Anda di halaman 1dari 15

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIVITAS PENERAPAN DIVERSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG


NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK DI POLRES KAPUAS HULU

Oleh :

ABDUL JAILANI
NIM : 042540536

1
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TERBUKA

Bismillahirohmannirohim, atas berkat dan rahmat Allah S.W.T, serta dukungan kedua orang
tua, Istri tercinta, anak dan orang – orang yang mendukung saya sehingga saya bisa mencari
inspirasi serta dapat menyelesaikan Karya ilmiah yang akan saya tulis.

Materi yang ada didalam Karya ilmiah ini, tidak lepas dari Referensi berbagai sumber dan
fakta yang terjadi di kehidupan sehari – hari.

Saya sangat menyadari bahwa Karya Ilmiah yang saya buat ini sanagat jauh dari sempurna,
maka dari itu saya mohon saran dan kritikannya agar Karya Ilmiah ini menjadi lebih baik
lagi.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan wawasan dan manfaat bagi pembaca
sehubungan dengan pemidanaan didalam suatu rumah tangga.

2
Putussibau, 21 Oktober 2023

ABDUL JAILANI
NIM : 042540536

3
EFEKTIVITAS PENERAPAN DIVERSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA
ANAK (STUDY KASUS DI POLRES KAPUAS HULU)

Absrtak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana


efektivitas penerapan diversi berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana anak study kasus di Polres Kapuas Hulu, Selain itu penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas penerapan
diversi berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak
study kasus di Polres Kapuas Hulu.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data
melalui observasi dan wawancara. Adapun sumber data primer yang dalam penelitian ini
adalah Kanit Perlindungan Anak dan Perempuan serta di dukung dengan bahan hukum primer,
sekunder serta tersier. Hasil Penelitian menunjukan bahwa di Polres Kapuas Hulu yang pada
intinya sudah efektif di tahun 2022.

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anak merupakan generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang mewakili
peluang-peluang ideal dan penerus perjuangan bangsa di masa depan, yang mempunyai
peranan strategis dan memerlukan bimbingan serta perlindungan untuk menjamin kemampuan
jasmani tersebut membutuhkan tumbuh kembang seimbang secara mental dan sosial. Masa
kanak-kanak adalah masa menabur benih, mendirikan pilar, dan meletakkan fondasi. Dapat
juga digambarkan sebagai masa di mana watak, kepribadian, dan watak seseorang terbentuk,
setelah itu ia memiliki kekuatan dan kemampuan serta berdiri tegar dalam meniti kehidupan.
Karena anak-anak sangat rentan terhadap kekerasan, pelecehan dan eksploitasi, mereka
mempunyai hak-hak khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Berbagai kasus pidana yang
melibatkan anak yang harus berhadapan dengan hukum, menimbulkan persoalan nyata dan
faktual sebagai fenomena sosial dan kriminal yang telah menimbulkan kekawatiran khususnya
bagi orang tua, masyarakat pada umumnya, bahkan aparat penegak hukum.
Dalam upaya melakukan pencegahan kenakalan anak, negara melakukan pembaharuan
hukum dengan menyelenggarakan sistem peradilan pidana anak (juvenile justice system)
melalui UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan UU
No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang dilakukan dengan tujuan agar dapat
terwujud peradilan yang berar-benar menjamin perlindungan hak anak guna tumbuh
kembang yang optimal sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Peradilan anak harus didasarkan pada perspektif perlindungan anak. Ada empat prinsip
dasar tentang perlindungan anak. non diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak;
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang; penghargaan terhadap pendapat anak. Dengan
demikian, dalam perspektif perlindungan anak, tidak ada pemidanaan terhadap anak dan tidak
ada penjara bagi anak, apapun alasannya.
Proses penghakiman hanya untuk orang dewasa, belum lagi hukuman penjara. Sebagai
pihak dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur
tentang prinsip-prinsip perlindungan anak menurut hukum, Indonesia memiliki kewajiban
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak yang melanggar hukum. Suatu bentuk
perlindungan negara terhadap anak yang dilaksanakan oleh sistem peradilan pidana khusus
bagi anak yang melanggar hukum.

5
Adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pelaku (ABH) di Kapuas Hulu
tersebut terjadi karena adanya pengaruh oleh beberapa faktor yang di antaranya adalah, pertama
adalah adanya komunikasi yang buruk antara orangtua dan anak sehingga terjadi
pembangkangan terhadap orangtua, selanjutnya yaitu trauma dari apa yang diperbuat orang tua
terhadapnya, munculnya perilaku anak sesuai dengan perilaku apa yang diterimanya dari pihak
lain baik itu positif maupun negatif. Yang kedua adalah pengaruh lingkungan berkumpul yang
buruk, masa remaja ditandai dengan adanya pencarian eksistensi diri dalam pergaulan,
sehingga jika lingkungan dalam bergaul tersebut mengarah pada kenakalan.
Penerapan Diversi Pada Polres Kapuas Hulu dalam Tujuan keadilan Restoratif dalam
upaya melakukan pencegahan kenakalan anak, negara melakukan pembaharuan hukum dengan
menyelenggarakan sistem peradilan pidana anak (juvenile justice system) melalui UU No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak yang dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan
yang berar-benar menjamin perlindungan hak anak guna tumbuh kembang yang optimal
untuk generasi penerus bangsa yang berkualitas. Secara keseluruhan Undang-Undanng SPPA
sudah mengatur mengenai pelaksanaan sistem peradilan terhadap anak yaitu diversi termasuk
dalam perkara tindak pidana anak yaitu pencurian untuk wilayah Kapuas Hulu mulai dari
proses penyelidikan, penyidikan hingga upaya- upaya lainnya yang dapat mempertimbangkan
hak-hak dari anak yang melakukan tindak pidana dan hak korban maupun pihak-pihak yang
dirugikan guna mencapai keadilan restoratif.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat dan pemerintah akan peraturan yang
memberikan perlindungan bagi anak, khususnya anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam
undang-undang yang baru ini terdapat banyak perubahan-perubahan, yang paling mencolok
adalah diterapkannya proses Diversi dalam penyelesaian perkara anak, serta pendekatan
Keadilan Restoratif yang melibatkan seluruh Stake Holder terutama masyarakat dalam
membantu proses pemulihan keadaan menjadi lebih baik.
Diharapkan dengan lahirnya undang-undang yang baru ini akan memberikan landasan
hukum yang berkeadilan bagi semua pihak, terutama anak yang berhadapan dengan hukum,
yang dalam perkembangannya masih membutuhkan perhatian, kasih sayang, serta bimbingan
dari orang sekitarnya untuk menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, berakhlak mulia,
bertanggung jawab,serta berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan
adanya proses diversi pada perkara tindak pidana anak diharapkan mampu untuk mendapatkan
keadilan diluar persidangan. Penelitian ini dilakukan ingin mendeskripsikan bagaimana
6
efektifitas penerapan diversi serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya berdasarkan
undang-undang nomor 11 tahun 2012 pada sistem peradilan pidana anak di Polres Kapuas
Hulu.
Untuk itu, penulis tertarik untuk menganalisis tentang perkara tersebut, sehingga
menyusun karya ilmiah ini berjudul : EFEKTIVITAS PENERAPAN DIVERSI
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM
PERADILAN PIDANA ANAK (STUDY KASUS DI POLRES KAPUAS HULU).
2. Rumusan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang hendak penulis kaji dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut :
a. Bagaimana efektivitas sistem diversi pada peradilan anak yang terkait tentang anak di
Polres Kapuas Hulu?
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses diversi tentang anak di Polres
Kapuas Hulu?
3. Tujuan
Mengacu apa yang telah disampaikan dan diuraikan pada latar belakang penelitian ini,
maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Agar para pihak yang menjadi pelaku/ABH (anak yang berhadapan dengan hukum)
dalam tindak pidana anak yang terjadi pada ruang lingkup Diversi Dalam
Penyelesaian Tindak Pidana Anak, dapat mengetahui bagaimana ia harus bertindak
apabila terjadi Diversi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak Di Polres Kapuas
Hulu.
b. Para pihak didalam Tindak Pidana Anak mengetahui hal – hal yang dapat membuat ia
melakukan upaya Diversi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak Di Polres Kapuas
Hulu.
c. Memberikan pemahaman bagi pembaca terkait Diversi Dalam Penyelesaian Tindak
Pidana Anak Di Polres Kapuas Hulu.
4. Manfaat
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang
ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan dapat memberikan rambu – rambu bagi setiap warga negara
RI, terkait hal – hal yang dapat membuat ia melakukan upaya Diversi Dalam
Penyelesaian Tindak Pidana Anak Di Polres Kapuas Hulu.
7
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran hukum bagi setiap orang
yang membaca tulisan ini.
BAB II
METODELOGI PENULISAN
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan hasil penelitian langsung kepada pelaku dalam Diversi
Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak, khususnya pada kasus anak yang berhadapan dengan
hukum yang terjadi di wilayah Kec. Putussibau Utara Kab. Kapuas Hulu Prov. Kalimantan
Barat, serta wawancara terbuka terhadap aparat penegak hukum khusus nya Kasat Reskrim
Polres Kapuas Hulu.
1. Metode
Sesuai dengan tujuan penelitian karya ilmiah ini, maka metode penelitian yang
digunakan adalah metode observasi data secara kualitatif, yaitu metode yang bertujuan untuk
mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh suatu pemahaman penulis,
untuk memberikan suatu saran dan pendapat yang bisa digunakan untuk meningkatkan
kesadaran hukum dalam mengarungi Diversi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak.
2. Lokasi
Lokasi penelitian adalah Polres Kapuas Hulu Prov. Kalimantan Barat.
3. Jenis Dan Sumber Data
a. Data Primer :
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data yang
diperoleh langsung dari lokasi penelitian, data didapat dari berbagai peraturan
perundang-undangan, hasil observasi/pengamatan dan wawancara pada petugas dan
pejabat yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sehingga dapat diperoleh fakta-fakta
atau data - data mengenai subyek yang diteliti sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Data Sekunder :
Data sekunder diperoleh dengan cara menemui penegak hukum khususnya Kasat
Reskrim Polres Kapuas Hulu Polres Kapuas Hulu Prov. Kalimantan Barat, terkait
penegakan hukum yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
c. Analisa Data
Analisa dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode analisa kualitatif,
dalam hal ini mengkaji secara mendalam hasil yang ada kemudian digabungkan dengan

8
dengan teori yang mendukung dan ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan
yang ada.
d. Sistematika Penulisan
Adapun Sistematika Penulisan Karya Ilmiah ini dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini pada dasarnya penulis membahas tentang : Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Tujuan, Manfaat.
BAB II : METODELOGI TULISAN
Dalam bab ini, penulis memaparkan metodologi antara lain membahas tentang Jenis,
Lokasi, Jenis dan Sumber Data, Analisa Data, Sistematika Penulisan.
BAB III : PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis memaparkan sehubungan Diversi Dalam Penyelesaian Tindak
Pidana Anak yang terjadi diwilayah Hukum Kab. Kapuas Hulu Prov. Kalimantan Barat.
BAB IV: PENUTUP
Dalam bab ini, penulis ingin menyampaikan tentang kesimpulan dan saran sehubungan
tentang pembahasan yang telah disampaikan dalam Bab III, sehingga setelah penulis
menyampaikan kesimpulan dan saran kepada masyarakat pada umumnya, dan pembaca
dapat memahami Diversi Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Anak.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib
mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan dalam hal tindak pidana yang
dilakukan dengan ancaman pidana penjara dibawah 7 tahun dan bukan merupakan
pengulangan tindak pidana, yakni melalui diversi berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Pasal 1 ayat (6) UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan
bahwa keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku,
korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan
bukan pembalasan. Tujuan dari Diversi adalah mencapai perdamaian antara korban dan anak,
menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan
kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, menanamkan rasa tanggung jawab
kepada anak.
Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang SPPA menjelaskan bahwa pengertian
diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di
9
luar peradilan pidana. Sistem Peradilan Pidana Anak ini menggunakan konsep
Restorative Justice dalam menyelesaikan pidana Anak. Definisi Restorative Justice menurut
Tony Marshall adalah suatu proses dimana semua pihak yang berhubungan dengan tindak
pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah dan bagaimana menangani akibat di masa
yang akan datang/implikasinya di masa depan.
Proses diversi akan menghasilkan kesepakatan diversi yang mana harus mendapatkan
persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya. Hasil
kesepakatan diversi dapat berbentuk perdamaian dengan atau tanpa kerugian, penyerahan
kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga
pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan atau pelayanan masyarakat. Proses peradilan pidana
anak akan dilanjutkan apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan
diversi tidak dilaksanakan.
Ada 1 (satu) kasus yang si peneliti temukan di Polres Kapuas Hulu pada tahun 2022 (dua ribu
dua puluh dua) salah satunya sebagai berikut:
Nomor Perkara: 5/Pen.Div/2020/PN Mpw
1. Nama : Nikolas Als Niko Anak dari Tonny Fan Boen
Tempat Lahir : Jakok
Tanggal Lahir : 07 November 2005/ 16 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Dusun Depan Utama RT/RW 001/001 Desa Nanga Payang
Kec. Bunut Hulu Kab.Kapuas Hulu.
Agama : Katholik
Pekerjaan : Pelajar
Dalam hal proses tahapan-tahapan proses diversi yang si peneliti dapatkan melalui hasil
wawancara Bersama dengan Iptu Rinto Sihombing, S.Sos.,S.H.,M.H. Selaku Kasat Reskrim
Polres Kapuas Hulu yang pada intinya mengatakan sebagai berikut:
tentunya kami dalam menjalankan atau mengikuti proses diversi sesuai apa yang di atur dalam
Undang-Undang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. pembukaan akan dilakukan oleh fasilisator dengan cara memperkenalkan diri kepada
para pihak yang hadir dalam proses diversi. selanjutnya fasilisator menyampaikan
maksud dan tujuan dilaksanakan proses Diversi.

10
2. Fasilisator menyampaikan tata tertib musyawarah untuk di sepakati para pihak, tidak
boleh menyerang/menyela, semua pihak yang hadir diharapkan menciptakan suasana
yang kondusif, sifatnya rahasia, kesepakatan diversi dibuat tertulis.
3. menjelaskan tugas fasilisator bahwa peran fasilisator netral dan memfasilitasi para pihak
untuk mencapai kesepakatan.
Pada Tahap Musyawarah, langkah-langkah yang ditempuh yakni :
1. fasilisator menyampaikan ringkasan sangkaan, dakwaan.
2. wakil fasilisator membacakan laporan litmasnnya.
3. fasilisator memberikan kesempatan kepada pelaku/orang tua/keluarga untuk
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatannya, pengakuan, permohonan
maaf, penyesalan, harapannya dan tanggungjawab.
4. fasilisator memberikan kesempatan kepada korban atau orangtua/keluarga
menyampaikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.
5. fasilisator memberikan kesempatan kepada Pekerja Sosial/Tenaga Kesejahteraan Sosial
untuk memberikan informasi tentang keadaan sosial anak korban serta memberikan saran
dan dukungan dalam hal penyelesaian konflik.
6. fasilisator memberikan kesempatan kepada perwakilan masyarakat (RT, RW, Kepala
Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Guru, LSM) untuk memberikan informasi
tentang perilaku sehari-hari pelaku di lingkungan masyarakat, serta memberikan saran
dan dukungan dalam hal penyelesaian konflik.
7. fasilisator mengidentifikasi benang merah dari hal-hal yang disampaikan pihak-pihak
sebagai opsi dalam penyelesaian konflik.
8. para pihak memilih opsi (negosiasi) untuk mencapai kesepakatan perdamaian
9. Pada Tahap Akhir Musyarawarah.
langkah-langkah yang ditempuh yakni membuat draft kesepakatan perdamaian,
penandatanganan kesepakatan perdamaian, dalam menyusun kesepakatan Diversi, fasilisator
memperhatikan dan mengarahkan agar kesepakatan tidak bertentangan dengan hukum, agama,
kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan, atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan
anak atau memuat itikad tidak baik, isi kesepakatan harus jelas dan rinci serta tidak multi tafsir,
pada akhir proses penutup, fasilisator menyampaikan apabila isi kesepakatan Diversi tidak
dilaksanakan maka perkara anak dilanjutkan, hasil kesepakatan Diversi disampaikan oleh
atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan
negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak
kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan kemudian hasil penetapan Diversi tersebut
11
disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. dan pelaksanaan Diversi diawasi oleh
Pembimbing Kemasyarakatan Bapas dan Pembimbing Kemasyarakatan diwajibkan untuk
membuat laporan pengawasan kepada fasilisator (sampai dengan terlaksananya hasil
kesepakatan).
Iptu Rinto Sihombing, S.Sos.,S.H.,M.H. Selaku Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu
mengemukakan bahwa: Penyidikan dipercaya terselesaikan dengan lengkap, apabila sudah
terdapat pemberitahuan berdasarkan penuntut generik yang menyatakan bahwa berkas kasus
sudah lengkap ketika 14 hari semenjak lepas penerimaan berkas, penuntut generik
menyampaikan pernyataan apa-apa dan pula mengembalikan berkas kasus itu pada
penyidik. Terhitung semenjak tenggang waktu tersebut, menggunakan sendirinya
berdasarkan aturan penyerahan berkas kasus telah absah dan sempurna, beralih pada penuntut
generik tanpa memerlukan proses lagi.
Peralihan tanggung jawab yuridis atas berkas kasus, tanggung jawab aturan atas
tersangka dan tanggung jawab aturan atas segala barang bukti atau benda yang telah disita. Di
Polres Kapuas Hulu yang mana terdapat 1 (satu) kasus dan di lakukan dengan upaya diversi
dan berhasil, dimana dalam kasus tersebut ialah kasus pencurian yang dilakukan dengan cara
mengganti kerugian barang yang telah dicurinya sedangkan jika terjadi kasus pornografi
dilakukan dengan cara klarifikasi permintaan maaf di media sosial dan akun tersebut
dihapuskan.
Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti dengan Iptu Rinto Sihombing,
S.Sos.,S.H.,M.H. Selaku Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan diversi pada Polres Kapuas Hulu berpedoman pada UU
SPPA dan menggunakan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor
11 Tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak. Penyidik mendapat laporan menurut
pelapor kemudian penyidik menyiapkan Berkas Acara Perkara (BAP), selanjutnya penyidik
menyerahkan BAP pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) bapas dalam hal ini juga berperan
penting sebagaimana yang terdapat Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, Balai pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah
pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. Pembimbingan yang dilakukan
oleh BAPAS merupakan bagian dari suatu Sistem Pemasyarakatan yang diselenggarakan
dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
12
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995).
Selesainya menerima BAP dari penyidik, selanjutnya Bapas melakukan Penelitian
Masyarakat (Litmas) pada lingkungan tempat tinggal pelaku (ABH), menurut hasil litmas
Bapas nantinya akan keluar surat rekomendasi Bapas, dimana surat tersebut sebagai
rekomendasi untuk diversi dan untuk tidak diversi dan Penyidik sebagai fasilitator akan
memanggil para pihak yaitu pihak terlapor (pelaku), orang tua atau wali terlapor, pelapor
(korban), orang tua atau wali pelapor, tokoh masyarakat, dan dampingi Bapas serta Peksos
(Pekerja Sosial).
Untuk daerah Kapuas Hulu pihak korban juga akan pada dampingi dengan pekerja sosial
dan pihak pelaku di dampingi oleh pihak Bapas yang selanjutnya akan dilakukannya
musyawarah dimana nantinya output musyawarah akan di tuangkan pada bentuk kesepakatan
diversi. Diversi tidak hanya di pengaruhi pihak aparat saja, tetapi juga oleh kehendak pihak
korban yang di tuangkan dalam klausal setelah semua pihak telah menandatanganinya
kemudian hakim menetapkannya bahwa proses diversi di tingkat Polres Kapuas Hulu telah
berhasil terlaksana dan sesuai dengan kesepakan para pihak yang terlibat.
Berdasarkan data tersebut di atas, dapat diketahui bahwa implementasi pelaksanaan
diversi pada Polres Kapuas Hulu sepenuhnya sudah terlaksana. Pada tahun 2022, jumlah kasus
yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana berjumlah 1 (satu) kasus. Dimana kasus
tersebut telah diselesaikan melalui proses diversi dengan baik atau berhasil, sudah berjalan
secara optimal dan efektif. Di Polres Kapuas Hulu yang mana terdapat 1 (satu) kasus dan di
lakukan upaya diversi dan berhasil dalam upaya diversi, untuk kasus pencurian dilakukan
dengan cara mengganti kerugian barang yang telah dicurinya lain halnya untuk pornografi
dilakukan dengan cara klarifikasi permintaan maaf di media sosial dan akun tersebut
dihapuskan.
dalam efektivitas penerapan diversi tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor yang
mempengaruhi, baik yang sifat pendukung maupun penghambat diantanya sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
1. Korban dapat mengungkapkan keluhanya, ketidaknyamanannya, dilain sisi dia dapat
belajar tentang anak yang berhadapan dengan hukum;
2. Bagi pelaku dia memiliki rasa tanggungjawab atas apa yang dia lakukan terhadap korban,
dan berhak meminta maaf serta membayar kerugian korban, kerja sosial sesuai
kesepakatan yang disepakati dalam proses mediasi;
3. Adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaannya yang menjadi acuan sehingga dalam
13
proses diversi pelaksanaannya berjalan dengan baik;
4. Sarana dan prasarana seperti fasilitas tempat dalam proses diversi;
5. stakeholder terkait;
b. Faktor Penghambat
1. Pemahaman terhadap pengertian diversi ;
2. Batasan kebijakan aparat dan kepercayaaan;
3. Faktor Masyarakat;
4. Biaya penggantian barang yang dicuri lebih mahal untuk kasus pencurian.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN :
1. Penerapan undang-undang nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak
(ABH) di Polres KubuRaya sudah terlaksana dari tahap penyidikan sampai akhir dalam hal
ini sudah menjalankan tugasnya dengan baik, dan dari semua kasus perkara anak 1 (satu)
kasus di Polres Kapuas Hulu dan berhasil dilakukan dalam melakukan upaya diversi
sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan nomor 11 tahun 2012
tentang sistem peradilan pidana anak.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses diversi di Polres Kapuas Hulu
a. Faktor pendukung
1) Korban dapat mengungkapkankeluhanya
2) Bagi pelaku dia memiliki rasa tanggungjawab atas apa yang dia lakukan terhadap korban
3) Adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaannya yang menjadi acuan sehingga dalam
proses diversi pelaksanaannya berjalan dengan baik
4) Sarana dan prasarana
5) Stakeholder terkait
b. Faktor penghambat
1) Pemahaman terhadap pengertian diversi
2) Batasan kebijakan aparat pelaksanadiversi dan kepercayaan
3) faktor masyarakat
4) Biaya penggantian barang yang dicuri lebih mahal sehingga pelaku sulit untuk
berdamai dengan korban
SARAN :

14
Mekanisme penerapan proses diversi di Polres Kubu Raya harus dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(SPPA), mengenai tranfaransi pengertian diversi agar tidak terjadi kesalahan penafsirannya dan
Penyidik dalam melakukan dalam upaya penggantian kerugian terhadap (ABH) tidak terlalu
memberatkan si Anak sebagai (ABH) serta penyidik dalam melakukan upaya Diversi terhadap
Anak tidak menggunakan pakaian atau atribut kedinasannya sehingga anak sebagai (ABH)
merasa nyaman, santai, tenang dan psykologinya tidak terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Angger Sigit Pramukti and Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak, Cetakan
pertama, Gejayan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015;
Bambang Waluyo, Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2016;
Nandang, Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010;
Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT Refika Aditama, 2013;
Artikel/Jurnal Ilmiah
Anshari, Nina Niken Lestari, Anisa Agustina, Efektivitas Penerapan Konsep Diversi Dan
Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Telaah Yuridis Empirik
Terhadap Kasus Delinkuensi Anak Di Pengadilan Negeri Pontianak), Website:
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index, Volume 4, Nomor 1, 2021;
Imran Adiguna Dkk, Penerapan Diversi Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
Dalam Sistem Peradilan Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin,
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal;
Nggito Wijanarko and Rahnalemken Ginting, Kejahatan Jalanan Klitih Oleh Anak Di
Yogyakarta, Recidive Vol.10, no. 1, April 2021;
Nur Rochaeti, “Implementasi Keadilan Restoratif dan Pluralisme Hukum Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol. 44, No.2,
April 2015;
Ulang Mangun Sosiawan, Perspektif Restorative Justice Sebagai Wujud Perlindungan Anak
Yang Berhadapan Dengan Hukum, Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol.16, No.4,
Desember 2016;
Yusi Amdani, Konsep Restorative Justice Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
Pencurian Oleh Anak Berbasis Hukum Islam Dan Adat Aceh, Al-Adalah, 2016 Vol
XIII, no. 01, June 1, 2016;
Aturan-aturan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak;
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
Lain-lain
Sumber: Hasil Wawancara Dengan Iptu Rinto Sihombing, S.Sos.,S.H.,M.H. Selaku Kasat
Reskrim Polres Kapuas Hulu, pada tanggal 16 November 2023;

15

Anda mungkin juga menyukai