Anda di halaman 1dari 4

Nama : Dimas Fajar Alfiansyah

Nim : 1111210362

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU


KEJAHATAN DALAM PROSES PENYIDIKAN
Program S1 Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jl. Raya
Palka KM 3, SIndangsari, Pabuaran, Kabupaten Serang
42163

A.Latar Belakang
Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diberikan
perlindungan agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebagai generasi
penerus anak menjamin kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan negara itu sendiri.
Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagai penerus bangsa maka
anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Perlindungan terhadap anak pada suatu bangsa, merupakan tolak ukur peradaban
bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan pemerintah.
Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat hukum.
Upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat
berpartisipai secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Anak berhak atas
perlindungan-perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.
Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik
untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak
pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh bujuk rayu dari
orang dewasa atau pengaruh tertentu. Menurut M. Joni, dkk “Mental anak yang masih
dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi
lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk,
dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum”. Hal itu tentu saja dapat
merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit tindakan tersebut akhirnya
menyeret mereka berurusan dengan aparat penegak hukum.
pengetahuannya terhadap seks itu sendiri dan hanya berpikiran untuk mencobanya
saja. Berawal dari rasa penasaran dan ingin mencoba seks tersebut anak di bawah umur
ingin mempraktekkan apa yang dilihatnya dalam situs porno di internet atau di media
lainnya dan biasanya karena takut diketahui oleh orang tua maka anak di bawah umur
yang telah terpengaruh oleh perilaku seks yang terlalu dini ini maka coba-coba
melakukan terhadap teman-teman dekatnya atau bahkan teman adiknya yang berumur
lebih muda dari dirinya.
Sistem peradilan pidana pada akhirnya menempatkan anak dalam status
narapidana tentunya membawa konsekuensi yang cukup besar dalam hal tumbuh
kembang anak. Tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak termasuk dalam
kejahatan kesusilaan yang sangat mencemaskan dan memunculkan pengaruh psikologis
terhadap korban dan juga terhadap pelaku yang masih di bawah umur sehingga
penanganan tindak pidana ini harus ditangani secara serius.

C.Metode Penelitian
Pemerintah diharapkan dapat memperhatikan infrastruktur yang ada dengan
menyediakan fasilitas yang memadai antara lain Ruang Pemeriksaan Khusus terhadap
Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Kepolisiaan Resort Gowa dan Lembaga
Penempatan Anak Sementara (LPAS)/Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKS).
Selain itu juga Kepolisian Republik Indonesia diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan tentang Perlindungan Hukum terhadap Anak bagi setiap
Penyidik/Penyidik Pembantu yang berada di Unit PPA Reserse Kriminal Kepolisian
Resort Gowa.

B.Tujuan dan Manfaat


Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak
dalam sistem peradilan pidana Indonesia serta pelaksanaannya terhadap anak sebagai
pelaku tindak pidana penganiayaan di suatu wilayah.
Manfaat:
1. Secara teoretis, memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat menjadi referensi khususnya bagi
kalangan di bidang hukum dan bagi seluruh masyarakat pada umumnya.
2. Secara praktis, Memberikan sumbangsih pemikiran di bidang Hukum
Pidana khususnya terkait dalam menangani perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi pelaku tindak pidana.

D. Hasil dan Analisis


Praktek peradilan anak di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Sistem peradilan pidana
anak ialah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani
pidana (Pasal 1 angka 1 UU SPPA). UU SPPA ini bertujuan untuk mewujudkan peradilan
yang sungguh-sungguh menjamin perlindungan terbaik terhadap kepentingan anak yang
berhadapan dengan hukum. Hal tersebut sesuai dengan salah satu asas pelaksanaan sistem
peradilan pidana anak dalam Pasal 2 UU SPPA yaitu perlindungan.
E. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap Anak pada tahap penyidikan dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak dapat terwujud melalui peran Penegak hukum dalam hal ini Pihak
Kepolisian (Penyidik). Adapun Upaya yang dilakukan Penegak Hukum (Kepolisian)
dalam kerangka perlindungan hukum terhadap Anak yang menjadi pelaku kekerasan fisik
yaitu melalui Diskresi Kepolisian, Pelaksanaan Diversi dan Faktor pendukung lainnya
seperti Infrastruktur baik sarana maupun prasarana dalam proses penyidikan.
Ada 3 faktor yang menjadi kendala dalam perlindungan hukum terhadap anak
pada tahap penyidikan. Pertama, residivis menjadikan salah satu faktor pertimbangan
untuk pemberian pemberatan hukuman kepada pelaku anak. Kedua, para pelapor dan/atau
korban merasa keadilan itu terpenuhi apabila pelaku anak ini ditahan, diadili, dan
dipenjara. Ketiga, kurangnya tempat penitipan anak yang layak menjadi kendala para
anak untuk bersosialisasi dengan sesama anak ketika para orang tua bekerja atau tidak
berada di lingkungan rumah

F. Saran
Perlu ditingkatkan Koordinasi dan Kerjasama antara Pihak Kepolisian, Balai
Pemasyarakatan, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Pemerintah dalam penanganan
kasus/perkara yang berhubungan dengan Anak pada tahap penyidikan sesuai Undang –
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pemerintah diharapkan dapat memperhatikan infrastruktur yang ada dengan
menyediakan fasilitas yang memadai antara lain Ruang Pemeriksaan Khusus terhadap
Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Kepolisiaan Resort Gowa dan Lembaga
Penempatan Anak Sementara (LPAS)/Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKS).
Kerja sama dengan Pihak Pemerintah dalam rangka pencegahan tindak pidana
yang dilakukan terhadap dan / atau oleh Anak yaitu sosialisasi rutin tentang Anak dengan
instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan Anak, Tokoh Agama dan tokoh
Masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku
Gultom, Maidin, 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cet. II, P.T.Refika
Aditama, Bandung.
Marzuki, Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Cet. VI, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Mulyadi, Lilik, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktek Permasalahannya,
Mandar Maju, Bandung.
Jurnal
Analiansyah dan Syarifah Rahmatillah, 2015, Perlindungan terhadap Anak yang
Berhadapan dengan Hukum (Studi Terhadap Undang-undang Peradilan Anak
Indonesia dan Peradilan Adat Aceh), Jurnal Fakultas Hukum UIN ArRaniry,
Banda Aceh.
Dheny Wahyudhi, 2015, Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Melalui Pendekatan Restorative Justice, Jurnal Hukum Universitas Jambi,
Jambi.
Rini Fitriani, 2016, Peranan Penyelenggara Perlindungan Anak dalam Melindungi dan
Memenuhi Hak-Hak Anak, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Samudra,
Meurandeh, Langsa-Aceh.
Sri Rossiana, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Anak di Bawah Umur yang Melakukan
Tindak Pidana Pencurian, Jurnal Fakultas Hukum, Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Anda mungkin juga menyukai