secara konvensional. Proses diversi
keputusan Hakim setelah melalui proses bagi anak tidak jauh berbeda dengan proses
pemeriksaan dimuka persidangan (peradilan), mediasi bagi orang dewasa, biasanya hasil dari
sehingga sanksi ini merupakan putusan atau vonis. musyawarah berupa pemberian sejumlah ganti rugi
Berbeda dengan sanksi diversi, dalam hal ini sanksi- bagi korban dan penyerahan kembali kepada orang
sanksi diversi semata-mata diberikan dengan tua/wali atau ke panti sosial maupun pihak-pihak lain
pertimbangan kepentingan perlindungan dan yang dianggap mampu untuk mendidik pelaku anak
pembinaan bagi pelaku anak. Dalam hal ini baik menjadi lebih baik. Karena pada dasarnya diversi
Polisi, Jaksa ataupun Hakim seketika harus bertujuan untuk memulihkan atau mengembalikan
menghentikan proses hukum terhadap pelaku anak kondisi-konidisi ideal bagi anak sebagaimana
apabila pelaksanaan diversinya berhasil. Jadi, sebelum peristiwa hukum terjadi.
sanksi dalam diversi bukan karena pertimbangan Gagalnya proses diversi yang diupayakan
hasil pembuktian dan berdasarkan tuntutan Jaksa oleh Penyidik menyebabkan proses hukum terus
Penuntu Umum, serta keyakinan Hakim tentang dilanjutkan, hingga pelaku anak kemudian
kesalahan pelaku anak tersebut. ditetapkan sebagai tersangka. Namun upaya
Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi diversi tidak berhenti sampai disitu saja, pada
keinginan untuk menghindari efek negatif, tingkat prapenuntutan, Jaksa selaku fasilitator pun
khususnya terhadap jiwa dan perkembangan wajib menyelenggarakan diversi bagi tersangka
anak yang berpotensi terjadi apabila penyelesaian anak tersebut. Dalam hal ini, proses dan tata cara
proses pidananya delakukan melalui sistem penyelenggaraan diversi oleh Jaksa pun sama
peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh Aparat dengan upaya diversi yang dilakukan oleh
Penegak Hukum didasari oleh kewenangan penyidik. Apabila diversi yang diupayakan oleh
228
Jaksa pada tahap penuntutan gagal, maka proses perbuatan tersebut merupakan pengulangan
hukum terhadap tersangka anak tetap dilanjutkan tindak pidana, maka bagi-nya (pelaku anak)
hingga pelaku anak ditetapkan sebagai terdakwa. tertutup kesempatan untuk menempuh upaya
Jaksa sebagai Penuntut Umum diversi pada tiap-tiap tahapan proses hukum.
melimpahkan berkas perkara dan barang bukti ke Hal senada juga tersurat dalam lampiran
Pengadilan, maka Hakim anak yang ditunjuk pun Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia
juga harus menyelenggarakan upaya diversi, dan Nomor : PER - 006/A/JA/04/2015 tentang
apabila gagal maka terhadap terdakwa anak Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat
tersebut akan tetap dilanjutkan ke tahap Penuntutan pada Bab II perihal Kewajiban Diversi
persidangan. Apabila Hakim anak telah membuka Angka 1 huruf b.
persidangan terhadap terdakwa anak, maka tidak Selain itu, komitmen Kejaksaan dalam
dapat lagi dilakukan upaya diversi oleh siapapun mengoptimalkan penyelenggaraan upaya diversi
bagi pelaku pidana anak. juga nampak dengan diterbitkannya Surat Edaran
Sekarang ini, ketentuan tentang tata cara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
pelaksanaan diversi, dapat kita temukan dalam (SEJAM PIDUM) A.K. BASYUNI MASYARIF
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Nomor : B-2309/E/EJP/07/2014 tanggal 24 Juli
Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), Bab II 2014, yang menyebutkan bahwa “Pada tingkat
tentang Diversi. Dimana perihal tetang syarat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara
dapat dilaksanakannya diversi tersurat dalam Anak di Pengadilan Negeri Wajib diupayakan
Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, sebagai berikut : Diversi”, sementara pada Pasal 25 ayat (1)
“Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan: “Register Perkara Anak dan Anak
dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang Korban wajib dibuat secara khusus oleh lembaga
dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di yang menangani perkara, oleh karena itu
bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan dipandang perlu untuk menyediakan ruangan
pengulangan tindak pidana”. diversi dan membuat register perkara anak serta
Kedua syarat dapat dilaksanakannya upaya register perkara anak korban”.
diversi tersebut adalah bersifat mutlak bagi setiap 2.3. Dapatkah Perma 2014 Tentang Diversi,
pelaku anak. Artinya, tidak semua pelaku pidana Menghadirkan Hukum Yang Berkeadilan
anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk Bagi Anak Yang Syarat Dengan Nilai-
menempuh upaya diversi. Disini terdapat 2 Nilai Restorative Justice
kondisi yang menjadi sine quanon bagi tindak Pengertian diversi di Indonesia selain
pidana yang telah dilakukan oleh anak. Dengan sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 1 angka 7
demikian, pelaku anak yang melakukan tindak UU SPPA dan angka 4 huruf 1 lampiran Peraturan
pidana dengan ancaman diatas 7 tahun atau Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-
diancam pidana dibawah 7 tahun, namun 006/A/JA/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
229
Diversi Pada Tingkat Penuntutan, dapat pula dan memastikan bahwa upaya itu berkesuaian
ditemukan dalam dokumen manual pelatihan untuk dengan berbagai standar minimum yang ada.
polisi, yang menyebutkan “diversi adalah pengalihan Berdasarkan ketentuan tentang diversi
penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah tersebut maka tidak setiap perkara pidana yang
melakukan tindak pidana dari proses formal dengan pelakunya anak langsung masuk ke dalam
atau tanpa syarat” (Apong Herlina : 2004). peradilan pidana anak, melainkan dapat
Sementara dalam Black Law Dictionary, konsep diupayakan penyelesaian perkara melalui mediasi
diversi dikenal dengan istilah divertion programme, atau musyawarah sebagaimana juga diatur di
yaitu (Garner, 2000) : “Program yang ditujukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4
kepada seorang tersangka sebelum proses Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
persidangan berupa community programme seperti Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
pelatihan kerja, pendidikan dan semacamnya (PERMA 2014).
dimana jika program ini dianggap berhasil Sebagai aturan lanjutan mengenai diversi
memungkinkan dia untuk tidak melanjutkan proses yang sebelumnya tercantum di dalam Undang-
peradilan pidana selanjutnya”. Undang SPPA, PERMA 2014 yang telah disahkan
Mengenai sistem diversi, maka instrumen sejak bulan Juli Tahun 2014 tersebut,
yang seringkali menjadi acuan dan rujukan adalah mengandung materi yang dikemudian hari justru
Convention on the Rights of the Child (CRC), menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaan
dimana pada article 37-nya disebutkan, bahwa: “No diversi bagi anak yang telah berumur 12 tahun
child shall be deprived of her or his liberty unlawfully tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur
or arbitrarily. The arrest, detention, or imprisonment 12 tahun meskipun pernah kawin tetapi belum
of a child shall be in conformity with the law and shall berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak
be used only as a measure of last resort and for the pidana.
shortest appropriate period of time”. Konvensi mana Pengertian ambigu tersebut muncul dikala
yang kemudian di ratifikasi oleh Negara Indonesia Hakim diwajibkan untuk mengupayakan diversi
melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. dalam perkara anak yang didakwa melakukan
Bahwa, article 40.1 CRC menjelaskan yang pada tindak pidana dengan ancaman penjara di bawah
intinya menyatakan bahwa agar anak yang 7 tahun dan juga kepada anak yang didakwa
bermasalah dengan hukum tetap harus dihormati melakukan tindak pidana dengan ancaman
hak dan martabatnya dan agar perlakuan terhadap penjara pidana 7 tahun atau lebih dalam bentuk
anak dilakukan dengan mengingat usia anak serta surat dakwaan subsidaritas, alternatif, akumulatif,
reintegrasi sosial anak. Sementara pada article 40.3 maupun kombinasi (gabungan), vide Pasal 3
CRC, Indonesia harus melakukan upaya untuk PERMA 2014.
mengintroduksi diversi terhadap juvenile offender Aturan tersebut jelas-jelas menimbulkan
celah hukum dan menyimpangi aturan dalam
230
Undang-Undang SPPA yang telah mensyaratkan dianggap mampu untuk mendidik anak menjadi
2 (dua) kondisi mutlak sebagai mana tersebut lebih baik.
diatas. PERMA 2014, menyediakan kesempatan Seorang anak yang melakukan Tindak
bagi pelaku anak yang telah melakukan tindak pidana berat (dengan ancaman diatas 7 tahun)
pidana dengan ancaman diatas 7 tahun atau lebih sebaiknya tetap diproses secara hukum dalam
dengan catatan apabila surat dakwaan disusun suasana ramah bagi anak, namun tetap dalam
secara subsidaritas, alternatif, akumulatif, konsep pelaku anak belum tentu dianggap
maupun kombinasi (dimana salah satu pasalnya bersalah, hingga terbukti sah dan meyakinkan
terdapat pasal dengan ancaman dibawah 7 (presumption of innocent). Artinya, dalam
tahun). kerangka memberi keadilan bagi korban tindak
Hal tersebut nyata-nyata menyimpangi pidana berat oleh pelaku anak, maka apabila
filosofi lahirnya diversi yang sejatinya hanya kemudian perbuatan hukum si anak terbukti,
diperuntukkan bagi pelaku anak yang melakukan maka anak tersebut harus dihukum yang bukan
perbuatan pidana ringan, itulah mengapa hanya pidana penjara, sementara apabila tidak
pelaksanaan diversi dibatasi hanya terhadap terbukti maka anak tersebut tidak akan dihukum
pasal dengan ancaman di bawah 7 tahun. Dalam sama sekali.
arti sederhana, hukum pidana seolah-olah Menurut penulis, tetap melaksanakan
memberikan keistimewaan terhadap tindak pidana proses hukum bagi pelaku anak pidana berat
ringan bagi pelaku anak. dalam suasana ramah bagi anak (yang ditangani
Pertanggungjawaban pidana bagi anak oleh Jaksa Anak dan disidangkan oleh Hakim
sebagai acuan, bahwa penyelenggaraan diversi Anak melalui proses dan tata cara persidangan
pun diselenggarakan sebagai alternatif tertutup khusus Anak) justru lebih efektif untuk
pertanggungjawaban pidana yang syarat nilai-nilai memberikan keadilan bagi korban dan
keadilah restoratif. Dimana pelaku anak tetap menghindarkan pelaku anak dari trauma
harus mengakui perbuatannya, sehingga psikologis yang akan dialaminya apabila
sebenarnya tetap dianggap bersalah, namun menempuh proses diversi yang tidak
proses hukumnya diselesaikan secara restoratif. dipersyaratkan harus ditunjang dengan fasilitas-
Sejatinya, upaya diversi memang tidak fasilitas tertentu bagi anak.
diperuntukkan bagi pelaku anak yang melakukan 3. KESIMPULAN
tindak pidana berat, karena dalam prakteknya, Diversi pada perkara anak perlu dilakukan
pertanggungjawaban bagi anak dari hasil diversi oleh penegak hukum secara terukur dan legal
kerap kali dilakukan oleh orang tua pelaku anak, berdasarkan UU Sistem Peradilan Anak dalam
misalnya dalam hal memberikan ganti rugi bagi rangka melindungi anak, anak korban dan
korban dan kewajiban bagi orang tua yang kepentingan masyarakat secara proporsional.
Kelemahan pelaksanaan peradilan pidana anak,
231
kekurang mampuan LAPAS, LAPAS Anak, dan Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dan
Organisasi Kemasyarakatan dalam membina komitmen Kejaksaan dalam mengoptimalkan
anak yang berkonflik dengan hukum selama ini penyelenggaraan upaya diversi juga terlihat
memicu lahirnya diversi. dengan diterbitkannya Surat Edaran Jaksa
Konsekuensi dilaksanakannya diversi bagi Agung Muda Tindak Pidana Umum (SEJAM
anak, mewajibkan para pihak yang terlibat dalam PIDUM) A.K. BASYUNI MASYARIF Nomor :
proses dan pasca diversi untuk menjamin B-2309/E/EJP/07/2014 tanggal 24 Juli 2014,
kepentingan terbaik bagi anak dan korban. selain itu di dalam lampiran Peraturan Jaksa
Karena itu, pendidikan, pembinaan, Agung Republik Indonesia Nomor : PER -
pendampingan dan pengawasan anak yang 006/A/JA/04/2015 tentang Pedoman
berhadapan dengan hukum (baik yang Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan
diselesaikan dengan diversi maupun yang diadili pada Bab II juga diatur perihal Kewajiban
melalui sistem peradilan pidana) wajib Diversi, sebagaimana pengaturan dalam
dilaksanakan secara sistemik berdasarkan asas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
kepentingan terbaik bagi anak tanpa 2014 (PERMA 2014). Begitu besar komitmen
mengabaikan kepentingan korban dan para aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan
masyarakat. Hakim) dalam menyelenggarakan upaya
Beberapa kesimpulan yang dapat peneliti diversi bagi anak yang berhadapan dengan
kemukakan, adalah sebagai berikut : hukum pada setiap tahapan proses
1. Urgensi pelaksaan diversi pada perkara anak pembuktian, namun peraturan hanyalah akan
didasari pada pemikiran keadilan restoratif menjadi sebuah peraturan apabila tidak
lahir sebagai reaksi terhadap beberapa ditunjang dengan aparat penegak hukum yang
kelemahan pendekatan keadilan retributif. professional, oleh karenanya pemerintah perlu
Pendekatan keadilan restoratif ini sangat membekali dan mempersiapkan para aparat
positif dan berbeda dengan restribusi dan penegak hukum yang memiliki kemampuan
rehabilitasi yang hanya terbatas terutama pada dan keahlian khusus dalam menangani anak.
perlindungan korban, bukan pada pelaku. Oleh 3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
karenanya pelaksanaan upaya diversi harus 2014 tentang Diversi mengandung materi yang
ditunjang dengan berbagai fasilitas yang dikemudian hari justru menimbulkan
mendukung kesejahteraan anak dan lebih kerancuan dalam pelaksanaan diversi, dimana
fokus pada dampak psikologis bagi anak. Hakim diwajibkan untuk mengupayakan diversi
2. Implementasi diversi untuk tiap tahapan dalam perkara anak yang didakwa melakukan
penanganan perkara di Indonesia mulai tindak pidana dengan ancaman penjara di
nampak sejak diundangkannya Undang- bawah 7 tahun dan juga kepada anak yang
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem didakwa melakukan tindak pidana dengan
232
ancaman penjara pidana 7 tahun atau lebih Dowd, Nancy E. (2015). A New Juvenile Justice
dalam bentuk surat dakwaan subsidaritas, System : Total Reform for a Broken
alternatif, akumulatif, maupun kombinasi System. New York : University Press York.
(gabungan). Pengaturan tersebut, Marlina, (2010). Perngantar Konsep Diversi dan
menyimpangi Undang-Undang SPPA, yang Restorative Justice dalam Hukum Pidana.
berarti PERMA 2014 telah gagal Medan : Universitas Sumatera Utara.
menghadirkan hukum yang berkeadilan bagi Morris, Allison., Maxwelle, Gabrielle. (2001).
anak yang syarat dengan nilai-nilai Restorative Restorative Justice for Juvenile;
Justice, karena tetap menerapkan proses Coferencing, Mediation & Circle, Oxford-
hukum terhadap pelaku anak pidana berat Portland Oregon USA : Hart Publishing.
dalam suasana ramah bagi anak (yang Muladi, (1995). Kapita Selekta Sistem Peradilan
ditangani oleh Jaksa Anak dan disidangkan Pidana. Semarang : Badan Penerbit
oleh Hakim Anak melalui proses dan tata cara Universitas Diponegoro.
persidangan tertutup khusus Anak) justru lebih Trajanowicz, Robert C (1992). Juvenile
efektif untuk memberikan keadilan bagi korban Deliquency: Concepts and Control. New
dan menghindarkan pelaku anak dari trauma Jersey : Prentice Hall.
psikologis yang akan dialaminya apabila Soekanto dan H. Abdurrahman, (2003). Metode
menempuh proses diversi yang tidak Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.
dipersyaratkan harus ditunjang dengan Stickland, Ruth A, (2004). Restrorative Justice.
fasilitas-fasilitas tertentu bagi anak. Dengan New York : Peter Lang Publishing.
demikian, melakukan review terhadap Pasal 7 Widodo, (2012). Prisonisasi Anak: Fenomena dan
PERMA 2014 merupakah solusi terbaik untuk Penanggulangannya, Yogyakarta : Aswaja
mengembalikan kepercayaan para pencari Presindo.
keadilan, tindakan yang sangat mungkin untuk Jurnal
dilakukan oleh Mahkamah Agung adalah Wicaksono, Adi Hardiyanto & Pujiyono. (2015).
membatalkan atau merubah isi pasal tersebut. Kebijakan Pelaksanaan Diversisebagai
Perlindungan Bagi Anak Yang Berkonflik
DAFTAR PUSTAKA dengan Hukum Pada Tingkat Penuntutan
Buku Di Kejaksaan Negeri Kudus, Law Reform,
Arief, Barda N. (2007). Perkembangan Sistem Vol. 11 (No. 1), pp.12-42.
Pemidanaan di Indonesia. Semarang : Zahra, Afni & Sularto, RB. (2017). Penerapan
Pustaka Magister. Asas Ultimum Remedium Dalam Rangka
Garner, Bryan A. (2000). Black’s Law Dictionary. Perlindungan Anak Pecandu Narkotika,
Minnesotta : St. Paul Publishing. Law Reform, Vol. 13 (No. 1), pp.18-27.

233
Sampurna, Agil Widiyas & Suteki, (2016). Polrestabes Semarang. Law Reform, Vol.
Penyidikan Terhadap Anak Sebagai Pelaku 12 (No. 1), pp.121-131.
Tindak Pidana Pelecehan Seksual Oleh Yulianto. (2014). Standar Operasional Prosedur (SOP)
Penyidik Unit PPA Satuan Reskrim Pelaksanaan Diversi Oleh Penuntut Umum
Berbasis Keadilan Restoratif Di Kabupaten Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kendal. Law Reform, Vol. 12 (No. 1).pp. Law Reform, Vol. 10, pp.109-125.
145-167. Rosidah, N. (2012). Pembaharuan Ide Diversi
Amrullah, M. Arief, (2008). Ketentuan dan Dalam Implementasi Sistem Peradilan
Mekanisme Pertanggungjawaban Pidana Anak Di Indonesia. Masalah-Masalah
Korporasi, Makalah Disampaikan dalam Hukum Vol. 41 (No. 2).pp.179-188.
Seminar Nasional tentang Tanggung Jawab Jumadi, R J. (2013). Implementasi Diversi Terhadap
Sosial Perusahaan (Corporate Social Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
Responsibility/CSR), Diselenggarakan oleh (Studi Kasus Di Pulau Lombok). Masalah-
PUSHAM-UII Yogyakarta bekerjasama Masalah Hukum, Vol. 42 (No. 2).pp.274-281.
dengan Norwegian Centre for Human Rights, Rochaeti, N (2015). Implementasi Keadilan
University of Oslo, Norway, di Hotel Restoratif Dan Pluralisme Hukum Dalam
Yogyakarta Plaza. Sistem Peradilan Pidana Anak Di
Eryke, H. (2008). Penelitian Kemasyarakatan Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, Vol.
Dalam Penjatuhan Sanksi Pidana Bagi 44 (No. 2).pp.150-160.
Anak Di Propinsi Bengkulu. Law Reform, Mimi, Unbanunaek., Pello, Jimmy., & Medan,
Vol. 3 (No. 2).pp.30-59. Karolus Kopong. (2014). Diversi Dalam
Utami, Ika R (2014). Kebijakan Aplikasi Dalam Perlindungan Hukum Anak Yang
Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Bermasalah Hukum Dalam Sistem
Oleh Anak Di Pengadilan Negeri Peradilan Pidana Anak. Masalah Masalah
Semarang, Jurnal Law Reform, Vol. 9 (No. Hukum, Vol. 43 (No. 2).pp.305-312.
2), pp.124-138. Wardaya, Manunggal K. dan Retnaningrum, Dwi
Hadisuprapto, P. (2005). Penataan Sistem Dan Hapsari. (2011). Diversi Sebagai Bentuk
Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia Anak
Pidana Anak. Law Reform, Vol. 1 (No. 1), Yang Berhadapan Dengan Hukum,
pp.28-39. Makalah disampaikan dalam Konferensi
Manihuruk, Tri Novita Sari & Rochaeti, Nur. Nasional Hak Asasi Manusia I Serikat
(2016). Perlindungan Hak Anak Korban Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM),
Phedofilia Dalam Sistem Peradilan Pidana di Universitas Surabaya (UBAYA).
Anak (Studi Tentang Penanganan Kasus Umbreit, Mark S., and Armour, Marilyn P. (2004).
Kejahatan Seksual Terhadap Anak Di Restorative Justice and Dialogue: Impact,
234
Opportunities, and Challenges in the Global Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Community, Washington University, Journal Perlindungan Anak.
of Law & Policy, Vol. 36, Restorative Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Justice. Perlindungan Anak.
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Sistem Peradilan Pidana Anak.
pengesahan Konvensi Hak Anak Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang
(Convention on the Rights of the Child, Pengadilan Anak.
1989, New York). Artikel (Internet)
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of Mudzakir. (2018). Analisis Restorative Justice:
the Child, 1989, New York). Sejarah, Ruang Lingkup, dan
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Penerapannya. http://pkbh. uii.ac.id,
Nomor : PER-006/A/JA/04/2015 tentang diakses tanggal 09 Juli 2018.
Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Simamora Janpatar. (2018). Efektivitas
Tingkat Penuntutan. Penggunaan Diskresi dalam Rangka
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun Mewujudkan Pemerintahan yang Baik.
2014 tentang Pedoman Pelaksanaan www.akademik.nommensen-id.org. diakses
Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana tanggal 09 Juli 2018.
Anak. United Nations, “United Nations Standard
Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Minimum Rules for the Administration of
Umum Nomor : B-2309/E/EJP/07/2014 Juvenile Justice”.
tanggal 24 Juli 2014. http://www.un.org/documents/ga/
United Nations Standard Minimum Rules for the res/40/a40r033.htm, diakses 09 Juli 2018.
Administration of Juvenile Justice (Beijing Widodo. (2018). Restorative Justice in New
Rules). Zealand Best Practice.
United Nations Standard Minimum Rules for Non- http://www.justice.govt.nz. diakses tanggal
Custodial Measures 1990 (Tokyo Rules). 09 Juli 2018.
United Nations Guidelines for the Prevention of
Juvenile Delinquency (Riyadh Guidelines).
United Nations Rules for the Protection of
Juveniles Deprived of Their Liberty (1990).
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak.
235

Anda mungkin juga menyukai