Anda di halaman 1dari 12

KARYA TULIS ILMIAH

UPAYA PREVENTIF PELECEHAN SEKSUAL DI MEDIA SOSIAL


MELALUI PERAN CYBERSECURITY SEBAGAI UPAYA PENJAMINAN
HAM DI ERA DIGITAL

Disusun Oleh:
Sudikno Mertokusumo

Gildan Muslim Muttaqien 1203050055


N Santi Novia 1203050108
Makhyatul Fikriya 1203050079

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH


JURISTIC LAW COMPETITION
2022

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertandatangan di bawah ini

Nama Ketua Delegasi : N Santi Novia


Nama Kelompok : Sudikno Mertokusumo
Asal Universitas : UIN Sunan Gunung Djati

Dengan ini menyatakan bahwa NASKAH Karya Tulis Ilmiah adalah benar-benar asli dan
merupakan hasil karya saya (bukan jiplakan) dan karya ini belum pernah diikutsertakan dan/
atau dipublikasikan dalam kompetisi lain, kecuali pada LOMBA KARYA TULIS ILMIAH
Juristic Law Competition yang merupakan salah satu acara dari rangkaian Juristic
Indonesia. Apabila di kemudian hari terbukti sebaliknya, maka saya bersedia untuk
dikenakan sanksi dan didiskualifikasi dari Lomba tersebut.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun.

Bandung, 2 Januari 2023


Ketua Delegasi

( N Santi Novia)

i
UPAYA PREVENTIF PELECEHAN SEKSUAL DI MEDIA SOSIAL MELALUI
PERAN CYBERSECURITY SEBAGAI UPAYA PENJAMINAN HAM
DI ERA DIGITAL

A. PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia (HAM) yakni hak fundamental dan bersifat kodrat, abadi dan
merupakan pemberian Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi. 1 Di era digital,
HAM terdapat pula Hak Digital atau digital right.2 Hak digital merupakan HAM setiap
warga negara untuk dapat menggunakan dan melakukan sesuatu di media digital. Hal ini
merupakan bentuk dari pengimplementasian dari Pasal 28 F UUD NRI 1945. 3 Salah satu
bentuk dari hak digital adalah hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat
serta berhak mendapat perlindungan dan rasa aman dari kekerasan digital, seperti
peretasan, doxxing, phising, hingga pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender
online. Namun, implementasi hak nya banyak disalahgunakan dan menimbulkan masalah
salah satunya pelecehan seksual di media sosial.

Gambar 1 Peningkatan Kasus Kekerasan Siber Berbasis Gender

1
Susani Triwahyuningsih, “Perlindungan Dan Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) Di Indonesia,” Jurnal
Hukum Legal Standing 2, no. 2 (2018).
2
Sufiana Julianja, “Pembatasan Kebebasan Berkespresi Dalam Bermedia Sosial : Evaluasi Undang-Undang
Informasi Dan Transaksi Elektronik Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,” Padjajaran Law Research & Debate
Society 6 (2018).
3
UUD NRI 1945.

1
Kasus pelecehan seksual yang merebak semakin luas diantaranya ialah
penyebaran konten porno, grooming guna menghasilkan keuntungan seksual, bullying
terhadap korban kekerasan seksual dan penyebaran identitas, baik itu kasus kekerasan
seksual maupun pelecehan di dunia digital. Pada tahun 2017 Komnas Perempuan
mendapatkan sekitar 16 aduan kekerasan media sosial. Kemudian terus meningkat sampai
1.721 kasus pada tahun 2021.4
Salah satu kasus pelecehan seksual melaui media sosial adalah Kasus pelecehan
Seksual online pada 11 Anak Perempuan melalui Game Free Fire. 5 Awal terungkapnya
kasus ini adalah dari ada aduan konten yang tidak positif dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Nomor 851/5/KPAI/VIII/2021 pada 23 Agustus 2021. Kronologi
pengungkapkan kasus pelecehan Seksual online mulai dari penemuan video porno di
gawai Hp yang ditemukan oleh orang tua. 6 Di Talisayan, Sabtu 9 Oktober 2021 pukul
19.40 WITA penyidik berhasil menangkap tersangka yang inisialnya S lalu ditindak
dengan adanya Laporan Polisi Nomor: LP/A/0574/IX/2021/SPKT. Sehingga S dikenai
pasal berlapis yakni Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU No. 9 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman paling lama tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 1 miliar, Kemudian, Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat 1
dan/atau Pasal 37 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan ancaman hukuman
paling lama 12 tahun atau denda Rp. 250 juta paling banyak Rp. 6 miliar, Pasal 82 Juncto
Pasal 76 E UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman paling
sedikit 5 tahun dan paling lama 15 tahun, denda Rp. 5 miliar. 7 Dengan demikian perlu
adanya upaya preventif pelecehan seksual di media sosial melalui peran cybersecurity
sebagai upaya penjaminan HAM di era digital.

B. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam karya tulis ini ialah literatur/kepustakaan yakni
mengumpulkan informasi dan data dengan membaca, mencatat, mengolah serta

4
Vika Azkiya Dihni, “Kekerasan Terhadap Perempuan Di Ranah Siber Terus Naik Sejak 2017,” 2022.
5
Putra Negara, “Kronologis Pengungkapan Kasus Kejahatan Seksual 11 Anak Perempuan Lewat Game Free
Fire,” Sindonews.Com, 2021.
6
Bambang Arianto, “Media Sosial Sebagai Ruang Baru Kekerasan Berbasis Gender Online Di Indonesia,”
PERSEPSI: Communication Journal 4, no. 2 (2021).
7
Ahmad Farhan Faris. Dedy Priatmojo, “Begini Modus Pelecehan Seksual 11 Anak Lewat Game Free Fire,”
2021, https://www.viva.co.id/berita/kriminal/1427903-begini-modus-pelecehan-seksual-11-anak-lewat-game-
free-fire.

2
mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal, internet, atau literatur lainnya yang ada
hubungannya dengan pembahasan dan atau permasalahan karya tulis ini.8

C. PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan dan Penjaminan HAM di Era Digital
Perkembangan digital yang sangat pesat memberikan banyak ruang untuk
memudahkan manusia. Namun tidak jarang juga memberikan efek negatif. Salah satunya
adalah kejahatan seksual di media sosial. Kejahatan seksual online ini tergolong
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Maka perlu adanya regulasi sebagai payung
hukum untuk permasalahan tersebut. Secara umum Indonesia memiliki regulasi yang
mengatur mengenai HAM yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.9 Kemudian
lebih khusus mengenai pelecehan seksual online diatur pada Undang- Undang Nomor 12
Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)
Pasal 5 UU TPKS tentang pelecehan seksual nonfisik yang berbunyi: 10
“Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan
terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud
merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau
kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah)."
Perbuatan seksual non fisik adalah pernyataan, isyarat atau tindakan yang tidak
pantas dan berakibat seksualitas yang ditujukan untuk mempermalukan atau
mempermalukan. Karena diduga terjadi melalui internet, maka kekerasan seksual
elektronik juga termasuk dalam UU TPKS. Setiap orang yang secara melawan hukum
mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat muatan
seksual tentang hasrat seksual yang bertentangan dengan keinginan penerima dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200
juta. Oleh karena itu, komentar tidak pantas di media sosial yang mengarah pada
kekerasan seksual termasuk dalam kategori pelecehan non fisik atau kekerasan seksual
online.

8
Soerjono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
9
Undang-Undang Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,”
1999.
10
Undang-Undang Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual,” 2022.

3
Selain ketentuan dalam UU TPKS, pelecehan seksual di media sosial pun tidak
diperbolehkan oleh UU ITE dan perubahannya, yakni Pasal 27 ayat (1) UU ITE
jo. Pasal 1 angka 1 UU 19/2016 bahwa Setiap Orang yang mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau menyampaikan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang tidak senonoh dengan muatan cabul. mengingat data elektronik dalam
Pasal 1(1) UU 19/2016 adalah satu atau sekumpulan data elektronik, antara lain berupa
tulisan, suara, gambar, peta, foto, pertukaran data elektronik (electronic data
interchange/EDI), email, Telegram. , teleks, faksimili atau yang dipersamakan dengan itu,
huruf, tanda, angka, kode, simbol yang mempunyai arti atau dapat dipahami oleh orang
yang memahaminya.
Berdasarkan pernyataan di atas, pelecehan seksual secara online, seperti komentar
yang tidak pantas, dimaknai sebagai pelanggaran moral yang baik. Untuk komentar yang
tidak pantas akan dituntut berdasarkan UU TPKS dan UU ITE.
2. Upaya Preventif Pelecehan Seksual di Media Sosial
Upaya Preventif merupakan sebuah upaya untuk mencegah terjadinya sebuah
tindak pidana atau kejahatan.11 Upaya prefentif mengarahkan untuk mengambil sebuah
keputusan dan langkah-langkah berdasarkan keputusan yang bijak sehingga dapat
mengangkat terjadinya sebuah kejahatan.12 Upaya Preventif Pelecehan Seksual online di
Era Digital ialah sebagai berikut :
a. Cybersecurity

Cybersecurity atau keamanan siber adalah sebuah teknologi atau program


untuk melindungi data-data privasi dan jaringan dari akses lain yang berniat jahat,
menyaring hal apasaja yang tidak diinginkan, mengurangi pelanggaran dan
kekerasan di era digital.13 Cybersecurity dirancang untuk memberikan hak asasi
manusia berupa hak perlindungan dan hak rasa aman bagi masyarakat pengguna
internet supaya terlindungi dan aman dari segala bentuk kejahatan di era digital. 14
Cybersecurity sangat penting dan sangat bermanfaat di tengah dunia digital seperti

11
Cindy Kang, “Urgensi Pengesahan RUU PKS Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Korban Revenge Porn,”
Jurnal YUSTIKA Media Hukum Dan Keadilan 24, no. 1 (2021).
12
Syahrul Ramadhon dan Tini Rusmini G, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Secara Preventif Dan Represif,” Jurnal Analisis Hukum 3, no. 2 (2020).
13
Afina Mauliya & Triana Rosalina Noor, “Cyber Safety Dalam Merespon Kekerasan Berbasis Gender Online Di
Masa Pandemi Covid-19,” Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial Dan Budaya 3, no. 2 (2022).
14
Thomas Osburg and Christiane Lohrmann, Sustainability in a Digital World New Opportunities Through New
Technologies (Springer International Publishing, 2017).

4
melindungi data privasi, melindungi dari penipuan online, melindungi dari
kekerasan seksual online, melindungi perangkat digital dan melindungi dari
berbagai ancaman-ancaman berbasis digital.15 Pengimplementasian program
Cybersecurity sebagai upaya preventif mengatasi kejahatan diera digital seperti
kekerasan seksual harus semuanya berkoordinasi dan berkolaborasi baik secara
internal maupun secara eksternal, baik itu kerjasama nasional maupun
intersasional, baik itu pemerintah melalui kominfo maupun swasta atau user itu
sendiri.

Kebijakan cybersecurity di indonesia aturan khususnya dalam Peraturan


Menteri Komunikasi dan Informatika No.29/PER/M.KOMINFO/12/201016 yang
isinya ada pembentukan ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team
on Internet Infrastructure) yaitu tim yang dibentuk oleh Menteri Komunikasi dan
Telekomunikasi (Kominfo) untuk membantu pemantauan keamanan jaringan
telekomunikasi internet. Tugas kerjanya adalah mengontrol, mendeteksi, waspada
dan berkoordinasi dengan aktor nasional dan internasional untuk meningkatkan
keamanan siber, mengembangkan sistem basis data ID-SIRTII, membuat daftar
pengguna online, menyediakan layanan untuk aktor nasional dan internasional
Memberikan ancaman komunikasi protokol internet. dan keamanan informasi,
menjadi titik kontak bagi institusi dalam penggunaan jaringan komunikasi dan
pembuatan program kerja keamanan untuk jaringan komunikasi internet.17
Tantangan cybersecurity ialah pertanggungjawaban bukan hanya oleh TNI,
Polri, kemhan dan kominfo. Pada tahun 2010, Kementerian Pertahanan (Kemhan)
mempunyai Tim Kerja Pusat Operasi Dunia Maya yang telah menyusun rencana
pembentukan Tim Penanganan Insiden Keamanan Informasi. Kemudian, untuk
menangani cybersecurity yang serius memerlukan pembangunan infrastruktur
pendukung sepertihalnya satelit khusus untuk pertahanan termasuk didalamnya
kerja penangganan cybersecurity.18

15
Ayu Wulandari, “Artificial Intelligence Dalam Keamanan Cyber: Membangun Sistem Perlindungan Terhadap
Peretasan Situs Badan Publik Indonesia,” Skripsi Universitas Bakrie, 2020.
16
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika, “Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika
No.29/PER/M.KOMINFO/12/2010,” 2010.
17
“Permenkominfo No. 26/PER/M.KOMINFO/5/2007 Tahun 2007 Tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan
Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet [JDIH BPK RI],” n.d.
18
Handrini Ardiyanti, “Cyber Security Dan Tantangan Pengembangan Di Indonesia,” Jurnal Politica Dinamika
5
Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional 5, no. 1 (2016).

6
Ruang lingkup cybersecurity mulai dari instal, harden atau keamanan
terkait dengan perangkat keras yang digunakan dalam mengoperasikan internet,
monitor, yang menyebabkan terjadinya insiden atau kejahatan. Berikut ini
langkah-langkah preventif mengatasi kekerasan seksual online, diantaranya :
Memperkuat dan mempersulit kata sandi berupa kombinasi huruf dan angka. Para
usser jangan buat kata sandi yang berhubungan dengan data diri karena semakin
kuat dan rumit kata sandi maka akan semakin jauh dari penyaalahggunaan data
dan pembobolan data, menggunakan Antivirus untuk mendeteksi dan menghapus
virus, menerapkan filterisasi di setiap media sosial, seperti pembatasaan konten
yang berbahaya, yang menyinggung dan mengarah kepada hal-hal negatif,
menggunakan kunci keamanan untuk Verifikasi 2 Langkah, mengupdate
Perangkat Luna, memblokir akun media sosial dan akun media sosial yang akan
dibuatnya (terbaru) lalu laporkan akun tersebut yang apabila akun tersebut
mengirim pesan singkat yang melanggar kesusilaan atau mengandung unsur
pornografi, menutup akun atau nonaktifkan sementara akun media sosial untuk
menghindari pelaku pelecehan seksual secara terus menerus.

b. Peningkatan Literasi Digital Masyarakat mengenai Cybersecurity

Literasi digital juga dapat disebut sebagai pendidikan digital yang


merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan masyarakat. Netizen masih
belum memahami pentingnya keamanan data pribadi di media sosial Namun
netizen seringkali menggunakan media sosial untuk berbagi keluh kesah semata.
Penguatan literasi digital di media sosial sudah diterapkan di negara-negara
berikut seperti Eropa, seperti Bulgaria, Siprus, Inggris, Italia, dan Norwegia
dengan mengadakan berbagai macam program salah satunya memerangi
kekerasan di dunia maya.

Penguatan literasi digital seperti mengetahui etika berselancar di dunia


maya untuk mencegah digital proliferasi. Penguatan literasi digital berarti sadar
akan privasi dan penerapannya, persetujuan penggunaan data pribadi sebagai
sumber informasi dalam ekosistem digital. Jadi saat membagikan
data/konten/foto/video/komentar di platform digital harus mempertimbangkan
keamanan dan kenyamanan orang lain. Edukasi ini akan mendorong nitizen untuk

7
berhati-hati menjaga keamanan akun pribadinya agar tidak mudah diretas atau
disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.19

D. PENUTUP
Kemajuan era digital memberikan ruang yang luas dalam mempermudah kegiatan
komunikasi san sarana informasi. Tak jarang kemudahan tersebut disalahgunakan dalam
tindak kejahatan. Salah satunya adalah pelecehan seskual di media sosial. Indonesia telah
memiliki regulasi mengenai perlindungan HAM dalam masalah tersebut. Diantaranya
adalah UU TPKS dan UU ITE. Namun pada praktiknya masih banyak terdapat laporan
kejahatan pelecehan seksual di media sosial. Untuk itu perlu adanya upaya preventif
dalam mencegah terjadinya tindak kejahatan pelecehan seksual di media sosial. Salah
satunya yakni keamanan dengen menjaga keamanan siber atau cibersecurity. Hal itu guna
melindungi data pribadi yang berfungsi untuk mengurangi tindak kejahatan pelecehan
seksual di media sosial.

19
Arianto, “Media Sosial Sebagai Ruang Baru Kekerasan Berbasis Gender Online Di Indonesia.”
8
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Soerjono dan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Ardiyanti, Handrini. “Cyber Security Dan Tantangan Pengembangan Di Indonesia.” Jurnal
Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan Hubungan Internasional 5, no. 1
(2016).
Arianto, Bambang. “Media Sosial Sebagai Ruang Baru Kekerasan Berbasis Gender Online
Di Indonesia.” PERSEPSI: Communication Journal 4, no. 2 (2021).
Dedy Priatmojo, Ahmad Farhan Faris. “Begini Modus Pelecehan Seksual 11 Anak Lewat
Game Free Fire,” 2021. https://www.viva.co.id/berita/kriminal/1427903-begini-modus-
pelecehan-seksual-11-anak-lewat-game-free-fire.
Dihni, Vika Azkiya. “Kekerasan Terhadap Perempuan Di Ranah Siber Terus Naik Sejak
2017,” 2022.
G, Syahrul Ramadhon dan Tini Rusmini. “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan
Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Secara Preventif Dan Represif.”
Jurnal Analisis Hukum 3, no. 2 (2020).
Julianja, Sufiana. “Pembatasan Kebebasan Berkespresi Dalam Bermedia Sosial : Evaluasi
Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia.” Padjajaran Law Research & Debate Society 6 (2018).
Kang, Cindy. “Urgensi Pengesahan RUU PKS Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi
Korban Revenge Porn.” Jurnal YUSTIKA Media Hukum Dan Keadilan 24, no. 1 (2021).
Lohrmann, Thomas Osburg and Christiane. Sustainability in a Digital World New
Opportunities Through New Technologies. Springer International Publishing, 2017.
Negara, Putra. “Kronologis Pengungkapan Kasus Kejahatan Seksual 11 Anak Perempuan
Lewat Game Free Fire.” Sindonews.Com, 2021.
Noor, Afina Mauliya & Triana Rosalina. “Cyber Safety Dalam Merespon Kekerasan Berbasis
Gender Online Di Masa Pandemi Covid-19.” Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial Dan
Budaya 3, no. 2 (2022).
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika. “Peraturan Menteri Komunikasi Dan
Informatika No.29/PER/M.KOMINFO/12/2010,” 2010.
“Permenkominfo No. 26/PER/M.KOMINFO/5/2007 Tahun 2007 Tentang Pengamanan
Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol Internet [JDIH BPK RI],” n.d.
Triwahyuningsih, Susani. “Perlindungan Dan Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) Di

9
Indonesia.” Jurnal Hukum Legal Standing 2, no. 2 (2018).
Undang-Undang Republik Indonesia. “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik,” 2008.
———. “Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,”
2022.
———. “Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,” 1999.
Wulandari, Ayu. “Artificial Intelligence Dalam Keamanan Cyber: Membangun Sistem
Perlindungan Terhadap Peretasan Situs Badan Publik Indonesia.” Skripsi Universitas
Bakrie, 2020.

1
0

Anda mungkin juga menyukai