Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PROSTIUSI ONLINE

MELALUI APLIKASI MICHAT


(Studi Putusan Nomor 412/Pid.Sus/2021/Pengadilan Negri Banyuwangi)

Diajukan untuk mengikuti seminar proposal skripsi

OLEH :
MUSHOWWIR
NIM. 2019070100022

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MADURA
PAMEKASAN
2023
Judul:

Analisis Yuridis Tindak Pidana Prostitusi Online Melalui Aplikasi Michat


(Studi Putusan Nomor 412/pid.sus/2021/ pengadilan negeri banyuangi)

1.1 Latar Belakang

Perdagangan orang (trafficking in person) sebenarnya merupakan hal yang

sudah ada sejak lama. Perdagangan orang ini sebenarnya berakar dari1 budaya

perbudakan yang dipraktekkan sejak lama. Hal itu dapat dilihat, ketika bangsa

kulit putih menangkapi orang-orang kulit hitam (orang Negro) di Afrika dan

menjualnya ke pengusaha-pengusaha kulit putih di Amerika. Orang kulit hitam

yang dibeli tersebut, dijadikan budak oleh para pengusaha kulit putih di Amerika.

Para budak ini menjadi milik pengusaha yang membelinya, dan dapat

diperlakukan sekehendaknya. Sebagai budak, tentu mereka tidak mempunyai hak

apa pun. Para budak ini hanya mengabdi kepada majikannya, seorang manusia

tidak memiliki kebebasan hidup sebagaimana mestinya . Di Indonesia dapat

dilihat pada waktu dijajah Belanda. Rakyat Indonesia ketika itu kedudukannya

tidak sama dengan orang-orang Belanda. Pembedaan rakyat dalam golongan-

golongan Eropa, Bumiputera dan Timur Asing ditetapkan di dalam Pasal 163

Indische Staatsregeling (I.S). Pembedaan rakyat dalam golongan-golongan ini

tentu sangat bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Pasal 163 I.S ini

menjadi dasar dari peraturan perundangundangan, pemerintahan dan peradilan di

“Hindia Belanda” dahulu. R. Supomo10 mengemukakan pembedaan ini pada

pokoknya didasarkan pada jenis kebangsaan. Karena itu, terjadi “rasdiskriminasi”

(pembedaan-pembedaan bangsa) di dalam perundang-undangan, pemerintahan


1
Penjelasan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Bagian Umum
Jurnal konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015
dan peradilan “Hindia Belanda”. Jumlah kasus perdagangan orang terus

bertambah dari tahun ke tahun. Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Kuala Lumpur

pernah melansir jumlah pengaduan dari warga negara Indonesia (WNI) yang

mengalami kasus perdagangan orang. Selama Maret 2005 hingga Juli 2006, data

International Organization for Migration (IOM) menunjukkan, sebanyak 1.231

WNI telah menjadi korban bisnis perdagangan orang. Meskipun tidak selalu

identik dengan perdagangan orang, sejumlah sektor seperti buruh migran,

pembantu rumah tangga (PRT) dan pekerja seks komersial ditengarai sebagai

profesi yang paling rentan dengan human trafficking11 . Definisi dari

perdagangan orang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) UU PTPPO

adalah: “Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,

penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi2 rentan, penjeratan uang atau

memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang

yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam

negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang

tereksploitasi”. Perdagangan orang adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM,

karena menghilangkan hak dasar yang seharusnya dimiliki setiap orang, yaitu hak

atas kebebasan. Hal ini tentu saja melanggar berbagai instrumen hukum nasional

maupun internasional. Indonesia sendiri sebelum keluarnya UU PTPPO telah

memiliki beberapa aturan yang melarang perdagangan orang. Pasal 297 KUHP

misalnya, mengatur larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum

2
Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Jakarta:Grafiti, 1994, h. 11.
Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015
dewasa. Selain itu, Pasal 83 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(UUPA), juga menyebutkan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik

anak untuk sendiri atau dijual. Namun peraturanperaturan tersebut tidak

merumuskan pengertian perdagangan orang secara tegas. Bahkan Pasal 297

KUHP memberikan sanksi terlalu ringan dan tidak sepadan (hanya 6 tahun

penjara) bila melihat dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan

orang. Karena itu, sudah semestinya ada sebuah peraturan khusus tentang tindak

pidana perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum formil dan

materiil sekaligus. UU itu harus mampu mengurai rumitnya jaringan perdagangan

orang yang berlindung di balik kebijakan resmi negara. Misalnya penempatan

tenaga kerja di dalam dan luar negara 3


Sedangkan yang menjadi topik

permasalahan sekarang, dengan kemajuan zaman sudah mulai ada peningkatan

dari sisi teknologi itu sendiri contohnya seperti ,penggunaan media sosial saat ini ,

pengguna media sosial saat ini tidak hanya digunakan untuk sekedar bersosialisasi

atau bertukar suatu informasi, namun telah bertambah fungsinya sebagai alat

untuk bertransaksi, sehingga banyak pihak yang menjalankan bisnis dan jasa

melalui media social. Kemudahan dalam bertransaksi di media sosial sering kali

dijadikan sarana untuk melancarkan bisnis prostitusi, yang selanjutnya disebut

dengan prostitusi online. Seiring dengan meningkatnya kegiatan prostitusi melalui

berbagai situs internet, maka akan otomatis pekerja seks komersial yang

memanfaatkan media sosial sebagai suatu cara untuk menjual dirinya dalam

3
R. Supomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, Jakarta:Pradnya Paramita,
1982, h. 23
menggaet para klien supaya tertariak untuk melakukan transaksi prostitusi online

tersebut.4

Dengan kemajuan teknologi ini akan terwujudnya platfrom media sosial,

Media sosial adalah sebuah media online yang memudahkan para pengguna

melakukan interaksi dan pasrtisipasi melakukan interaksi atau komunikasi yang

lebih mudah satu sama lain, dan dalam hal ini para pengguna media sosial sudah

ada yang memanfaatkan hal itu untuk dijadikannya media sebagai sarana prostisi

seperti halnya menjual dirinya melalui media sosial yang disebut dengan prostitusi

online,

Prostitusi online merupakan suatu praktik pelacuran yang menggunakan

media sosial internet sebagai sarana komunikasi atau penghubung antara para

pekerja seks komersial (PSK), mucikari dengan para penggunanya. Media sosial

yang sering digunakan oleh para pekerja seks komersial dan mucikari pada akhir-

akhir ini adalah media sosial MiChat. MiChat merupakan aplikasi pesan pribadi

maupun pesan grup, berbagi foto, video serta pesan suara. MiChat memiliki fitur

unggulan yaitu People Nearby dimana para penggunanya dapat menemukan

teman baru berdasarkan jarak lokasi terdekat. Fitur inilah yang sering disalah

gunakan oleh para pekerja seks komersial (PSK), dan mucikari dalam melakukan

praktik tindak pidana Prostitusi Online. Adanya peraturan perundang-undangan

yang merupakan sumber hukum formal yang mengatur terkait dengan prostitusi

online seperti Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik dan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP tidak serta-merta dapat mengurangi

4
Juhriansyah Dalle, A, Akrim dan Bahruddin “pengantar teknologi informasi (Depok Raja
grafindo persada, 2020) hlm 2.
jumlah kasus prostitusi online di aplikasi MiChat tersebut, ditambah dengan

kurangnya pemerintah dalam menangani kasus prostitu online mengakibatkan

meningkatnya jumlah kasus praktik prostitusi di aplikasi MiChat kasus prostitusi

melonjak 50 persen lebih banyak sejak adanya pandemi Covid19 melanda

Indonesia lalu sampai sekarang.5 Data lonjakan tersebut belum menggambarkan

kondisi riil hal tersebut terjadi karena tidak semua korban melaporkan kasusnya.

Maraknya kasus prostitusi online dengan menggunakan aplikasi MiChat,

membuat Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate angkat bicara, beliau

mengatakan lembaganya sudah meminta komitmen dari penyelenggara aplikasi

pesan instan tersebut (MiChat) untuk melakukan take down akun yang digunakan

untuk praktik prostitusi dalam jaringan atau prostitusi online.Tingginya jumlah

kasus prostitusi online di aplikasi MiChat ini terjadi karena pemerintah tidak

secara tegas melarang adanya praktik prostitusi online di aplikasi MiChat. Terlihat

pada Pasal 296, Pasal 297, dan Pasal 506 KUHP yang mengatur terkait larangan

untuk melakukan kegiatan prostitusi yaitu “Barangsiapa dengan sengaja

menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan

dijadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara

paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas

ribu rupiah” (Pasal 296 KUHP). “Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-

laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”

(Pasal 297 KUHP). “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul

seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencaharian, diancam dengan pidana

kurungan paling lama satu tahun” (Pasal 506 KUHP).5 Dalam Pasal-pasal

5
Jhony Gerard Plate Kementerian Komunikasi dan Informatika, Maraknya Prostitusi daring
menggunakan MiChat (15 November 2021)
tersebut hanya terdapat larangan bagi orang yang membantu dan menyediakan

pelayanan seks secara illegal, maka dapat disimpulakan bahwa larangan tersebut

hanya berlaku untuk mucikari. Sedangkan para pekerja seks komersial dan

penggunanya tidak ada pasal-pasal yang mengatur terkait hal tersebut. 6 Adapun

dalam Undang-Undang ITE atau Informasi Transaksi dan Elektronik tidak

mengatur secara khusus terkait dengan praktik tindak pidana prostitusi online,

dalam Pasal 27 ayat (1) UndangUndang ITE tersebut hanya menjelaskan terkait

ancaman pidana bagi yang mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat

dapat diaksesnya terkait dengan informasi elektronik yang dapat melanggar

kesusilaan.

Seperti halnya kasus yang menjerat selebgram Putri novita sari yang

menyalahgunakan aplikasi MiChat sebagai sarang prostitusi, dengan memposting

foto dirinya lalu membagikan pesan secara Broadcest dan dalam postingan

tersebut ada lelaki hidung belang yang memesannya lalu terjadi tawar menawar

sehingga terjadinya kesepakatan, dan pada hari selasa tanggal 23 Maret 2021

sekitar pukul 22.00 wib kepolisian datang untuk menggrebek perbuatan prostitusi

tersebut di hotel Srono Ds, Kabaman kab, Banyuwangi, didalam kamar hotel

tersebut keduanya sedang tidur bersama dan melakukan hubungan layaknya suami

istri dan ditemukan juga alat kontrasepsi beserta makan dan snack yang di bawa

oleh si pria tersebut dan didalam kamar hotel itu juga keduanya dibekuk oleh

kepolisian banyuwangi dan diperiksa takut ada barang-barang lain yang

melanggar undang-undang hukum pidana seperti halnya narkoba dan sejenisnya,

6
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemiskinan dan Prostitusi,
(27 April 2021 , https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/601/isu-
utamaprostitusi-anak.
namun kepolisian tidak menemukam hal itu, dan keduanya langsung di bawa ke

kapolsek srono kabupaten banyuwangi.

Berdasarkan pada Putusaan Hakim Pengadilan Negri Banyuwangi prostitusi

online di aplikasi MiChat pelaku yaitu putri novita sari dijatuhi hukuman pidana

penjara selama 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan,

menurut pendapat penulis perlu adanya penelitian dan analisis terkait jatuhan

hukuman yang terlalu ringan bagi pekerja seks komersial karna tindakan seperti

pekerja seks komersial sangat merusak moral bangsa, apalagi sangat mudah di

akses di media sosial dan dalam hal ini penulis membuat proposal ini agar adanya

hukuman yang pantas bagi pekerja seks komersial supaya ada efek jera sekaligus

menjadi pembelajaran untuk masyarakat

Dari paparan di atas, sebetulnya, seperti apa ketentuan hukum bagi Pekerja
Seks Komersial (PSK) yang menyalahgunakan aplikasi MiChat untuk prostitusi
online? Oleh karena itu, penulis menilai perlu adanya sebuah penelitian untuk
mengetahui, memahami serta menjelaskan terkait seperti apa ketentuan hukum
bagi para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang terlibat dalam kasus tindak pidana
prostitus online di aplikasi MiChat dengan menganalisis Putusan Nomor
412/Pid.Sus/2021/PN.Banyuangi. Serta apa saja yang menjadi dasar pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana kepada Pekerja Seks Komersial (PSK)
yang melakukan praktik tindak pidana prostitusi online dengan menggunakan
aplikasi MiChat. Disini peneliti akan melakukan penelitian dengan judul
penelitian yaitu Analisis Yuridis Tindak Pidana Prostitusi Online Melalui
Aplikasi Michat (Studi Putusan Nomor 412/pid.sus/2021/ pengadilan negeri
banyuangi)

1.2 Rumusan Masalah

1 Apa ketentuan hukum pidana bagi orang dewasa yang menyediakan


pekerja seks komersial untuk menyalahgunakan aplikasi MiChat sebagai
aplikasi prostitusi online.
2 Apa yang menjadi pertimbangan Hakim menjatuhkan sanksi pidana ringan

terhadap pekerja seks komersial yang terlibat praktik tindak pidana

prostitusi online di aplikasi MiChat pada Putusan No.412/Pid.Sus/2021/

PN.Banyuangi?

1.3 Tujuan penelitian

Dari perumusan masalah di atas, dapat di ketahui bahwa tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis ketentuan hukum bagi para pekerja seks komersial

yang menyalahgunakan aplikasi MiChat untuk prostitusi online.

2. Untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi

pidana ringan bagi para pekerja seks komersial yang terlibat dalam

prostitusi online di aplikasi MiChat dalam Putusan Pengadilan Nomor

412/Pid.Sus/2021/PN.Banyuangi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari proposal skripsi ini terdiri dari dua(2)

1.4.1. Tujuan teoritis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum, selain

itu memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang undang-undang

prostitusi online

1.4.2 Tujuan Praktis

Untuk Mengetahui dan mendeskripsikan secara langsung dalam

penanganan kasus prostitusi yang semakin marak

1.5 Keaslian penelitian


Keaslian penelitian diperlukan sebagai bukti agar tidak ada plagirisme antara
peneliti sebelumnya dengan peneliti yang dilakukan, tesis dengan judul Analisis
Yuridis Tindak Pidana Prostitusi Online Melalui Aplikasi Michat (Studi
Putusan Nomor 412/pid.sus/2021/ pengadilan negeri banyuangi)

Mengutip dari pemahaman Tiara Amalia Zahra fakultas syariah dan hukum uin

syarif hidayatullah jakarta yang berjudul ASPEK HUKUM PENGGUNAAN

APLIKASI MICHAT SEBAGAI SARANA TINDAK PIDANA PROSTITUSI

ONLINE.7

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan meliputi hal-hal sebagai berikut

1.6.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian normatis, jenis penelitian ini digunakan karena dalam penelitian ini

penulis akan mengkaji studi dokumen dan jurnal terkait aspek-aspek kualitas dan

menggali makna serta informasi yang didasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 412/Pid.Sus/2021/PN.Banyuangi tentang penyalahgunaan aplikasi MiChat

sebagai sarana prostitusi online.

1.6.2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif, ini

dikarenakan normatif merupakan pendekatan penelitian yang mengkaji studi

dokumen, dengan menggunakan berbagai data-data sekunder seperti peraturan

perundang-undangan, teori hukum, putusan pengadilan yang relevan dengan

penelitian ini.

1.6.3. Metode Pengumpulan Data

7
Tiara amlia zahra fakultas syariah dan hukum uin syarif hidayatullah jakarta aspek hukum
penggunaan aplikasi michat sebagai sarana tindak pidana prostitusi online
Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah studi dokumen.

Metode ini dipilih karena penelitian akan menelaah dokumen tentang Putusan

Pengadilan Nomor 412/Pid.Sus/2021/PN. Banyuangi. Serta menggunakan metode

kepustakaan (library research). Metode ini dilakukan dengan cara membaca,

mengutip, dan mengolah literatur yang brkaitan dengan peneliian ini. Literatur

tersebut sepert dokumen, jurnal, buku, serta bacaan-bacaan lainnya yang dapat

membantu memenuhi kebutuhan data penelitian.8

1.6.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis

deskriptif. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian ini penulis akan mencerna

data yang telah didapatkan secara sistematis dan ditelaan yaitu, pada

(Putusan Pengadilan Nomor 412/Pid.Sus/2021/PN.Banyuangi) dan data tersebut

akan diasajikan oleh penulis dalam bentuk narasi yang telah diringkas oleh penulis

dari Putusan Pengadilan Negeri Banyuangi.

1.6.5. Sistematika penulisan

Supaya penulis skripsi ini terarah, penulis akan menguraikan

menggunakan lapooran menjadi 4 (empat) bab, yaitu.

Bab I: PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian

penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, metode analisis data,dan

sistematika penulisan,

Bab II: KAJIAN PUSTAKA

8
Johannes supranto (2003) metode penelitian hukum dan statistik rineka cipta hlm 13.
Pada bab ini penulis akan menjelaskan secara umum tentang pengertian

tentang tindak pidana yang dalam tahapan rangkuman serta mencari sumber-

sumber dari ahli hukum besrta teorinya


Bab III: PEMBAHASAN

Bab ini akan memaparkan tentang hukuman yang pantas bagi pekerja seks

komersial yang diwadahi dengan aplikasi agar mendapatkan hukuman yang pantas

sekiranya membuat pelaku jera sesuai dengan kitab undang-undang hukum pidana

Bab IV:PENUTUP

Bab ini antara lain mencangkup kesimpulan dan rekomendasi tentang tema
yang saya tulis Analisis Yuridis Tindak Pidana Prostitusi Online Melalui
Aplikasi Michat (Studi Putusan Nomor 412/pid.sus/2021/ pengadilan negeri
banyuangi)
.
DAFTAR PUSTAKA

Penjelasan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Bagian Umum


Jurnal konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015

Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Jakarta:Grafiti, 1994, h. 11.


Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015

R. Supomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II,


Jakarta:Pradnya Paramita, 1982, h. 23

Juhriansyah Dalle, A, Akrim dan Bahruddin “pengantar teknologi informasi


(Depok Raja grafindo persada, 2020) hlm 2.

Jhony Gerard Plate Kementerian Komunikasi dan Informatika, Maraknya


Prostitusi daring menggunakan MiChat (15 November 2021)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemiskinan dan


Prostitusi, (27 April 2021, https://www.kemenpppa.go.id/index.php/
page/read/31/601/isu-utamaprostitusi-anak.

Tiara amlia zahra fakultas syariah dan hukum uin syarif hidayatullah jakarta aspek
hukum penggunaan aplikasi michat sebagai sarana tindak pidana prostitusi
online

Johannes supranto (2003) metode penelitian hukum dan statistik rineka cipta hlm
13.

Anda mungkin juga menyukai