Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TINDAK

PIDANA PORNOGRAFI OLEH ARTIS DI MEDIA SOSIAL DALAM


PERSPEKTIF UU ITE

OLEH

YUSRIZAL
NIM: 042878547
e-mail: yusrizal888@gmail.com

Sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar


SARJANA HUKUM

POKJAR ILMU HUKUM KELAS POLRI


UPBJJ-UT BANDAR LAMPUNG
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TINDAK
PIDANA PORNOGRAFI OLEH ARTIS DI MEDIA SOSIAL DALAM
PERSPEKTIF UU ITE

YUSRIZAL
NIM: 042878547
e-mail: yusrizal888@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah analisis yuridis


pertanggungjawaban hukum tindak pidana pornografi oleh artis di media sosial
dalam perspektif UU ITE dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya pornografi di media sosial yang di lakukan oleh artis.
Teknik pengumpulan data menggunakan metode yuridis normatif dan library
research yaitu kegiatan penelitian dan analisis peraturan perundang-undangan
terhadap fenomena yang terjadi dimasyarakat. Hasil penelitian menunjukan
bahwa penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana pornografi didasarkan pada
pengaturan dalam pasal 282 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun 6
bulan dan maksimal denda empat ribu lima ratus rupiah, Selanjutnya diatur pada
pasal 27 UU ITE dengan ancaman pidana maksimum 6 tahun dan minimum
denda 1 milyar, diatur pula dalam pasal 4 dan pasal 29 UU pronografi No. 44
Tahun 2008 dengan ancaman pidana minimum 6 bulan dan maksimum 12 tahun
dan minimum denda 250 juta dan maksimum denda 6 miliar. Terjadinya tindak
pidana pornografi yang dilakukan di media sosial oleh artis disebabkan karena
beberapa faktor, yaitu; faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor lingkungan,
dan faktor minimnya resiko terjerat hukum.

Kata Kunci: Pornografi , Artis, Media Sosial


PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi modern semakin membuka lebar potensi komunikasi atau


dialog secara global bahkan ke penjuru dunia. komunikasi lintas global karena
kemajuan technologi seolah-olah menggeser sekat-sekat yang membedakan bangsa
satu dengan bangsa lainnya. Hal ini juga berdampak pada kreatifitas masyarakat yang
semakin mudah dan maju untuk mengekspresikan segala ide kreatifnya. Menurut
Achmad Sodiki (2015) penggunaan teknologi telah mempengaruhi pola pikir dan
gaya hidup masyarakat hal ini tentunya merupakan akibat dari kemajuan teknologi
yang telah mendorong perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih
modern. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa modernisasi teknologi tentu memiliki
sisi negatif bagi sikap ketergantungan, keteledoran, kesalapahaman yang terjadi
karena penggunaan teknologi tanpa diimbangi sikap mental yang positif. Apalagi
pada masa pandemi covid-19 dimana masyarakat diharuskan beraktifitas dari rumah.
Banyak sekali masyarakat bahkan publik figur yang mengalihkan kegiatan
sosialisasinya dan menyalurkan kreatifitasnya melalui media sosial
(Adriansyah,2023:14).

Penggunaan teknologi tanpa sikap tanggung jawab dan keteledoran tidak jarang
menimbulkan berbagai permasalahan hukum, bahkan seringkali pula masyarakat
melakukan perbuatan melawan hukum dengan memanfaatkan media sosial dengan
maksud untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu kejahatan di media sosial yang
tengah menjadi perbincangan hangat belakangan ini adalah penyiaran unsur-unsur
pornografi atau cyberporn pada media sosial. Menurut Damanik (2022:29) pelaku
kejahatan pornografi tentunya berasal dari banyak kalangan baik masyarakat, remaja,
kalangan pemerintahan bahkan kalangan selebriti atau artis . Kondisi ini tentu sangat
memprihatinkan, mengingat bahwa pengguna internet dan media sosial tidak hanya
orang dewasa namun juga anak-anak dan remaja, terlebih lagi di masa pandemic
seperti saat ini dimana masyarakat khususnya para pelajar menggunakan media sosial
dan internet untuk sekolah secara daring.
Dewasa ini sering kita mendengar banyak sekali kasus-kasus pornografi yang
dilakukan oleh publik figur atau artis yang mengakui bahwa gambar dan video
tersebut tidak dibuat dengan tujuan untuk dijadikan sebagai konsumsi publik,
melainkan hanya untuk dokumentasi atau arsip pribadi oleh artis, namun pada
akhirnya konten atau video tersebut menyebar luas dan menjadi tontonan masyarakat
luas. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kelalaian para pelaku dalam hal ini public
figure yang tidak berhati-hati dalam menyimpan foto ataupun video rekaman
pribadinya menimbulkan niat buruk dari orang lain dan menyalahgunakan serta
menyebarkannya. Contohnya seperti pada kasus pornografi artis Gisella Anastasia
yang justru tidak ditahan sebagai tersangka dan penjatuhan pidana hanya diberikan
kepada pelaku penyebarannya saja. Namun kasus yang terbaru yaitu kasus pornografi
yang sengaja dilakukan Artis Dinar Candy sebagai bentuk protes terhadap kebijakan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang dikeluarkan pemerintah saat
pandemi covid-19. Tekanan sosial, ekonomi dan kebutuhan menyebabkan masyarakat
menjadi rentan dan terkadang bertindak di luar kendali dengan maksud
mengekpresikan kekecewaan terhadap kebijakan yang dirasakan merugikan
masyarakat. Kasus penangkapan artis Dinar Candy menjadi tersangka kasus
pornografi karena aksinya berbikini warna merah dan membawa papan bertuliskan
“Saya Stress Karena PPKM Diperpanjang” di pinggir jalan raya lebak bulus,
Cilandak, Jakarta Selatan pada hari Selasa tanggal 3 agustus 2021 sekitar pukul 14.00
WIB. Aksinya itu divideokan adiknya dan rekamannya diunggah ke akun media
sosial milik Dinar Candy meskipun tidak lama kemudian video tersebut dihapus.

Pengertian pornografi menurut UU Pornografi No. 44 Tahun 2008 bahwa yang


termasuk dalam pornografi yaitu foto, gambar, sketsa, tulisan, suara, ilustrasi,
animasi, kartun, gesture, perbincangan, atau isi pesan yang memuat materi seksualitas
melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertontonan pada khalayak umum,
dan dianggap melanggar nilai dan norma kesusilaan karena dapat membangkitkan
hasrat seksual seseorang. Sedangkan menurut UU ITE No.11 Tahun 2008 ditegaskan
bahwa siapapun dilarang untuk menyebarkan atau mentransmisikan serta membuat
dokumen elektronik yang isinya memuat unsur pelanggaran kesusilaan. Selain itu
dalam ketentuan KUHP dengan tegas melarang perbuatan pornografi maupun
pornoaksi. Namun, meskipun telah ada larangan keras terkait perbuatan pornografi
dan pornoaksi seringkali pelaku tidak diadili sebagaimana mestinya atau
mendapatkan hukuman pidana sesuai dengan peraturan, hal inilah yang mendorong
masih banyaknya kasus-kasus pornografi dan pornoaksi yang terjadi
(Juditha,2021:19).

Dari latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terkait analisis yuridis pertanggungjawaban hukum tindak pidana pornografi oleh
artis di media sosial dalam perspektif UU ITE dengan metode penelitiannya berupa
yuridis normatif. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah analisis
yuridis pertanggungjawaban hukum tindak pidana pornografi oleh artis di media
sosial dalam perspektif UU ITE dan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya pornografi di media sosial yang di lakukan oleh artis.

METODOLOGI PENELITIAN

Pengummpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu
dengan melakukan penelitian hukum kepustakaan atau data sekunder. Penulis akan
melakukan analisis yuridis pertanggungjawaban hukum tindak pidana pornografi oleh
artis di media sosial dalam perspektif UU ITE dengan menggunakan peraturan dan
perundang-undangan yang terkait yaitu KUHP dan UU ITE. Sejalan dengan Soerjono
Soekanto (2014:12) bahwa ruang lingkup penelitian yuridis normatif meliputi
penelitian terhadap sistematika dan asas-asas hukum, serta taraf sinkronisasi dan
sejarah hukum. Penyajian data dilakukan secara deskriptif untuk memberikan suatu
pemahaman yang sistematis dan terarah.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian melalui studi kepustakaan atau data sekunder terhadap analisis
yuridis pertanggungjawaban hukum tindak pidana pornografi oleh artis di media
sosial dalam perspektif UU ITE bahwa tindak pidana ini dipengaruhi oleh keadaan
sosial masyarakat, keteledoran dan tidak bijak dalam menggunakan media sosial.
Bagaimana tidak, pada masa pandemi ini dampaknya tentu dirasakan oleh semua
masyarakat, baik secara ekonomi, psikologis, dan sosial. Hilangnya pekerjaan
ataupun hilangnya pendapatan tentunya akan berdampak kepada psikologis
seseorang. Selain itu kurangnya pengawasan penegak hukum, aturan hukum yang
kurang memberikan efek jera bagi pelaku menjadi salah satu pendorong tindak pidana
pornografi ini terus menerus terjadi.

a. Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Hukum Tindak Pidana Pornografi


Oleh Artis Di Media Sosial Dalam Perspektif UU ITE

Tindak pidana pornografi pada dasarnya telah di atur dalam KUHP, pornografi
menjadi salah satu tindak pidana yang melanggar kesusilaan selain perzinahan dan
pemerkosaan (zadelijkheid). Sedangkan menurut Wijono Prodjodikoro yang dikutip
Andi Hamzah (2017) yang termasuk dalam pornografi adalah sesuatu yang
menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya baik dalam
bentuk gambar atau barang. Terdapat tiga macam atau golongan pornografi menurut
pasal 282 KUHP yaitu :
a) Disiarkan atau dipertontonkan atau di tempelkan dengan terang-terangan tulisan,
gambar, dan lain sebagainya
b) Memproduksi, mengirimkan, membawa keluar atau masuk serta menyediakan
tulisan, gambar, suara, tontonan dan lain sebagainya kepada khalayak umum
c) Secara terang-terangan mempertontonkan, mempertunjukan, menawarkan dan
lain sebagainya.
Ketentuan kesusilaan dalam pasal 282 KUHP ini dapat menjerat pelaku pornografi
dan pornoaksi secara lebih luas, namun meskipun demikian pasal 282 KUHP ini
kurang tepat apabila digunakan untuk menjerat pelaku pornografi melalui media
internet. Jika ditelisik dari segi historis perumusan KUHP sebenarnya tidak untuk
mengantisipasi dan mengakomodir perkembangan teknologi dan internet seperti saat
ini. Sejalan dengan Munawaroh (2021:28) bahwa perbedaan landasan pemikiran saat
pembentukan KUHP terdahulu dengan perkembangan zaman sekarang ini
menimbulkan kendala dan kesukaran dalam penerapan KUHP terhadap kasus-kasus
pornografi dan pornoaksi di media sosial saat ini. Meskipun demikian bagi pelanggar
pasal ini dapat dipidana maksimal 1 tahun 6 bulan atau denda maksimal empat ribu
lima ratus rupiah.

Sedangkan pengaturan terkait pornografi tidak dikenal dalam UU ITE No. 11 Tahun
2008, melainkan dikenal dengan muatan yang melanggar kesusilaan yang memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Setiap orang
2. Yang tanpa hak dan kewenangan menyebarkan atau mentransmisikan
3. Dapat diaksesnya informasi elektronik,
4. Ataupun dokumen elektronik yang bermuatan seksualitas

Sedangkan ketentuan pidananya di atur dalam pasal 45 ayat (1) UU ITE dipidana
dengan pidana maksimal 6 tahun dan maksimal denda 1 milyar. Selain kedua
peraturan tersebut tindak pidana pornografi juga di atur dalam undang-undang
tersendiri yaitu pada UU pornografi No. 44 Tahun 2008. Dalam undang-undang
pornografi ini diatur secara tegas terkait tindak pidana ini. Menurut pasal 1 ayat (1)
UU pornografi dijelaskan bahwa:

”Termasuk dalam pornografi yaitu foto, gambar, sketsa, tulisan, suara, ilustrasi,
animasi, kartun, gesture, perbincangan, atau isi pesan yang memuat materi seksualitas
melalui berbagai bentuk media komunikasi atau pertontonan pada khalayak umum,
dan dianggap melanggar nilai dan norma kesusilaan karena dapat membangkitkan
hasrat seksual seseorang”

Sedangkan pelarangan penyebarluasan muatan pornografi di media sosial atau


internet di atur dalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU pornografi yang menjelaskan
bahwa:
“Siapapun dilarang untuk produksi, mengirim, menggandakan, menyebarkan,
menyiarkan, mengkomersilkan, menyediakan, menawarkan, menyewekan atau
memperbanyak pornografi yang di dalamnya mengandung:
1. Persetubuhan termasuk persetubuhan yang menyimpang;
2. Kekerasan dan kejahatan seksualitas;
3. Melakukan onani atau masturbasi;
4. Telanjang atau yang memberi kesan telanjang;
5. kemaluan; atau
6. pornografi terhadap atau yang dilakukan anak.”

pasal 4 Ayat (2):

“larangan bagi setiap orang untuk menyediakan jasa pornografi dan pornoaksi, baik
oleh orang perorangan atau koorporasi melalui media elektronik seperti televisi
kabel, radio, internet, telepon, pertunjukan langsung, atau melalui surat kabar,
majalah, dan barang cetakan lainnya”

Pada ketentuan UU pornografi pengaturan terkait pornografi pada media sosial


memang sangat terperinci, dan seolah-olah tidak memberikan pelaku cyberporn celah
sedikitpun. Terdapat 3 sifat yang melekat pada bentuk pornografi yang berkembang
di masyarakat menurut UU pornografi yaitu:

1. berisikan atau memuat tindakan cabul;


2. mengandung tindakan eksploitasi seksualitas
3. bertentangan dengan nilai dan norma kesusilaan.
Berdasarkan penjelasan UU pornografi di atas telah jelas bahwa terjadi pergeseran
makna dan penafsiran pornografi dalam kehidupan masyarakat. Pergeseran makna ini
disebabkan dengan adanya teknologi dan media sosial, dimana pada mulanya delik
pornografi hanya mengatur tindak pidana pornografi yang dilakukan secara langsung
di muka umum, namun saat ini harus dapat mengakomodir juga tindakan pornografi
yang dilakukan pada media sosial dan internet. Ancaman pidana terhadap pelaku
pelanggaran pada pasal 4 UU Pornografi diatur dalam pasal 29 UU yaitu dengan
ancaman pidana minimum 6 bulan dan maksimum 12 tahun dan minimum denda 250
juta dan maksimum 6 miliar. Perbaikan regulasi undang-undang pornografi yang
terus menerus dilakukan pemerintah diharapkan dapat membentengi masyarakat luas
dari bahaya pornografi. Meski demikian, sebenarnya dalam UU pornografi masih
terdapat juga kendala-kendala dalam penerapannya seperti pada UU ITE yaitu terkait
ketidak jelasan batasan suatu tindakan dapat dikatakan pornografi, hal ini disebabkan
adanya perbedaan pandangan setiap orang terkait suatu tindakan atau perbuatan dapat
digolongkan kedalam suatu tindakan pornografi atau bukan. Sehingga menyebabkan
para pelaku tindak pidana pornografi ini tidak mudah untuk ditangkap dan diadili,
selain itu orang-orang yang menjadi korban atau objek pornografi juga enggan
melaporkan karena adanya stigma negatif di masyarakat terkait tindaan pornografi
ini.

b. Faktor-Faktor Penyebab Maraknya Tindak Pidana Pornografi Di Media


Sosial Yang Dilakukan Oleh Artis

Terdapat berbagai faktor yang menjadi penyebab marak terjadinya tindak pidana
pornografi, menurut Mulyana (2020:21) hal ini tentunya dikarenakan seringkali
terjadinya penyimpangan sosial dalam masyarakat terutama terhadap norma-norma
yang lahir dan tumbuh di masyarakat. Selain penyimpangan terhadap norma sosial
masyarakat, penyimpangan juga terjadi pada norma hukum. Berikut adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana pornografi yang dilakukan oleh
artis:
1. Faktor Lingkungan
Terjadinya tindak pidana pornografi yang dilakukan oleh artis tentunya tidak
terlepas dari faktor lingkungan, dimana kurangnya kontrol diri sendiri, keluarga
dan dari masyarakat terhadap pelaku yang seringkali pergaulannya adalah
dengan orang yang sering melakukan tindakan pornografi ataupun berada di
lingkungan yang menganggap tindakan pornografi adalah hal yang wajar
sehingga pelaku tidak segan dan takut dalam melakukan tindak pidana ini.

2. Faktor Sosial Budaya


Selain lingkungan, keadaan sosial budaya suatu masyarakat juga menjadi
pendorong marak terjadinya tindakan pornografi. Adanya pergeseran
kebudayaan ke budaya barat yang dianggap lebih modern dan baru. Pergeseran
kebudayaan timur menjadi kebudayaan barat yang melegalkan tindakan
pornografi menjadi salah satu penyebab penyalahgunaan ilmu pengetahuan
tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkan dari tindakan pornografi
tersebut (Prayatna,2021:16).

3. Faktor minimnya resiko tertangkap oleh penegak hukum


Penggunaan media sosial yang terus berkembang secara masif membuat
sulitnya penegak hukum dalam melakukan penyelidikan, hal ini dikarenakan
tindakan pornorafi yang di unggah dapat dengan mudah di hapus sebelum
diketahui aparat penegak hukum. Selain itu kurangnya pengawasan kepolisian
terhadap indikasi-indikasi pornografi di masyarakat.

4. Faktor Ekonomi.
Faktor ekonomi tentunya menjadi faktor krusial bagi seseorang melakukan
tindak pidana. Kebutuhan hidup yang kompleks mendorong masyarakat
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma–norma masyarakat,
tidak jarang masyarakat melakukan tindakan pornografi dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri. Dengan menurunya keadaan sosial ekonomi akibat
dampak pandemi Covid-19 saat ini menjadi salah satu pendorong masyarakat
melegalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis terhadap analisis yuridis pertanggungjawaban hukum tindak


pidana pornografi oleh artis di media sosial dalam perspektif UU ITE, dapat
disimpulkan:
1. analisis yuridis pertanggungjawaban hukum tindak pidana pornografi oleh artis di
media sosial didasarkan pada pengaturan dalam pasal 282 KUHPdengan ancaman
pidana maksimal 1 tahun 6 bulan dan maksimal denda empat ribu lima ratus
rupiah, Selanjutnya dalam perspektif UU ITE diatur pada pasal 27 UU ITE
dengan ancaman pidana maksimum 6 tahun dan minimum denda 1 milyar, diatur
pula dalam pasal 4 dan pasal 29 UU pronografi No. 44 Tahun 2008 dengan
ancaman pidana minimum 6 bulan dan maksimum 12 tahun dan minimum denda
250 juta dan maksimum denda 6 miliar..
2. Terjadinya tindakan pornografi di media sosial yang dilakukan oleh artis
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor sosial dan kebudayaan, fktor
lingkungan, faktor ekonomi serta faktor resiko tertangkap oleh kepolisian yang
sangat minim, dan faktor ekonomi.

penulis akan memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:

1. Penegak hukum diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap indikasi-


indikasi cyberporn yang terjadi di media sosial.
2. Peran aktif pemerintah untuk memberikan penyuluhan dan edukasi bagi
masyarakat tentang pendidikan moralitas kepada masyarakat selain itu perlu peran
aktif masyarakat dalam melakukan edukasi dan pengawasan terhadap lingkungan
keluarga dan masyarakat sekitar.
3. Perlu adanya regulasi terhadap penjatuhan pidana dan denda yang diatur dalam
peraturan perundang-undang terkait tindak pidana pornografi baik pada KUHP,
UU Pornografi No. 44 Tahun 2008 dan UU ITE No. 11 Tahun 2008, hal ini sangat
diperlukan sebagai upaya preventif agar tindak pidana pornografi tidak terulang.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Hamzah, Andi, 2017, Pornografi dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Mulia
Marzuki, Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukumm, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group
Mulyana W. Kusumah, 2020, Kejahatan dan penyimpangan, Suatu Perspektif
Kriminologi, Jakarta, Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia
Prayatna, Erisa, 2021, Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan, Dinding Hukum
diakses pada 25 Agustus 2021
Sokanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2014, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada
Sujaneka, Putu Ari, 2018, Jurnal Hukum Pidana Unud, “Analisis Mengenai
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Perzinahan Dalam Perspektif KUHP”,
Bali:Universitas Udayana
Susilo R., 2016, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia.

B. JURNAL

Adriansyah, Farhan 2023, Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pengguna Media Sosial


Mango Live Yang Menayangkan Konten Pornografi. Jurnal Kertha Semaya, Vol.
11 No.9 Tahun 2023
Damanik, Rahma Dina 2022, Pemidanaan Bagi Pelaku Tindak Pidana Penyebaran
Konten Pornografi Menggunakan Akun Anonim Di Media Sosial.
https://repository.uinjkt.ac.id/2022
Juditha, Christiany 2021, Isu Pornografi Dan Penyebarannya Di Twitter (Kasus
Video Asusila Mirip Artis) Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol.
25 No. 1, Juli 2021
Munawaroh, Maulidatul 2021, Tindak Pidana Pelecehan Seksual Di Media Sosial
Perspektif Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. http://digilib.uinkhas.ac.id/2021
Murti, Ignatius Erlangga Wisnu (2017) Kajian Tentang Pertanggungjawaban Pidana
Pelaku Tindak Pidana Pornografi Di Media Sosial Ditinjau Dari Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Jo.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Other thesis, Unika Soegijapranata

C. UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


UU Pornografi Nomor 44 Tahun 2008
UU ITE Nomor 11 Tahun 2008

Anda mungkin juga menyukai